• Tidak ada hasil yang ditemukan

Foto 5.5 Sukut dan senina menari (landek) memberi hormat kepada

5.5.5 Pola lanta

Setiap gerak tari mempunyai ruang gerak atau sering disebut dengan pola lantai. Dalam tarian terdapat formasi yang tersusun ada yang bermakna dan memiliki nilai estetis, namun ada juga hanya mementingkan nilai estetis pedukung dari gerak tari itu sendiri. Tari adat landek dalam upacara adat ngampeken tulan- tulang memiliki pola lantai yang memiliki makna namun tidak selalu berpindah- pindah. Upacara ngampeken tulan-tulan yang saat ini dilaksanakan oleh masyarakat Karo hanya terdapat di dalam upacara adat yang di laksanakan di los atau jambur. susunan tempat duduk juga memiliki aturan sesuai sistem kekerabatan dan golongan berdasarkan sangkep nggeluh.Sukut berada di sebelah kiri, senina berada di tengah, kalimbubu berada disebelah karna dan anak beru berada di belakang. Tidak ada pergerseran dalam posisi yang berarti. Posisi sudah ditentukan dan tidak dapat diganti-ganti.

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya mengenai penelitian landek dalam upacara adat ngampeken tulan-tulan analisis struktur, makna dan fungsi, dapat dihasilkan kesimpulan dalam penilitian ini sebagai berikut. Bentuk penyajian dalam upacara adat ngampeken tulan-tulanyang dalam bahasa Indonesianya mengangkat tulang-tulang, melaksanakan dua proses upacara. Proses pertama yaitu proses penggalian kuburan (engkur-kur kuburen) dan yang kedua yaitu proses upacara adat yang dilaksanakan di jambur. Dalam proses upacara adatsangkep nggeluhsebagai kelompok masyarakat yang berperan penting dalam upacara untuk melakukan landeksebagai penyampai isi hati tujuan dari upacara adatngampeken tulan-tulan.

Kesimpulan ini juga merupakan jawaban dari tiga pokok permasalahan yang telah ditetapkan pada Bab I. Adapun pokok permasalahan tersebut adalah; bagaimana struktur, fungsi dan makna landek dalam upacara adat ngampeken tulan-tulan pada masyarakat Karo.Makna landekdalam upacara adatngampeken tulan-tulan adalah sebuah komunikasi non verbal yang hadir dalam upacara adat melaluisangkep nggeluh. Strukturlandekberkaitan dengan susunan upacara yang melibatkan rakut sitelu pada proses upacaranya. Dalam upacara adat ngampeken tulan-tulan terdapat dua prosesi upacara yaitu prosesi engkur-kur kuburen dan upacara adat.Rakut sitelu memiliki struktur yang menjadi lambang penghormatan

melalui gerak landek. Fungsi landek dalam upacara adat ngampeken tulan-tulan sebagai media komunikasi antara manusia dengan Tuhan, alam dan sesama manusia yang dituangkan melalui gerak. Dalam upacara landek sebagai media komunikasi kepada Tuhan, alam dan sesama manusia yang berisi penyampaian makna dari rasa suka cita yang dirasakan dalam upacara. Saat landekhadir dalam upacara adat ngampeken tulan-tulan memiliki makna yang bertujuan untuk hormat menghormati, rasa suka cita, cerminan budaya, dan penyampai sebuah keberhasilan pelaksanaan upacara dalam satu kelompok masyarakat.

Dikatakan landek adat adalah landek yang melibatkan sistem kekerabatan di dalamnya. Jadi,landekdalam upacara adatngampeken tulan-tulanialahlandek adat karena keterkaitannya dengan sangkep nggeluh dalam proses upacara adat ngampeken tulan-tulan dari proses awal hingga akhir upacara. Landek sebagai media penyampai maksud dari tujuan upacara adat dengan iringan syair (pengapul) yag dibawakanperkolong-kolongdengan irama senduh dan sedih serta berisi petuah-petuah.

6.2. Saran

Sesuai dengan tujuan dan temuan penelitian landek dalam upacara adat ngampeken tulan-tulan analisis struktur, makna dan fungsi, maka saran dapat disampaikan sebagai berikut.

1. Penelitian ini terbuka untuk dikeritik para peneliti yang tertarik dengan landek dalam upacara adat ngampeken tulan-tulan pada masyarakat Karo atau penelitian yang sejenis dengan topik dan permasalahan yang berbeda. Selain itu, juga terbuka untuk penelitian ini dilanjutkan, dikaji secara mendalam dan mendapatkan pemahaman yang lebih kritis mengenai landek dalam upacara adat ngampeken tulan-tulan pada masyarakat Karo.

2. Penelitian ini dapat dijadikan penambahan wawasan dan informasi terhadap perkembangan budaya, sanggar seni, seniman, budayawan, praktisi seni dalam melestarikan dan mempertahankan kebudayaan tradisional pada masyarakat Karo secara meluas.

3. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan bagi perkembangan kajian budaya. Kajian ini juga sebagai sumber rujukan dalam pengembangan budaya kreativitas kesenian masyarakat Karo khusunya, masyarakat Indonesia pada umumnya.

4. Diharapkan pada generasi muda, khususnya muda-mudi Karo disarankan untuk terus melestarikan kesenian Karo, salah satunya kesenianlandek.

5. Diharapkan masyarakat Karo dapat mempertahankan budaya dengan cara membuat tulisan-tulisan ilmiah, hal tersebut dapat juga memberi informasi tentang kebudayaan masyarakat Karo secara meluas.

6. Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini terdapat keterbatasan- keterbatasan, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, mendalam, luas, dan komprehensif.

GLOSARIUM

Anak beru : Pihak yang mengambil istri dari sebuah keluarga tertentu untuk diperistri.

Aron : wanita Karo yang pekerja.

Begu : Masyarakat Karo percaya bahwa “tendi” (roh) orang

yang telah meninggal masih dapat memberikan pertolongan maupun mengganggu manusi yang hidup

dalam bentuk “begu”.

Bere-bere : Mergadari keluarga ibu.

Beru : Merga yang disandang di belakang nama seorang perempuan.

Di bata si la idah : Tuhan yang tidak kelihatan, disebut dengan Dibata kaci-kaci, yang mempunyai tiga wilayah kekuasaan, yaitu dunia atas (guru batara), dunia tengah (paduka ni aji), dan dunia bawah (banua koling).

Dibata si idah : Tuhan yang kelihatan, yaitu kalimbubu yang merupakan unsur terhormat atau golongan yang disegani. Orang yang menghormati kalimbubunya akan memperoleh banyak rezeki dan kesehatan. Oleh karena itu, ia disebutdibata si idah.

Endek : Gerakan tari yang dilakukan dengan menekuk lutut. Erpangir kulau : Komunikasi transendental dalam hubungan

komunikasi antara manusia dengan roh gaib dengan menggunakan seorang dukun mediatornya. Adapun tujuan seseorang/keluarga tertentu melaksanakan ritual erpangir ku lau ini adalah untuk menemukan dan dapat berkomunikasi dengan kekuatan-kekuatan diluar kemampuan manusia, terutama yang berkaitan dengan penyembuhan suatu penyakit, membuang sial di badan, menambalkan seorang menjadi guru, dan membersihkan diri dari yang kotor.

Ertutur : Berkenalan untuk mendekatkan hubungan

kekerabatan.

Gendang : Biasanya pengertian kata gendang tergantung dari kata yang mengikutinya. Misalnya (1) gendang lima sendalanen, kata gendang disini mengandung arti ensambel musik tertentu, (2) gendang simalungun rayat, kata gendang mengandung arti nama sebuah lagu, (3) gendang singindungi atau gendang singanaki, kata gendang menunjukan salah satu jenis alat musik.

Guro-guro aron : Sebuah upacara tradisi yang dilakukan oleh muda- mudi di setiap kuta (desa) yang dilaksanakan setiap tahun sebagai ungkapan rasa gembira dan rasa syukur kepadaDibataatas keberhasilan mereka.

Guru : Orang yang dapat berkomunikasi dengan roh gaib dan dapat mengobati penyakit dan sekaligus sebagai peramal.

Ground : Pengetahuan tentang sistem tanda dalam suatu masyarakat.

Interpretan : pemahaman makna yang muncul dalam diri penerima tanda.

Jambur : Sejenis aula besar sebagai tempat upacara, baik perkawinan dan kematian.

Kade-kade : Kerabat yang terdapat dalam sistem kemasyarakatan. Kalimbubu : Pihak keluargaseninapemberi istri.

Katoneng-katoneng : Musik vokal suku Karo yang memiliki garis melodi baku, tetapi lirik atau teks lagu tersebut senantiasa berubah dan disesuaikan dengan satu konteks upacara. Landek : Menari secara berhadapan antara dua kelompok tertentu. Konsep landek berhadap-hadapan dalam aktivitas menari Karo terbagi atas dua bentuk, yaitu landekadat danlandekhiburan.

Mengket jabu : Upacara memasuki rumah baru.

Merga silima : Lima merga yang dikenal pada masyarakat Karo, yaitu merga Karo-karo, Tarigan, Ginting, Sembiring, dan Perangin-angin. Kelima merga ini disebut merga silima.

Nuri-nuri : Kata-kata yang diaturkan pada upacara kematian masyarakat Karo yang berisikan kata pengapul (kata hiburan, ajaran dan nasehat).

Odak : Gerakan tari, baik ketika melangkah maju dan mundur maupun serong ke kiri dan ke kanan.

Ole : Goyangan atau ayunan badan saat menari.

Panganak : Instrumen musik (ideofon) yang berfungsi sebagai ritmis konstan dalam ensambel gendang lima sendalanan yang digunakan pada upacara gendang kematian.

Perkade-kadean : Kekerabatan dalam masyrakat.

Perkolong-kolong : Sebutan kepada penyanyi yang dipanggil pada upacara, untuk menyampaikan nasehat, penghormatan, pujian, doa harapan, dan sebagainya. Perumah begu : Menghindari hal-hal yang tidak diinginkan

masyarakat. Karo dengan melakukan upacara pemanggilan roh-roh manusia yang sudah mati. Puang kalimbubu : Kalimbubu dari kalimbubuseseorang, baik dari pihak

Rakut siteu : Kelengkapan lembaga sosial masyarakat, yang terdiri atas tiga kelompok, yaitu senina, kalimbubudananak beru.

Raron : Sekelompok orang yang bertetangga atau yang berkerabat secara bersama-sama mengerjakan tanah pertaniannya dengan cara bergiliran.

Sangkep nggeluh : Pribadi atau keluarga/merga tertentu yang dikelilingi oleh senina, anak beru, dan kalimbubu-nya. Dalam melaksanakan upacara adat tertentu, seperti perkawinan, kematian, memasuki rumah baru, dan lain-lain. Sangkep nngeluh akan diketahui apabila sudah jelas siapasukutdalam upacara tersebut.

Sarune : Instrument musik (aerofon) yang berfungsi sebagai pembawa melodi dalam upacara masyarakat Karo. Senina : Mereka yang bersaudara karena mempunyai merga

atausubmergayang sama. Sekalipun tidak dalam satu merga, biasanya masih dalam satu indukmerga. Sierjabatan : Pemain musik dalam sebuah ensambel yang berfungsi

sebagai pengiring dalam upacara gendang kematian masyarakat Karo.

Sukut : Adalah orang yang berhajatan dan otang tuanya, dalam upacara adat.Sukut adalah janda atau duda dan anak laki-laki dari yang meninggal (keluarga dari orang yang meninggal, atau dalam acara memasuki rumah baru (mengket rumah). Sukut adalah pemilik rumah baru tersebut.

Tutur siwaluh : Merupakan konsep kekerabatan masyarakat Karo yang terdiri atas delapan golongan, yaitu puang kalimbubu, kalimbubu, sembuyak, senina, senina sipemeren, senina siparibanen/sipengalon, anak beru, dananak beru menteri.

Dokumen terkait