• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 4 Dampak Peningkatan Harga Pangan dan Harga Substitusi BBN Tingkat

Dalam dokumen DATA JURNAL MEI 2012 EKONOMI (Halaman 120-129)

-10.00 -5.00 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 P e rs e n tas e P e ru b ah an ( % ) Baseline Sim 1 Sim 2

5. Dampak Peningkatan Harga Pangan dan Harga Substitusi BBN Tingkat Internasional, serta Subsidi Harga Output BBN terhadap Peneri- maan Pendapatan Nominal Agregat per Rumah Tangga

Peningkatan harga pangan dan harga substitusi BBN tingkat internasional (Simu- lasi 1) berdampak negatif berupa penu- runan penerimaan pendapatan nominal agregat pada semua kelompok rumah tang- ga (Gambar 5). Subsidi harga output BBN sebesar 57.68 persen (Simulasi 2) berdam- pak positif berupa peningkatan penerimaan pendapatan nominal agregat pada semua kelompok rumah tangga (Gambar 5).

Oxfam (2008) mengatakan bahwa BBN merupakan peluang untuk konsumsi nasional atau ekspor pada negara-negara miskin, tetapi produksi BBN tidak serta merta pro-poor atau inklusif. Industri etanol Brazil yang memunyai konsentrasi lahan dan sumberdaya tinggi, dan dengan cepat menurunkan tingkat tenaga kerja. Itu meru- pakan gangguan untuk keberadaan tenaga kerja penduduk miskin (Oxfam, 2008). Pada tahap awal, hal itu merupakan keke- liruan untuk masyarakat pedesaan (Oxfam, 2008).

Gambar 4. Dampak Peningkatan Harga Pangan dan Harga Substitusi BBN Tingkat Internasional, serta Subsidi Harga Output BBN terhadap Permintaan Tenaga Kerja Sektoral di Indonesia Tahun 2015

Keterangan:

Sim 1: Baseline + harga pangan dan harga substitusi BBN tingkat internasional meningkat. Sim 2: Baseline + subsidi harga output BBN meningkat.

Gambar 5. Dampak Peningkatan Harga Pangan dan Harga Substitusi BBN Tingkat 30.50 31.00 31.50 32.00 32.50 33.00 33.50 34.00 34.50 P e rs e n tas e P e ru b ah an ( % ) Baseline Sim 1 Sim 2

Filho et al (2009) mengatakan bahwa perluasan permintaan etanol di Brazil menu- runkan penduduk miskin secara tajam, na- mun diikuti oleh peningkatan kesenjangan penduduk miskin. Distribusi pendapatan hanya sedikit terjadi (Filho et al, 2009). Hal itu karena perluasan proyek tebu sedemiki- an rumit berbasis menggunakan teknologi baru, yang memerlukan kegiatan mekanisa- si pertanian alat berat (Filho et al, 2009). Ketika harga-harga pangan meningkat, yang diikuti oleh penggunaan lahan untuk memproduksi tanaman pangan, namun peningkatannya kecil, dan bertentangan dengan peningkatan produktivitas produksi pangan (Filho et al, 2009). Peningkatan harga pangan berdampak terhadap pen- ingkatan biaya dalam keranjang konsumsi penduduk miskin, namun peningkatan har- ga tersebut masih lebih kecil dibandingkan kompensasi pada peningkatan pendapatan yang lebih besar, sehingga menimbulkan dampak positif pada kemiskinan (Filho et

al, 2009). Perluasan peningkatan perminta- an etanol secara agregat menguntungkan penduduk miskin, namun dalam nilai yang kecil. Manfaat yang lebih besar dari perlua- san etanol Brazil terkait dengan matriks di- versifikasi energi dan penurunan emisi gas rumah kaca (Filho et al, 2009). Masalah yang lebih serius dari perluasan permintaan etanol adalah terkait dengan redistribusi kegiatan ekonomi secara regional di Brazil (Filho et al, 2009).

Rajagopal dan Zilberman (2008) men- gatakan bahwa produsen neto memperoleh manfaat dari kenaikan harga-harga pangan. Akan tetapi energi juga merupakan input untuk pertanian dan peningkatan harga- harga energi berdampak nyata pada pen- ingkatan biaya produksi, yang mengurangi peningkatan keuntungan. Sama halnya peningkatan harga air berdampak kepada produktivitas dan pendapatan petani. Di Uni Eropa, petani-petani mendapat hadiah lebih besar dibandingkan harga-harga pasar

Gambar 5. Dampak Peningkatan Harga Pangan dan Harga Substitusi BBN Tingkat Internasional, serta Subsidi Harga Output BBN terhadap Penerimaan Pendapatan Nominal Agregat per Rumah Tangga di Indonesia Tahun 2015

Keterangan:

Sim 1: Baseline + harga pangan dan harga substitusi BBN tingkat internasional meningkat. Sim 2: Baseline + subsidi harga output BBN meningkat.

Dampak Peningkatan Harga Pangan dan Harga Substitusi Bahan Bakar Nabati Tingkat Internasional, serta Subsidi Harga Output Bahan Bakar Nabati terhadap Perekonomian Indonesia

melalui bantuan kebijakan harga, itu tidak sama halnya dengan petani-petani akan mendapatkan hadiah atas harga-harga lebih tinggi yang dihasilkan dari persaingan dengan BBN. Petani-petani tidak berpen- galaman mendapatkan peningkatan atas rente ekonomi. Tanpa kehadiran bantuan kebijakan, ketidakstabilan kondisi energi berisiko lebih besar dari guncangan yang lebih rendah diakibatkan oleh harga-harga energi. Dumping BBM oleh OPEC adalah salah satu penyebab guncangan BBM tersebut. Karena itu subsidi dan standari- sasi BBN dapat mengurangi ketidakpastian, kekuatan pasar perusahaan-perusahaan agribisnis dalam perbenihan dan pengo- lahan dapat menurunkan manfaat subsidi kepada petani. Ketika lahan bersifat langka, pemilik tanah mendapatkan lebih banyak manfaat dari petani (Rajagopal dan Zilber- man, 2008).

FAO (2008) mengatakan bahwa pen- ingkatan perintaan BBN menekan kenaikan harga-harga komoditi ke atas. Harga-harga komoditi yang semakin tinggi berdampak negatif pada negara berkembang yang menjadi pengimpor pangan neto, khusus- nya pada negara yang berpendapatan ren- dah dan mengalami defisit pangan, dimana harga impor yang semakin tinggi diikuti tagihan pembayaran impor pangan yang lebih besar (FAO, 2008). Dalam jangka pendek, harga-harga komoditi pertanian yang semakin tinggi berdampak negatif pada ketahanan pangan rumah tangga. Risiko tersebut meningkat pada rumah tangga miskin di perkotaan dan penduduk pedesaan yang menjadi pembeli neto pan- gan, yang merupakan kondisi pada seba- gian besar penduduk miskin di pedesaan (FAO, 2008). Dalam periode jangka pan- jang, pertumbuhan permintaan BBN dan peningkatan harga-harga komoditi pertani- an merupakan peluang untuk pertumbuhan pertanian dan pembangunan pedesaan di negara-negara berkembang (FAO, 2008). Kekuatan pembangunan pertanian di pede- saan tersebut merupakan motor penggerak yang akan menurunkan kemiskinan (FAO, 2008). Arndt (2009) mengatakan bahwa

tanaman jarak lebih banyak menurunkan jumlah penduduk miskin yang lebih banyak menggunakan tenaga kerja tidak terampil dan menumbuhkan perolehan sewa lahan yang lebih banyak diperoleh rumah tangga kecil dibandingkan pemilik perkebunan.

Cororaton et al (2010) mengatakan bahwa dampak perluasan BBN skala besar memperbaiki PDB riil per kapita di Thailand, Brazil, Argentina, Indonesia, dan beberapa negara maju, tetapi perluasan BBN skala besar berdampak menurunkan pendapatan riil per kapita di india, Sub-Sahara Afrika, Timur Tengah, wilayah Afrika Utara, Ru- sia, dan China. Perluasan BBN mening- katkan upah tenaga kerja tidak terampil di pedesaan dibandingkan upah tenaga kerja lainnya di perkotaan. Itu benar terjadi di negara-negara berkembang (Cororaton et al, 2010). Akan tetapi perubahan upah tersebut lebih kecil pada tenaga kerja tidak terampil di pedesaan pada negara-negara maju (Cororaton et al, 2010). Dampak posi- tif upah pada tenaga kerja tidak terampil di pedesaan menggerakkan tenaga kerja tidak terampil di perkotaan ke pertanian dan pedesaan. Hal itu karena produksi feed- stock di negara-negara berkembang relatif intensif menggunakan tenaga kerja tidak terampil (Cororaton et al, 2010). Perluasan BBN skala besar meremehkan peningkatan kemiskinan (Cororaton et al, 2010). Pening- katan kemiskinan yang besar terjadi di In- dia dan Sub-Sahara Afrika (Cororaton et al, 2010).

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, maka disusun kesimpulan sebagai berikut: 1. Peningkatan harga pangan dan harga

substitusi BBN tingkat internasional pada level ekonomi makro berdampak positif terhadap peningkatan indeks harga ekspor, depresiasi nilai tukar mata uang rupiah per dolar AS, peningkatan nilai tukar perdagangan, peningkatan

sewa modal non pertanian nasional, dan peningkatan neraca perdagangan per PDB, namun peningkatan harga pan- gan dan harga substitusi BBN tingkat in- ternasional tidak berhasil menyebabkan peningkatan indeks harga konsumen dan berdampak negatif terhadap penu- runan PDB riil sisi pengeluaran.

2. Peningkatan harga pangan dan harga substitusi BBN tingkat internasional pada level ekonomi sektoral berdam- pak positif terhadap peningkatan output BBN, industri minyak dan lemak, indus- tri gula, jagung, kelapa, BBM, batubara, dan gas, namun peningkatan harga pan- gan dan harga substitusi BBN tingkat in- ternasional berdampak negatif berupa penurunan output padi, ubi kayu, kayu, industri pengolahan dan pengawetan makanan, industri penggilingan padi, dan industri tepung. Penurunan output tersebut, karena kenaikan harga pangan internasional tidak terintegrasi dengan harga output komoditi lokal tersebut. 3. Peningkatan harga pangan dan harga

substitusi BBN tingkat internasional berdampak positif berupa peningkatan permintaan tenaga kerja sektor BBN, jagung, tebu, kelapa, kelapa sawit, ba- tubara, gas, industri minyak dan lemak, industri penggilingan padi, industri te- pung, industri gula, dan BBM, namun peningkatan harga pangan dan harga substitusi BBN tingkat internasional berdampak negatif berupa penurunan permintaan tenaga kerja sektor padi, ubi kayu, kayu, serta industri pengolahan dan pengawetan makanan. Penurunan permintaan tenaga kerja tersebut, kare- na penurunan output.

4. Peningkatan harga pangan dan harga substitusi BBN tingkat internasional ber- dampak negatif berupa penurunan pe- nerimaan pendapatan nominal agregat pada semua kelompok rumah tangga. 5. Subsidi harga output BBN berdampak

meningkatkan PDB riil sisi pengeluaran dan meningkatkan neraca perdagangan per PDB. Subsidi harga output BBN berdampak positif terhadap peningka-

tan output BBN, kelapa, industri min- yak dan lemak, dan kelapa sawit. Sub- sidi harga output BBN juga berdampak positif berupa penurunan output BBM, batubara, kayu, namun tidak berdam- pak pada gas. Akan tetapi peningkatan output BBN diikuti oleh penurunan out- put padi, jagung, ubi kayu, tebu, industri penggilingan padi, industri tepung, dan industri gula, sehingga pengembangan produksi BBN untuk mensubstitusi BBM, batubara, dan kayu berpotensi berlawa- nan dengan peningkatan produksi pan- gan.

6. Subsidi harga output BBN berdampak positif berupa peningkatan permintaan tenaga kerja pada sektor BBN, indus- tri minyak dan lemak, kelapa sawit, kelapa, dan industri pengolahan dan pengawetan makanan, namun subsidi harga output BBN berdampak negatif berupa penurunan permintaan tenaga kerja pada sektor padi, jagung, ubi kayu, tebu, kayu, batubara, gas, industri peng- gilingan padi, industri tepung, indus- tri gula, dan BBM, karena penurunan pada output sektor tersebut. Penurunan permintaan tenaga kerja pada sektor batubara dan gas, karena penurunan permintaan ekspor dan peningkatan penawaran impor pada sektor tersebut. 7. Subsidi harga output BBN berdampak

positif berupa peningkatan penerimaan pendapatan nominal agregat pada semua kelompok rumah tangga.

Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka sa- ran disusun sebagai berikut:

1. Pemerintah perlu memperbaiki transmisi harga output komoditi di pasar interna- sional ke harga output komoditi di pasar lokal untuk memberdayakan produsen dan pada sisi lain pemerintah menin- gkatkan efektivitas kebijakan sasaran inflasi untuk melindungi rumah tangga konsumen.

2. Peningkatan output BBN perlu dikem- bangkan tanpa mengganggu pening-

Dampak Peningkatan Harga Pangan dan Harga Substitusi Bahan Bakar Nabati Tingkat Internasional, serta Subsidi Harga Output Bahan Bakar Nabati terhadap Perekonomian Indonesia

katan output pangan, peningkatan per- mintaan tenaga kerja sektor pangan, dan penerimaan pendapatan nominal agregat pada semua kelompok rumah

tangga, misalnya dengan pemberian subsidi harga output BBN, peningkatan efektivitas tenaga kerja sektor pangan, dan peningkatan produktivitas sektor pangan.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2008. Sistem Neraca Sosial Ekonomi Indonesia 2005. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2009. Tabel Input Output Indonesia UpDating 2008. Badan Pusat Statis- tik, Jakarta.

Banse, M., H. van Meijl, A. Tabeau, and G. Woltjer. 2009. Will EU Biofuel Policies Affect Global Agricultural Markets? Working Paper, Agricultural Economics Research Institute, Wagenin- gen.

Biomass Research and Development in Native [BR&Di]. 2007. Increasing Feedstock Produc- tion for Biofuels: Economic Drivers, Environmental Implications, and the Role of Research. Biomass Research and Development in Native, New York.

Birur, O.K., T.W. Hertel, and W.E. Tyner. 2008. Impact of Biofuel Production on World Agricul- tural Markets: A Computable General Equilibrium Analysis. GTAP Working Paper No. 53. Business Watch Indonesia. 2007. Program BBN Tak Jelas. Business Watch Indonesia, 11 Mei

2007.

Chakravorty, U., M-H. Hubert and L. Nostbakken. 2009. Fuel versus Food. Annual Review of Resource Economics, April 2009.

Cororaton, C. and E. Corong. 2006. Agriculture-Sector Policies and Poverty in the Philippines: a Computable General-Equilibrium (CGE) Analysis. MPIA Working Paper 2006-19, Pov- erty and Economic Policy Research Network.

Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral Republik Indonesia [Departemen ESDM]. 2008. Timnas BBN Gelar Workshop Sosialisasi Pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN). De- partemen Energi dan Sumberdaya Manusia, Jakarta.

Departemen Keuangan Republik Indonesia [Depkeu]. 2009. PPN Penyerahan Bahan Bakar Nabati Dalam Negeri Ditanggung Pemerintah. Siaran Pers Biro Hubungan Masyarakat, Departemen Keuangan Republik Indonesia, Jakarta.

Dillon, H.S., T. Laan, and H.S. Dillon. 2008. Biofuels-At What Cost? Government Support for Ethanol and Biodiesel in Indonesia: One of a Series of Reports Addressing Subsidies for Biofuels in Developing Countries. The Global Subsidies Initiative of the International Institute for Sustainable Development, Jakarta.

Food and Agriculture Organization [FAO]. 2008. Biofuels: Prospect, Risks, and Opportunities. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome.

Filho, J.B.d.S.F. and M. Horridge. 2009. The World Increase in Ethanol Demand and Poverty in Brazil. Universidade de Sao Paulo, Piracicaba.

Horridge, J.M, B.R. Parmenter and KR. Pearson. 1993. ORANI-F: A General Equilibrium Mod- el of the Australian Economy. Economic and Financial Computing, 3:71-140.

Investor Daily. 2009. Malaysia Tunda Peluncuran Biosolar. Investor Daily, 30 Juni 2009. Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral Republik Indonesia [KESDM]. 2011. Statistik

Energi Baru terbarukan. Kementerian Energi dan Sumberdaya Manusia, Jakarta.

Lubbeke, I. Ed. 2007. Rain Forest for Biodiesel? Ecological Effects of Using Palm Oil as a Source of Energy. WWF Germany, Frankurt.

Media Indonesia. 2008. Subsidi Bahan Bakar Nabati Diatur Lewat Revisi Perpres No. 55 Tahun 2005. Media Indonesia, 22 Agustus 2008.

Oktaviani, R. 2000. The Impact of APEC Trade Liberalisation on Indonesian Economy and Its Agricultural Sector. Thesis of Doctor of Philosophy. Department of Agricultural Economics, University of Sydney, Sydney.

___________. 2008. Model Ekonomi Keseimbangan Umum: Teori dan Aplikasinya di Indo- nesia. Departemen llmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Oxfam. 2008. Another Inconvenient Truth: How Biofuel Policies are Deepening Poverty and Accelerating Climate Change. Oxfam Briefing Paper No. 114, June 2008.

Park, J. 2010. Projection of Long-Term Total Factor Productivity Growth for 12 Asian Econo- mies. Working Paper Series no. 227. Asian Development Bank, Manila.

Rajagopal, D. and D. Zilberman. 2008. Review of Environmentel, Economic and Policy As- pects of Biofuels. World Bank, New York.

Roy, D.G.L. and K.K. Klein. 2008. Development and Sustainability of the Biofuel Industry in Canada. Agricultural Biofuels: Technology, Sustainability and Profitability:177-185. Sekretariat Kabinet [Setkab]. 2006. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun

2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain. Sekretariat Negara Republik Indonesia, Jakarta.

_______________[Setkab]. 2006a. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Sekretariat Negara Republik Indonesia, Jakarta. Sorda, G., M. Banse, and C. Kemferi 2009. The Impact of Domestic and Global Biofuel

Mandates on the German Agricultural Sector. Discussion Papers. Deutsches Institut fur Wirtschaftsforchung, Berlin.

Stillman, R., A. Somwaru, M. Peters, E. Young, and S. Dirkse. 2009. Biofuels and Trade: World Agricultural Market Impacts. Selected Paper Presented at Domestic and Future Trade Im- pacts of U.S. Farm Policy: Future Directions and Challenges, Washington DC.

Susila, W.R. dan E. Munadi. 2008. Dampak Pengembangan Biodiesel Berbasis CPO terhadap Kemiskinan di Indonesia. Informatika Pertanian (17:2):1 173-1194.

Syamsiyah, S. 2007. Menunggu Bahan Bakar Nabati di Pasar. Suara Merdeka, 29 Januari 2007.

Tempo lnteraktif. 2007. Bahan Bakar Nabati Terhambat Subsidi. Tempo lnteraktif, 5 November 2007.

Yasin, A.N. dan F. Febyanti, 2008. Industri Bahan Bakar Nabati Kolaps. Tempo lnteraktif, 25 April 2008.

Dampak Peningkatan Harga Pangan dan Harga Substitusi Bahan Bakar Nabati Tingkat Internasional, serta Subsidi Harga Output Bahan Bakar Nabati terhadap Perekonomian Indonesia

66 Sektor ke 68 Sektor

No. 66 Sektor I-O No. 68 Sektor Penelitian

1 Padi 1 Padi

2 Tanaman kacang-kacangan 2 Tanaman kacang-kacangan

3 Jagung 3 Jagung

4 Tanaman umbi-umbian 4 Ubikayu

5 Tanaman umbi-umbian 5 Sayur-sayuran dan buah-buahan 6 Sayur-sayuran dan buah-buahan 6 Tanaman bahan makanan lainnya 7 Tanaman bahan makanan lainnya

7 Karet 8 Karet

8 Tebu 9 Tebu

9 Kelapa 10 Kelapa

10 Kelapa sawit 11 Kelapa sawit

11 Tembakau 12 Tembakau

12 Kopi 13 Kopi

13 Teh 14 Teh

14 Cengkeh 15 Cengkeh

15 Hasil tanaman serat 16 Hasil tanaman serat

16 Tanaman perkebunan lainnya 17 Tanaman perkebunan lainnya

17 Tanaman lainnya 18 Tanaman lainnya

18 Peternakan 19 Peternakan

19 Pemotongan hewan 20 Pemotongan hewan

20 Unggas dan hasil-hasilnya 21 Unggas dan hasil-hasilnya

21 Kayu 22 Kayu

22 Hasil hutan lainnya 23 Hasil hutan lainnya

23 Perikanan 24 Perikanan

24 Penambangan batubara dan bijih logam 25 Penambangan batubara dan bijih logam 25 Penambangan minyak, gas dan panas

bumi

26 Penambangan minyak, gas dan panas bumi

26 Penambangan dan penggalian lainnya 27 Penambangan dan penggalian lainnya 27 Industri pengolahan dan pengawetan

makanan

28 Industri pengolahan dan pengawetan makanan

28 Industri minyak dan lemak 29 Industri minyak dan lemak 29 Industri penggilingan padi 30 Industri penggilingan padi 30 Industri tepung, segala jenis 31 Industri tepung, segala jenis

31 Industri gula 32 Industri gula

32 Industri makanan lainnya 33 Industri makanan lainnya

33 Industri minuman 34 Industri minuman

34 Industri rokok 35 Industri rokok

35 Industri pemintalan 36 Industri pemintalan

36 Industri tekstil, pakaian dan kulit 37 Industri tekstil, pakaian dan kulit Lampiran 1. Disagregasi Sektor dalam Penelitian Berdasarkan Tabel I-O Tahun 2008

No. 66 Sektor I-O No. 68 Sektor Penelitian 37 Industri bambu, kayu dan rotan 38 Industri bambu, kayu dan rotan 38 Industri kertas, barang dari kertas dan

karton

39 Industri kertas, barang dari kertas dan karton

39 Industri pupuk dan pestisida 40 Industri pupuk dan pestisida

40 Industri kimia 41 Industri kimia

41 Pengilangan minyak bumi 42 Pengilangan minyak bumi 43 Bahan bakar nabati

42 Industri barang karet dan plastik 44 Industri barang karet dan plastik 43 Industri barang-barang dari mineral

bukan logam

45 Industri barang-barang dari mineral bukan logam

44 Industri semen 46 Industri semen

45 Industri dasar besi dan baja 47 Industri dasar besi dan baja 46 Industri logam dasar bukan besi 48 Industri logam dasar bukan besi 47 Industri barang dari logam 49 Industri barang dari logam 48 Industri mesin, alat-alat dan

perlengkapan listrik

50 Industri mesin, alat-alat dan perlengkapan listrik

49 Industri alat pengangkutan dan perbaikannya

51 Industri alat pengangkutan dan perbaikannya

50 Industri barang lain yang belum digolongkan dimanapun

52 Industri barang lain yang belum digolongkan dimanapun

51 Listrik, gas dan air bersih 53 Listrik, gas dan air bersih

52 Bangunan 54 Bangunan

53 Perdagangan 55 Perdagangan

54 Restoran dan hotel 56 Restoran dan hotel 55 Angkutan kereta api 57 Angkutan kereta api

56 Angkutan darat 58 Angkutan darat

57 Angkutan air 59 Angkutan air

58 Angkutan udara 60 Angkutan udara

59 Jasa penunjang angkutan 61 Jasa penunjang angkutan

60 Komunikasi 62 Komunikasi

61 Lembaga keuangan 63 Lembaga keuangan

62 Real estat dan jasa perusahaan 64 Real estat dan jasa perusahaan 63 Pemerintahan umum dan pertahanan 65 Pemerintahan umum dan pertahanan 64 Jasa sosial kemasyarakatan 66 Jasa sosial kemasyarakatan

65 Jasa lainnya 67 Jasa lainnya

66 Kegiatan yang tidak jelas batasannya 68 Kegiatan yang tidak jelas batasannya Lampiran 1. Lanjutan

Dalam dokumen DATA JURNAL MEI 2012 EKONOMI (Halaman 120-129)

Dokumen terkait