• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seiring dengan diberlakukannya Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM), Reksadana mulai dikenal di Indonesia sejak diterbitkannya Reksadana berbentuk Perseroan, yaitu PT BDNI Reksadana pada tahun 1995. Pada awal tahun 1996, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK) RI mengeluarkan peraturan pelaksanaan tentang reksadana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK). Peraturan-peraturan tersebut membuka peluang lahirnya reksa dan berbentuk KIK untuk tumbuh dan berkembang. Salah satunya adalah munculnya reksadana syariah pertama di Indonesia pada tahun 1997 yang dikelola oleh PT DanareksaInvestment Management(DIM).

Munculnya reksadana syariah pertama di Indonesia pada tahun 1997 kelolaan PT. Danareksa Investment Management (DIM) inilah yang menjadi awal perkembangan instrument syariah di pasar modal. Selanjutnya, pada tanggal 3 Juli 2000 PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) bersama dengan PT Danareksa Investment Management(DIM) meluncurkan Jakarta Islamic Index(JII) yang mencakup 30 jenis saham dari emiten yang kegiatan usahanya memenuhi ketentuan tentang hukum syariah. Penentuan kriteria dari komponen JII tersebut disusun berdasarkan persetujuan dari Dewan Pengawas Syariah (DPS) DIM. Dengan adanya indeks ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk mengembangkan investasi secara syariah.

Di Indonesia, kegiatan di pasar modal yang diatur oleh UUPM tidak membedakan apakah kegiatan pasar modal tersebut dilaksanakan dengan prinsip- prinsip syariah atau tidak. Dengan demikian, berdasarkan UUPM kegiatan pasar modal Indonesia dapat dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan dapat pula dilakukan tidak sesuai dengan prinsip syariah.

Prinsip pasar modal syariah tentunya berbeda dengan pasar modal konvensional. Sejumlah instrumen syariah di pasar modal sudah diperkenalkan kepada masyarakat, misalkan saham syariah, obligasi syariah, dan reksadana syariah. Kemudian, dalam usaha untuk terus mengembangkan pasar modal syariah, pasar modal syariah pun diluncurkan pada tanggal 14 Maret 2003. Banyak kalangan meragukan manfaat diluncurkannya pasar modal syariah ini. Ada yang mencemaskan nantinya akan muncul dikotomi dengan pasar modal konvensional yang telah ada. Akan tetapi, BAPEPAM-LK menjamin tidak akan ada tumpang-tindih kebijakan yang mengatur. Justru dengan diluncurkannya pasar modal syariah ini, akan membuka ceruk baru di lantai bursa.

Seiring diluncurkannya pasar modal syariah ini, reksadana mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Pada awal didirikannya pasar modal syariah ini, reksa dana syariah tercatat berjumlah 4 reksadana dengan Nilai Aktiva Bersih (NAB) sebesar Rp.67 miliar. Kemudian pada tahun 2004 reksa dana syariah tercatat telah berjumlah 11 unit reksadana dengan nilai NAB sebesar Rp.593 miliar atau meningkat 885, 5 persen dibandingkan tahun 2003.

Secara keseluruhan, nilai investasi reksadana di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup signifikan apabila dibandingkan dengan tingkat nilai pertumbuhan jenis investasi lainnya. Sampai Februari 2005, total dana kelolaan industri ini berjumlah lebih dari Rp.110 triliun. Perkembangan ini ditunjang oleh regulasi pasar modal yang kondusif, jumlah investasi yang meningkat, munculnya produk unit link yang berbasiskan investasi asuransi, dan keluarnya surat utang negara serta obligasi korporasi.

Perkembangan reksadana syariah di Indonesia juga mengalami perkembangan yang cukup pesat. Sampai Agustus 2005, total dana kelolaan reksadana syariah mencapai Rp. 1,5 triliun rupiah, dan hingga akhir tahun 2005, telah terdapat 17 unit reksadana syariah yang telah dinyatakan efektif oleh BAPEPAM-LK. Selain itu, pada tahun 2005, BAPEPAM-LK juga mengeluarkan peraturan mengenai terbitnya jenis reksadana yang baru. Jika sebelumnya dikenal terdapat empat jenis reksadana, yaitu reksadana pasar uang, reksadana pendapatan tetap, reksadana saham, dan reksadana campuran, sejak tahun 2005 terdapat tiga jenis reksadana yang baru, yaitu reksadana terproteksi, reksadana dengan penjaminan, dan reksadana indeks.

Perkembangan ini sempat terhambat dengan terjadinya krisis yang menimpa reksadana Indonesia sehingga total dana kelolaan hanya tinggal Rp. 29 triliun per desember 2005. Kejadian ini dipicu oleh peningkatan harga minyak dunia, depresiasi rupiah, dan kenaikan tingkat bunga yang membuat investor reksadana memindahkan dana mereka ke instrumen investasi lain. Krisis ini juga menimpa reksadana syariah. Total dana kelolaannya turun menjadi hanya Rp.559 miliar.

Meskipun dipengaruhi oleh faktor eksternal tersebut, salah satu hal yang justru memiliki pengaruh besar terhadap krisis reksadana pada medio kedua 2005 adalah terjadinya redemption besar-besaran yang dilakukan para investornya. Pemahaman sebagian investor yang salah terhadap investasi pada reksadana dan perilaku terhadap risiko yang irasional telah membuat mereka justru menarik dana mereka secara bersamaan dalam jumlah besar sehingga menyebabkan turunnya nilai unit penyertaan. Namun ada hal yang menarik terjadi selama krisis. Meskipun akhirnya juga tertimpa krisis, reksadana syariah tidak mengalami krisis secepat reksadana konvensional. Krisis telah terjadi pada bulan Maret 2005, reksadana syariah baru mengalami bulan September 2006. Salah satu hal yang memungkinkan adalah adanya perbedaan pengetahuan dan perilaku investor reksadana syariah dengan konvensional.

Krisis yang melanda industri reksadana di Indonesia di tahun 2005 mulai mereda di tahun 2006 dan sejak itu industri reksadana di Indonesia mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Pertumbuhan reksadana yang cukup pesat mulai terjadi pada tahun 2007. Pada akhir tahun 2007, reksadana syariah maupun reksadana konvensional menunjukkan pertumbuhan NAB yang sangat baik. Pada 2007 tercatat reksadana syariah memiliki 26 unit reksadana efektif dengan total dana kelolaan sebesar Rp.2,2 triliun, atau tumbuh hampir 400 persen dibandingkan saat krisis. Jauh lebih baik dibandingkan reksadana konvensional yang memiliki total dana kelolaan sebesar Rp.92 triliun, atau tumbuh 300 persen dibandingkan saat krisis.

Pada tahun 2008, krisis kembali melanda sektor pasar modal Indonesia termasuk industri reksadana karena pelemahan ekonomi Amerika akibat dari krisis subprime mortgagedan peningkatan harga minyak dunia, meskipun dampaknya tidak sebesar dibandingkan dengan krisis di tahun 2005. Reksadana syariah yang saat 2007 tercatat memiliki dana kelolaan sebesar Rp.2,2 triliun, di tahun 2008 turun menjadi Rp.1,8 triliun. Meskipun dengan total unit yang meningkat dari 26 unit di tahun 2007, menjadi 36 unit di tahun 2008.

Sumber: BAPEPAM-LK, 2011. (Data Diolah)

Gambar 3. Total NAB Reksa Dana Syariah Tahun 2011 Berdasarkan Jenis

Seiring dengan pemulihan ekonomi dunia pasca krisis 2008 hingga akhir tahun 2011 dan semakin beragamnya jenis reksadana yang ada, reksadana syariah terus mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Di tahun 2009, tercatat terdapat 46

unit reksadana syariah dengan total dana kelolaan sebesar Rp.4,7 triliun. Kemudian di tahun 2010, tercatat terdapat 48 unit reksadana syariah dengan total dana kelolaan sebesar Rp.5,3 triliun. Sedangkan di tahun 2011, tercatat terdapat 50 unit reksadana syariah dengan total dana kelolaan sebesar Rp.5,6 triliun yang terbagi menjadi lima jenis reksadana, yaitu reksadana pendapatan tetap dengan 8 unit, reksadana saham 11 unit, reksadana campuran 16 unit, reksadana terproteksi 14 unit, dan reksadana indeks 1 unit.