4.1.4. Subjek III
4.1.4.3. Gambaran Enam Dimensi Subyek III
a. Penerimaan Diri (Self Acceptance)
Bersikap positif terhadap diri sendiri, mengakui dan menerima berbagai aspek yang ada dalam dirinya, baik positif maupun negatif, dan memiliki pandangan positif terhadap masa lalu merupakan kriteria dimensi penerimaan diri sebagaiman diungkapkan oleh Ryff (2013).
Melalui wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti terhadap subjek, terungkap bahwa Subjek III menerima dirinya sebagai pekerja rumah tangga, hal ini terlihat dari pernyataannya yang mengatakan bahwa ia ingin pekerjaan yang lebih santai, ketika ditanya mengenai alasan berpindah profesi.
Dari hasil wawancara, dapat dilihat bahwa pada awal wawancara Subjek III menutup dirinya dan bingung ketika ditanya mengenai apa kelebihan dan kekurangan dirinya, namun setelah peneliti bertanya lebih lanjut, subjek mulai terbuka dan mengatakan bahwa ia merupakan orang yang jujur. Dan Subjek III mengaku merasa lebih buruk bila dibandingkan dengan orang lain karena pekerjaan dan pendidikannya yang hanya lulusan SMA.
“Saya ? yaaaa adik saya mah bilangnya saya baik lah yang pasti kan, kalo ga baik ga mungkin bersama kan.. ”
“saya ngerasa baik baik aja sih.. saya suka diri saya, karena saya laki-laki… yaaa gimana ya, saya jujur orangnya, abis itu, yaudah itu sih terutama, jujur, jujur yang bikin saya lebih baik dari orang lain”
“Ngerasanya ? yang pasti lebih buruk lah. Ya karena, ya kaya pekerjaan saya, yaa bisa dibilang ga berpendidikan mungkin, karena cuma lulus sma”
Subjek III mengakui bahwa ia merasa sedih dengan kehidupannya ketika ia berpikir mengenai keluarganya, walaupun membuatnya sedih ia mengaku tidak menyesal atas apa yang telah terjadi di masa lalu dan selalu bersukur untuk apa yang telah ia jalani selama ini.
“Ya kadang kadang sih, suka sedih begitu.. keluarga aja sih yang bikin sedih”
“Gimana ya, kalo masa lalu, nyesel sih engga lah, namanya udah jalannya gitu”
Dalam wawancara, Subjek III menyatakan bahwa ia tidak pernah iri ataupun ingin menjadi seperti orang lain
“Engga ah, biarin, jalanin aja, hidupnya emang kaya gini”
b. Hubungan Positif Dengan Orang Lain (Positive Relations With
Others)
Kriteria dimensi hubungan positif dengan orang lain meliputi kehangatan, kepuasan dan kepercayaan dalam berhubungan dengan orang lain, perhatian terhadap kesejahteraan orang lain, dapat menunjukan empati, afeksi dan keintiman serta memahami konsep “memberi dan menerima” dalam hubungan dengan orang lain. (Ryff, 2013)
Selama 8 bulan bekerja, hubungan Subjek III dengan keluarga majikan terjalin dengan baik, belum pernah ada masalah, Subjek III biasanya mengobrol dengan anggota keluarga majikan untuk membicarakan mengenai jalan, arah, dan hal hal yang berhubungan dengan pekerjaan, dan terkadang membicarakan mengenai keluarganya. Subjek III juga mengaku bahwa ia merasa senang dan mencintai pekerjaannya saat ini.
“ya palingan tentang jalan, namanya juga driver, jalan arah kemana kemana gitu, yang berhubungan sama kerjaan paling” “ya terutama ya keluarga, keluarga saya lah, kalo namanya mau masuk kerja kan mesti interview kan, jadi ditanya ini itu tentang latar belakang keluarga, sama kaya mba juga gitu”
“Ya namanya kita kerja yak an, harus mencintai pekerjaan kita.. Ya selama saya masih merasa nyaman, ya bakal pertahanin gitu, selama hasilnya lumayan dan sesuai dengan kebutuhan gitu.” Subjek III tidak memiliki teman di lingkungan rumahnya, karena ia bekerja hampir setiap hari dan dari pagi sampai sore, sehingga ia tidak memiliki kesempatan untuk mengobrol dengan tetangga – tetangganya.
“ga ada, soalnya kan saya pergi pergi terus, jadi ga ada teman” Dalam membangun hubungan dengan orang baru, Subjek III lebih menyesuaikan diri dengan karakter masing-masing orang, dan ia selalu memberikan image terbuka dan jujur terhadap orang baru yang dihadapinya. Subjek III juga mengatakan ketika ia bertemu dengan teman yang tidak terlalu dekat, biasanya ia hanya sekedar menyapa. Subjek III juga mengatakan bahwa ia tidak pernah memiliki masalah dalam membangun hubungan dengan orang baru.
“Yaaahh, tergantung orangnya aja, orang yang saya liat gimana gitu kan. Kalo keliatannya orangnya asik ya deket, bisa gitu, kalo orangnya keliatan cuek, yaa gimana ya. Balik lagi ke karakter orangnya”
Saat ini, Subjek III hanya tinggal bersama dengan adiknya. Dalam kesehariannya, ia selalu menggunakan kesempatan yang ada untuk mengobrol dan olahraga dengan adiknya. Ia mengatakan bahwa ia cukup dekat dengan adiknya.
“Ngobrolin apa ? yaa kaya tadi berangkat jam berapa, masuk jam berapa, pulang jam berapa, tentang sekolahnya paling gitu gitu aja, tentang kesehariannya dia”
“Yaa, iya, suka cerita, kalo misalnya ada masalah, kaya seandainya, kalo misalnya ada sesuatu yang bisa dia kerjakan gitu kan, ya di kerjakan gitu, ga perlu menunggu saya gitu kan”
c. Kemandirian (Autonomy)
Individu yang memiliki tingkat kemandirian yang baik ditunjukan sebagai pribadi yang mandiri, mampu bertahan terhadap tekanan sosial untuk berpikir dan bertingkah laku dengan cara cara tertentu, mampu meregulasi tingkah laku diri sendiri dan mengevaluasi diri sendiri dengan standar pribadi (Ryff, 2013).
Subjek III merupakan pribadi yang cukup mandiri dari sisi ekonomi atau finansial, saat ini ia tidak bergantung kepada orang tua dan telah mampu membantu orang tuanya untuk membiayai kuliah adiknya. Dalam kehidupan bekerja sehari-hari, Subjek III selalu mengikuti perintah dan instruksi dari majikan dengan baik.
“Yang ngatur kegiatan saya ya Majikan lah.. Iya, tergantung dia mau dianter kemana”
Subjek III merupakan pribadi yang selalu mengambil keputusan sendiri, selama itu masih dalam kapasitasnya dan ia jarang berdiskusi dengan orang lain. Subjek III juga menyatakan bahwa ia merupakan pribadi yang tidak mudah terpengaruh pendapat orang lain. Dan ketika menghadapi perbedaan pendapat, Subjek III mampu menolak tekanan sosial dalam berperilaku dan bertindak mengatakan akan tetap teguh pada pendiriannya
“Kalo saya sih, kalo saya sendiri masih bisa ngatasin, ya sendiri sih”
“Terpengaruh, ya kalo yang namanya terpengaruh sih, engga sih, lebih diri saya sendiri aja, kalo dengerin cerita orang kan agak begini lah, bla bla bla bla gitu kan, saya iya iya in aja, tapi saya senernya punya pemikiran sendiri, ya kita pikirin sendiri lah, mana yang bagus untuk kita sendiri ya kan ? masa orang mau nyuruh kita apa, kita ikutin aja gitu kan hahaa”
“Mm, engga sih, tetap sama aja apa yang saya anggep bener ya saya lakuin”
Dalam wawancara, terungkap bahwa Subjek III mampu meregulasi perilaku dan mengevaluasinya bedasarkan tuntutan dalam dirinya. Seperti saat peneliti bertanya ketika ada orang lain yang mengatakan bahwa pendapatnya salah, ia mengatakan akan mengikuti mana yang menurutnya benar.
"Ya kalo menurut pas diskusi, seandainya dan kalo dipikir emang salah, ya terima lah.. Iya, seperti itu, seandainya kita udah menyampaikan sesuatu kan, tapi ternyata ada yang lebih baik dari itu, gitu. Kalo itu lebih baik, ya kita terima”
“Ya tetap aja begitu lah, emang karakter saya udah kaya begini, ya begini aja, sesuain sama karakter saya”
Dimensi ini ditandai dengan kemampuan individu untuk memilih atau menciptakan lingkungan yang cocok atau untuk mengatur lingkungan yang kompleks. Individu yang baik dalam dimensi ini ditandai dengan memiliki penguasaan dan kemampuan untuk mengatur lingkungan, mengontrol susunan yang kompleks dari aktifitas eksternal, menggunakan kesempatan yang tersedia secara efektif, serta mampu memilih dan menciptakaan keadaaan yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai diri. (Ryff, 2013)
Dalam lingkungan tempat kerja, Subjek III berpendapat sudah seharusnya ia mengikuti perintah dan aturan yang dibuat oleh majikan. Oleh karena itu, ia mengatakan bahwa kesehariannya diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan majikannya. Subjek III tidak memiliki jadwal tertentu dalam kesehariannya kecuali pada hari minggu, karena ia memanfaatkan hari libur kerjanya untuk berolahraga pagi bersama dengan adiknya. Dan walaupun ia tidak membuat perencanaan atau jadwal tertentu, ia mengatakan tidak pernah mengalami masalah dalam kesehariannya.
Subjek III menyatakan bahwa ia bersyukur dengan hidupnya saat ini, walaupun ketika peneliti bertanya mengenai apakah kehidupannya sudah sesuai dengan keinginannya Subjek III tidak menjawab dengan jelas.
“Gimana ya, kalo masalah itu sih ya, kita bersyukur aja lah.. Menurut sayanya ? standar aja lah”
Subjek III juga menyatakan bahwa ia sudah puas dengan kehidupannya saat ini, walaupun ia mengakui bahwa penghasilannya selama sebulan kadang tidak cukup untuk biaya hidupnya dan kuliah adiknya. Oleh karena itu, subjek III selalu berusaha untuk mengatur keuangannya agar cukup dan ia mengatakan bahwa selama ini semua dapat diatasi dengan baik tanpa kesulitan yang berarti.
“Yaa, cukup ga cukup harus cukup.. Supaya cukup ? ya kita harus bisa ngatur keuangan pertama kan, mana yang seharusnya lebih penting ya kita duluan gitu, kalo kalo kita mau kita beli kan, mana yang penting buat dibeli, ya kita beli, tapi kalo itu engga perlu buru buru dibeli, ya ga usah dibeli, nanti aja gitu aja”
e. Tujuan Hidup (Purpose In Life)
Dimensi ini menekankan pentingnya memiliki tujuan, pentingnya keterarahan dalam hidup dan percaya bahwa hidup memiliki tujuan dan makna. Individu yang memiliki tujuan hidup yang baik, memiliki tujuan yang ingin dicapai dalam hidup dan mampu mengarahkannya, merasakan arti hidup, serta memegang kepercayaan bahwa hidup memiliki maksud dan keobjektifan dalam hidup. (Ryff, 2013)
Dari hasil wawancara dan observasi, Subjek III menunjukan bawah dirinya merasa tidak yakin dengan dirinya sendiri. Dan ketika peneliti bertanya mengenai cita-cita, subjek III mengatakan bahwa ia memiliki keinginan untuk membahagiakan orang tua, namun sampai saat ini ia mengakui bahwa belum ada tindakan nyata untuk mencapai keinginan tersebut.
“Apa ya cita cita saya, apa ya, kalo mau bahagiain orang tua tuh cita cita bukan sih, keinginan itu mah ya,”
“Apa ya, belum ada sih”
Dalam wawancara juga, peneliti menggali mengenai hal-hal yang telah Subjek III capai selama hidupnya. Subjek III menyatakan bahwa ia tidak memiliki keinginan yang telah ia capai, semua hal yang terjadi dalam hidupnya ia jalani begitu saja tanpa perencanaan dan target.
“Iya, emang ga ada keinginan sih, emang udah jalan jalan jalan gitu aja udah, ga ada keinginan jadi apa gitu, yaa instrospeksi aja, kalo kita lulusnya tinggi, mungkin kita bisa berpikir mau apa gitu, tapi ya kita lulusan SMA mau jadi apaan, jadi saya sesuai dengan keahlian aja gitu, apa yang saya bisa”
Subjek III mengatakan bahwa ia memiliki pengalaman berharga dimasa lalunya yaitu mengenai kehidupan berkeluarga, yaitu jangan sampai bercerai ketika sudah menikah nanti, karena ia telah merasakan dampak negatif dari perpisahan kedua orang tuanya.
“ada lah.. Keluarga sih yang terutama, ya jangan sampe lah kita kaya mereka, jangan sampe kaya terpisah gitu”
Dalam wawancara, subjek III mengatakan bahwa tidak banyak perubahan yang ia alami dari masa lalu dan masa sekarang. Dan saat ini, dibalik ketidakyakinan Subjek III atas dirinya, ia masih merasakan bahwa hidupnya berarti untuk orang-orang disekitarnya.
“Berarti lah, ya salah satunya ya kaya gini, yang saya kerjain ini, buat orang lain, ada gunanya saya. Kalo ga guna ya ga mungkin”
f. Pertumbuhan Pribadi (Personal Growth)
Dimensi ini didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang, perkembangan diri serta keterbukaan terhadap pengalaman-pengalaman baru. Individu yang baik dalam dimensi ini memiliki keinginan untuk melanjutkan perkembangan diri, melihat diri terus berkembang, terbuka terhadap pengalaman baru, menyadari potensi diri, melihat perkembangan diri dan perilaku serta dapat berubah untuk dapat merefleksikan lebih banyak pemahaman diri dan keefektivitasan. (Ryff, 2013)
Subjek III mengatakan bahwa ia belum merasakan adanya perubahan yang signifikan dalam kehidupannya, namun ia menyatakan kepuasannya dengan keadaannya saat ini.
“Kayaknya selama ini normal normal aja ya , gini gini aja, biasa biasa aja.. ya udahlah”
Dari wawancara terungkap subjek III tidak mengenali potensi dalam dirinya, ia terkesan terlalu pasrah dengan kehidupannya saat ini dan merasa rendah diri karena latar belakang pendidikannya. Subjek III mengakui bahwa ia belum memikirkan mengenai bagaimana masa depannya, peluang apa yang ia miliki untuk berkembang dimasa depan, tapi ia percaya suatu saat nanti ia akan kehidupannya akan lebih baik dari sekarang.
“Gimana ya ? kalo itu sih paling ya gimana ya, engga sih kayaknya, emang udah segini standarnya, ya mungkin aja sih tapi, bisa aja.. Itu sih belum kepikiran, mungkin nanti suatu saat nanti, ga mungkin kan kita kaya begini aja. Kita kan ga tau nanti kedepannya bakal kaya gimana, jadi ya liat nanti aja”
4.1.5. Subjek IV