• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PROTO-AUSTRONESIA, BAHASA KAILI, BAHASA

4.2 Gambaran Fonem Bahasa Kaili dan Uma

Kedua bahasa yang diteliti, baik BK maupun BU, secara geografi terletak Sulawesi Tengah. Batas-batas wilayahnya: bagian utara berbatasan dengan Provinsi Gorontalo, bagian selatan berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Tenggara, bagian barat berbatasan dengan Selat Makassar dan Provinsi Sulawesi Barat, bagian timur berbatasan dengan Provinsi Maluku.

Secara administratif, kedua bahasa itu menempati dua kebupaten yang berbeda. Bahasa Kaili terdapat di Kabupaten Donggala, Parigi dan Kota Madya Palu di Provinsi Sulawesi Tengah. Bahasa Uma terdapat di Kabupaten Sigi. Kabupaten Sigi dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2008 yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Donggala. Kabupaten Sigi terbagi atas 15 kecamatan, yaitu: Kecamatan Dolo, Kecamatan Dolo Barat, Kecamatan Dolo Selatan, Kecamatan Gumbasa, Kecamatan Kinovaro, Kecamatan Kulawi, Kecamatan Kulawi Selatan, Kecamatan Lindu, Kecamatan Marawola, Kecamatan

Marawola Barat, Kecamatan Nokilalaki, Kecamatan Palolo, Kecamatan Pipikoro, Kecamatan Sigi Biromaru, Kecamatan Tanambulawa.

4.2.1 Bahasa Kaili

Bahasa Kaili adalah bahasa yang digunakan oleh etnik Kaili di Sulawesi Tengah. Untuk data bahasa Kaili adalah bahasa Kaili dialek Ledo. Memilih Ledo dikarenakan penuturnya tersebar di sebagian besar kota Palu dan merupakan dialek standar, sebab masyarakat penutur bahasa Kaili yang berbeda dialek umumnya menggunakan dialek Ledo dalam berkomunikasi.

Fonem bahasa Kaili tidak jauh berbeda dengan fonem bahasa Indonesia. Fonem vokal terdiri atas: /i/, /e/, /u/, /o/, /a/, dan bahasa Kaili tidak memiliki bunyi pepet [ə].

4.2.1a Segmen Vokal BK Posisi Lidah Depan

Tak bundar Tengah Tak bundar Belakang bundar Tinggi i u Sedang e o Rendah a

Konsonan terdiri dari /b/, /c/, /d/, /g/, /h/, /j/, /k/, /l/, /m/, /n/, /ŋ/, / ñ/, /p/, /r/, /s/, /t/, /v/, /w/, /y/, tidak ada /f/, /q/, /x/, /z/ atau hamzah.

4.2.1b Segmen Konsonan BK Tempat Artikulasi Cara Artikulasi Bilabial

Labio- dental

Dental/

Alveolar Palatal Velar Glotal

Hambat Tb p t c k B b d j g Frikatif Tb s h B Nasal B m n ñ (ny) ŋ (ng) Lateral B l Getar/Tril B r Semivokal B w y

4.2.1.1 Lokasi dan Penutur Bahasa Kaili

Suku Kaili adalah suku bangsa di Indonesia yang secara turun-temurun tersebar mendiami sebagian besar dari Provinsi Sulawesi Tengah, khususnya wilayah Kabupaten Donggala, Kabupaten Sigi, dan Kota Palu.

Untuk menyatakan "orang Kaili" disebut dalam bahasa Kaili dengan menggunakan prefix "to" yaitu to Kaili. Ada beberapa pendapat yang mengemukakan etimologi kata Kaili, salah satunya menyebutkan bahwa kata yang menjadi nama suku Kaili ini berasal dari nama pohon dan buah kaili yang umumnya tumbuh di hutan-hutan di kawasan daerah ini, terutama di tepi Sungai Palu dan Teluk Palu. Pada zaman dulu, tepi pantai Teluk Palu letaknya menjorok 34 km dari letak pantai sekarang, yaitu di Kampung Bangga. Sebagai buktinya, di daerah Bobo sampai ke Bangga banyak ditemukan karang dan rerumputan laut. Bahkan, di sana ada sebuah sumur yang airnya pasang pada saat air di laut sedang pasang demikian juga akan surut pada saat air laut surut.

Menurut cerita, dahulu kala, di tepi pantai dekat Kampung Bangga tumbuh sebatang pohon kaili yang tumbuh menjulang tinggi. Pohon ini menjadi arah atau panduan bagi pelaut atau nelayan yang memasuki Teluk Palu untuk menuju pelabuhan pada saat itu.

Mata pencaharian utama masyarakat Kaili adalah bercocok tanam di sawah, di ladang dan menanam kelapa. Di samping itu masyarakat suku Kaili yang tinggal di dataran tinggi mereka juga mengambil hasil bumi di hutan seperti rotan, damar dan kemiri, dan beternak, sedangkan masyarakat suku Kaili yang di pesisir pantai disamping bertani dan berkebun, mereka juga hidup sebagai nelayan dan berdagang antarpulau ke Kalimantan.

Pada umumnya, makanan asli suku Kaili adalah nasi karena sebagian besar tanah dataran di lembah Palu, Parigi sampai ke Poso merupakan daerah persawahan. Kadang pada musim paceklik masyarakat menanam jagung sehingga sering juga mereka memakan nasi dari beras jagung (campuran beras dan jagung giling).

Alat pertanian suku Kaili di antaranya: pajeko (bajak), salaga (sisir), pomanggi, pandoli (linggis), taono (parang); alat penangkap ikan di antaranya: panambe, meka, rompo, jala, dan tagau.

Sebagaimana suku-suku lainnya di nusantara, Suku Kaili juga mempunyai adat istiadat sebagai bagian kekayaan budaya di dalam kehidupan social memiliki hukum adat sebagai aturan dan norma yang harus dipatuhi, serta mempunyai aturan sanksi dalam hukum adat. Penyelenggaraan upacara adat biasanya dilaksanakan pada saat pesta perkawinan (no-Rano, no-Raego, kesenian

berpantun), pada upacara kematian (no-Vaino, menuturkan kebaikan orang yg meninggal), pada upacara panen (no-Vunja, penyerahan sesaji kepada dewa kesuburan), dan upacara penyembuhan penyakit (no-Balia, memasukkan ruh untuk mengobati orang yang sakit); pada masa sebelum masuknya agama Islam dan Kristen, upacara-upacara adat seperti ini masih dilakukan dengan mantera-mantera yang mengandung animisme.

Setelah masuknya agama Islam dan Kristen, pesta perkawinan dan kematian sudah disesuaikan antara upacara adat setempat dengan upacara menurut agama penganutnya. Demikian juga upacara yang mengikuti ajaran Islam seperti: khitan (posuna), khatam (popatama) dan gunting rambut bayi usia 40 hari (niore ritoya), penyelenggaraannya berdasarkan ajaran agama Islam.

Beberapa instrumen musik yang dikenal dalam kesenian suku Kaili antara lain: kakula (disebut juga gulintang, sejenis gamelan pentatonis), lalove (serunai), nggeso-nggeso (rebab berdawai dua), gimba (gendang), gamba-gamba (gamelan datar/kecil), goo (gong), suli (suling).

Salah satu kerajinan masyarakat suku Kaili adalah menenun sarung. Ini merupakan kegiatan para wanita di daerah Wani, Tavaili, Palu, Tipo dan Donggala. Sarung tenun ini dalam bahasa Kaili disebut Buya Sabe tetapi oleh masyarakat umum sekarang dikenal dengan Sarung Donggala. Jenis Buya Sabe ini pun mempunyai nama-nama tersendiri berdasarkan motif tenunannya, seperti Bomba, Subi atau Kumbaja. Demikian juga sebutan warna sarung Donggala didasarkan pada warna alam, seperti warna sesempalola / kembang terong (ungu), lei-kangaro/merah betet (merah-jingga), lei-pompanga (merah ludah sirih).

4.2.2 Bahasa Uma

BU adalah bahasa yang digunakan oleh etnik Kulawi di Sulawesi Tengah. BU tidak memiliki berbagai macam dialek, seperti halnya BK. Hal ini disebabkan jumlah penutur dari BU tidak sebanyak jumlah penutur bahasa Kaili.

Fonem BU tidak jauh berbeda dengan fonem bahasa Indonesia. Fonem vokal terdiri atas: /i/, / e/, /u/, /o/, /a/, dan BU juga tidak memiliki bunyi pepet [ə] tapi yang istimewa BU memiliki vokal panjang yaitu: [a:]

4.2.2a Segmen Vokal BU Posisi Lidah Depan

Tak bundar Tengah Tak bundar Belakang bundar Tinggi i u Sedang e o Rendah a [a:]

Konsonan terdiri atas /b/, /c/, /d/, /g/, /h/, /j/, /k/, /l/, /m/, /n/, /ŋ/, / ñ/, /p/, /r/, /s/, /t/, /v/, /w/, /y/, tidak ada /f/, /q/, /x/, /z/ atau hamzah. Perhatikan bagan konsonan di bawah ini.

4.2.1b Segmen Konsonan BU Tempat Artikulasi Cara Artikulasi Bilabial

Labio- dental

Dental/

Alveolar Palatal Velar Glotal

Hambat Tb p t c k B b d j g Frikatif Tb s h B Nasal B m n ñ (ny) ŋ (ng) Lateral B l Getar/Tril B r Semivokal B w y

4.2.2.1 Lokasi dan Penutur Bahasa Uma

Untuk penutur bahasa Uma sebagian besar tinggal di Desa Kantefu. Karena jumlah penutur dari bahasa Uma yang relatif sedikit, yaitu hanya terdapat di Desa Kantefu, maka bahasa Uma tidak memiliki dialek seperti halnya bahasa Kaili.

Sama seperti suku Kaili, mata pencaharian utama masyarakat suku Kulawi adalah bercocok tanam di sawah, di ladang dan menanam kelapa. Di samping itu masyarakat suku Kulawi yang tinggal didataran tinggi mereka juga mengambil hasil bumi dihutan seperti rotan, damar dan kemiri, dan beternak, sedangkan masyarakat suku Kaili yang di pesisir pantai di samping bertani dan berkebun, mereka juga hidup sebagai nelayan dan berdagang antarpulau ke Kalimantan.

Sama juga seperti suku Kaili, pada umumnya, makanan asli suku Kulawi adalah nasi, kadang pada musim paceklik masyarakat menanam jagung sehingga sering mereka memakan nasi dari beras jagung (campuran beras dan jagung giling).

Sebagaimana suku-suku lainnya di nusantara, suku Kulawi juga mempunyai adat-istiadat sebagai bagian kekayaan budaya di dalam kehidupan sosial, memiliki hukum adat sebagai aturan dan norma yang harus dipatuhi, serta mempunyai aturan sanksi dalam hukum adat. Penyelenggaraan upacara adat biasanya dilaksanakan pada saat pesta perkawinan, pada upacara kematian, pada upacara panen, dan upacara penyembuhan penyakit.

4.2.3 Fungsi Bahasa Kaili dan Bahasa Uma

Seperti halnya bahasa-bahasa daerah lainnya di Indonesia, bahasa Kaili dan bahasa Uma mempunyai kedudukan dan fungsi bagi kedua suku bahasa tersebut. Perannya tampak dalam kehidupan kebudayaan, termasuk dalam kehidupan keagamaan, sosial, dan ekonomi. Di tengah-tengah keanekaragaman budaya bahasa, kedua bahasa itu masih tetap menunjukkan identitas kelompok masyarakat pendukungnya. Bahasa Kaili digunakan sebagai alat komunikasi intraetnis oleh masyarakat suku kaili, sedangkan bahasa Uma digunakan oleh masyarakat suku kulawi di Kabupaten Sigi, Kecamatan Pipikoro, Desa Kantefu.

Dokumen terkait