• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN

2.3 Landasan Teori

Penelitian ini mempunyai tiga permasalahan yang mendasar, yaitu masalah pewarisan, tipe-tipe perubahan bunyi, dan korespondensi fonem PAN dalam BK dan BU. Semua permasalahan di atas dibedah dengan teori linguistik historis komparatif.

Pemilihan teori linguistik historis komparatif tentunya mempunyai beberapa alasan, pertama, pendekatan linguistik historis komparatif, khususnya di Eropah, Amerika, dan di Asia, sudah cukup mapan digunakan untuk merumuskan tentang adanya hubungan kekerabatan dan keseasalan (hubungan genetika) bahasa Indo-Eropah (IE) dan juga kekerabatan bahasa-bahasa di kawasan Asia Tenggara. Kedua, teori linguistik historis komparatif ini dibangun oleh para ahli sejarah perbandingan bahasa-bahasa Austronesia, di antaranya oleh Bynon (1979), Hock (1988) dan Crowley (1992). Ketiga ahli itu pada prinsipnya memiliki pandangan yang sama terhadap kajian linguistik historis komparatif. Pandangan-pandangan itu terangkum pada uraian berikut ini.

Setiap bahasa, setelah secara evolusi berpisah dari protobahasanya, bahasa-bahasa itu berkembang dan berubah dengan cara yang berbeda pula

(Bynon, 1979: 22). Bahasa-bahasa yang berasal dari kelompok yang sama pastinya mewarisi unsur-unsur yang secara genetis sama/mirip yang membedakan bahasa tersebut dari kelompok bahasa yang lain yang bukan merupakan anggota dari kolompok bahasa tersebut. Adanya kesamaan tidak selalu berarti bahwa dua bahasa tersebut termasuk dalam kelompok yang sama. Kemiripan/ kesamaan antara bahasa-bahasa kerabat bisa dijelaskan sebagai akibat shared retention ataupun shared innovations dari proto-bahasanya. Dua bahasa yang sama/mirip karena telah mengalami inovasi bersama dapat dikatakan sebagai bukti bahwa mereka diturunkan dari moyang yang sama yang menjadikan bahasa-bahasa tersebut menjadi subkelompok yang sama. Inovasi bersama adalah bukti bahwa mereka termasuk dalam subkelompok yang sama, karena perubahan yang sama persis tidak mungkin berlangsung secara mandiri dalam dua bahasa terpisah (Crowley, 1992: 164). Jadi, dapat diartikan bahwa pengelompokan bertumpu pada asumsi bahwa inovasi bersama tidak mungkin muncul karena kebetulan.

Dalam perubahan-perubahan bunyi, ada beberapa jenis perubahan bunyi, seperti berikut. Pertama, pelemahan dan penguatan, beberapa bunyi secara relatif bisa lebih kuat ataupun lebih lemah dari bunyi yang lain, misalnya: b, p, f, x, b, v, a, l, d, s, lebih kuat dari p, f, h, h, w, w, ə, I, l, r. Jadi, bunyi bersuara lebih kuat dari bunyi yang tak bersuara, bunyi stop lebih tinggi dari bunyi kontinyuan, konsonan lebih tinggi dari semi vokal, bunyi oral lebih tinggi dari bunyi glotal. Istilah tertentu pada jenis bunyi yang hilang dijelaskan sebagai berikut.

a) aphaeresis, yakni penghilangan terjadi pada posisi awal kata. Contoh aphaeresi ada pada bahasa Angkamuthi dari semenanjung Cape York Australia, perhatikan data di bawah ini.

Angkamuthi

*/maji/ /Øaji/ ‘makanan’ */nani/ /Øani/ ‘tanah’ */ŋampu/ /Øampu/ ‘gigi’

b) apocope, yakni penghilangan terjadi pada posisi akhir kata. contohnya ada pada bahasa Ambrym di vaunatu, perhatikan data di bawah ini.

Ambrym

*/utu/ /utØ/ ‘kutu’ */aŋo/ /aŋØ/ ‘lalat’ */asue/ /asuØ/ ‘tikus’

c) syncope, istilah ini diucapkan (siŋkəpi) merupakan proses apocope yang mirip tetapi penghilangan vokalnya ditengah kata, yang ada pada bahasa Lenakel, perhatikan data di bawah ini.

Lenakel

*/namatama/ /nimØrin/ ‘matanya’ */nalimana/ /nelØmin/ ‘tangannya’ */masa/ /mØha/ ‘surut’

pelemahan dari */t/ menjadi /r/, dari */s/ menjadi /h/, dari */a/ menjadi /i/ dan nada tinggi */a/ menjadi /e/

d) Pengurangan kluster, merupakan istilah ketika konsonan berjejer tanpa vokal di tengahnya mengalami penghilangan satu atau lebih konsonan. contohnya ada pada sejarah kata dalam Pidjin Malanesia yang merupakan turunan bahasa Inggris dimana konsonan terakhir dihilangkan, perhatikan data di bawah ini.

Inggris Pidjin Malanesia

/distrikt/ /distrikØ/ ‘daerah’ /poust/ /posØ/ ‘post’ /graeund/ /graunØ/ ‘tanah’ /paint/ /penØ/ ‘cat’ /raeŋk/ /taŋØ/ ‘bak’

e) haplologi, merupakan jenis perubahan yang jarang dan cendrung sporadis dalam penerapannya, dengan menghilangkan semua suku kata. Ketika suku kata itu ada pada suku kata yang mirip, maka pengucapaannya dengan cepat seperti dalam kata “she sells sea shells by the sea shore”

Kedua, penambahan bunyi, tidak hanya kehilangan bunyi (lenition) tetapi bunyi juga bisa ditambahkan. Ada beberapa istilah untuk penambahan bunyi, yaitu.

a) excrescence, merupakan penambahan dengan konsonan pada konsonan lain. Sejarah kata bahasa Inggris memunculkan penambahan konsonan, seperti contoh di bawah ini.

Inggris

/æmtig/ /εmpti/ ‘kosong’ /θymle/ /θimbl/ ‘bidal’

b) ephentesis atau anaptysis, merupakan perubahan yang mana sebuah vokal ditambah di tengah kata untuk memisahkan konsonan kluster. Dalam contoh Tok Pisin dengan bahasa Inggris merupakan aplikasi ephentesis, perhatikan contoh di bawah ini.

Inggris Tok Pisin

/blæk/ /bilak/ ‘hitam’ /blu:/ /bulu/ ‘biru’ /nεkst/ /nekis/ ‘berikutnya’ /siks/ /sikis/ ‘sakit’

c) prothesis, merupakan penambahan bunyi yang ada pada awal kata pada bahasa Moto di Papua Nugini, contoh:

Moto

*/api/ /laki/ ‘api’ */asan/ /lada/ ‘insang’ */au/ /lau/ ‘saya’

Ketiga, metathesis, perubahan yang dikenal metathesis ini tidak biasa karena tidak ada penghilangan dan penambahan bunyi tertentu tetapi disebabkan salah pengucapan. Contoh ada pada bahasa Ilakano di Filipina dengan mengalih akhiran (s) dan awalan (t) dengan Tagalog bahasa resmi Filipina:

Tagalog ilakano

/taŋis/ /sa:ŋit/ ‘menangis’ /tubus/ /subut/ ‘merebus’ /tamis/ /samqit/ ‘manis’

Keempat, peleburan, merupakan jenis perubahan bunyi yang mana dua bunyi terpisah menjadi bunyi tunggal (merger) dan membawa unsur fonetis dari kedua bunyi asalnya. Perhatikan contoh di bawah ini.

Prancis

*/oen/ /oē/ ‘satu’ */bon/ /bō/ ‘bagus’ */blan/ /blā/ ‘putih’

Kelima, unpacking, adalah proses fonetik yang merupakan lawan dari peleburan, yakni dari satu bunyi tunggal yang asli menjadi dua bunyi yang masing-masing memiliki beberapa fitur yang dimiliki bunyi aslinya. Perhatikan contoh di bawah ini.

Prancis Bislama

avance /avãs/ /avoŋ/ ‘upah’

Keenam, vowel breaking, perubahan vowel breaking (pemecahan vokal), vokal tunggal berubah menjadi diftong, dengan vokal asli yang tetap sama, dengan beberapa jenis glide (bunyi luncuran) yang ditambahkan sebelum dan sesudahnya.

Kairiru

*/pale/ /pial/ ‘rumah’ */manu/ /mian/ ‘burung’

Ketujuh, asimilasi, ketika satu bunyi menyebabkan bunyi lainnya berubah, sehingga dua bunyi itu menjadi lebih mirip satu sama lain.

Jerman

*/ba:d/ /ba:t/ ‘mandi’ */ta:g/ /ta:k/ ‘hari’ */ga:b/ /ga:p/ ‘memberi’

Kedelapan, disimilasi, proses ini merupakan lawan dari asimilasi yang berarti satu bunyi berubah menjadi tidak mirip dengan bunyi didekatnya.

Afrika

*/sxo:n/ /sko:n/ ‘bersih’ */sxoudər/ /skouər/ ‘bahu’

Kesembilan, perubahan bunyi abnormal, dalam artian tidak memenuhi syarat perubahan-perubahan yang telah disebutkan di atas. Hal ini terjadi karena ketika perubahan antar dua bentuk terlihat sangat besar sehingga menjadi sangat tidak mirip. Contohnya dalam bahasa Perancis cent yang diucapkan [sã] (Crowley, 1992:38-57, bandingkan juga Hock, 1988: 34-166).

Di sisi lain, di dalam kesepadanan-kesepadanan terdapat perubahan-perubahan yang teratur dan yang tidak teratur. Perubahan yang teratur disyarati oleh lingkungan tertentu, sedangkan perubahan yang tidak teratur hanya terjadi pada beberapa kata, tidak tergantung pada lingkungan yang ditempati oleh bunyi itu (Bynon, 1979: 29-30). Rumusan keteraturan perubahan bunyi itu, oleh kaum Neogrammarian disebut hukum bunyi dan istilah hukum bunyi itu diperhalus menjadi korespondensi atau kesepadanan bunyi (Keraf, 1996: 49).

Perubahan bahasa dapat terjadi dalam aspek fonologi, gramatikal, dan semantik (Bynon, 1979). Perubahan bahasa seperti itu merupakan perubahan yang

bersifat internal. Ada tiga model perubahan bahasa, yaitu model neogramarian, model strukturalis, dan model transformasi generatif (Bynon, 1979: 17-169).

Dokumen terkait