• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 : HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Karakteristik Subjek Penelitian di RSUP Fatmawati

Selama periode penelitian didapatkan populasi penderita PPHNA yang berobat ke RSUP Fatmawati dalam kurun waktu 2 tahun yaitu 2013-2014 sebanyak 70 orang. Dari populasi tersebut didapatkan kasus PPHNA dengan status gizi lebih sebanyak 50 orang. Hal ini berarti bahwa frekuensi kejadian status gizi lebih dengan PPHNA adalah 71,42%.

Hal ini sesuai dengan penelitian American Gastroenterological Association (2002) bahwa angka kejadian PPHNA pada subjek dengan obesitas meningkat menjadi 70-80% yang awalnya pada orang normal sebesar 10-15%.32 Obesitas dibuktikan sebagai abnormalitas temuan fisik yang paling sering ditemukan pada pasien PPHNA, kemudian dijelaskan dalam studi cross sectional yang dilakukan oleh Sass dkk (2005) juga mendukung angka temuan kejadian PPHNA dengan obesitas yakni sebesar 30-100%.33 Menurut Fabbrini dkk (2013) penyebab dari tingginya angka kejadian obesitas dan PPHNA tersebut ialah rata-rata pelepasan FFA ke dalam sirkulasi sistemik yang berbanding lurus dengan massa lemak tubuh baik pada laki-laki maupun perempuan, karena itu orang dengan obesitas berpotensi melepaskan FFA lebih banyak dibandingkan dengan orang normal. Selain itu ekspresi dari gen hepatic lipase dan hepatic lipoprotein lipase lebih tinggi pada orang obesitas dengan PPHNA menunjukan bahwa pelepasan FFA dalam proses lipolisis trigliserida di sirkulasi berperan dalam akumulasi FFA di hepatoseluler (steatosis).34

Gambaran pasien PPHNA dengan status gizi lebih tahun 2013-2014 di RSUP Fatmawati berdasarkan karakterisitik indeks massa tubuh (IMT) dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Gambaran Pasien PPHNA dengan Status Gizi Lebih Tahun 2013-2014 di RSUP Fatmawati Berdasarkan Karakterisitik Indeks Massa Tubuh (IMT)

Variable Jumlah(n=50) Angka Proporsi (%)

Obesitas

Overweight (≥23,0-24,9) 13 26

Obesitas I (≥25,0-29,9) 26 52

Obesitas II (≥30,0) 11 22

Pada penelitian ini IMT dari 50 subjek PPHNA dengan staus gizi lebih adalah berkisar 23,01-37,11 kg/m2. Berdasarkan karakteristik IMT (tabel 4.1) jumlah pasien PPHNA dengan obesitas yang berobat ke RSUP Fatmawati tahun 2013-2014 terbanyak dijumpai pada subjek dengan obesitas I 26 orang (52%), selanjutnya

overweight 13 orang (26%), dan obesitas II 11 orang (22%).

Hasil ini sesuai dengan penelitian Fabbrini dkk (2013) bahwa angka kejadian PPHNA tertinggi pada subjek dengan obesitas I lebih tinggi yaitu 65% jika dibandingkan dengan subjek dengan obesitas II yakni sebesar 20%.34 Dalam penelitian di Iran oleh Amirkalali (2014) juga dijelaskan bahwa pada pasien PPHNA yang memiliki IMT <25 sebesar 28,9%, selanjutnya terbanyak pada IMT ≥25,0-29,9 yaitu 36,7% dan 34,3% untuk IMT ≥30,0.35 Selain itu penelitian di India oleh Agrawal (2009) menyebutkan pula pasien PPHNA dengan obesitas tertinggi didapatkan pada obesitas I sebesar 60,5% sedangkan untuk overweight 5,% dan obesitas II sebesar 27,4%.36 Serupa dengan hasil penelitian ini yaitu tertinggi pada obesitas I. Hingga saat ini belum ditemukan pembahasan mengapa kejadian tertinggi pada obesitas I, sedangkan dalam teori disebutkan bahwa peningkatan kejadian PPHNA terjadi seiring dengan peningkatan indeks massa tubuh.34 Selain itu di Iran, India dan pada penelitian ini ditemukan pola yang sama yaitu tertinggi pada obesitas I yang berarti ras atau etnik tidak terlalu mempengaruhi namun butuh ditinjau dari grup etnik lain.

Gambaran pasien PPHNA dengan status gizi lebih pada tahun 2013-2014 di RSUP Fatmawati berdasarkan jenis kelamin dan umur dapat dilihat dalam tabel 4.2

Tabel 4.2 Gambaran Pasien PPHNA dengan Status Gizi Lebih Tahun 2013-2014 di RSUP Fatmawati Berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur

Berdasarkan jenis kelamin (tabel 4.2) jumlah pasien PPHNA dengan status gizi lebih yang berobat ke RSUP Fatmawati tahun 2013-2014 didapatkan yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingan dengan laki-laki yakni 27 orang (54%) berbanding 23 orang (46%).

Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan oleh National Health and Nutrition Examination Survey III (NHANES III) dalam penelitian Pan JJ (2014) menunjukan bahwa hasil penelitian PPHNA secara kohort oleh Younossi dkk37 bahwa perempuan memiliki frekuensi yang lebih tinggi.38 Dalam penelitian di Iran oleh Amirkalali (2014) juga dijelaskan bahwa perempuan memiliki angka kejadian PPHNA yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki walaupun perbedaan angka tersebut tidak terlalu signifikan yaitu 45,8% dan 42,2%. Hal ini dipengaruhi oleh faktor resiko sindroma metabolik yang juga lebih tinggi pada perempuan dengan PPHNA yaitu 42,2% dibandingkan dengan laki-laki 20%.35

Menurut penelitian Lazo dkk (2008) peningkatan kejadian PPHNA pada wanita yaitu pada usia pre dan post menopause.39 Pernyataan tersebut dijelaskan

Variable Jumlah(n=50) Angka Proporsi (%)

Jenis Kelamin Laki-laki 23 46 Perempuan 27 54 Kelompok Umur >18-25 2 4 >25-35 2 4 >35-45 4 8 >45-55 22 44 >55-65 12 24 >65-75 8 16

dalam penelitian di Jepang oleh Hamaguchi dkk (2012) bahwa pada wanita pre dan post menopause terjadi penurunan kadar estrogen yang mempengaruhi deposisi lemak ke bagian sentral yang awalnya dideposisikan ke regio gluteofemoral, kemudian reseptor estrogen di hepar memediasi kerja estrogen di hepar yang berperan dalan penyakit PPHNA.40 Data yang dikeluarkam RISKESDAS (2013) menunjukan bahwa obesitas pada perempuan lebih tinggi frekuensi kejadiannya dibanding laki-laki yaitu 32,9% dan 19,7%. Prevalensi ini jika dibandingkan dengan data tahun 2007 serta 2010 memiliki kecenderungan peningkatan pada setiap tahunnya dengan tren yang sama.9 Berarti obesitas pada perempuan memang lebih tinggi kejadiannya jika dibandingkan dengan laki-laki baik pada populasi umum maupun PPHNA.

Berdasarkan umur (tabel 4.2) jumlah pasien PPHNA dengan status gizi lebih yang berobat ke RSUP Fatmawati tahun 2013-2014 didapatkan usia terendah 18 tahun dan usia tertinggi 72 tahun dengan rata-rata usia 52,1 tahun. Pasien PPHNA dengan status gizi lebih terbanyak didapatkan pada kategori umur >45-55 tahun.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian di Eropa oleh Ratziu (2009) bahwa angka kejadian tertinggi PPHNA terutama pada umur 45-60 tahun yaitu 44%.3 Hal ini juga sesuai dengan data yang dikeluarkan RISKESDAS (2007) bahwa angka prevalensi obesitas meningkat hingga kejadian tertinggi didapatkan pada umur 45-54 tahun lalu selanjutnya berangsur menurun.41 Berarti di Eropa, Indonesia dan pada penelitian ini menunjukan tren yang sama yaitu usia >45-55 tahun.

Gambaran pasien PPHNA dengan status gizi lebih pada tahun 2013-2014 di RSUP Fatmawati berdasarkan tingkat pendidikan dan riwayat pekerjaan dapat dilihat dalam tabel 4.3

Berdasarkan tingkat pendidikan (tabel 4.3) jumlah pasien PPHNA dengan status gizi lebih yang!berobat ke RSUP Fatmawati tahun 2013-2014 terbanyak dijumpai pada subjek dengan tingkat pendidikan terakhir diperguruan tinggi yaitu sebanyak 24 orang (48%). Terjadi peningkatan angka kejadian seiring dengan peningkatan pendidikan yaitu 2, 8, 8, 34, 48 untuk tingkat pendidikan tidak sekolah, tidak tamat/tamat SD, tamat SMP, tamat SMA dan perguruan tinggi.

Tabel 4.3 Gambaran Pasien PPHNA dengan Status gizi lebih Tahun 2013-2014 di RSUP Fatmawati Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Pekerjaan!

Variabel Jumlah (n=50) Angka Proporsi (%)

Tingkat Pendidikan

Tidak sekolah 1 2

Tidak tamat SD/ tamat SD 4 8

Tamat SMP 4 8

Tamat SMA 17 34

Perguruan tinggi 24 48

Pekerjaan

Ibu rumah tangga 16 32

PNS/ABRI 12 24 Karyawan swasta 8 16 Wiraswasta - - Petani - - Pedagang - - Pensiun 9 18 Lain-lain 5 10

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian di Beijing oleh Li G dkk (2013) bahwa prevalensi PPHNA meningkat pada kelompok pasien dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi sebesar 76,1%. Angka tersebut memperkuat pernyataan bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi tingginya angka kejadian PPHNA. Prevalensi yang tinggi ini disebabkan oleh tingginya tekanan yang dimiliki pada kelompok dengan pendidikan yang lebih tinggi sehingga stres yang ditimbulkan menjadi lebih tinggi, selain itu ditambah dengan pola makan yang tidak teratur serta kurangnya berolahraga.42 Data yang dikeluarkan RISKESDAS (2013) menunjukan bahwa prevalensi obesitas tertinggi pada tingkat pendidikan terakhir perguruan tinggi yaitu 25,9%. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi berpotensi meningkatkan ke pola

pendapatan sehingga pengeluaran rumah tangga perkapita meningkat hal tersebut membuat terjadinya kecendrungan peningkatan asupan lemak.9

Berdasarkan pekerjaan (tabel 4.3) jumlah pasien PPHNA dengan status gizi lebih yang berobat ke RSUP Fatmawati tahun 2013-2014 terbanyak dijumpai pada subjek ibu rumah tangga yakni 16 orang (32%).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian di Beijing oleh Li G dkk (2013) bahwa pekerjaan berkaitan dengan tingkat pendidikan.42 Pekerjaan yang berhubungan dengan tingginya angka kejadian PPHNA adalah ibu rumah tangga.43 Kemungkinan hal ini disebabkan oleh perilaku yang menetap atau kurangnya aktivitas sehingga menjadi faktor risiko untuk sindroma metabolik lebih sering terjadi pada kelompok dengan tingkat pendidikan yang tinggi.42,43 Pernyataan tersebut diperkuat oleh penelitian di Inggris oleh Hallsworth (2014) yang menjelaskan bahwa pasien PPHNA lebih sering terjadi pada orang yang memiliki tingkat aktivitas rendah yaitu sebesar 32%.43 Data RISKESDAS (2013) juga menyebutkan prevalensi obesitas terbesar terjadi paling tinggi pada ibu rumah tangga yaitu 36,3%.9

Berarti pada penelitian ini berdasarkan tingkat pendidikan perguruan tinggi memiliki angka kejadian paling tinggi bisa disebabkan oleh stres yang tinggi atau pendapatan perkapita yang tinggi atau faktor lainnya. Serupa halnya dengan tingkat pendidikan untuk pekerjaan tertinggi pada ibu rumah tangga hal ini juga menunjukan pola yang sama di Inggris, Indonesia, dan pada penelitian ini.

Dokumen terkait