• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Desa Cisondari Kecamatan Pasir Jambu

Desa Cisondari merupakan Desa yang berada di Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Secara orbitasi Desa Cisondari berada 30 km dari Ibu Kota Provinsi Jawa Barat, 13 km dari Ibu Kota Kabupaten Bandung, dan 1 km dari Ibu Kota Kecamatan Pasir Jambu. Secara administratif Desa Cisondari berbatasan dengan :

Sebelah Utara : Desa Cukang Genteng Sebelah Selatan : Desa Tenjolaya Sebelah Timur: Desa Cibodas Sebelah Barat : Desa Pasirjambu

Secara Geografis Desa Cisondari berada di ketinggian 1200 meter diatas permukaan laut dengan curah hujan sebesar 21.87 mm per hari dan jumlah bulan hujan 9 bulan. Kelembaban sebesar 48 dengan suhu rata-rata harian 280C. Jenis tanah Desa Cisondari memiliki warna merah dengan tekstur lempungan dan kemiringan tanah 400.

Luas lahan total Desa Cisondari adalah 2.022.20 ha dengan pemanfaatan diantaranya tanah sawah, tanah kering, perkebunan, fasilitas umum, dan tanah

hutan. Berikut Tabel 9 menjelaskan luas lahan Desa Cisondari berdasarkan pemanfaatannya.

Tabel 9 Luas lahan berdasarkan pemanfaatan di Desa Cisondari

Pemanfaatan Lahan Luas Lahan (Ha)

Tanah Sawah 393.30

Tegal/lading 403.00

Pemukiman 28.78

Pekarangan 2.00

Tanah perkebunan rakyat 60.00

Tanah Fasilitas Umum 20.42

Hutan lindung 1 115.10

Total Luas Lahan 2 022.60

a

Sumber : Data Desa Cisondari (2012)

Berdasarkan Tabel 9 pemanfaatan luas lahan terbesar di Desa Cisondari adalah tanah hutan lindung seluas 1.115.10 ha dan peringkat kedua adalah tanah ladang/tegalan seluas 403 ha serta peringkat ketiga adalah tanah sawah seluas 393.30. Tanah ladang/tegalan umumnya dimanfaatkan untuk menanam tanaman pangan dan tanaman hortikultura.

Jumlah penduduk Desa Cisondari adalah 8.518 jiwa yang terdiri dari 4.252 orang laki-laki dan 4.344 orang perempuan dengan berbagai usia. Jumlah kepala keluarga sebanyak 2.613 KK. Tabel 10 menggambarkan jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin dan usia.

Tabel 10 Jumlah penduduk menurut kelompok usia di Desa Cisondaria

Usia (tahun) Kategori Jumlah (%)

0-5 balita 912 10.61 6-11 kanak-kanak 1 031 11.99 12-16 remaja awal 872 10.14 17-25 remaja akhir 1 131 13.16 26-35 dewasa awal 1 500 17.45 36-45 dewasa akhir 1 289 15.00 46-55 lansia awal 841 9.78 56-65 lansia akhir 508 5.91 65< manula 512 5.96 Total 8 596 100.00 a

Sumber: aDiolah dari Data Desa Cisondari (2012)

Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa jumlah kelompok usia terbanyak di Desa Cisondari adalah kategori dewasa awal sebanyak 1.500 jiwa atau sebesar 17.45 persen dari total penduduk dan sisanya tersebar pada kategori kelompok usia lainnya.

Tingkat pendidikan penduduk Desa Cisondari sangat beragam dari mulai TK atau sederajat hingga pendidikan perguruan tinggi sederajat. Namun, penyebarannya tidak merata, penduduk dengan tingkat pendidikan SLTA hingga

perguruan tinggi dan sederajat masih tergolong rendah. Berikut Tabel 11 menunjukan data tingkat pendidikan Desa Cisondari sebagai Berikut.

Tabel 11 Tingkat pendidikan penduduk di Desa Cisondaria Tingkatan Pendidikan Jumlah (Jiwa) (%)

Tamat SD 3 040 47.15

Tidak Tamat SD/sederajat 478 7.41

Tamat SMP 846 13.12

Tidak Tamat SMP/sederajat 680 10.55

Tamat SMA 701 10.87

Tidak Tamat SMA/sederajat 496 7.69

Tamat Perguruan Tinggi 206 3.20

Total 6 447 100.00

a

Sumber : Data Desa Cisondari (2012)

Berdasarkan Tabel 11 di atas tingkat pendidikan tamat SD atau sederajat menempati jumlah tingkat tertinggi di Desa Cisondari dengan jumlah 3.040 jiwa atau sebesar 47.15 persen dari total penduduk yang mendapatkan pendidikan dari tingkat SD hingga perguruan tinggi.

Mata pencaharian penduduk di Desa Cisondari dari total angkatan kerja mayoritas adalah buruh tani dan petani. Tebel 12 menunjukan data penduduk berdasarkan jenis kelamin sebagai berikut.

Tabel 12 Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian di Desa Cisondaria

Jenis Pekerjaan Jumlah (Jiwa) (%)

Buruh tani 1 750 42.49

Petani 860 20.88

Peternak 715 17.36

Karyawan Perusahaan Swasta 325 7.89

Pegawai Negeri Sipil 125 3.03

Wiraswasta 325 7.89

Lainnya 19 0.46

Total 4 119 100.00

a

Sumber: Data Desa Cisondari (2012)

Berdasarkan Tabel 12 diatas jumlah mata pencaharian buruh tani merupakan jumlah yang menempati urutan pertama yaitu sebanyak 1.750 jiwa atau sebesar 42.49 persen. Peringkat kedua dan ketiga terbanyak berada pada mata pencaharian petani dengan jumlah 860 jiwa atau sebesar 42.49 persen dan peternak sebanyak 715 jiwa atau sebesar 17.36 persen dari total penduduk yang memiliki mata pencaharian. Sebagian besar penduduk Desa Cisondari mendapatkan mata pencaharian dari mengelola hasil alam di Desa Cisondari sebagai buruh tani, petani, dan peternak.

Berdasarkan data Desa Cisondari (geografi, lahan, kependudukan, dan mata pencaharian) dapat disimpulkan bahwa mayoritas sumber daya potensial desa berasal dari sektor pertanian seperti lahan yang dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian, komoditas yang dibudidayakan, serta tenaga kerja yang mayoritas bekerja di bidang pertanian menjadi petani, buruh tani dan peternakan. Potensi

petanian yang terdapat di Desa Cisondari antara lain pertanian tanaman pangan, peternakan, dan perkebunan seperti komoditas teh dan kopi. Hewan ternak yang dibudidayakan oleh peternak adalah sapi perah, ayam broiler, ayam kampung, bebek, dan domba, serta hewan yang hanya dipelihara adalah kerbau dan kuda. Namun, peternak mayoritas adalah peternak sapi perah. Sedangkan tanaman pangan yang dibudidayakan di Desa Cisondari seperti padi, jagung, umbi-umbian, serta tanaman hortikultura yang terdiri dari sayuran dan buah-buahan.

Berdasarkan data desa komoditas tanaman yang mayoritas dibudidayakan adalah buncis, cabai, jagung, kacang panjang, kentang, kubis, padi ladang, padi sawah, sawi, tomat, ubi jalar, ubi kayu serta tanaman buah-buahan seperti alpokat, jambu klutuk dan pisang. Selain itu di Desa Cisondari juga membudidayakan tanaman organik. Tanaman yang dibudidayakan secara organik seluruhnya adalah sayuran. Namun populasi petani sayuran organik di Desa Cisondari lebih sedikit dari populasi petani non-organik. Salah satu komoditas potensial desa yang dibudidayakan secara organik dan non-organik adalah buncis, karena buncis merupakan salah satu komoditas mayoritas yang dibudidayakan di Desa Cisondari.

Karakteristik Petani Responden

Penelitian ini membedakan responden kedalam dua kelompok petani buncis berdasarkan sistem budidayanya yang terdiri dari petani buncis organik dan petani buncis non-organik. Jumlah petani responden adalah 37 petani yang terdiri dari 14 orang petani responden buncis organik dan 23 orang petani responden buncis non- organik. Selanjutnya petani reponden dikaji berdasarkan klasifikasi karakteristik petani responden. Karakteristik tersebut adalah jenis kelamin, umur petani, pendidikan terahir, status bertani, lama pengalaman bertani, kepemilikan lahan, serta luas lahan yang dimiliki.

Responden petani buncis organik dan non-organik di Desa Cisondari terdiri dari laki-laki dan perempuan, Tabel 13 menunjukan sebaran petani buncis organik dan non-organik di Desa Cisondari berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 13 Sebaran responden petani buncis organik dan non-organik berdasarkan jenis kelamin (jiwa)a

Jenis kelamin Petani Organik Petani Non-organik

Jumlah % Jumlah %

Laki-Laki 14 100 22 95.65

Perempuan 0 0 1 4.35

Total 14 100 23 100

a

Sumber: Diolah dari data primer (2013)

Tabel 13 menunjukan bahwa jumlah responden petani buncis organik dan petani buncis non-organik mayoritas berjenis kelamin laki-laki. Terbukti dari jumlah responden petani buncis organik seluruhnya laki-laki dan responden petani buncis non-organik hanya 1 orang yang berjenis kelamin perempuan. Umumnya profesi petani di Desa Cisondari dijalankan oleh laki-laki, sedangkan petani perempua hanya membantu atau sebagai buruh tani dan tidak dilibatkan di seluruh proses budidaya hanya proses budidaya tertentu.

Klasifikasi karakteristik responden berdasarkan umur petani dibedakan menjadi empat golongan yaitu dibawah umur 30 tahun, berada pada umur 31-40, 41-50, 51-60, dan diatas 60 tahun. Tabel 14 menunjukan sebaran responden petani buncis organik dan non-organik berdasarkan umur petani.

Tabel 14 Sebaran responden petani buncis organik dan non-organik responden berdasarkan umur (jiwa)a

Umur Petani Organik Petani Non-organik

Jumlah % Jumlah % ≤30 tahun 2 14.28 1 4.34 31-40 tahun 5 35.72 5 21.74 41-50 tahun 3 21.43 11 47.82 51-60 tahun 3 21.43 4 17.40 >60 tahun 1 7.14 2 8.70 Total 14 100.00 23 100.00 a

Sumber: Diolah dari data primer (2013)

Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa petani buncis organik mayoritas berumur 31-40 tahun dengan jumlah 6 responden atau 35.72 persen dari total responden 14 orang untuk petani buncis organik. Sedangkan petani buncis non-organik mayoritas berusia 41-50 tahun dengan jumlah petani 11 orang atau 47.82 persen dari jumlah total 23 responden petani buncis non-organik. Tabel 14 juga menunjukan bahwa rata-rata responden petani buncis non-organik lebih tua dibandingkan petani buncis organik.

Klasifikasi karakter responden berdasarkan pendidikan terahir petani buncis organik dan non-organik dibedakan menjadi 6 kelompok yaitu tidak tamat SD, tamat SD, tidak tamat SMP, tamat SMP, tidak tamat SMA, dan tamat SMA. Tabel 15 menunjukan sebaran petani

Tabel 15 Sebaran responden petani buncis organik dan non-organik berdasarkan pendidikan terahir (jiwa)a

Pendidikan Terahir Petani Organik Petani Non-organik

Jumlah % Jumlah %

Tidak tamat SD - - 1 4.35

Tamat SD 10 71.42 22 95.65

Tidak Tamat SMP - - -

Tamat SMP 2 14.30 - -

Tidak Tamat SMA 1 7.14 - -

Tamat SMA 1 7.14 - -

Total 14 100.00 23 100.00

a

Sumber: Diolah dari data primer (2013)

Berdasarkan Tabel 15 dapat disimpulkan bahwa mayoritas pendidikan terahir baik responden petani buncis organik maupun buncis non-organik adalah tamat sekolah dasar. Pada petani buncis organik jumlah responden tamat sekolah dasar merupakan jumlah tertinggi yaitu sebanyak 71.42 persen, begitu juga dengan responden petani non-organik dengan jumlah 95.65 persen dan 4.35 persen tidak tamat SD. Dari Tabel 15 juga dapat disimpulkan bahwa pendidikan

terakhir responden petani buncis organik lebih beragam dibandingkan responden petani buncis konvensonal, karena terdapat petani yang tingkat pendidikanya diatas jenjang tamat SD hingga tamat SMA.

Klasifikasi karakteristik responden berdasarkan status bertani akan dibedakan menjadi dua yaitu utama dan sampingan. Batasan karakteristik status bertani adalah status pekerjaan sebagai petani yang bercocoktanam baik buncis maupun komoditas lainnya. Sehingga petani responden yang memiliki pekerjaan utama selain bercocok tanam. Tabel 16 menunjukan sebaran responden petani buncis organik dan petani buncis non-organik berdasarkan status bertani.

Tabel 16 Sebaran responden petani buncis organik dan non-organik berdasarkan status bertani (jiwa)a

Status Bertani Petani Organik Petani Non-organik

Jumlah % Jumlah %

Utama 13 92.86 17 73.90

Sampingan 1 7.14 6 26.10

Total 14 100.00 23 100.00

a

Sumber: Diolah dari data primer (2013)

Berdasarkan Tabel 16 dapat disimpulkan bahwa mayoritas status bertani responden baik petani buncis organik ataupun petani buncis non-organik adalah utama. Terbukti dari persentase responden petani buncis organik sebanyak 92.86 persen menjadikan bertani sebagai pekerjaan utama. Begitu juga dengan responden petani buncis non-organik sebanyak 73.90 persen menjadikan petani sebagai pekerjaan utama. Sedangkan selebihnya menjadikan bertani sebagai pekerjaan sampingan. Pada umumnya petani yang menjadikan bertani sebagai status sampingan memiliki pekerjaan utama dari beternak sapi yang dipelihara dirumahnya masing-masing baik responden petani buncis organik ataupun responden petani buncis non-organik.

Klasifikasi responden petani buncis organik dan petani buncis non-organik berdasarkan lama pengalaman bertani digolongkan menjadi empat kelompok yaitu dibawah 10 tahun, 11 sampai dibawah 20 tahun, 21 tahun sampai dibawah 30 tahun, dan diatas 30 tahun. Tabel 17 menunjukan sebaran responden petani buncis organik dan petani buncis non-organik berdasarkan lama pengalaman bertani. Tabel 17 Sebaran responden petani buncis organik dan non-organik berdasarkan

lama pengalaman bertani (jiwa)a

Lama Pengalaman Bertani Petani Organik Petani Non-organik

Jumlah % Jumlah % ≤10 8 57.14 8 34.80 11 s/d 20 4 28.58 6 26.10 21 s/d 30 1 7.14 4 17.40 >30 1 7.14 5 21.70 Total 14 100.00 23 100.00 a

Berdasarkan Tabel 17 dapat disimpulkan bahwa mayoritas lama pengalaman bertani responden petani buncis organik dan petani buncis non-organik adalah di bawah 10 tahun, dengan jumlah 57.14 persen untuk responden petani organik dan 34.80 persen untuk responden petani non-organik. Namun pada responden petani non-organik meskipun jumlah terbesar pada kelompok pengalaman bertani dibawah 10 tahun namun penyebarannya hampir merata pada kategori lainnya.

Klasifikasi responden petani buncis organik dan petani buncis non-organik berdasarkan status kepemilikan lahan digolongkan menjadi tiga yaitu sendiri, sewa, dan bagi hasil. Tabel 18 menunjukan sebaran responden petani buncis organik dan petani buncis non-organik berdasarkan status kepemilikan lahan. Tabel 18 Sebaran petani buncis organik dan non-organik responden berdasarkan

status kepemilikan lahan (jiwa)a Status Kepemilikan

Lahan

Petani Organik Petani Non-organik

Jumlah % Jumlah % Sendiri 10 71.43 11 47.83 Sewa 1 7.14 11 47.83 Bagi Hasil 3 21.43 1 4.34 Total 14 100.00 23 100.00 a

Sumber: Diolah dari data primer (2013)

Tabel 18 diatas menunjukan bahwa status kepemilikan lahan pada responden petani buncis organik maupun petani buncis non-organik mayoritas memiliki lahan sendiri yaitu sebesar 71.43 persen. Sedangkan pada responden petani buncis non-organik jumlah responden yang memiliki lahan sendiri dan menyewa lahan memiliki jumlah yang sama sebesar 47.83 persen sisanya sabanyak 4.34 persen mempergunakan lahan dengan cara bagi hasil.

Klasifikasi responden petani buncis organik dan petani buncis non-organik berdasarkan luas lahan garapan digolongkan menjadi luas lahan lebih kecil sama dengan 1000 m2 dan lebih besar dari 1000 m2. Tabel 19 menunjukan sebaran responden petani buncis organik dan petani buncis non-organik berdasarkan luas lahan garapan.

Tabel 19 Sebaran responden petani buncis organik dan non-organik berdasarkan luas lahan garapan (jiwa)a

Luas Lahan Garapan (m2)

Petani Organik Petani Non-organik

Jumlah % Jumlah %

≤1000 11 78.57 15 65.22

>1000 3 21.43 8 34.78

Total 14 100.00 23 100.00

a

Sumber: Data Desa Cisondari (2012)

Berdasarkan Tabel 19 dapat disimpulkan bahwa luas lahan garapan responden petani baik buncis organik maupun buncis non-organik adalah dibawah 1000 m2. Pada responden petani buncis organik jumlah luas lahan garapan lebih kecil sama dengan 1000 m2 sebanyak 78.57 persen, sedangkan pada petani buncis non-organik sebanyak 65.22 persen. Luas lahan terendah responden petani buncis

organik sebesar 97 m2 sedangkan luas lahan tertinggi 1400 m2 dengan luas lahan rata-rata 645.42 m2. Sedangkan pada responden buncis konvensional luas lahan terendah sebesar 350 m2 sedangkan luas tertinggi sebesar 5600 m2 dengan luas lahan rata-rata sebesar 1.132.17 m2. Angka tersebut menunjukan bahwa luas lahan garapan petani buncis non-organik rata-rata lebih tinggi dibandingkan luas lahan garapan petani buncis organik.

Karakteristik Pedagang Responden

Pada tataniaga buncis organik dan buncis non-organik terdapat responden pedagang perantara untuk mengkaji aspek tataniaga. Pedagang perantara buncis organik terdiri dari 3 pedagang grosir sayuran organik dan 1 ritel modern. Pedagang grosir sayuran organik merupakan usaha yang melakukan kegiatan paska-panen dan pendistribusian sayuran organik yang terdiri dari 2 pedagang grosir berbentuk unit usaha dan satu pedagang grosir berbentuk kelompok tani. Lokasi operasi ketiga pedagang grosir sayuran organik berada di Desa Cisondari, dimana sayuran organik dibudidayakan. Selain pedagang grosir sayuran organik terdapat juga 1 ritel modern (swalayan) berbentuk badan usaha resmi yang memiliki cabang (distrik) di beberapa wilayah Kota Bandung. Ritel modern tersebut berperan sebagai pedagang pengecer yang menjual buncis organik di dalam gerai. Wilayah operasi ritel modern tergantung pada letak cabang (distrik) yang tersebar di beberapa wilayah Kota Bandung.

Responden pedagang perantara buncis non-organik terdiri dari 6 responden pedagang pengumpul, 3 responden pedagang grosir, dan 8 responden pedagang pengecer. Seluruh responden berbentuk perorangan. Tabel 20 menunjukan karakteristik responden pedagang perantara buncis non-organik.

Tabel 20 Karakteristik responden pedagang perantara buncis non-organik

Karakteristik

Pedagang Responden Pedagang

Pengumpul

Pedagang Grosir (Lokal dan Non-

Lokal)

Pedagang Pengecer (Lokal dan Non-

Lokal)

Orang % Orang % Orang %

Usia 21-30 - - 1 33.33 1 14.29 31-40 3 50.00 - - 3 42.86 41-50 1 16.67 - - 2 28.57 50< 2 33.33 2 66.67 1 14.28 Pendidikan Tidak Tamat SD 1 16.67 - - - - Tamat SD 4 66.66 - - 3 42.86 Tamat SMP - - 3 100.00 4 57.14 Tamat SMA 1 16.67 - - - - Lokasi Operasi Desa Cisondari 6 100.00 - - Pasar caringin - - 2 66.67 3 42.86 Pasar Cicaheum - - - - 1 14.28

Pasar Kopo Sayati - - - - 1 14.28

Pasar Parung - - 1 33.33 - -

Pasar Parungpung

(gn.Sindur) - - - - 2 28.58

a

Pedagang grosir terdiri dari 2 responden pedagang grosir lokal, dan 1 respondeng pedagang grosir non-lokal, sedangkan pedagang pengecer terdiri dari 6 responden pedagang pengecer lokal dan 2 responden pedagang pengecer non- lokal. Tabel 20 diatas menunjukan usia responden pedagang pengumpul mayoritas berada pada kisaran 31-40 tahun, sedangkan pedagang grosir lokal seluruhnya berusia diatas 50 tahun. Pedagang grosir non-lokal berusia 21-30, dan pedagang pengecer mayoritas berada pada kisaran usia 31-40 tahun. Pendidikan terahir yang dijalankan oleh responden pedagang pengumpul mayoritas tamat SD, sedangkan responden pedagang grosir lokal dan non-lokal merupakan tamatan SMP. Pedagang pengecer terbagi dua yaitu tamat SD dan tamat SMP namun jumlah responden lebih banyak yang tingkat pendidikannya tamat SMP. Lokasi operasi responden pedagang pengecer berbeda-beda, seluruh pengumpul beroperasi di Desa Cisondari. Lokasi operasi responden pedagang grosir lokal di Pasar Induk Caringin Bandung, lokasi operasi responden pedagang grosir non-lokal berada di Pasar Parung Bogor, lokasi operasi responden pedagang pengecer terbagi ke beberapa pasar untuk pasar lokal yaitu Pasar Induk Caringin, Pasar Cicaheum Bandung, dan Pasar Kopo Sayati Bandung, sedangkan pasar non-lokal berada di Pasar Parungpung Gn.Sindur perbatasan Tanggerang dan Bogor.

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BUNCIS ORGANIK

Dokumen terkait