• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1.1 Gambaran Umum Desa Doulu Dalam dan Doulu Pasar

Penelitian ini dilakukan di Desa Doulu Pasar dan Desa Doulu Dalam yang merupakan bagian dari Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo. Jarak dari desa dengan kota Kecamatan 9 Km, dari Ibukota Kabupaten sekitar 21 Km dan dari pusat Ibukota Propinsi 53 Km dengan rincian dari pusat Ibukota Propinsi ke simpang Desa Doulu Pasar 53 Km sedangkan dari simpang Desa Doulu ke Desa Doulu Dalam 2 km. Desa Doulu secara keseluruhan memiliki luas wilayah sekitar 350 Ha. Desa Doulu memiliki batas-batas wilayah, yaitu :

Sebelah Utara berbatasan dengan Deleng Macik Sebelah Selatan berbatasan dengan Deleng Singkut

Sebelah Timur berbatasan dengan Deli Serdang atau Sempulen Angin Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Semangat Gunung (Raja Berneh)

Secara topografis, Desa Doulu merupakan daerah dataran tinggi dan dikelilingi oleh deleng (bukit atau gunung). Dengan dikelilingi oleh deleng, menyebabkan Desa Doulu memiliki jenis tanah bewarna hitam dan coklat kehitaman. Jenis warna tanah hitam terdapat di wilayah persawahan, perladangan dan di sekitar hutan. Tanah bewarna hitam kecoklatan berada di areal pemukiman penduduk dan terdapat di lahan bambu yang berada di sekitar areal sungai. Jenis tanah hitam kecoklatan yang berada di areal pemukiman penduduk sudah bercampur dengan pasir.

Jenis tanah di Desa Doulu, terutama di lahan pertanian, sangat gembur. Ini dikarenakan desa dikelilingi oleh deleng dan curah hujan di desa ini sangat cukup. Jenis tanah ini sangat cocok dengan lahan pertanian terutama bagi tanaman muda (tanaman berumur pendek) seperti cabe, tomat, wartel, kol, daun prei, daun sup

dan sayur-sayuran. Untuk menanam tanaman pertanian tersebut, masyarakat juga menggunakan pupuk kandang, sehingga tanah di desa ini cukup subur dan hasil pertanian di desa ini cukup melimpah.

3.1.1.1Sejarah Desa

Desa Doulu sudah ada sejak tahun 1901 pada saat masa penjajahan Belanda. Menurut cerita masyarakat Desa Doulu, simanteki kuta (pendiri desa) mereka adalah bermarga Karo-karo Purba. Awalnya jumlah yang bermarga Karo-karo Purba di desa ini hanya sekitar 6-8 orang. Selain Desa Doulu, marga Karo-karo Purba ini juga pendiri beberapa desa seperti Rumah Berastagi, Lau Gumba dan Peceren. Setelah berhasil mendirikan beberapa desa tersebut, marga Karo-karo Purba kemudian membuka lahan di Desa Doulu pada tahun 1901.

Lahan-lahan yang mereka buka masih berupa kerangen (hutan) yang ditumbuhi dengan pohon-pohon besar. Kemudian marga Karo-karo Purba memulai dengan ngerabi (menebangi pohon) yang ada di daerah tersebut. Seberapa banyak pohon dan seberapa luas hutan yang tebangi oleh marga Karo-karo Purba maka lahan tersebut menjadi milik mereka. Itu sebabnya tanah yang dimiliki oleh Karo-karo Purba sangat luas karena jumlah pohon yang ditebangi oleh masing-masing marga Karo-karo Purba sangat banyak. Pada saat itu masih berkembang anggapan bahwa orang yang memiliki lahan paling luas adalah orang yang paling kuat, maka secara otomatis Karo-karo Purba berkuasa saat itu.

Setelah marga Karo-karo Purba mempunyai lahan yang banyak dan dianggap kuat di Desa Doulu, marga Karo-karo Purba memanggil anak berunya yaitu marga Perangin-angin dan marga Sembiring. Selain memanggil anak berunya, marga Karo-karo Purba juga memanggil Kalimbubunya yaitu marga Ginting dan marga Tarigan untuk ikut serta membuka lahan baru. Seperti sebelumnya, anak beru dan kalimbubunya ini juga mendapat kesempatan untuk membuka lahan dengan menebangi hutan. Namun luas tanah yang dimiliki oleh anak beru dan kalimbubu sangat sedikit karena sebagian besar lahannya sudah dimiliki oleh Marga Karo-karo Purba.

Menurut penuturan masyarakat Desa Doulu, marga Karo-karo Purba memiliki kebiasaan pindah ke daerah baru dan menikah disana untuk kedua

bahkan ketiga kalinya (poligami). Kemudian hal ini dianggap biasa oleh masyarakat pada saat itu. Umumnya, urusan perkawinan diserahkan kepada pihak anak beru yakni marga Peranginangin dan marga Sembiring, sementara untuk masalah dana yang diperlukan sebagai mahar dan biaya pesta perkawinan dibayar dengan tanah memberikan yang dimiliki oleh marga Karo-karo Purba kepada anak berunya. Sehingga lama kelamaan lahan yang dimiliki oleh marga Karo-karo Purba semakin sempit dan tanpa disadari, tanah yang dimiliki oleh anak beru semakin luas. Hal ini terus berlanjut hingga akhirnya, lahan yang dimiliki oleh Marga karo-karo Purba tidak lagi sebanyak dahulu. Hal ini menjadi kenyataan hingga saat ini dimana marga lain memiliki tanah lebih luas daripada tanah yang dimiliki marga Karo-karo Purba.

Asal nama Desa Doulu berawal dari beberapa penduduk Desa Doulu yang pergi ke daerah lain (sekitar tahun 1930-an) tepat pada masa penjajahan Belanda. Hingga setelah masa penjajahan usai, (sekitar pada tahun 1950-an) beberapa penduduk desa yang tadinya pergi kembali ke Desa Doulu. Penduduk yang bertahan di Desa Doulu bertanya kepada beberapa penduduk yang kembali ke Desa Doulu, penduduk bertanya “Ku ja kam lawes?” (mau kemana kam pergi?) dan beberapa penduduk yang kembali tersebut menjawab “Ateku lawes ku kuta dahulu” ( mau kembali ke desa dahulu). Mendengar beberapa penduduk tersebut mengatakan ingin kembali ke desa dahulu sehingga penduduk Desa Doulu menamakan desa mereka dengan nama Desa Doulu.

3.1.1.2Keadaan Penduduk

Menurut data BPS kecamatan Berastagi tahun 2012, Desa Doulu berpenduduk sekitar 2.236 jiwa, laki-laki 1.167 jiwa dan perempuan 1069 jiwa, dengan jumlah kepala keluarga sekitar 629 KK. Pada umumnya, penduduk desa mayoritas suku Karo. Marga Karokaro Purba lebih mendominasi di Doulu Dalam, sedangkan di Doulu Pasar tidak banyak lagi yang bermarga Karo-karo Purba.

Kelompok pendatang di Desa Doulu ada suku Jawa, suku Nias, dan suku Batak Toba dan Batak Tapanuli. Kelompok pendatang ini awalnya datang hanya sebagai orang upahan bekerja di ladang (si ngemo). Kemudian diantara mereka ada juga yang membawa keluarga mereka untuk ikut bekerja dan tinggal di Desa

Doulu. Para pendatang ini dapat menjadi warga desa apabila sudah disetujui oleh pemerintah desa.

Penduduk Desa Doulu merupakan masyarakat yang taat dalam agama. Sekitar 1.008 jiwa (45,5 %) masyarakat desa Doulu menganut agama Islam, sementara sekitar 905 jiwa (40,8 %) menganut agama Kristen Protestan dan sisanya beragama Kristen Katolik sekitar 302 Jiwa (13,6 %). Di daerah ini juga terdapat 4 tempat ibadah, 2 diantaranya adalah masjid dan 2 gereja GBKP dan 1 Gereja Katolik.

Dari segi tingkat pendidikan, sebahagian penduduk Desa Doulu hanya tamatan SD (Sekolah Dasar). Jumlah warga desa yang belum sekolah adalah 127 orang (7,3 %). Tidak tamat SD 173 orang (10 %) ini biasanya terjadi pada orang tertua yang sudah berumur, yang hanya tamatan SD adalah 492 orang (28,4 %) terutama pada orang tua, tamatan SLTP sederajat 402 orang (23,2%), tamatan SLTA sederajat 491 orang (28,3 %) dan tamatan Perguruan Tinggi berjumlah 52 orang (3 %). Anak-anak yang sudah tamatan SLTP melanjutkan sekolah ke Ibukota Kecamatan Berastagi dan bagi anak yang sudah tamat dari SLTA, melanjutkan sekolah ke Perguruan Tinggi di Ibukota Kecamatan Berastagi atau ke kota Medan.

Pada umumnya mata pencaharian masyarakat Desa Doulu adalah bertani yaitu sekitar 1.000 jiwa (63,2 %). Ini dikarenakan, secara umum kehidupan masyarakat di Desa Doulu bersifat agraris. Hasil pertanian merupakan sumber penghidupan pokok bagi kebanyakan penduduk desa. Hampir setiap masyarakat di Desa Doulu ikut terlibat dalam mengelola lahan pertanian seperti menggarap sawah untuk ditanami padi dan lahan perladangan untuk ditanami tanaman jangka pendek seperti tomat, sayur kol, cabe merah, cabe hijau, sawi hijau, strawbery serta tanaman tua seperti coklat, kopi dan sebagainya. Sedangkan sisanya ada yang bekerja sebagai pedagang 400 jiwa (25,31 %), sebagai Pegawai Negeri dan Swasta 30 jiwa sekitar (18,9 %) dan pekerjaan lainnya 150 jiwa (9, 49 %).

Dokumen terkait