• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Provinsi Sulawesi Utara

Sulawesi Utara adalah salah satu Provinsi di Indonesia yang terletak di bagian Utara Indonesia Timur dengan garis horisontal dari Barat ke Timur Jazirah, dan terletak di garis Teritorial Utara letaknya di Kepulauan Sangihe dan Talaud yang letaknya berbatasan dengan Philipina, sehingga membuat Sulawesi Utara terletak di posisi strategis dalam era globalisasi dan itu terlihat dari sisi letak geografisnya. Provinsi Sulawesi Utara dengan ibukota Manado, secara geografis terletak di antara 0,300 – 4,300 lintang utara dan 123,00 – 127,00 bujur timur, dengan luas wilayah 15.272,44 km2.

Untuk meningkatkan pendapatan daerah, salah satu penunjangnya adalah industri pariwisata. Industri pariwisata Sulawesi Utara menjadi salah satu kegiatan ekonomi yang memberikan kontribusi relatif signifikan terhadap pertumbuhan Produk Domestic Regional Bruto (PDRB) melalui sub-sub sektor terkait seperti, hotel dan restoran, transportasi, perdagangan, dan tanaman pangan, serta menyerap tenaga kerja secara langsung melalui kegiatan-kegiatan bisnis yang berhubungan dengan industri kepariwisataan. Adapun potensi obyek wisata yang terdapat di Provinsi Sulawesi Utara adalah berupa wisata alam, sejarah dan budaya, wisata agro, dan wisata buatan. Obyek wisata yang menonjol di daerah ini adalah obyek wisata alam, karena memiliki keindahan dan kekayaan sumber daya alam yang tinggi.

1) Potensi obyek wisata alam

Propinsi Sulawesi Utara adalah salah satu daerah yang memiliki karakteristik fisik yang khas, dengan kondisi geografis dan topografis yang beraneka ragam terdiri dari daratan, lautan, pulau dan pantai. Obyek wisata alam antara lain, Taman Nasional Bunaken yang merupakan andalan pariwisata Provinsi Sulawesi Utara yang telah dikenal dunia, dan merupakan peringkat ke-dua dunia yang terkenal akan keindahan panorama bawah lautnya. Selain itu juga terdapat Cagar Alam Tangkoko, dimana terdapat Tarsius primata terkecil dunia dan termasuk jenis satwa malam, Yaki (Monyet Hitam Sulawesi). Bagi wisatawan yang mempunyai kegemaran olah raga menantang (panjat tebing dan arung jeram) dapat mengunjungi obyek wisata Batu Dinding Ranoyapo.

2) Potensi obyek wisata sejarah, seni dan budaya

Masyarakat Sulawesi Utara yang memiliki beraneka ragam seni budaya, peninggalan sejarah dan purbakala dari suku Minahasa, Bantik dan Bolaang Mongondow. Masyarakat Sulawesi Utara mempunyai sifat khusus seperti: ramah tamah, terbuka, spontanitas, gotong royong, kerukunan beragama yang harmonis dan mantap sebagai cermin dari falsafah Pancasila yang merupakan modal dasar yang menunjang pengembangan pariwisata. Disamping itu berkembang pula seni budaya dari masyarakat pendatang yang tumbuh secara harmonis melengkapi daerah ini dengan beraneka ragam sumberdaya wisata budaya.

Pada setiap akhir panen hasil pertanian, masyarakat Minahasa memiliki budaya yang

dikenal dengan ‘Pengucapan”. Pengucapan ini merupakan ungkapan terima-kasih

kepada Sang Pencipta atas segala berkat-Nya, dan sebagai ungkapan syukur seluruh masyarakat membuat masakan dan membawanya ke Gereja untuk makan bersama. Di setiap rumah juga disediakan makanan bagi tamu-tamu yang datang, tanpa membedakan orang yang dikenal atau tidak. Adapun yang menjadi ciri khas makanan pengucapan ini adalah kue Nasi Jaha dan Dodol. Setiap tamu yang akan pulang biasanya akan diberikan kue tersebut. Pengucapan ini sama denganthanks giving.

Adapun potensi wisata agro yang terdapat di daerah ini antara lain, wisata agro Modoinding yang terletak di Kabupaten Minahasa Selatan yang merupakan pusat pengembangan tanaman hortikultura Sulawesi Utara.

4) Potensi obyek wisata buatan.

Bukit Kasih merupakan salah satu obyek wisata buatan yang terkenal di Sulawesi Utara, terletak di desa Kanonang Kab. Miahasa. Obyek wisata ini merupakan kawah gunung Soputan yang telah ditata sebagai obyek wisata ziarah. Di puncak Bukit Doa terdapat tempat ibadah dari 5 (lima) agama yang ada di Indonesia sebagai tanda kerukunan umat beragama di Sulawesi Utara.

Adapun rencana pemerintah dalam kaitannya dengan pembangunan sektor pariwisata daerah ini adalah sebagai berikut:

1) Sasaran untuk pengembangan pariwisata di Provinsi Sulawesi Utara, antara lain:

─Terwujud dan terlaksananya grand design pembangunan pariwisata Sulawesi Utara yang terintegrasi dengan provinsi-provinsi lain dan kawasan regional.

─Tercapainya jumlah kunjungan wisatawan internasional sebanyak 100.000 orang dan wisatawan domestik 300.000.

─Terwujudnya Sulawesi Utara sebagai pusat distribusi (hub) turis di Kawasan Indonesia Timur (KIT).

─Terwujudnya event tahunan pariwisata Sulawesi Utara. 2) Kebijakan

Untuk mewujudkan beberapa sasaran pembangunan industri pariwisata, diperlukan beberapa konsep kebijakan sebagai berikut:

─ Mengutamakan penyusunan grand design pembangunan pariwisata berkelanjutan, bersinergi, dan terintegrasi. Melibatkan secara langsung dan aktif semua pemerintah kabupaten dan kota, serta seluruh stakeholders yang terkait secara langsung, serta harus memperhatikan prioritas pemanfaatan sumber daya untuk pengembangan pariwisata yang tidak ber benturan dengan kepentingan-kepentingan sektor dan institusi lain di luar pariwisata.

─ Mengutamakan pembenahan dan penguatan institusi-institusi pemerintah yang berhubungan langsung dengan pariwisata di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota. Kebijakan ini dapat dilakukan dengan mereposisi dinas pariwisata.

─ Melakukan pembenahan obyek-obyek wisata, infrastruktur dan sarana pendukung, dan keamanan yang terkoordinasi dan terintegrasi antara pemerintah provinsi dan kabupaten dan kota, serta menciptakan obyek-obyek wisata eksotis baru.

─ Memformulasikan dengan jelas strategi untuk menciptakan tambahan penerbangan international dan domestik masuk melalui Bandara International Sam Ratulangi. Peran dan fungsi pemerintah sangat signifikan untuk melakukan koordinasi pembagian tugas dan fungsi semua stakeholder utama seperti Angkasa Pura I, tour operator, perhotelan, perusahaan penerbangan, Dinas Perhubungan, Imigrasi, Bea Cukai, Karantina, Sekuriti, dan Pemda Kabupaten dan Kota, serta menawarkan beberapa penerbangan domestik untuk memposisikan Bandara International Sam Ratulangi sebagai base utama mereka di KIT.

1) Program dan Kegiatan

─ Memprioritaskan penyusunangrand designpariwisata Sulawesi Utara.

─ Mengutamakan kerja sama pembangunan dan promosi pariwisata dengan provinsi-provinsi tetangga dan regional (Gorontalo, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, Maluku, Irian Jaya Barat, Papua, Kaltim dan Provinsi Bali).

─ Memprioritaskan pembenahan, rehabilitasi, dan peran objek-objek wisata yang sudah berkembang, serta membangun objek-objek wisata baru yang eksotis.

─ Memprioritaskan penguatan, insentif, dan pemberdayaan institusi-institusi yang berhubungan langsung dengan kepariwisataan.

─ Mendorong pelaksanaan penguatan dan pemberdayaan SDM yang terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan industri pariwisata.

─ Mengutamakan tersusunnyacalendar eventspariwisata tahunan daerah.

─ Program mendorong peningkatan kerja sama Dinas Pariwisata dengan institusi-institusi bisnis domestik dan internasional untuk melakukan promosi bersama.

─ Mendorong terwujudnya pembukaan North Sulawesi Tourism Information Center di Makassar, Bali, Jakarta, Cebu, Singapura, dan Hongkong, sebagai pusat-pusat promosi pariwisata.

─ Mengutamakan perbaikan dan peningkatan sarana dan prasarana penunjang yang berhubungan langsung dengan objek-objek wisata.

─ Mendorong dan memfasilitasi peningkatan frekuensi penerbangan domestik dan internasional.

─ Pengembangan kebudayaan dan kesenian.

Taman Nasional Buaken

Kawasan Taman Nasional Bunaken adalah kawasan pelestarian alam yang ditetapkan berdasarkan Surat keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 730/Kpts-II/1991 tanggal 15 Oktober 1991 dengan luas 89.065 Ha, memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Taman Nasional Bunaken memiliki 22 desa dengan ± 30.000 penduduk dalam satu wilayah kota, dan tiga Kabupaten (Kota Manado, Kabupaten Minahasa, Kabupaten Minahasa Selatan, dan Minahasa Utara). Wilayah Taman Basional Bunaken bagian utara meliputi dua kecamatan, yaitu

1. Kecamatan Bunaken Kota Manado, terdiri atas tiga pulau yaitu Bunaken, Manado Tua, Siladen dan pesisir kelurahan Molas, Meras, dan Tongkaina.

2. Kecamatan Wori (termasuk Kabupaten Minahasa Utara) terdiri atas Pulau Mantehage, Nain, dan Desa Tiwoho.

Selanjutnya wilayah Taman Nasional Bunaken bagian selatan meliputi dua kecamatan, yaitu:

1. Kecamatan Tombariri Kabupaten Minahasa terdiri atas pesisir Tanjung Kelapa desa Poopoh, Teling, Kumu dan Pinasungkulan.

2. Kecamatan Tatapaan Kabupaten Minahasa Selatan, terdiri atas Desa Arakan, Sondaken, Pungkol, Wawontu;ap dan Popareng.

Penduduk Kawasan Taman Nasional Bunaken umumnya berasal dari suku Sangihe-Talaud, sehingga bahasa sehari-hari adalah bahasa Sangir. Umumnya penduduk beragama Kristen (Protestan), namun demikian terdapat juga suku Bojo dan Gorontalo yang beragama Islam. Sebagian besar masyarakat yang berada di Pulau Manado Tua dan Mantehage bekerja di kebun-kebun kelapa, petani ladang dan perdagangan dan hanya beberapa keluarga yang bekerja sebagai nelayan. Berbeda halnya dengan masyarakat yang berada di Pulau Bunaken, dan Siladen umumnya mereka bekerja sebagai nelayan. Mereka menggunakan alat tangkap

mulai dari pancing, jaring kecil hingga jaring besar yang disebut “soma pajeko” untuk

menangkap ikan cakalang dan tuna ke laut lepas di luar Kawasan Taman Nasional Bunaken. Selanjutnya masyarakat di Pulau Nain pada umumnya bekerja sebagai petani rumput laut dan sebagian lain masyarakat merupakan nelayan skala kecil.

Letak Geografis dan keadaan Iklim

Taman Nasional Bunaken terletak tidak jauh dari Manado, Ibukota Propinsi Sulawesi Utara. Dengan naik perahu motor, jarak Manado dan Pulau Bunaken bisa ditempuh dalam 35 menit. Taman Nasional Bunaken terletak di Provinsi Sulawesi Utara yang secara geografis terbagi menjadi dua wilayah yaitu bagian utara dan bagian selatan. Bagian utara terletak antara 1035’41” – 1032’16’ LU dan 124050’50” - 124049’22,6” BT, terdiri atas lima pulau

(Bunaken, Manado Tua, Siladen, Nain, Mantehage) dan pesisir antara desa Molas sampai Tiwoho yang disebut pesisir Molas – Wori dengan luas 75.265 ha. Bagian selatan terletak antara 1024’0” –1016’44” LU dan 124038’3” –124032’22” BT, seluruhnya terdiri atas pesisir

Desa Poopoh sampai Desa Popareng yang disebut pesisir Arakan-Wawontulap dengan luas 13.800 ha, dengan perincian luas pulau-pulaunya ditunjukkan pada Tabel 7.

Iklim di daerah Taman Nasional Bunaken pada umumnya adalah iklim basah tropik khatulistiwa. Berdasarkan Schmidt dan Ferguson (1951) terdapat dua zona iklim di Taman Nasional Bunaken, yaitu zona A dan zona B. Taman Nasional Bunaken bagian utara merupakan zona A yaitu terdapat 10 atau lebih bulan basah dalam satu tahun, sedangkan Taman Nasional Bunaken bagian selatan merupakan zona B yaitu terdapat tujuh hingga sembilan bulan basah pertahun.

Tabel 7 Luas Lima pulau di Taman Nasional Bunaken

Nama Pulau Luas (ha)

Bunaken 704,33

Siladen 45,34

Manado Tua 1.040,66

Mantehage 726,40

Nain 166,00

Sumber: BKSDA 1996; Metha 1999.

Musim di wilayah Taman Nasional Bunaken terdapat dua musim yaitu musim barat (Oktober-Maret) dan musim timur (Mei-Agustus). Musim barat lebih basah dibandingkan musim timur. Curah hujan rata-rata di kawasan taman nasional Bunaken bagian barat adalah 2.501-3.000 mm/tahun. Suhu rata-rata adalah 270C dengan fluktuasi bulanan ± 10-20C, dengan suhu udara bulanan rata-rata adalah 190C, sedangkan suhu bulanan rata-rata maksimal adalah 340C.

Geologi Kawasan

Sejarah pembentukan daratan Pulau Sulawesi yang memiliki bentuk khas, masih terus diperdebatkan. Namun dapat dipastikan bahwa Pulau Sulawesi, termasuk kawasan Taman Nasional Bunaken, memiliki sejarah geologi yang sangat rumit. Daratan Minahasa di Sulawesi Utara tergolong daratan berusia muda, dengan batuan tertua terbentuk pada Periode Tersier, Zaman Miosen. Pada Zaman Pliosen kegiatan vulkanik di daerah Minahasa berubah sifatnya akibat letusan hebat dan pembentukan kaldera pada kerucut gunung api yang berumur Miosen. Letusan-letusan hebat ini menghasilkan Tufa Tondano yang membentuk topografi yang ada pada daerah yang luas.

Di wilayah Gunung Manembo-nembo (wilayah Arakan-Wawontulap) terdapat batuan yang seusia Tufa Tondano, berupa tufa yang bersifat vulkanik trakit yang sangat lapuk. Sedangkan daerah pesisir mulai dari Desa Poopoh hingga Pulau Tetapaan di Desa Wawontulap terdapat endapan sungai dan tanah alluvium. Bagian timur dari Pulau Bunaken dan seluruh Pulau Mantehage juga terdiri dari alluvium tersebut. Ujung barat Pulau Bunaken, P. Siladen, terumbu yang mengelilingi P. Nain dan P. Mantehage, serta sebelah utara Tanjung

Pisok terbentuk dari batugamping asal terumbu karang (coral limestone). Bahkan di P. Siladen dan Pulau Bunaken terdapat batugamping yang sedikit terangkat. Sedangkan Pulau Manado Tua dan bagian tengah Pulau Bunaken terbentuk pada masa yang sama dengan pembentukan gunung api di rataan Minahasa, termasuk Gunung Klabat, Gunung Lokon, Gunung Mahawu dan Gunung Soputan.

Seperti telah diuraikan di atas, tanah di kawasan Taman Nasional Bunaken sangat beragam sesuai dengan karakteristik geologisnya. Secara ringkas dijelaskan sebagai berikut:

1) Pulau Bunaken

Pulau Bunaken bagian Timur didominasi oleh sistem lahan dataran Alluvial (tifa Alluvium Muda), yang terdiri dari campuran tanah berbatu dan pasir. Sedang Pulau Bunaken bagian Barat, khususnya wilayah desa Alungbanua, didominasi oleh sistem lahan perbukitan, dengan jenis tanah berbatu karang/gamping, dan tanah andesit serta tanah basalt.

2) Pulau Siladen

Pulau Siladen sendiri didominasi oleh sistem lahan pantai, yaitu terdiri dari batuan gamping terumbu karang dan tanah alluvium muda.

3) Pulau Manado Tua

Pulau Manado Tua didominasi oleh sistem lahan pegunungan, yaitu tifa tanah andesit dan tanah basalt (tanah vulkanik muda).

4) Pulau Mantehage

Pulau Mantehage secara keseluruhan memiliki sistem lahan yang sama dengan Pulau Siladen, yaitu sistem lahan pantai yang didominasi oleh tanah alluvium muda.

5) Pulau Nain

Untuk Pulau Nain dibentuk oleh sistem lahan perbukitan, yang banyak dibentuk oleh tanah ber konglomerat kasar, batuan gamping dan tanah alluvium muda.

6) Pesisir Molas-Wori

Daerah pantai sepanjang Desa Molas hingga Desa Tiwoho didominasi oleh sistem lahan rawa pasang surut, yang terbentuk dari batuan gamping terumbu karang.

7) Pesisir Arakan-Wawontulap

Sepanjang pantai Desa Poopoh (Tombariri) hingga desa Wawontulap (Tumpaan) juga didominasi oleh sistem lahan rawa pasang surut. Hanya saja, di daerah ini juga cukup banyak ditemukan sistem lahan endapan sungai, yang membentuk rataan pasir-lumpur yang cukup luas.

Topografi, Batimetri dan Oseanografi

Topografi utama di dalam kawasan Taman Nasional Bunaken adalah sebagai berikut: 1) Pulau Manado Tua (ketinggian ± 800 m) mempunyai bentuk klasik gunung api yang

dilengkapi kawah, dengan kemiringan 250sampai 450

2) Di bagian barat dan tengah Pulau Bunaken (ketinggian ± 71 m) terdapatplateau(dataran tinggi) yang umumnya rata, dengan ketinggian sekitar 50 m dari permukaan laut;

3) Pulau Nain (ketinggian ± 139 m) jika dilihat dari timur atau barat berbentuk “saddle”.

Kemiringan P. Nain sekitar 200 - 400.

4) Pulau Mantehage merupakan pulau yang datar, yang sedang tenggelam. Pulau ini memiliki hutan bakau yang luas, dengan sejumlahjalan air(terusan) di dalamnya.

5) Pulau Siladen pada umumnya merupakan pulau pasir karang tanpa topografi yang berarti.

6) Daerah Arakan-Wowantulap serta Molas-Wori di pesisir utama Sulawesi secara umum merupakan daratan yang terbentuk dari batuan vulkanis.

Batimetri atau kedalaman di perairan kawasan Taman Nasional Bunaken sangat khas dan merupakan salah satu keistimewaan kawasan ini. Di sebelah utara Propinsi Sulawesi Utara tidak terdapat paparan benua (continental shelf), sehingga terjadi pertemuan langsung antara basin dasar laut dengan lereng benua (continental slope). Perairan dalam terdapat di selat-selat antara pulau dengan daratan utama Sulawesi Utara, serta selat-selat antar pulau. Perairan di selat antara pulau Bunaken dan Tanjung Pisok memiliki kedalaman perairan 445 m dan antara Pulau Bunaken dan Pulau Mantehage kedalaman perairannya 687 m. Sebelah barat Mantehage kedalaman laut sudah mencapai 4.000 m, akan tetapi kedalaman rata-rata relatif minimal 200 m.

Oseanografi di Taman nasional Bunaken adalah sebagai berikut:

1) Arus permukaan laut mengalir ke arah timur sepanjang tahun, sejajar dengan pantai utara Sulawesi Utara. Arus lokal yang dimotori pasang surut dan angin sangat kompleks. Pada tempat dan saat tertentu terdapat arus yang kuat (>5 km/jam) dan putaran arus. Berdasarkan penelitian dari Water Sector Technical Cooperation Fund, ditemukan arus yang berlawanan searah jarum jam di teluk Manado dengan kecepatan maksimal 1.12 km/jam yang dimotori pasang surut

2) Suhu permukaan Taman Nasional Bunaken berkisar antara 27 sampai 290C sepanjang tahun; namun demikian suhu di air dangkal (misalnya kolam-kolam/laguna) dapat lebih tinggi (>300C). Menurut Sugiarto 1975 dalam BTNB 2009 disimpulkan bahwa termoklin terdapat diantara kedalaman 100 m (suhu 200C) hingga kedalaman 400 m (suhu 40-90C). Belum diketahui apakah di perairan Taman Nasional Bunaken terdapatupwellingdimana air dingin dari dalam muncul di permukaan laut.

3) Salinitas air laut adalah 33-34 bagian per seribu (per mil), di mana pengaruh air sungai dari daratan sangat kecil.

4) Ombak di Taman Nasional Bunaken jarang melebihi tinggi 1 meter, dan bergelombang pendek-pendek. Namun demikian, pada musim angin barat (November - Februari) bisa terjadi ombak besar, terutama di dekat pantai.

5) Kecerahan air (visibilities) vertikal berkisar antara 10-30 meter dan horizontal juga bisa mencapai 30 meter, bergantung pada faktor lingkungan.

6) Pasang surut di Taman Nasional Bunaken adalah 2,6 meter. Umumnya pola pasang-surut yang dominan adalah semi-diurnal yaitu dua kali pasang dalam satu hari, tetapi ada juga pola diurnal (satu kali pasang dalam satu hari yang dipengaruhi gaya tarik matahari) yang dapat mempengaruhi efek dari semi diurnal.

Lingkungan Laut TNB

Taman Nasional Bunaken tidak memiliki sungai besar, namun demikian sungai Tondano dan Sungai Malalayang kemungkinan bisa memiliki dampak pengotoran atau sedimentasi terhadap ekosistem laut di Taman Nasional Bunaken. Sebagian tempat di Manado Tua dan Siladeng memiliki rataan terumbu yang tipis, kurang dari 100 meter, tapi terumbu di Arakan-Wawontulap mencapai lebar lebih dari 2,5 Km. Kedalaman lereng terumbu berkisar antara 50 - 200 meter, dan bagian laut paling dalam ditemukan antara Pulau Manado Tua dan Pulau Mantehage, yang mencapai 1360 meter. Terdapat lebih dari 8.000 hektar (80 Km2) terumbu karang di Taman Nasional Bunaken, dengan rincian luas terumbu karang per pulau dan wilayah dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Luas terumbu karang per pulau Lokasi Lereng Terumbu Dataran Terumbu Kolam (goba) Total (Ha) Bunaken 26.6 501.0 3.8 531.4 Manado Tua 15.0 284 0 299.3 Mantehage 90.5 1,590.0 129.8 1,810.3 Nain 107.7 1,670.0 375.9 2,153.6 Siladen 5.4 103.6 0 109.0 Tanjung Pisok (Molas-Wori) 20.6 391.3 0 411.9 Arakan Wawontulap 134.8 2,560.4 0 2,695.2 Total 8,010.7

Sumber: Balai Taman Nasional Bunaken 2011

Di wilayah Arakan-Wawontulap, yang memiliki sekitar 1.300 hektar padang lamun. Pulau Mantehage memiliki mangrove yang sangat luas, mencapai 1.453 hektar, demikian juga dengan wilayah Arakan-Wawontulap memiliki mangrove yang luas. Selanjutnya ikan fossil hidup (ikan raja laut, ikan purba), duyung, penyu, buaya, paus, lumba-lumba dan hewan lindung lainnya dapat ditemukan di Taman Nasional Bunaken. Terdapat paling tidak 58 genus (keluarga) karang, dan diperkirakan terdapat 2.000 jenis ikan yang hidup di Taman Nasional Bunaken. Selanjutnya terdapat juga satwa daratan berupa yaki hitam (mancaca nigra) dan tangkasitarsius spectrumdi Gunung Manado Tua.

Ekosistem pesisir yang terdapat di Taman Nasional Bunaken terdiri atas: 1) Ekosistem hutan bakau (mangrove)

Tumbuhan paling umum yang dapat ditemukan di kawasan TNB adalah bakau. Hutan bakau terbesar terdapat di Pulau Mantehage dengan luas 1.453 ha, pesisir Arakan –

Waeontulap dan sebagian pesisir Molas – Tiwoho. Terdapat 29 spesies mangrove yang telah teridentifikasi, dan yang mendominasi adalah jenis lolaro (rhizophora sp), api-api (avicennia sp), dan posi-posi (sonneratia sp).

2) Padang lamun

Padang lamun merupakan habitat penting bagi berbagai organisme pesisir laut. Padang lamun menjadi tempat pembesaran anak ikan karang. Padang lamun juga dijadikan makanan utama bagi satwa duyung.

3) Terumbu karang

Jenis terumbu karang yang utama di kawasan TNB adalah terumbu tepi. Terumbu tepi merupakan terumbu yang tumbuh dan berkembang di sepanjang garis pantai atau sekeliling pulau. Juga terdapat terumbu karang yang mengelompok (napo) di wilayah Arakan–Wawontulap.

Selanjutnya jenis kerawanan gangguan yang sering terjadi di kawasan TNB, baik yang dilakukan oleh masyarakat di dalam kawasan maupun di sekitar kawasan adalah sebagai berikut:

1) Penebangan bakau.

2) Penebangan bakau adalah jenis gangguan yang paling besar terjadi di kawasan TNB 3) Perambahan kawasan.

4) Wilayah perambahan terbesar terjadi di wilayah bagian selatan TNB, dimana perambakan itu dilakukan oleh masyarakat dengan cara menanam pohon kelapa yang lahannya berbatasan dengan kawasan TNB.

6) Kompresor yang digunakan dalam penyelaman, biasanya dalam pengoperasiannya disertai dengan pemakaian racun atau potassium untuk membius ikan. Racun atau potassium inilah yang dapat mengakibatkan kerusakan, bahkan kematian terumbu karang.

7) Potassium atau bori.

8) Potassium digunakan untuk membius ikan dengan cara dilarutkan dalam air, kemudian dimasukkan dalam botol plastik dan disemprotkan pada ikan, atau dengan cara dicampurkan ke dalam umpan berupa ikan kecil dan dilemparkan pada segerombolan ikan.

9) Pengambilan biota laut.

10) Sebagai kawasan konservasi yang juga dimanfaatkan sebagai objek dan daya tarik wisata, pada akhirnya masyarakat melakukan pengambilan kerang (biak) untuk dijadikan hiasan atau barang souvenir.

11) Pukat gorango (hiu).

12) Pukat gorango adalah sejenis jaring penangkapan kan dengan ukuran yang besar. 13) Penangkapan satwa yang dilindungi

14) Penangkapan ini dilakukan oleh masyarakat, baik untuk di konsumsi maupun diperdagangkan.

15) Bom ikan

16) Cara ini dapat mematikan ikan-ikan kecil dan merusak terumbu karang 17) Pelanggaran zonasi

18) Pelanggaran zonasi ini berupa keramba, sero (perangkap ikan), soma paka-paka, dan jubi

19) Pelanggaran PIN

Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat. a. Ekonomi.

Perekonomian masyarakat kawasan TNB pada umumnya ditopang oleh dua pendapatan utamanya yaitu hasil laut dan pertanian. Sektor pertanian terdiri atas pendapatan kopra, pisang dan rumput laut, akan tetapi sedikit masyarakat yang memiliki lahan pertanian sendiri. Umumnya masyarakat di dalam kawasan TNB berstatus petani penggarap atau buruh tani (Survey potensi desa TNB 2009; BTNB 2011). Masyarakat Desa Rap-rap, Sondaken dan Wawontulap banyak yang bekerja sebagai buruh tani di perkebunan coklat PT. Multi raya Ekatama. Adapun hasil laut dari kegiatan perikanan tradisional meliputi ikan-ikan karang, dan pada musim-musim tertentu tangkapan utama dapat berupa ikan-ikan pelagis seperti kembung (deho), cakalang dan ikan terbang. Secara umum teknik penangkapan ikan berupa jaring (soma, landra, pajeko), pancing (noru, funae, tonda, palinggir), perangkap ikan (sero, bubu), panah (jubi), dan pengumpulan moluska di gosong karang (nyare).

Masyarakat Desa Nain, Buhias, dan Tangkasi adalah pengecualian dimana ketiga desa ini masih mengandalakan perekonomian dari sektor hutan, yaitu hasil hutan bakau