• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ecotourism based tourism management (studies of small islands in teh Bunaken Nasional Park)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ecotourism based tourism management (studies of small islands in teh Bunaken Nasional Park)"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOL (STUDI KASUS PULAU

IN

OLAAN WISATA BERBASIS EKOWISATA U-PULAU KECIL DI TAMAN NASIONAL

DIANE TANGIAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2014

TA

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Pengelolaan Wisata Berbasis

Ekowisata (Studi Kasus Pulau-Pulau Kecil di Taman Nasional Bunaken) adalah benar karya

saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun

kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian

Bogor.

Bogor, April 2014

(3)

ABSTRACT

Ecotourism based tourism management (studies of small islands in teh Bunaken Nasional Park). Supervised by D.DJOKOSETIYANTO, KHOLIL, andA. MUNANDAR.

The Bunaken National Parkis aprotected areathathas the beautyandunderwatertourist attraction, and is amainstay ofthe NorthSulawesitourism. The beautyandits appealto attracttourists tovisitthe region, by the domesticand foreign tourists.Economically,havea positive impact oneconomic developmentandwelfare to the local community, howeveronthe other handhave an impacton thedecline inthe quality ofthe environment. It is characterized bythewidespreaddecline in the coral cover, caused bytourismactivityitself. Utilization ofnatural resourcesas anobjectand attractionneeds to be donecarefully, taking into account thebalanceofecological,socio-economic andsocio-cultural. Theconcept ofecotourismis a conceptthat a balance ofthese three aspects, forthemanagement ofthe parktourneeds to be donebased on the conceptof ecotourism. In general, the condition of coral reefs in Bunaken National Park is a good. But some of dive spot conditions are "bad" to "very bad". At the dive spots, diving and snorkeling activities cannot be done. The Bunaken NationalPark touristmanagement modelsimulated by thedynamic systemwiththePowersimConstructor software.The results of simulation showthe number of touristsin 2035reached27152.98,

extensivecoral cover447.87ha, the local community

incomesRp15,834,861,419.63andgovernmentrevenues Rp. 1,751,770,691.04. Furthermore ISM method is used to look at the institutional and strategic management of Bunaken National Park. The sub-elements are developed are the goals, the institutions involved and the strategic program required.

(4)

RINGKASAN

DIANE TANGIAN. Pengelolaan Wisata Berbasis Ekowisata (Studi Kasus Pulau-Pulau Kecil di Taman Nasional Bunaken). Dibimbing oleh D. DJOKOSETIYANTO, KHOLIL, dan A. MUNANDAR.

Taman Nasional Bunaken (TNB) merupakan kawasan konservasi yang memiliki

keindahan dan daya tarik wisata bawah air, dan merupakan andalan pariwisata Sulawesi

Utara.Keindahan dan daya tariknya mampu menarik minat wisatawan untuk mengunjungi

wilayah tersebut, baik wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara. Secara ekonomi

hal ini membawa dampak positif bagi peningkatan perekonomian dan kesejahteraan

masyarakat, namun pada sisi lain memberikan dampak pada penurunan kualitas lingkungan

setempat. Hal ini ditandai dengan semakin menurunnya luas tutupan karang, dan salah satu

penyebabnya adalah aktivitas pariwisata itu sendiri.Untuk itu diperlukan kajian untuk melihat

kondisi karang yang ada dalam menetapkan strategi pengelolaan wisata di TNB.Pengelolaan

wisata TNB perlu dilakukan dengan mengacu pada konsep ekowisata untuk menjamin

keberlanjutannya. Adapun ekowisata merupakan suatu konsep yang di dalamnya

mengandung unsur konservasi, edukasi, etika, sustainable development, impact dan local benefit.

Pengambilan data karang di TNB (bagian utara) yang terdiri atas Pulau Bunaken,

Siladen, Mantehage, Nain dan Manado Tua dilakukan dengan menggunakan teknik manta tow. Secara umum kondisi terumbu karang di Taman Nasional Bunaken masuk dalam kategori baik, tapi pada beberapa titik penyelaman kondisinya masuk dalam kategori “jelek” – “sangat jelek”. Pada titik penyelaman tersebut, kegiatan wisata selam dan snorkeling tidak dapat dilakukan lagi, untuk menghindari terjadi kerusakan karang yang lebih besar lagi.Pada

prakteknya kawasan-kawasan yang sangat rusak biasanya tidak terlalu menarik bagi para

penyelam sehingga fasilitas dan bantuan yang reaktif dari pengelola seperti misalnya

menutup kawasan untuk sementara waktu perlu dilakukan.Kegiatan wisata dapat dialihkan

pada wilayah-wilayah yang masuk dalam kategori “baik” – “sangat baik”, dan untuk wilayah yang masuk dalam kategori “sedang” aktivitas wisata dapat dilakukan namun dalam jumlah terbatas. Pengelolaan ekosistem terumbu karang yang masuk dalam kategori “jelek” – “sangat jelek”dapat dilakukan dengan cara transplantasi atau pencangkokkan karang.

Selanjutnya untuk melihat pengaruh wisatawan terhadapa luas tutupan karang,

pendapatan masyarakat, dan pendapatan pemerintah dilakukan dengan menggunakan sistem

(5)

menurun, sedangkan untuk pendapatan masyarakat dan pemerintah semakin meningkat.Luas

tutupan karang berkurang tahun 2013 adalah 2.925,32 ha, dan pada tahun 2035 menurun

menjadi menjadi 447,87 ha. Selanjutnya untuk pendapatan masyarakat tahun 2013 adalah Rp.

6.064.277.578, dan pada tahun 2035 meningkat menjadiRp.

15.834.861.419sedangkanpendapatan pemerintah pada tahun 2013 Rp. 570.979.000

meningkat menjadi Rp. 1.751.770.691 pada tahun 2035.

Analisis selanjutnya yang dilakukan untuk melihat kelembagaan yaitu dengan

menggunakan metode ISM. Adapun sub elemen yang dikembangkan adalah tujuan yang

ingin dicapai, lembaga yang terlibat, program strategis yang diperlukan, dan kendala utama

program. Sub elemen tujuan yang ingin dicapai langka pertama yang harus dilakukan adalah

melindungi ekosistem terumbu karang sebagai objek dan daya tarik wisata, dan pemanfaatan

potensi objek wisata di dalam dan di luar kawasan karena memiliki tingakat. Sub elemen

lembaga yang terlibat yang menduduki level pertama adalah Dewan Pengelola Taman

Nasional Bunaken, sedangkan program strategi yang diperlukan adalah menetapkan jumlah

kunjungan, selanjutnya yang menjadi kendala utama program adalah rendahnya komitmen

para pelaku yang terlibat.

(6)

© Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)
(8)

PENGELOLAAN WISATA BERBASIS EKOWISATA

(Studi Kasus Pulau-Pulau Kecil di Taman Nasional Bunaken)

DIANE TANGIAN

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Penguji Ujian Tertutup: Dr. Ir. Widiatmana, DEA

Dr. Ir. Kukuh Nirmala, MS

(10)
(11)

Judul Disertasi : Pengelolaan Wisata Berbasis Ekowisata

(Studi Kasus Pulau-Pulau Kecil di Taman Nasional Bunaken)

Nama Mahasiswa : Diane Tangian

NRP : P062090011

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Disetujui oleh 1. Komisis Pembimbing

Prof. Dr. Ir. D. Djokosetiayanto, DEA Ketua

Dr. Ir. Kholil, M.Kom Dr. Ir. Aris Munandar, MS

Anggota Anggota

Diketahi oleh

1. Ketua Program Studi

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS

2. Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah MScAgr

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat kasih

dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Disertasi yang berjudul

PENGELOLAAN WISATA BERBASIS EKOWISATA (Studi Kasus Pulau-Pulau Kecil di Taman Nasional Bunaken).Disertasi ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam pengelolaan wisata di pulau-pulau kecil.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah mengambil

bagian dalam pembuatan Disertasi ini, terutama kepada komisi pembimbing Prof. Dr. Ir. D.

Djokosetiayanto, DEA, Dr. Ir. Kholil, M.Kom, dan Dr. Ir. Aris Munandar, MS yang banyak

memberikan masukan dan saran selama pembuatan Disertasi ini. Masukan dari Bapak/Ibu

sekalian dirasakan sangat membantu penulis dalam merampungkan tulisan ini.Kiranya Tuhan

memberkati kita semua.

Bogor, April 2014

Penulis

(13)
(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 9 Juni 1972 di Minahasa Provinsi Sulawesi Utara. Penulis

adalah anak bungsu dari lima bersaudara dengan Ayah Alfonsus Tangian (Almarhum) dan

Ibu Juliana Mokorimban (Almarhuma). Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di

SDN II Mundung pada tahun 1984, kemudian melanjutkan studi ke SMP Negeri Molompar

dan selesai tahun 1987.Tahun 1990 penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 1

Manado. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi di Universitas Sam Ratulangi

(UNSRAT) Manado, Fakultas Hukum, Jurusan Hukum Perdata dan selesai pada tahun 1995.

Tahun 2001 penulis diangkat sebagai staf pengajar di Politeknik Negeri Manado

Jurusan Pariwisata. Pada tahun 2005 penulis diberikan kesempatan untuk melanjutkan studi

di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB), pada Program Studi Pengelolaan

Sumberdaya Alam dan Lingkungan, dengan beasiswa pendidikan dariKementrian Pendidikan

Nasional Republik Indonesia. Pada tahun 2007 penulis menyelesaikan pendidikan S2. Tahun

2009 penulis diberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan program doktor di

Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB), pada Program Studi Pengelolaan

Sumberdaya Alam dan Lingkungan, dengan beasiswa pendidikan dari Kementrian Pendidikan

(15)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMABR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Kerangka Pemikiran ... 3

Perumusan Masalah ... 4

Tujuan Penelitian ... 5

Manfaat Penelitian ... 5

Novelty ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Batasan Serta Pengertian Pariwisata dan Ekowisata ... 7

Sejarah Munculnya Istilah Ekowisata ... 11

Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Ekowisata ... 12

Taman Nasional, Fungsi dan Sistem Pengelolaannya ... 13

Pengertian Pulau-Pulau Kecil ... 15

Sumberdaya Alam dan Jasa Lingkungan Pulau-Pulau Kecil ... 15

Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil ... 16

Fungsi dan Manfaat Ekosistem Terumbu Karang ... 17

Kerusakan ekosistem terumbu karang akibat kegiatan pariwisata ... 17

Pengertian Sistem ... 18

Sistem Dinamik ... 21

Teknik Pemodelan Interpretasi Struktur (ISM) ... 22

Metode ISM ... 23

Verifikasi dan Validasi Model ... 24

Sistem Informasi Geografis ... 25

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 26

(16)

Pengumpulan Data ... 32

Analisis Data ... 34

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Provinsi Sulawesi Utara ... 38

Taman Nasional Bunaken ... 41

Letak Geografis dan Iklim ... 42

Geologi dan Tanah Kawasan ... 43

Topografi, Batimetri dan Oseanografi ... 45

Lingkungan Laut TNB ... 47

Potensi Bencana Alam ... 49

Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat ... 50

Aksesibilitas Laut ... 54

Kebijakan Pengelolaan Taman Nasional ... 55

Kebijakan Pengelolaan Taman NasionalBunaken ... 56

Pemanfaatan Potensi Kawasan ... 62

KONDISI KARANG DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI OBJEK WISATA Metode dan Analisis Data ... 65

Hasil dan Pembahasan ... 66

Pulau Bunaken ... 68

Pulau Siladen ... 74

Pulau Manado Tua ... 74

Pulau Mantehage ... 78

Pulau Nain ... 80

Aktivitas Pariwisata ... 83

Potensi ODTW sekitar TNB ... 88

Objek Wisata Alam ... 88

Objek Wisata Sejarah ... 91

Objek Wisata Buatan ... 96

Objek Wisata Seni dan Budaya ... 100

MODEL PENGELOLAAN EKOWISATA TAMAN NASIONAL BUNAKEN Metode dan Analisis Data ... 105

(17)

Simulasi Model Pengelolaan Ekowisata TNB ... 106

Simulasi Skenario Model Pengelolaan Ekowisata TNB ... 108

Validasi Model ... 117

KELEMBAGAAN PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL BUNAKEN Metode dan Analisis Data ... 119

Hasil dan Pembahasan ... 119

Tujuan yang Ingin Dicapai ... 119

Lembaga yang Terlibat ... 121

Program Strategi yang Diperlukan ... 124

Kendala Utama Program ... 126

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 131

Saran ... 131

DAFTAR PUSTAKA... 132

(18)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Pendapat Pakar ... 30

2. Jenis Data, Alat yang Dibutuhkan dan Metode Pengumpulan Data... 32

3. Persentase Penutupan Sebagai Penduga Kondisi Terumbu Karang ... 34

4. Stakeholder yang Terlibat... 35

5. Luas Lima Pulau di TNB ... 43

6. Luas Terumbu Karang per Pulau ... 47

7. Potensi Bencana Alam di TNB ... 50

8. Kondisi Kependudukan ... 51

9. Kategori Penilaian Karang ... 67

10. Kategori Karang pada Titik Penyelaman ... 81

11. Kondisi Existing dan Kondisi yang Diharapkan ... 87

12. Hasil Simulasi Jumlah Kunjungan Wisatawan ... 112

13. Hasil Simulasi Luas Tutupan Karang ... 114

14. Hasil Simulasi Pendapatan Masyarakat ... 116

15. Hasil Simulasi Pendapatan Pemerintah ... 117

16. Hasil Uji Validasi AME ... 118

17. Hasil Uji Validasi AVE ... 118

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Bagan Alir Kerangka Pikir ... 6

2. Diskriminan Keunggulan Ekowisata Terhadap Pariwisata ... 11

3. Tiga Pilar Sistem Manajemen Lingkungan ... 11

4. Pengertian Sistem ... 19

5. Proses Transformasi Input Menjadi Output ... 19

6. Tahap Pendekatan Sistem ... 20

7. Diagram Kotak Gelap ... 21

8. Peta Lokasi Penelitian ... 27

(19)

10. Diagram Sebab Akibat ... 36

11. Diagram Kotak Gelap ... 37

12. Teknik Manta Taw ... 65

13. Kondisi Karang di Lima Pulau TNB ... 68

14. Peta Kondisi Karang Pulau Bunaken dan Siladen ... 71

15. Peta Kondisi Karang Pulau Manado Tua ... 77

16. Peta Kondisi Karang Pulau Mantehage ... 79

17. Peta Kondisi Karang Pulau Nain ... 82

18. Kerusakan Karang Akibat Aktivitas Pariwisata ... 83

19. Jumlah Kunjungan Wisatawan 2011 ... 85

20. Jumlah Kunjungan Wisatawan 2009-2011 ... 85

21. Perbandingan Tutupan Karang ... 86

22. Daya Tarik Pantai Malalayang ... 89

23. Rumah Makan Terapung ... 89

24. Pemandangan Kota Manado ... 90

25. Pemandangan Air Terjun ... 90

26. Waruga ... 91

27. Batu Sumanti ... 92

28. Goa Jepang ... 93

29. Tari Kabasaran ... 100

30. Tari Maengket ... 101

31. Struktur Model Dinamik Pengelolaan Ekowisata TNB ... 107

32. Simulasi Skenario Pengelolaan Ekowisata TNB ... 111

33. Struktur Hirarki Sub Elemen Tujuan ... 120

34. Matriks Driver Power–Dependence untuk Sub Elemen Tujuan ... 121

35. Struktur Hirarki Sub Elemen Lembaga ... 122

36. Matriks Driver Power–Dependence untuk Sub Elemen Lembaga ... 123

37. Struktur Hirarki Sub Elemen Strategi ... 124

38. Matriks Driver Power–Dependence Sub Elemen Strategi ... 125

39. Struktur Hirarki Sub Elemen Kendala Utama Program ... 126

40. Matriks Driver Power–Dependence Sub Elemen Kendala Utama Program ... 128

(20)

I. PENDAHULUAN Latar Belakang.

Pariwisata merupakan salah satu industri yang mampu meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian, yaitu dengan memperdayakan semua aspek yang terkait industri pariwisata itu sendiri. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan ranking devisa pariwisata terhadap 10 ekspor barang terbesar pada tahun 2011 menempati ranking ke lima dengan total mencapai 8.554,40 juta US$. Selanjutnya Kepala Badan Pusat Statistik Suryamin mengemukakan bahwa pada tahun 2012 devisa pariwisata mencapai 9,1 miliar dollar AS atau naik 5,81 persen dibandingkan tahun 2011. Secara kumulatif selama Januari-Desember 2012, jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia mencapai 8.044.462 orang, yang berarti meningkat 5,16 persen dibandingkan jumlah kunjungan wisman pada periode yang sama tahun 2011.

Menyadari peluang industri pariwisata sangat menjanjikan untuk perkembangan ekonomi, setiap negara masing-masing mempromosikan objek dan daya tarik wisata dengan tujuan untuk menarik minat wisatawan untuk mengunjunginya. Diperkirakan dalam waktu sepuluh tahun ke depan wisatawan dari ekonomi APEC (Asia-Pacific Economic Cooperation) akan tumbuh rata-rata sebanyak 4,7% pertahun dan itu merupakan 3,9 % dari seluruh ekspor APEC, atau pada kisaran 750 miliar dolar AS. Jadi pariwisata telah menjadi 'komoditi ekspor' utama APEC. Di tahun 2011 sektor perjalanan dan wisata (travel & tourism) memberikan sumbangan devisa sebanyak 8,3% dari seluruh GDP, atau senilai 3,22 triliun dolar AS.

Pariwisata ditinjau dari segi ekonomi saat ini mengalami kemajuan dengan ditandai semakin banyak jumlah kunjungan wisatawan, maka semakin besar pendapat yang diperoleh. Akan tetapi pariwisata juga dapat menimbulkan dampak negatif berupa kerusakan lingkungan dan terganggunya budaya masyarakat lokal. Dampak negatif dari pariwisata terhadap kerusakan lingkungan disebabkan karena rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat sekitar dan wisatawan, juga disebabkan karena lemahnya manajemen dan peran pemerintah dalam mendorong upaya konservasi dan tindakan yang tegas dalam mengatur masalah kerusakan lingkungan (Satria, 2009).

Taman Nasional Bunaken (TNB) merupakan salah satu kawasan konservasi yang dijadikan sebagai obyek dan daya tarik wisata, yang memiliki keindahan dan daya tarik sumberdaya bawah laut. Total luas kawasan ± 89.065 ha sesuai dengan SK Menhut No. 730/Kpts-II/1991 dengan kondisi morfologi sedikit bergelombang, dan merupakan salah satu Taman Laut terindah di dunia. Sebagian besar wilayah pantainya terdiri dari hutan bakau dan pasir putih. Sebelum tahun 1986, kawasan Bunaken telah ditunjuk oleh Pemda Sulawesi Utara sebagai daerah obyek wisata. Kawasan ini dikelilingi oleh 22 desa dengan jumlah penduduk sekitar 30.000 jiwa. Keberadaannya sangat mendukung industri pariwisata dan merupakan sumber pendapatan daerah yang cukup besar di Sulawesi Utara.

(21)

(Coelacanth). Selain itu juga terdapat terumbu karang baik yang lunak maupun keras dengan membentuk dinding yang terjal, dengan beraneka macam dan warna karang.

Permasalahan yang terjadi saat ini adalah TNB telah mengalami degradasi lingkungan, hal ini teridentifikasi dari berkurangnya lahan tutupan karang. Terjadinya degradasi tersebut antara lain disebabkan oleh aktivitas pariwisata itu sendiri. Saat ini kegiatan wisata pada umumnya hanya terpusat pada Pulau Bunaken saja, sehingga tekanan yang ditimbulkan pada lingkungan tersebut menjadi semakin meningkat. Menurut Turak (2004) pengunjung di Taman Nasional Bunaken semakin banyak yang beralih ke kegiatan rekreasi menyelam, dan hal ini menyebabkan degradasi tutupan karang semakin jelas terlihat.

Penurunan persentase tutupan karang hidup secara drastis terjadi pada kedalaman 3 m. Jika dibandingkan tutupan karang yang di survei oleh Balai Taman Nasional Bunaken (BTNB) dan Natural Resort Management (NRM) pada tahun 1998 dengan hasil kegiatan monitoring BTNB tahun 2010, dimana luas tutupan karang tahun 1998 72,1% menjadi 33,24% pada tahun 2010. Duttonet al.(2004) dalam Supit (2007), menyatakan bahwa peningkatan kegiatan manusia dalam pemanfaatan ekosistem terumbu karang dapat menyebabkan kerusakan pada ekosistem terumbu karang itu sendiri. Untuk itu dalam upaya pemanfaatan sumberdaya alam sebagai objek dan daya tarik wisata, memerlukan suatu perencanaan pengelolaan secara hati-hati karena dapat berdampak pada kerusakan lingkungan. Pariwisata sebagai industri harus benar-benar mempunyai perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang baik, sehingga dampak negatif dari pariwisata dapat ditoleransi (Mangkudilaga, 2000).

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, pengelolaan wisata Taman Nasional Bunaken hendaknya dilakukan dengan mengacu pada konsep ekowisata, sehingga pariwisata secara berkelanjutan dapat terwujud. Pengembangan kebijakan pariwisata berkelanjutan bisa menjadi cara yang berguna untuk mendorong bentuk-bentuk bisnis baru, meningkatkan lapangan kerja dan mempromosikan konservasi (Castellani dan Sala, 2010). Pengembangan pariwisata berkelanjutan harus berdasarkan analisis aktual mengenai potensi lingkungan, sosial budaya dan sosial ekonomi yang dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal (Rydin et al, 2003).

Ekowisata adalah bagian dari pariwisata berkelanjutan (Wight 1993). Adapun ekowisata merupakan suatu konsep yang telah mengakomodasi tourism demand dan tourism supply, dimana hal tersebut terlihat dalam enam unsur yang mengikuti konsep ekowisata yaitu : konservasi, edukasi, etika, sustainable development, impact dan local benefit (McIntosh et al., 1995). Adapun yang menjadi batasan ekowisata meliputi: pengembangan dan penyelenggaraan kegiatan berbasis pemanfaatan lingkungan untuk perlindungan, berintikan partisipasi aktif masyarakat, penyajian produk bermuatan pendidikan dan pembelajaran, berdampak negatif minimum, dan memberikan kontribusi positif terhadap pembangunan perekonomian daerah (Sekartjakrarini dan Legoh, 2004).

(22)

Kerangka Pemikiran

Taman Nasional Bunaken (TNB) merupakan perwakilan ekosistem perairan tropis Indonesia yang terdiri atas ekosistem hutan bakau, padang lamun, terumbu karang, dan ekosistem daratan/pesisir. Kekayaan dan daya tarik wisata yang dimiliki TNB menjadikan TNB dikenal dunia dan merupakan andalan pariwisata Sulut. Permasalahan yang terjadi saat ini adalah terjadinya degradasi lingkungan, hal ini teridentifikasi dari berkurangnya luas tutupan karang serta berkurangnya spesies ikan. Salah satu penyebabnya adalah kegiatan pariwisata itu sendiri, baik yang dilakukan oleh wisatawan, pemandu, pelaku industri pariwisata itu sendiri, dan sistem pengelolaan kawasan yang belum optimal.

Pemanfaatan sumberdaya alam sebagai obyek dan daya tarik wisata memerlukan suatu perencanaan sangat hati-hati karena dapat berdampak pada kerusakan lingkungan setempat. Dampak negatif tersebut sering muncul sebagai dampak lanjutan dari pengembangan pariwisata yang tidak direncanakan secara tepat dan benar. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Smith, dimana, pencemaran pantai, erosi dan kerusakan pantai, gangguan budaya, dan dominasi wisatawan pada areal pantai adalah beberapa perubahan yang terjadi pada pengembangan pariwisata di pantai tropis yang tidak terencana (Smith 1992; Gunn 1994). Untuk itu pengelolaan wisata TNB harus mengacu pada konsep ekowisata untuk menjamin keberlangsungan. Adapun tahap-tahap yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Melakukan studi literatur.

2) Melakukan kajian terhadap kondisi karang TNB untuk kepentingan ekowisata. 3) Melakukan kajian dampak ekowisata terhadap lingkungan, sosial ekonomi dan sosial

budaya.

4) Merumuskan model pengelolaan wisata yang mendukung konservasi TNB untuk tercapainya pariwisata berkelanjutan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada bagan alir kerangka pikir (Gambar 1).

Perumusan Masalah.

Degradasi lingkungan wisata TNB yang teridentifikasi dengan berkurangnya lahan tutupan karang, menggambarkan bahwa pengelolaan wisata TNB belum dilakukan secara optimal. Pemanfaatan objek dan daya tarik wisata saat ini hanya terpusat pada Pulau Bunaken saja, menyebabkan tekanan terhadap lingkungan setempat semakin tinggi. Untuk itu perlu dibuat model pengelolaan wisata TNB dengan mengacu pada konsep ekowisata. Pada pengelolaan saat ini beberapa hal yang menyebabkan kurang optimalnya pengelolaan pariwisata TNB adalah:

1) Kebijakan pengelolaan wisata kawasan TNB kurang mengedepankan segi konservasi. 2) Belum optimal pemanfaatan obyek-obyek wisata yang ada, sehingga kegiatan wisata

hanya terpusat pada obyek wisata tertentu saja.

3) Pemanfaatan kawasan hanya mengedepankan dari segi ekonomi.

(23)

1) Memetakan kondisi karang untuk melihat peruntukan kawasan.

2) Mengetahui dampak ekowisata terhadap lingkungan, sosial ekonomi, dan sosial budaya.

3) Membuat model pengelolaan wisata Taman Nasional Bunaken yang berkelanjutan.

Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah:

1) Sebagai alternatif kebijakan dalam pengelolaan ekowisata TNB.

2) Sebagai masukan bagi para pemangku kebijakan terkait pengelolaan ekowisata TNB. 3) Sebagai masukan untuk tercapainya pariwisata berkelanjutan.

Novelty

(24)

Gambar 1. Bagan alir kerangka pikir.

Terumbu Karang Padang Lamun

Mangrove

Sumber Daya Ikan

Pariwisata

Adat Istiadat Budaya Kesenian

Degradasi

EKOLOGI SOSEK SOSBUD

MODEL PENGELOLAAN TNB

KEBIJAKAN

Feedback

TAMAN NASIONAL BUNAKEN

(25)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Pariwisata dan Ekowisata Batasan Serta Pengertian Pariwisata dan Ekowisata

Pariwisata adalah pergerakan temporer wisatawan ke obyek dan daya tarik wisata (ODTW) di luar tempat mereka tinggal dan bekerja. Selama tinggal di ODTW tersebut mereka melakukan kegiatan rekreasi di tempat yang terdapat fasilitas akomodasi untuk memenuhi kebutuhan mereka (Mathieson dan Wall, 1982). Program pariwisata yang dikenal dengan slogan ”Sapta Pesona Pariwisata Indonesia” diusahakan perwujudannya, sehingga mampu menumbuhkan pesona yang dapat dinikmati oleh wisatawan. Sapta Pesona Pariwisata Indonesia bertujuan mewujudkan suasana aman, ketertiban lingkungan, kesejukan, lingkungan bersih, keramahan masyarakat, dan kenangan indah bagi wisatawan (Fandeli, 1995).

Cooper et al. (1999) mendefinisikan pariwisata dari dua sisi demanddan supply. Definisi pariwisata biasanya lebih berorientasi pada sisi demand daripada sisi supply (Gambar 2).

Gambar 2 Pariwisata dari sisidemanddansupply(Cooperet al, 1999).

Adapun ekowisata merupakan suatu konsep yang telah mengakomodasi tourism demand dan tourism supply, dimana hal tersebut terlihat dalam enam unsur yang mengikuti konsep ekowisata yaitu : konservasi, edukasi, etika, sustainable development, impact dan local benefit. Sedangkan jika dilihat konsep pariwisata dari sisi demand, sangat dipengaruhi oleh situasi ruang dan waktu. Dengan berbagai motivasi yang mengikutinya (McIntosh et al., 1995) yang meliputi :

Fisik : motivasi terkait dengan aktivitas yang bertujuan untuk mengurangi tekanan fisik (penyegaran pikiran, kesehatan dan ketenangan)

Budaya : motivasi untuk melihat, mengetahui lebih banyak mengenai budaya lain, gaya hidup, musik, seni dan dansa.

(26)

Antar-orang : motivasi untuk mendapat pengalaman baru yang berbeda seperti ; bertemu dengan orang baru, teman dan relasi.

Status atauprestise : motivasi untuk mengunjungi ODTW yang masih alami dan mengandung unsur pendidikan atau interpretasi.

Perilaku wisatawan saat ini telah berubah dimana wisatawan lebih memilih ODTW yang bernuansa alami. Mayoritas wisatawan sekarang ini menginginkan pariwisata yang bersifat rekreasi plus, yaitu dalam bentuk: 1) mendapatkan pengalaman berwisata dalam suasana yang merefleksikan keunikan lingkungan setempat dan terpelihara secara lestari, 2) interaksi aktif dengan masyarakat setempat untuk mengenal lebih jauh tentang budaya, adat istiadat, tradisi dan nilai-nilai sosial masyarakat (Sekartjakrarini, 2004). Kedua bentuk ini selain untuk memenuhi hasrat untuk memperoleh pengalaman berwisata yang khas tidak dijumpai di tempat lain, juga dimaksudkan sebagai pembelajaran (faktor interpretasi) untuk lebih memahami nilai-nilai lingkungan dari tempat yang dikunjungi. Menurut Cooper et al (1999) keputusan wisatawan untuk berwisata ditentukan oleh waktu luang, dana dan perilaku wisatawan itu, sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku wisatawan meliputi: promosi, persepsi resiko berwisata dan motivasi.

Jika dilihat dari sisi supply, faktor-faktor pariwisata mencakup; transportasi, atraksi, akomodasi, pelayanan, informasi, promosi, sosial budaya, daya dukung, destinasi, dampak fisik lingkungan, kebijakan dan kelembagaan. Dari pemaparan tentang persepsi pariwisata dari sisi demand dan supply menunjukkan bahwa faktor interpretasi merupakan faktor penunjang pariwisata yang perlu di kembangkan untuk menunjang produk pariwisata. Adapun ekowisata itu merupakan bentuk wisata yang bertanggung jawab terhadap kelestarian area yang masih alami (natural area), memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat setempat (Fandeli dan Muklison, 1998). Ekowisata adalah bentuk baru dari perjalanan bertanggung jawab ke arah alami dan berpetualang yang dapat menciptakan industri pariwisata (Eplerwood, 1999).

Pengertian baru ekowisata berdasarkan hasil kajian dari 45 pakar, terdiri dari 31 pakar mancanegara dan 14 pakar nasional mengindikasikan ada tiga kelompok ekowisata (Hengky, 2006) yaitu:

1. Tahun 1987-1990 menitik beratkan pada mengurangi dampak negatif lingkungan, destinasi dan motivasi wisatawan.

2. Tahun 1991-2000 menekankan pada mengurangi dampak negatif lingkungan, penghasilan masyarakat lokal, perjalanan yang bertanggung jawab dan budaya. 3. Tahun 2001-2005 menitik beratkan pada mengurangi dampak negatif lingkungan,

sustainable developmentdan penghasilan masyarakat lokal.

(27)

bukit, bentang alam, dan kuatnya komponen budaya umumnya akan lebih menarik minat wisatawan ekowisata (Anderson, 2001)

Berdasarkan konsep ekowisata ada beberapa kegiatan yang dapat dijadikan dasar untuk menyatakan bahwa sebuah kegiatan dapat dikategorikan sebagai ekowisata (Justiano, 1998), yaitu:

1. Kegiatan hanya dilakukan oleh grup wisata yang kecil.

2. Mempekerjakan penduduk lokal dalam bentuk kegiatan wisata tersebut. 3. Mempromosikan pendidikan lingkungan.

4. Membayar biaya masuk untuk melihat keindahan alam yang ada.

5. Melarang para wisatawan untuk membuang sampah serta mempromosikan kebersihan lingkungan.

6. Melarang para wisatawan untuk merusak tanaman dan membunuh hewan. 7. Tidak menggunakan kendaraan untuk melakukan wisata.

8. Melarang untuk memakan dan memberikan daging hewan liar.

The Ecotourism Society (Eplerwood 1999) menyebutkan ada delapan prinsip ekowisata, yaitu:

1. Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap alam dan budaya, pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan sifat dan karakter alam dan budaya setempat.

2. Pendidikan konservasi lingkungan. Mendidik wisatawan dan masyarakat setempat akan pentingnya arti konservasi. Proses pendidikan ini dapat dilakukan langsung di alam.

3. Pendapatan langsung untuk kawasan. Mengatur agar kawasan yang digunakan untuk ekowisata dan manajemen pengelolaan kawasan pelestarian dapat menerima langsung penghasilan atau pendapatan. Retribusi dan conservation tax dapat dipergunakan secara langsung untuk membina, melestarikan dan meningkatkan kualitas kawasan pelestarian alam.

4. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan. Masyarakat diajak dalam merencanakan pengembangan ekowisata, demikian pula di dalam pengawasan peran masyarakat di harapkan ikut secara aktif.

5. Penghasilan masyarakat. Keuntungan secara nyata terhadap ekonomi masyarakat dari kegiatan ekowisata mendorong masyarakat menjaga kelestarian kawasan alam. 6. Menjaga keharmonisan dengan alam. Semua upaya pengembangan termasuk

pengembangan fasilitas dan utilitas harus tetap menjaga keharmonisan dengan alam. Apabila ada upaya disharmonize dengan alam akan merusak produk wisata ekologis ini. Menghindari sejauh mungkin penggunaan minyak, mengkonservasi flora dan fauna serta menjaga keaslian budaya masyarakat.

7. Daya dukung lingkungan. Pada umumnya lingkungan alam mempunyai daya dukung yang lebih rendah dengan daya dukung kawasan buatan. Meskipun mungkin permintaan sangat banyak, tetapi daya dukunglah yang membatasi.

8. Peluang penghasilan pada porsi yang besar terhadap negara. Apabila suatu kawasan pelestarian dikembangkan untuk ekowisata, maka devisa dan belanja wisatawan didorong sebesar-besarnya dinikmati oleh negara atau negara bagian atau pemerintah daerah setempat.

(28)

karakteristiknya. Karakteristik ekowisata lebih ke arah primitif dan alami, sedangkan karakteristik pariwisata lebih ke arah hiburan (Wight, 1995a).

Primitif Alami (ekowisata)

Hiburan

(Pariwisata masal)

Gambar 3 Diskriminan keunggulan ekowisata terhadap pariwisata (Crosseley dan Lee, 1994)

Dilihat dari bentuk kegiatannya, ekowisata tampaknya tidak berbeda dari kegiatan wisata alam biasa. Dalam pengembangan dan penyelenggaraan kegiatan ekowisata, kepedulian, tanggung-jawab, dan komitmen tersebut harus diwujudkan dengan berpegang teguh pada prinsip dan kriteria-kriteria pengembangan ekowisata.

Sejarah Munculnya Istilah Ekowisata

Pariwisata merupakan salah satu industri terbesar di dunia dan World Travel and Tourism Council 2006 menyebutkan bahwa sektor pariwisata memiliki pertumbuhan yang sangat besar, yaitu 4% per-tahun dan menyumbang sebesar 11,6% pada GNB dunia. Namun demikian, kebijakan pembangunan pariwisata yang telah dilakukan lebih mengutamakan manfaat ekonomi sehingga mengakibatkan terabaikannya pelestarian lingkungan dan terpinggirkannya penduduk lokal (Lindberg, 1995).

Degradasi lingkungan seperti berkurangnya keragaman hayati dapat terjadi sebagai akibat dari pembangunan berbagai sarana akomodasi, transportasi dan perilaku wisatawan yang kurang ramah terhadap lingkungan. Selain itu pelaku industri pariwisata pada umumnya didominasi oleh pengusaha sedangkan penduduk lokal pada banyak kasus hanya menjadi pihak yang menjual tanah, tenaga dan lainnya untuk kepentingan pengusaha dan kemudian mereka termajinalkan. Keadaan ini mendorong timbulnya kesadaran untuk mengembangkan pariwisata yang ramah terhadap lingkungan (ecological friendly) dan peningkatan perekonomian masyarakat lokal, sehingga terjadi kesetaraan ekonomi bagi penduduk lokal dengan pengusaha wisata.

Istilah ekowisata mulai diperkenalkan pada tahun 1987 oleh Hector Ceballos Lascurain, setelah itu beberapa pakar mendefinisikan ekowisata yang masing-masing meninjau dari sudut pandang yang berbeda. Definisi ekowisata menurut The Ecotourism Society (1990) sebagai berikut; ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata kearah alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Perjalanan mengeksplorasi yang ingin mengetahui keadaan di benua lain telah dilakukan oleh Marcopollo, Washington,Wallacea, Weber, Junghuhn, dan Van Sreines dan masih banyak yang lain

Karakteristik

1. Lokasi yang leluasa, jauh, dan bebas dari aktivitas

2. Melihat tumbuhan, hewan, margasatwa dan alami

3. Penduduk asli, seni dan budaya

4. Benefit bagi masyarakat setempat

5. Tantangan fisik

6. Tempat belanja dan tempat makan yang baik

7. Atraksi populer

(29)

merupakan awal perjalanan antar pulau dan antar benua yang penuh dengan tantangan. Paraadventurer ini melakukan perjalanan ke alam yang merupakan awal dari perjalanan ekowisata. Indonesia sebagai negara megabiodiversitynomor dua di dunia, telah dikenal memiliki kekayaan alam, flora dan fauna yang sangat tinggi. Para explorer dari dunia barat maupun timur telah mengunjungi Indonesia pada abad lima belas yang lalu.

Taman nasional, Fungsi dan Sistem Pengelolaannya

Definisi taman nasional Indonesia yang dinyatakan dalam UU no 5/1990 tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya adalah “kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi dan dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya, pariwisata

dan rekreasi”.

Taman nasional awalnya dibentuk dengan tujuan sebagai penyangga kawasan produktif untuk menjaga keseimbangan ekologis suatu wilayah regional agar tetap terjaga. Penetapan kawasan taman nasional biasanya dilakukan pada lahan-lahan marginal yang tidak atau belum terjangkau oleh pembangunan intensif. Menurut MacKinnonet al.(1992), dasar untuk menetapkan suatu kawasan sebagai Taman nasional adalah: 1) Kharakteristik atau keunikan ekosistem, 2) Mempunyai keanekaragaman spesies atau spesies khusus yang ‘bernilai’, 3) Mempunyai lansekap dengan ciri geofisik

atau estetik yang ‘bernilai’, 4) Mempunyai fungsi perlindungan hidrologi (tanah, air,

iklim lokal), 5) Mempunyai sarana untuk rekreasi alam dan kegiatan wisata, dan 6) Mempunyai tempat peninggalan budaya yang tinggi (candi, peninggalan purbakala dan lain sebagainya).

Adapun fungsi taman nasional sangat beraneka ragam untuk memenuhi kebutuhan manusia terutama kaitannya yang relevan dengan tujuan pembangunan ekonomi, sosial dan pengelolaan lingkungan antara lain berupa: 1) Pemeliharaan contoh yang memiliki unit-unit biotik utama untuk melestarikan fungsinya dalam ekosistem, 2) Pemeliharaan keragaman ekologi dan hukum lingkungan, 3) Pemeliharaan sumberdaya genetika, 4) Pemeliharaan obyek, struktur dan tapak warisan kebudayaan, 5) Perlindungan keindahan panorama alam, 6) Penyediaan fasilitas pendidikan, penelitian dan pemantauan lingkungan dalam areal alamiah, 7) Penyediaan fasilitas rekreasi dan turisme, 8) Pendukung pembangunan dan pengembangan daerah pedesaan serta penggunaan lahan marginal secara rasional, 9) Pemeliharaan produksi daerah aliran sungai, dan 10) Pengendalian erosi dan sedimentasi serta melindungi investasi daerah hilir (Miller, 1978 dalam Abbas, 2005).

(30)

dalam taman nasional yakni kawasan hutan yang berperan atau berfungsi sebagai pelindung daerah inti dari perusakan, fungsinya hanya sebagai kawasan lindung.

Tujuan perencanaan taman nasional sendiri relatif luas dan mencakup kegiatan yang beraneka ragam seringkali merepotkan organisasi pengelola taman nasional. Akibatnya seringkali pengelola tidak mungkin untuk melaksanakan sendiri seluruh kegiatan yang menjadi tujuan perencanaan tersebut karena berbagai macam keterbatasan. Untuk menunjang keberhasilannya, maka partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan.

Pulau-Pulau Kecil. Pengertian Pulau-Pulau Kecil

Menurut Undang-undang No. 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil definisi Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2000 km2 (dua ribu kilometer persegi) beserta kesatuan ekosistemnya. Berdasarkan karakteristik pulau-pulau kecil juga diartikan sebagai wilayah daratan yang terbentuk secara alamiah yang dikelilingi oleh air laut dan selalu berada di atas permukaan air pada waktu air pasang.

Briguglio (1995) menyatakan bahwa karakteristik pulau-pulau kecil adalah secara ekologis terpisah dari pulau induknya (mainland island), memiliki batas fisik yang jelas dan terpencil dari habitat pulau induk, sehingga bersifat insular; mempunyai sejumlah besar jenis endemik dan keanekaragaman yang tipikal dan bernilai tinggi; tidak mampu mempengaruhi hidroklimat; memiliki daerah tangkapan air (catchment area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran air permukaan dan sedimen masuk ke laut serta dari segi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat pulau-pulau kecil bersifat khas dibandingkan dengan pulau induknya.

1. Ada tiga kriteria yang dapat digunakan dalam membuat batasan pulau kecil yaitu : Batasan fisik (luas pulau).

2. Batasan ekologis (proporsi spesies endemik dan terisolasi). 3. Keunikan budaya.

Selain ketiga kriteria tersebut, terdapat indikasi besar-kecilnya pulau terlihat dari kemandirian penduduknya dalam memenuhi kebutuhan pokok (Dahuriet al2004).

Sumberdaya alam dan Jasa Lingkungan Pulau-Pulau Kecil

Kawasan pulau-pulau kecil menyediakan sumberdaya alam yang produktif baik sebagai sumber pangan dari kekayaan ekosistemnya, seperti ekosistem mangrove, lamun, dan terumbu karang, beserta biota yang hidup di dalamnya. Disamping itu pula menjadi media komunikasi, kawasan rekreasi, pariwisata, konservasi, dan jenis pemanfaatan lainnya (Dahuri 2002). Ekosistem pulau-pulau kecil juga memiliki peran dan fungsi yang dapat menentukan bukan saja bagi kesinambungan pembangunan ekonomi, tetapi juga bagi kelangsungan hidup umat manusia.

(31)

kelangsungan kehidupan di pulau-pulau kecil. Oleh karena itu pemanfaatan sumberdaya di kawasan tersebut mestinya secara seimbang dibarengi dengan upaya konservasi, sehingga dapat berlangsung secara optimal dan berkelanjutan.

Pemanfaatan pulau-pulau kecil

Perhatian pengelolaan pulau-pulau kecil di Indonesia baru dimulai sejak berdirinya Departemen Kelautan dan Perikanan. Pengelolaannya pun tidak akan sama untuk seluruh Indonesia, tetapi disesuaikan dengan latar geografisnya, karakter ekosistem, dan sosial budaya masyarakat setempat. Ada beberapa hal yang menjadi dasar bagi penzonasian untuk pemanfaatan pulau-pulau kecil (Bengen 2002), yaitu :

1) Ukurannya yang sangat kecil, sehingga sumberdaya lahan menjadi sangat penting. 2) Ketersediaan air tawar yang sangat terbatas, sehingga sering menjadi faktor penentu

yang membatasi daya dukung pulau.

3) Tingkat kerentanan yang tinggi terutama oleh pengaruh eksternal (pencemaran, sampah, dan lain-lain).

4) Tekanan penduduk yang besar dalam eksploitasi sumberdaya. 5) Tuntutan pertumbuhan ekonomi.

6) Ketidak serasi pemanfaatan dan adanya konflik pemanfaatan.

Pemanfaatan sumberdaya pulau-pulau kecil harus dicapai melalui pemberdayaan masyarakat (community based management). Artinya, memberi perhatian utama pada masyarakat yang mendiami pulau-pulau kecil tersebut, sebab mereka merupakan bagian dari sistem yang ada. Lebih jauh lagi Fauzi (2002), menyatakan bahwa kebijakan menyangkut pulau-pulau kecil pada dasarnya haruslah berbasiskan kondisi dan karakteristik biogeo- fisik serta sosial ekonomi masyarakatnya, mengingat peran dan fungsi kawasan tersebut sangat penting baik bagi kehidupan ekosistem sekitar maupun bagi kehidupan ekosistem daratan (mainland). Maksudnya agar sumberdaya tersebut dapat dimanfaatkan secara terus menerus. Salah satu cara yang diterapkan adalah menetapkan Daerah Perlindungan laut (DPL), dengan maksud : perlindungan sumberdaya perikanan, pelestarian genetik dan plasma nutfah serta mencegah rusaknya bentang alam (Salmet al2000).

Ekosistem terumbu karang Fungsi dan manfaat ekosistem terumbu karang

Komponen penting di suatu terumbu karang adalah hewan karang, baik karang batu maupun karang lunak. Disamping itu sangat banyak spesies biota yang hidupnya mempunyai kaitan erat dengan hewan karang ini. Kesemuanya ini terjalin dalam hubungan fungsional dalam satu ekosistem de dikenal dengan ekosistem terumbu karang. Sebagai ekosistem yang ada di pesisir maupun laut, terumbu karang memiliki fungsi ekologi yang tidak dapat tergantikan. Fungsi ekologi terumbu karang diantaranya sebagai habitat (tempat hidup) ribuan biota, tempat pemijahan, pengasuhan. Pembesaran dan mencari makan dari banyak biota laut. Menurut Kordi (2010) fungsi terumbu karang adalah:

1. Habitat

(32)

2. Pendukung ekosistem laut

Ekosistem terumbu karang adalah bagian dari ekosistem pesisir dan laut secara keseluruhan. Karena itu terumbu karang merupakan salah satu pendukung ekosistem pesisir dan laut.

3. Pelindung pantai

Terumbu karang berfungsi melindungi komponen ekosistem pesisir lainnya (lahan pantai) dari gempuran gelombang dan badai.

Kerusakan ekosistem terumbu karang akibat kegiatan pariwisata.

Terumbu karang merupakan ekosistem yang memiliki pemandangan yang menarik di bawah laut, sehingga dapat dijadikan sebagai objek dan daya tarik wisata. Kegiatan wisata yang dapat dilakukan di daerah terumbu karang berupa snorkeling dan penyelaman. Snorkeling biasanya dilakukan oleh wisatawan pada daerah tepi terumbu karang yang menyebabkan patahan karang-karang bercabang karena terinjak. Berdasarkan pengamatan menunjukkan bahwa kegiatan snorkeling menyebabkan kerusakan karang lebih besar dari kegiatan menyelam (Kordi 2010). Hal yang sama juga dikemukan oleh Turak (2004) bahwa kerusakan akibat membuang sauh dalam beberapa menit sangat besar dibandingkan dengan yang dilakukan ratusan penyelam dalam beberapa jam.

Perahu dan kapal-kapal wisatawan juga menyumbang kerusakan terumbu karang, dimana perahu tersebut membuang sauh atau jangkar di atas terumbu karang. Hal tersebut menyebabkan terjadi patahan karang atau karang hancur akibat terkena jangkar. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di Pulau Virgin menunjukkan pada suatu lokasi tempat penyelaman yang di kunjungi 440 perahu dalam satu bulan dan semuanya membuang jangkar, karang di daerah tersebut rusak sepanjang 122 m dengan lebar 3 m, sedangkang 283 m2 kawasan tersebut karangnya patah-patah(Ikawati et al 2001; Kordi 2010).

Kerusakan terumbu karang yang terjadi di Taman Nasional Bunaken akibat kegiatan pariwisata adalah akibat jangkar, tertabrak perahu, dan penyelam yang berdiri di atas terumbu karang. Kerusakan juga terjadi pada dinding karang yang dipenuhi fauna, terutama gorgonian fan corals, mulai dari kerusakan yang disengaja maupun tidak, dan kemungkinan akibat dampak gelembung oksigen penyelaman secara berkala. Pada titik-titik penyelaman yang banyak dikunjungi rata-rata tingkat puing-puing batu karang mati adalah 1000 batu karang yang rusak dan pecah untuk setiap kawan. Hal ini memang konsisten dengan dampak tingkat tinggi yang berhubungan dengan kegiatan selam.

Dampak kerusakan terumbu karang yang berhubungan dengan pariwisata (Turak 2004) adalah:

1) Kerusakan pada penyelam 2) Kerusakan pada sauh

3) Kerusakan akibat tabrakan perahu dan gangguan pada baling-baling yang menyebabkan pendangkalan dasar lautt, dan perahu cepat yang merusak batu karang dan para penyelam

4) Polusi akibat limbah padat

5) Polusi akibat pembuangan kotoran

(33)

7) Tekanan akibat penangkapan ikan dengan menggunakan racun untuk memenuhi kebutuhan perdagangan dan akuarium hias

8) Penjarahan batu karang akibat fluktuasi suhu atau tekanan lainnya

Analisis Sistem Pengertian sistem.

Sistem adalah keseluruhan interaksi antara unsur dari sebuah obyek dalam batas lingkungan tertentu yang bekerja mencapai tujuan (Muhammadi et al. 2001). Pengertian keseluruhan adalah lebih dari sekedar penjumlahan atau susunan (aggregate), yaitu terletak pada kekuatan (power) yang dihasilkan oleh keseluruhan itu jauh lebih besar dari suatu penjumlahan atau susunan. Apabila di dalam aljabar 1 ditambah 1 adalah 2, maka dalam sistem 1 ditambah 1 tidak sama dengan 2, nilainya bisa tak terhingga.

Pengertian interaksi adalah pengikat atau penghubung antara unsur, yang memberi bentuk/struktur kepada obyek, membedakan objek dengan obyek lainnya, dan mempengaruhi perilaku dari obyek. Pengertian unsur adalah benda, baik konkrit maupun abstrak yang menyusun obyek sistem. Unjuk kerja dari sistem ditentukan oleh fungsi unsur. Gangguan salah satu fungsi unsur mempengaruhi unsur lain sehingga mempengaruhi unjuk kerja sistem sebagai keseluruhan. Unsur yang menyusun sistem ini disebut juga bagian sistem atau sub sistem.

Pengertian objek adalah sistem yang menjadi perhatian dalam suatu batas tertentu sehingga dapat dibedakan antara sistem dengan lingkungan sistem. Artinya semua yang di luar batas sistem adalah lingkungan sistem. Pada umumnya, semakin luas bidang perhatian semakin kabur batas sistem. Demikian pula sebaliknya, semakin spesifik/konkrit obyek semakin jelas batas sistem. Dengan demikian, jelas, bahwa batas obyek dengan lingkungan cenderung bersifat mental atau konseptual, terutama terhadap obyek-obyek non fisik.

Pengertian batas antara sistem dengan lingkungan tersebut memberikan dua jenis sistem, yaitu sistem tertutup dan sistem terbuka. Sistem tertutup adalah sebuah sistem dengan batas yang dianggap kedap (tidak tembus) terhadap pengaruh lingkungan. Sistem tertutup itu biasanya ada dalam anggapan (untuk analisis), karena pada kenyataan sistem selalu berinteraksi dengan lingkungan, atau sebagai sebuah sistem terbuka.

Pengertian tujuan adalah unjuk kerja sistem yang teramati atau diinginkan. Unjuk kerja yang teramati merupakan hasil yang telah dicapai oleh kerja sistem, yaitu keseluruhan interaksi antar unsur dalam batas lingkungan tertentu. Di lain pihak, unjuk kerja yang diinginkan merupakan hasil yang akan diwujudkan oleh sistem melalui keseluruhan interaksi antar unsur dalam batas lingkungan tertentu. Perumusan tujuan dari sistem ini akan membantu memudahkan menarik garis batas dari sistem yang menjadi perhatian. Artinya benda, baik konkrit maupun abstrak, yang jelas menyebabkan dan atau menyumbang langsung kepada pencapaian tujuan sistem dikategorikan sebagai unsur. Sebaliknya benda yang mempengaruhi dan atau menyumbang tidak langsung dapat dikategorikan sebagai lingkungan.

(34)

kerjasama antara bagian yang interdependent satu sama lain. Selain itu dapat dilihat bahwa sistem berusaha mencapai tujuan. Pencapaian tujuan ini menyebabkan timbulnya dinamika, perubahan-perubahan yang terus menerus perlu dikembangkan dan dikendalikan. Definisi tersebut menunjukkan bahwa sistem sebagai gugus dari elemen-elemen yang saling berinteraksi secara teratur dalam rangka mencapai tujuan dan sub tujuan. Pengertian sistem secara skematis dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Pengertian sistem.

Sifat-sifat dasar dari suatu sistem antara lain:

1. Pencapaian tujuan, orientasi pencapaian tujuan akan memberikan sifat dinamis kepada sistem, memberi ciri perubahan yang terus menerus dalam usaha mencapai tujuan.

2. Kesatuan usaha, mencerminkan suatu sifat dasar dari sistem dimana hasil keseluruhan melebihi dari jumlah bagian-bagiannya atau sering disebut konsep sinergi.

3. Keterbukaan terhadap lingkungan, lingkungan merupakan sumber kesempatan maupun hambatan pengembangan. Keterbukaan terhadap lingkungan membuat penilaian terhadap suatu sistem menjadi relatif atau yang dinamakan equifinalityatau pencapaian tujuan suatu sistem tidak mutlak harus dilakukan dengan suatu cara sesuai dengan tantangan lingkungan yang dihadapi.

4. Transformasi, merupakan proses perubahan input menjadi output yang dilakukan oleh sistem. Proses transformasi diilustrasikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Proses transformasi input menjadi output.

Hubungan antar bagian, kaitan antara subsistem inilah yang akan memberikan analisa sistem suatu dasar pemahaman yang lebih luas. Sistem ada berbagai macam, antara lain sistem terbuka, sistem tertutup, dan sistem dengan umpan balik. Mekanisme

Tujuan Sub Sistem Elemen

Interaksi

Transformasi

(35)

pengendalian, mekanisme ini menyangkut sistem umpan balik yang merupakan suatu bagian yang memberi informasi kepada sistem mengenai efek dari perilaku sistem terhadap pencapaian tujuan atau pemecahan persoalan yang dihadapi. Skema prose transformasi sistem dengan mekanisme pengendalian dapat dilihat pada Gambar 6

Gambar 6 Skema proses transformasi sistem dengan mekanisme pengendalian.

Ditinjau dari komponen input proses, dan output, suatu sistem dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori, yaitu sistem analisis, sistem desain, dan sistem kontrol. Apabila input dan proses dari suatu sistem sudah dapat diidentifikasi dengan jelas sedangkan outputnya yang perlu dilihat/dianalisa, maka sistem tersebut disebut sistem analisis. Suatu sistem diklasifikasikan ke dalam sistem desain apabila komponen input dan outputnya sudah jelas karakteristiknya sedangkan prosesnya masih perlu dirumuskan/direkayasa. Suatu sistem disebut sistem kontrol apabila karakteristik proses dan outputnya sudah jelas diidentifikasi sedangkan inputnya perlu di atur secara pas agar target outputnya tercapai. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Matriks klasifikasi sistem.

Sistem Input Proses Output

Analisis   ?

Desain  ? 

Kontrol ?  

= Karakteristiknya sudah diketahui

? = Karakteristiknya perlu dianalisis/direkayasa/diatur.

Pendekatan Sistem.

Pendekatan sistem adalah suatu pendekatan analisa organisatoris yang menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak analisa. Dengan demikian manajemen sistem dapat diterapkan dengan mengarahkan perhatian kepada berbagai ciri dasar sistem yang perubahan dan gerakannya akan mempengaruhi keberhasilan suatu sistem. Pada dasarnya pendekatan sistem adalah penerapan dari sistem ilmiah dalam manajemen. Dengan cara ini hendak diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dan keberhasilan suatu organisasi atau sistem. Model ilmiah dapat menghindarkan manajer mengambil kesimpulan-kesimpulan yang sederhana dan simplisit searah oleh suatu

Input Transformasi

Pengendalian

(36)

masalah disebabkan oleh penyebab tunggal. Pendekatan sistem dapat memberi landasan untuk pengertian yang lebih luas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku sistem dan memberikan dasar untuk memahami penyebab ganda dari suatu masalah dalam kerangka sistem.

Menurut Eriatno (1998) dalam Marimin (2009), karena disebabkan pemikiran sistem selalu mencari keterpaduan antar bagian melalui pemahaman yang utuh, maka diperlukan suatu kerangka fikir baru yang terkenal sebagai pendekatan sistem (system approach). Pendekatan sistem merupakan cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif.

Terdapat dua hal umum yang menandai pendekatan sistem, yaitu: 1) dalam semua faktor penting yang ada dalam mendapatkan solusi yang baik untuk menyelesaikan masalah; dan 2) dibuat suatu model kuantitatif untuk membantu keputusan secara rasional. Untuk dapat bekerja secara sempurna, suatu pendekatan sistem mempunyai delapan unsur yang meliputi: metodologi untuk perencanaan dan pengelolaan, suatu tim yang multi disiplin, pengorganisasian, disiplin untuk bidang yang non kuantitatif, teknik model matematik, teknik simulasi, teknik optimasi, dan aplikasi komputer.

Dalam melakukan pendekatan sistem dapat melakukan komputer atau tanpa menggunakan komputer. Akan tetapi adanya komputer memudahkan penggunaan model dan teknik simulasi dalam sistem, terutama sangat diperlukan jika menghadapi masalah yang cukup luas dan kompleks dimana banyak sekali peubah, data dan interaksi-interaksi yang mempengaruhi.

Tahapan Pendekatan Sistem

Menurut Marimin (2009) metode untuk penyelesaian persoalan yang dilakukan melalui pendekatan sistem terdiri dari tahapan proses. Tahapan tersebut meliputi analisa, rekayasa model, implementasi rancangan, implementasi dan operasi sistem tersebut. Metodologi sistem pada prinsipnya melalui enam tahap analisa yang meliputi: analisa kebutuhan, identifikasi sistem, formulasi masalah, pembentukan alternatif sistem, determinasi dari realisasi fisik, sosial politik, dan penentuan kelayakan ekonomi dan keuangan. Tahapan tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.

Analisa kebutuhan merupakan permulaan pengkajian dari suatu sistem. Analisa ini akan dinyatakan dalam kebutuhan-kebutuhan yang ada, baru kemudian dilakukan tahapan pengembangan terhadap kebutuhan-kebutuhan yang dideskripsikan. Analisa kebutuhan selalu menyangkut interaksi antar responden yang timbul dari seorang pengambil keputusan terhadap jalannya sistem. Analisa ini dapat meliputi hasil suatu survei, pendapat ahli, diskusi, observasi lapangan dan sebagainya.

(37)

kriteria jalannya sistem yang akan membantu dalam evaluasi alternatif sistem. Teknik dan metode pengambilan keputusan yang mungkin layak untuk mendukung perumusan dan operasionalisasi sistem mulai di identifikasi dan dianalisa.

Gambar 7 Tahap Pendekatan Sistem

Tidak

Cukup

Spesifik Sistem Detail

Implementasi

Sesuai

Sistem Operasional

Operasi

Sesuai Kebutuhan

Analisis Sistem

Lengkap

Gugus Solusi yang Layak

Permodelan Sistem

Cukup

Model Abstrak Optimal

Rancang Bangun Implementasi

Tidak

Tidak

Tidak

(38)

Hal terpenting dalam mengidentifikasi system adalah melanjutkan interpretasi diagram lingkar ke dalam konsep kotak gelap (black box). Para analis harus mampu mengkonstruksi diagram kotak gelap. Gambar 8 menunjukkan diagram kotak gelap.

Gambar 8 Diagram kotak gelap.

Dalam penyusunan kotak gelap, perlu diketahui macam informasi yang dikategorikan menjadi tiga golongan yaitu peubah input, peubah output dan parameter-parameter yang membatasi struktur sistem. Input terdiri dari dua golongan yaitu eksogen atau yang berasal dari luar sistem (input dari lingkungan) dan overt input yang berasal dari dalam sistem dan ditentukan oleh fungsi dari sistem itu sendiri. Sedangkan output terdiri dari dua golongan yaitu output yang dikehendaki dan yang tidak dikehendaki, output yang dikehendaki biasanya dihasilkan dari adanya pemenuhan kebutuhan yang ditentukan secara spesifik pada waktu analisa kebutuhan. Output yang tidak dikehendaki berasal dari dampak yang akan ditimbulkan bersama-sama dengan output yang dikehendaki.

Sistem Dinamik

Sistem dinamis telah diperkenalkan oleh Jay Forrester (Principles of System) tahun 1963 dan sejak itu telah mengalami penyempurnaan berkelanjutan. Sejak tahun 1990-an sistem dinamis ini lebih dikenal sebagai sebuah disiplin berpikir sistem (system thinking) dalam khasanah ilmu pengetahuan sistem. Perspektif tentang bagaimana titik tolak cara untuk melihat, menganalisa, menjelaskan dan meramalkan masalah yang berciri kerumitan, berubah cepat dan mengandung ketidakpastian telah terdokumentasi dalam kepustakaan analisis sistem. Ada tiga perspektif umum yaitu sistem kotak hitam (black box), misalnya analisis input output dan ekonometrik; sistem kotak abu-abu (grey box) misalnya riset operasi, dan; sistem kotak putih (white box) misalnya metode sistem lunak.Viable system, hyper-gamedan sistem dinamis.

Menurut Muhammadi et al. 2001, secara substansial ada dua alasan yang mendasari pentingnya perspektif ini: pertama, pendekatan sistem dengan metode sistem dinamis adalah proses berpikir menyeluruh dan terpadu yang mampu menyederhanakan kerumitan tanpa menghilangkan esensi atau unsur utama dari obyek yang menjadi

Sistem Input Lingkungan

Input tidak terkontrol

Input terkontrol

Output yang dikehendaki

Output yang tidak dikehendaki

(39)

perhatian, dan; kedua, metode sistem dinamis cocok untuk menganalisa mekanisme, pola dan kecenderungan sistem berdasarkan analisa terhadap struktur dan perilaku sistem yang rumit, berubah cepat dan mengandung ketidakpastian.

Konsep dasar sistem dinamis mengenalkan secara sederhana elemen-elemen dasar yang menyusun sebuah sistem yang bersifat dinamis, yang dilengkapi dengan langkah-langkah berpikir membangun model umum, mulai dari identifikasi gejala sampai menghasilkan struktur permasalahan untuk analisis kebijakan. Dengan konstruksi

berpikir sistem akan jelas “di mana” batas hubungan sistem dengan lingkungan; “apa” komponen, unsur, dan cirinya, serta “bagaimana” interaksi keseluruhan di dalam dan di

luar sistem yang jadi perhatian.

Pemodelan sisten dinamis dalam bentuk diagram komputer dengan menggunakan

bahasa perangkat lunak “Powersim”. Penggunaan perangkat lunak komputer tersebut

delay, step, pus dalam alur pemikiran yang konsisten agar dapat disimulasikan. Penggunaan simulasi model sebagai laboratorium analisa dan uji coba dianjurkan apabila: 1) ciri obyek yang diamati adalah sebuah sistem yang rumit, berubah cepat dan tidak efisien dalam pemecahan masalah, terutama uji coba empiris terhadap sistem lunak (sosial, ekonomi dan politik) yang cenderung mengakibatkan biaya sosial yang tinggi karena lemahnya antisipasi dan pengendalian kemungkinan kejadian yang belum teruji secara ilmiah. Simulasi model dimana setiap gejala berkaitan dalam mata rantai proses, yang dapat distrukturkan dalam kategori atau kombinasi kategori tertentu seperti level, rate auxiliary, constant, information flow, physical flow, serta fungsi-fungsi tertentu sepertitable, pulse, graph, if, time cycledan seterusnya.

Struktur dinamis yang melatih perilaku dinamis pada dasarnya dapat dikembalikan kepada dua struktur pokok, yaitu umpan balik positif dan umpan balik negatif. Unsur umpan balik positif menghasilkan perilaku perlakuan atau percepatan (J-curve), serta unsur umpan balik negatif menghasilkan perilaku menuju sasaran (r-curve). Penerapan model baku dimana langkah-langkah praktis dalam membangun model sistem dinamis melalui identifikasi pola umum perilaku sistem, yang diperoleh dari pengetahuan/observasi awal terhadap sistem yang menjadi perhatian. Pengetahuan terhadap kejadian itu dapat berupa narasi historis ataupun data statistik. Sesuai dengan prinsip pemodelan sistem dinamis, bahwa pola-pola kejadian tersebut adalah hasil kerja struktur tertentu.

Pengujian model dan analisis kebijakan menjelaskan prosedur uji kebenaran ilmiah model, yaitu memperoleh keyakinan sejauhmana model dapat dipertanggungjawabkan dalam analisis kebijakan untuk pemecahan masalah. Pengujian model analisis kebijakan terdiri dari dua langka validasi yaitu validasi struktur dan

validasi kinerja. Validasi struktur untuk memperoleh keyakinan “konstruksi” model valid

secara ilmiah atau didukung oleh struktur sistem nyata. Validasi kinerja untuk memperoleh keyakinan sejauh mana “kinerja” model sesuai (compatible) dengan

“kinerja” sistem nyata, sehingga memenuhi syarat sebagai model ilmiah yang taat fakta.

(40)

sebagai dasar menetapkan rumusan alternatif intervensi kebijakan dalam bentuk aksi/keputusan yang mungkin diterapkan dalam dunia nyata. Sesuai dengan kegunaan model sistem dinamis adalah untuk simulasi evaluasi kebijakan, baik untuk evaluasi langkah-langkah strategis telah diambil (ex-post) dalam menghasilkan kinerja sistem, maupun untuk evaluasi ke depan (ex-ante) yaitu langkah-langkah alternatif yang perlu diambil dalam mencapai tujuan yang diinginkan.

Teknik Permodelan Interpretasi Struktural (Interpretative Structural Modeling). Salah satu teknik permodelan yang dikembangkan untuk perencanaan kebijakan strategis adalah Teknik Permodelan Interpretasi Struktural (Interpretative Structural Modeling - ISM). Menurut Eriyatno (1998) diacu dalam Marimin (2004), ISM adalah proses pengkajian kelompok (group learning process) di mana model-model struktural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari suatu sistem, melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis serta kalimat. Teknik ISM merupakan salah satu teknik permodelan sistem untuk menangani kebiasaan yang sulit diubah dari perencana jangka panjang yang sering menerapkan secara langsung teknik penelitian operasional dan atau aplikasi statistik deskriptif.

Menurut Saxeia (1992) dalam Marimin (2004) ISM bersangkut paut dengan interpretasi dari suatu objek yang utuh atau perwakilan sistem melalui aplikasi teori grafis secara sistematis dan iterative.

Metode ISM

ISM adalah salah satu metodologi berbasis komputer yang membantu kelompok mengidentifikasi hubungan antara ide dan struktur tetap pada isu yang kompleks. ISM merupakan sebuah metodologi yang interaktif dan diimplementasikan dalam sebuah wadah kelompok. Metodologi tersebut memberikan lingkungan yang sangat sempurna untuk memperkaya dan memperluas pandangan dalam konstruksi yang cukup kompleks. ISM menganalisis elemen-elemen sistem dan memecahkannya dalam bentuk grafik dari hubungan langsung antar elemen dan tingkat hierarki. Hubungan langsung dapat dalam konteks-konteks yang beragam (berkaitan dengan hubungan kontekstual).

Tahap-tahap yang dilakukan adalah:

1. Melakukan identifikasi elemen yang dapat diperoleh melalui penelitian, brainstorming, dll yang terkait dengan kebijakan pengelolaan ekowisata TNB.

2. Membangun hubungan kontekstual antara elemen berdasarkan tujuan dari pemeodelan.

3. Membuat Matriks Interaksi Tunggal (structural self interaction matrix/SSIM). Matriks ini mewakili elemen persiapan responden terhadap elemen yang dituju. Empat symbol yang digunakan untuk mewakili tipe hubungan yang ada antara dua elemen dari system yang dipertimbangkan adalah:

V... hubungan dari elemen Eiterhadap Ej, tidak sebaliknya. A... hubungan dari elemen Ejterhadap Ei, tidak sebaliknya. X... hubungan inter relasi antara Eidan Ej,(dapat sebaliknya). O... menunjukkan bahwa Eidan Ej,tidak berkaitan.

(41)

menerapkan:

RM awal dimodifikasi untuk menunjukkan seluruh direct dan indirect Reachability, yaitu jika Eij= 1 dan Ejk= 1, maka Ejk= 1.

5. Melakukan tingkat partisipasi untuk mengklasifikasikan elemen-elemen dalam level-level yang berbeda dari struktur ISM

6. Membuat matriks canonical yaitu dengan melakukan pengelompokan elemen-elemen dalam level yang sama mengembangkan matriks ini. Matriks resultant memiliki sebagian besar dari elemen-elemen triangular yang lebih tinggi adalah 0 dan terendah 1. Matriks ini selanjutnya digunakan untuk mempersiapkandigraph. 7. Membuat digraph yang merupakan konsep yang berasal dari Directional Graph,

sebuah grafik dari elemen-elemen yang saling berhubungan secara langsung, dan level hierarki. Digraph awal dipersiapkan dalam basis matrikscanonical.Graph awal tersebut selanjutnya dipotong dengan memindahkan semua komponen yang transitive untuk membentuk digraph akhir.

8. Membuat Interpretive Structural Model dimana ISM dibangkitkan dengan memindahkan seluruh jumlah elemen dengan deskripsi elemen aktual.

Analisis terhadap model kelembagaan ini pada dasarnya untuk menyusun hirarki setiap sub elemen pada elemen yang dikaji, dan kemudian membuat klasifikasi ke dalam empat sektor, untuk menentukan suplemen mana yang termasuk ke dalam variabel AUTONOMUS, DEPENDENT, LINKAGE atau INDEPENDENT.

Metodologi dan teknik ISM dibagi menjadi dua bagian, yaitu penyusunan hierarki dan klasifikasi sub-elemen (Eriyatno 1998; Marimin 2004). Prinsip dasarnya adalah identifikasi dari struktur di dalam suatu sistem yang memberikan nilai manfaat yang tinggi guna meramu sistem secara efektif dan untuk pengambilan keputusan yang lebih baik. Struktur dari suatu sistem yang berjenjang diperlukan untuk lebih menjelaskan pemahaman tentang perihal yang dikaji. Menentukan tingkat jenjang mempunyai banyak pendekatan di mana ada lima kriteria yaitu: 1) kekuatan pengikat dalam dan antar kelompok atau tingkat, 2) frekuensi relatif dari oksiliasi (guncangan) di mana tingkat yang lebih rendah lebih cepat terguncang dari yang di atas, 3) konteks dimana tingkat yang lebih tinggi beroperasi pada jangka waktu yang lebih lambat daripada ruang yang lebih luas, 4) liputan dimana tingkat yang lebih tinggi mencakup tingkat yang lebih rendah, dan 5) hubungan fungsional, di mana tingkat yang lebih tinggi mempunyai peubah lambat yang mempengaruhi peubah cepat tingkat di bawahnya.

Gambar

Gambar 4 Pengertian sistem.
Gambar 7 Tahap Pendekatan Sistem
Gambar 9 Diagram tekni teknik ISM (Saxena 1992 dalam Marimin 2004)n 2004)
Gambar 10.  Peta Lokasi Penelitian (Sumber : Balai Taman Nasional Bunaken,2008).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana tingkatan literasi informasi mahasiswa/i pada tingkat pertama, Manfaat penelitian ini adalah dapat membantu

Penyakit ini juga sangat erat hubunganya dengan sanitasi lingkungan yang buruk, dimana pembuangan sampah sembarangan tidak ditutup maka banyak vector lalat

bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang

Input data untuk setiap gelombang terdiri dari urutan satu atau lebih non-negatif bilangan bulat, yang semuanya kurang dari atau sama dengan 32.767, mewakili

Gambar 4.23 Halaman Ubah Data Dinas 4.13.5 Halaman Maintenance Data User Agen Halaman Maintenance Data User Agen dapat diakses oleh pihak kantor cabang dari PT Bank Pembangunan

serta berwawasan lingkungan menjadi suatu keharusan agar tidak saja optimalisasi hasil tangkapan yang dapat dicapai, tetapi juga kontinuitas produksi perikanan. Alat

kompetensi sumber daya manusia yang ada pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan belum cukup mendukung terhadap strategi pengembangan dan pengelolaan objek- objekwisata

Azyumardi Azra memandang bahwa yang mampu berpikir sistematis dan menyeluruh adalah “kaum intelektual” yang sekaligus berfungsi sebagai khalifah yang dapat mewujudkan