• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KREATIVITAS PENDAMPING BAGI KETERLIBATAN ANAK

A. Gambaran Umum Paroki Santa Maria Tak Bercela Nanggulan

Pada bab ini, penulis akan membahas gambaran umum umat tentang Paroki Santa Perawan Maria Tak Bercela Nanggulan. Untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan Pendampingan Iman Anak di Paroki Santa Maria Tak Bercela Nanggulan penulis mengadakan penelitian sederhana dengan menggunakan wawancara tersruktur. Penelitian ditujukan kepada pendamping dan orangtua anak. Selanjutnya akan diuraikan mengenai Pendampingan Iman Anak yang terjadi di Paroki Santa Perawan Maria Tak Bercela Nanggulan, Keuskupan Agung Semarang dan pembahasan hasil penelitian.

1. Sejarah Singkat Paroki Santa Maria Tak Bercela Nanggulan

Berdasarkan buku benih-benih iman umat Nanggulan menyejarah, dapat disimpulkan sejarah Paroki Santa Maria Tak Bercela Nanggulan. Mengikuti perjalanan sejarah umat Katolik di Nanggulan terlihat bahwa campur tangan Tuhan terjadi melalui banyak cara dan banyak orang. Ternyata di tempat ini (Nanggulan) dipertemukan dua arus besar pewartaan misi yaitu Misi yang bersumber dari Mendut kemudian Boro dan (Kenteng) Nanggulan, dan Misi yang tahun-tahun berikutnya mengalir kuat dari Yogyakarta (Kotabaru) lanjut Gubug/Sedayu kemudian Wijilan (Nanggulan). Oleh karena itu tidak

mengherankan jumlah umat Katolik semakin bertambah dan semakin menuntut perhatian secara khusus. Hal ini dibaca oleh Romo FX. Satiman, SJ dan dikuatkan oleh Romo J. Prenthaler, SJ untuk diwujudkan dengan membuat suatu pusat pelayanan yang ditandai dengan mendirikan bangunan Gereja di Nanggulan (1936). Sejarah juga menunjukkan kuatnya kerelaan tokoh-tokoh pendahulu dalam mewujudkan munculnya Gereja di Nanggulan. Gagasan awal untuk mendirikan gedung Gereja ini muncul dari pemikiran Bapak Sebastianus Sutodimedjodi wilayah Nanggulan. Gagasan ini ternyata didukung oleh seluruh umat Nanggulan pada waktu itu. Gayung bersambut, ternyata gagasan itu mendapat tanggapan yang baik dari Romo Prenthaler, SJ. selaku Romo Kepala Paroki Boro. Pada tahun 1934, Romo Prenthaler, SJ. menugasi Romo F.X. Satiman, SJ., Romo pembantu Paroki Boroyang memang bertugas di wilayah Nanggulan hampir 5 tahun untuk membeli sebidang tanah di kawasan Nanggulan.

Sebelum membeli tanah yang dimaksud, Romo F.X. Satiman, SJ. membahasnya bersama Bapak Sutodimedjo, Mbah Pait, serta Bapak Setrodrono. Beliau minta ijin kepada Ndara Wedana Kawedanan Nanggulan seorang pribumi, namun keinginan Beliau ditolak. Untuk itu Beliau menjawab (kira-kira begini), ”Saya orang pribumi, mengapa saya tidak diperbolehkan membeli dan memiliki tanah di negeriku sendiri?” Merasa diperlakukan kurang adil, maka Bapak Sebastianus Sutodimedjo seorang abdi Dalem Kraton Ngayogyahadiningrat bersama Romo F.X. Satiman, SJ. menghadap Sri Sultan Hamengku Buwono VIII untuk melaporkan hambatan dalam pembelian tanah untuk gedung Gereja Katolik di Nanggulan. Sri Sultan Hamengku Buwono VIII memperhatikan keluhan

tersebut dengan memberi surat untuk dibawa ke Gubernur Adam. Pada tahun 1935 keinginan memiliki sebidang tanah untuk gedung Gereja di kawasan Nanggulan terkabulkan. Bapak Adi Asmoro putera Bapak Setrodrono dengan suka rela menyediakan tanahnya di Karang seluas 4.000 meter persegi dengan harga 34 gelo. Status tanah tersebut atas nama Gereja Katolik Boro. Bapak Adi Asmoro bertempat tinggal dekat Kawedanan Nanggulan (kini Kecamatan Nanggulan). Tidak lama kemudian di atas tanah tersebut didirikan brak untuk pembangunan gedung Gereja. Namun, berhubung belum ada ijin dari pemerintah kolonial Belanda, brak tersebut buru-buru dibongkar. Hambatan perijinan ini timbul karena pihak pemerintah kolonial Belanda lebih cenderung pada penyebaran Agama Kristen Protestan. Masalah yang dihadapi ini kemudian oleh Romo F.X. Satiman, SJ. dilaporkan kepada Romo Strater, SJ. di Gereja Kota Baru.Atas laporan ini kemudian Romo F. Strater, SJ. berkenan membantu menguruskan ijin pendirian gedung Gereja dari pemerintah kolonial Belanda, dan beliau berhasil memperoleh ijin untuk mendirikan gedung Gereja Katolik di Pedukuhan Karang.

Dengan ijin tersebut pembangunan gedung Gereja dimulai. Peletakan batu pertama dilakukan pada tanggal 13 Januari 1936. Biaya pembangunan semua ditanggung oleh pihak Keuskupan Batavia. Orang-orang yang juga ambil bagian dalam pembangunan Gereja Nanggulan diantaranya adalah Bapak Prawirokoro sebagai pelaksana dan penyedia material. Untuk masalah birokrasi juga terlibat di dalamnya Bapak B. Sinangjoyo sebagai satu-satunya orang katolik yang bekerja di pemerintahan.

Gereja yang berdiri di Karang ini diberi nama Gereja Katolik Santa Perawan Maria Tak Bercela. Gedung gereja ini diberkati oleh Bapa Uskup Mgr. P.J. Willekens, SJ, Vikaris Apostolik Batavia (Keuskupan Batavia) pada tanggal 5 Juli 1936. Ekaristi pemberkatan ini dihadiri oleh 1.500 umat. Sedangkan peringatan Santa Pelindungnya, Santa Perawan Maria Tak Bercela jatuh pada tanggal 8 Desember. Paroki ini memiliki 4 wilayah yaitu wilayah Kembang yang memiliki 5 lingkungan, wilayah Giripurwo memiliki 4 lingkungan, wilayah Wijimulyo memiliki 5 lingkungan, wilayah Jatisrono memiliki 5 wilayah dan 1 Stasi Santa Maria Fatima Pelem Dukuh.

Paroki Santa Maria ini memiliki beberapa macam kegiatan setiap tahunnya dan salah satunya adalah PIA (Pendampingan Iman Anak) yang diadakan setiap minggu di lingkungan masing-masing. Kegiatan PIA ini dari jaman saya kecil sudah ada sampai sekarang. Begitu banyak anak-anak kecil yang terlibat dalam sekolah minggu ini, apalagi ketika hari besar. Mereka sangat antusias dalam mengikuti kegiatan PIA ketika hari besar karena banyak hal yang tidak diduga sebelumnya. Setiap tahunnya pendamping akan mengadakan acara yang berbeda-beda untuk memeriahkan acara terasebut. Begitu senang melihat anak-anak mengikuti kegiatan ini ( Benih-benih iman umat Nanggulan, 2006:10-11).

2. Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Paroki Santa Maria Tak Bercela Nanggulan

Penulis mengutip visi dan misi ini dari buku program kerja paroki dan rancangan anggaran penerimaan biaya angsuran inventasi Paroki St. Perawan Maria Tak Bercela Nanggulan.

a. Visi

Umat Allah Paroki Santa Maria Tak Bercela Nanggulan, dalam bimbingan Roh Kudus semakin menjadi persekutuan paguyuban-paguyuban murid-murid Yesus Kristus yang menghadirkan Kerajaan Allah agar semakin signifikan dan relevan bagi warganya dan masyarakat.

b. Misi

Dalam konteks masyarakat Indonesia yang sedang berjuang menuju tata hidup bersama yang baru, adil, demokratis dan damai sejahtera, umat Paroki Nanggulan terlibat secara aktif membangun habitus baru berdasarkan semangat Injili dengan beriman mendalam dan tangguh.

3. Gambaran Kegiatan Pendampingan Iman Anak (PIA) di Paroki Santa Maria Tak Bercela Nanggulan

Gambaran pendampingan iman saat ini sangat menyedihkan. Karena banyak lingkungan-lingkungan yang tidak ada kegiatan pendampingan iman dan kendalanya adalah tidak ada dorongan dari orangtua dalam perkembangan iman anaknya. Karena bila tidak ada dorongan dari orangtuanya anak juga tidak akan

mengerti apa maksud dari kegiatan tersebut. Guru pertama dan utama anak adalah orangtua, dan bila anak tidak berkembang dalam iman itu dikarenakan kurangnya perhatian orangtua terhadap perkembangan iman anaknya. Tidak hanya itu, setiap lingkungan harusnya mendukung kegiatan tersebut dengan cara memberi masukan, perhatian, dan dorongan agar yang remaja mau mendampingi adik-adiknya. Dalam kenyataan yang saya alami, sama sekali kurang adanya perhatian dari lingkungan dan pengurus lingkungan sehingga anak yang tidak dilatih sejak dini iman dan mentalnya susah dikembangkan karena anak tidak mempunyai kepercayaan diri.

Sebagai pendamping PIA tidak harus orang yang pintar dalam segala hal, tetapi niat dan kerelaan dalam diri sudah cukup untuk menjadi pendamping. Dengan demikian kegiatan PIA akan berjalan baik dengan seiring berjalannya waktu, karena jika ada kemauan pasti ada jalan. Seperti membaca buku dan mendapat masukan dari orang yang berpengalaman, sedikit demi sedikit pasti ada kemajuan dalam kegiatan tersebut. Tidak sengaja pula kita juga akan mencoba berfikir kreatif. Tetapi kemauan itu tidak berkembang di Paroki kami dan kegiatan ini mulai fakum kembali.

Dokumen terkait