• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gamelan Salendro

PENYUSUNAN/ PENGEMBANGAN TAHAPAN

A. Kegiatan Seni Sunda

2) Gamelan Salendro

Gamelan salendro: Kata “gamelan” berasal dari kata “Gamel” yang berarti

memukul, maka Gamelan diartikan

sebagai sekelompok Instrument musik yang dimainkan secara terpadu dalam sebuah kelompok. Gamelan salendro ini

bisa digunakan untuk mengiringi

pertunjukan wayang, tari, kliningan,

jaipongan dan lain-lain. Gamelan merupakan sebentuk nama alat yang didukung oleh bermacam-macam waditra di dalamnya, yang merupakan satu kesatuan komposisi dalam wujud pergelarannya.

Nama-nama Waditra Gamelan Pelog-Salendro

Adapun waditra-waditra itu tertentu dalam jumlahnya menurut kebutuhan atau teknik dan tradisinya. Waditra-waditranya kebanyakan terdiri dari alat pukul, seperti: dua perangkat saron, peking, demung (panerus), selentem, bonang, rincik, kenong, kenong, kendang, kempul dan gong, rebab, gambang. Dilihat dari segi cara membunyikannya, maka waditra-waditra dapat dibagi dalam empat bagian, yaitu: alat pukul, alat petik/gesek, alat tiup. Pada gamelan pelog-salendro sangat jarang sekali dipergunakan alat tiup (misalnya suling) karena lagu (melodi) dipercayakan pada rebab. Sebaliknya pada gamelan degung tidak dipergunakan alat gesek

LAPORAN AKHIR K

Kaajjiiaann PPeerreennccaannaaaann SSttrraatteeggiiss PPeennggeemmbbaannggaann OODDTTWW ddii KKaammppuunngg PPaassiirr KKuunnccii

(rebab) karena suling telah berfungsi sebagai pembawa lagu. Bahkan pada pergelaran renteng, suling dan rebab tidak dipergunakan, melodi lagu dibawakan oleh bonang.

Fungsi Waditra Gamelan Pelog Salendro

Komposisi yang dijalin oleh nada-nada waditra gamelan mempunyai tugas-tugas khusus dalam pergelarannya. Sifat-sifat berdialog dalam jalur melodi lagu yang berbeda-beda antar waditra berjalan bersama menuju daerah kenongan dan goongan menjadikan gending suatu kesatuan tabuh yang kaya dalam ragam gending. Dalam hal inilah salah satu unsur yang membentuk ciri husus dalam gending gamelan Sunda.

3) Angklung

Angklung adalah sebuah alat musik tradisional yang terbuat dari bambu, yaitu dua ruas bambu atau lebih dengan ukuran yang berbeda disusun pada bambu yang lain sebagai penyangga. Cara menggunakan angklung adalah dengan menggoyangkannya. adalah alat musik multitonal (bernada ganda) yang secara tradisional berkembang dalam masyarakat Sunda di Pulau Jawa bagian barat. Alat musik ini dibuat dari bambu, dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil. Dictionary of the Sunda Language karya Jonathan Rigg, yang diterbitkan pada tahun 1862 di Batavia, menuliskan bahwa angklung adalah alat musik yang terbuat dari pipa-pipa bambu, yang dipotong ujung-ujungnya, menyerupai pipa-pipa dalam suatu organ, dan diikat bersama dalam suatu bingkai, digetarkan untuk menghasilkan bunyi. Angklung terdaftar sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia dari UNESCO sejak November 2010.

LAPORAN AKHIR K

Kaajjiiaann PPeerreennccaannaaaann SSttrraatteeggiiss PPeennggeemmbbaannggaann OODDTTWW ddii KKaammppuunngg PPaassiirr KKuunnccii 4) Calung

Calung adalah seperangkat alat musik yang terbuat dari bambu dan dimainkan dengan cara dipukul. Tangga nada yang dipakai adalah tangga nada pentatonis berlaras slendro kemudian dikembangkan kedalam laras pelog. Sejarah alat musik Calung begitu menarik. Pada awalnya, alat musik calung ini berasal dari alat yang digunakan untuk menghalau burung disawah yang terbuat dari belahan bambu yang disebut kekeprak. Kekeprak dibunyikan dengan cara digerakan dengan air yang jatuh dari pancuran dan digunakan untuk menakut-nakuti Sero, sejenis binatang pemakan ikan peliharaan di kolam atau disawah. Dari kekeprak berkembang menjadi calung dan sekarang ini terdiri atas berbagai bentuk dengan nama yang berbeda, seperti calung gambang, calung gamelan dan calung JingJing.

5) Buncis

Buncis merupakan seni

pertunjukan yang bersifat

hiburan, di antaranya terdapat di Baros (Arjasari, Bandung). Pada mulanya buncis digunakan pada

acara-acara pertanian yang

berhubungan dengan padi. Tetapi pada masa sekarang buncis digunakan sebagai seni hiburan. Hal ini berhubungan dengan semakin berubahnya pandangan masyarakat yang mulai kurang mengindahkan hal-hal berbau kepercayaan lama. Tahun 1940-an dapat dianggap sebagai berakhirnya fungsi ritual buncis dalam penghormatan padi, karena sejak itu buncis berubah menjadi pertunjukan hiburan. Sejalan

LAPORAN AKHIR K

Kaajjiiaann PPeerreennccaannaaaann SSttrraatteeggiiss PPeennggeemmbbaannggaann OODDTTWW ddii KKaammppuunngg PPaassiirr KKuunnccii

dengan itu tempat-tempat penyimpanan padi pun (leuit; lumbung) mulai menghilang dari rumah-rumah penduduk, diganti dengan tempat-tempat karung yang lebih praktis, dan mudah dibawa ke mana-mana. Padi pun sekarang banyak yang langsung dijual, tidak disimpan di lumbung. Dengan demikian kesenian buncis yang tadinya digunakan untuk acara-acara ngunjal (membawa padi) tidak diperlukan lagi.

Nama kesenian buncis berkaitan dengan sebuah teks lagu yang terkenal di kalangan rakyat,

yaitu cis kacang buncis nyengcle..., dst. Teks tersebut terdapat dalam kesenian buncis, sehingga

kesenian ini dinamakan buncis.

Instrumen yang digunakan dalam kesenian buncis adalah 2 angklung indung, 2 angklung ambrug, angklung panempas, 2 angklung pancer, 1 angklung enclok. Kemudian 3 buah dogdog, terdiri dari 1 talingtit, panembal, dan badublag. Dalam perkembangannya kemudian ditambah dengan tarompet, kecrek, dan goong. Angklung buncis berlaras salendro dengan lagu vokal bisa berlaras madenda atau degung. Lagu-lagu buncis di antaranya: Badud, Buncis, Renggong, Senggot, Jalantir, Jangjalik, Ela-ela, Mega Beureum. Sekarang lagu-lagu buncis telah menggunakan pula lagu-lagu dari gamelan, dengan penyanyi yang tadinya laki-laki pemain angklung, kini oleh wanita khusus untuk menyanyi.

Dari beberapa jenis musik bambu di Jawa Barat (Angklung) di atas, adalah beberapa contoh saja tentang seni pertunjukan angklung, yang terdiri atas: Angklung Buncis (Priangan/Bandung), Angklung Badud (Priangan Timur/Ciamis), Angklung Bungko (Indramayu), Angklung Gubrag (Bogor), Angklung Ciusul (Banten), Angklung Dog dog Lojor (Sukabumi), Angklung Badeng (Malangbong, Garut), dan Angklung Padaeng yang identik dengan Angklung Nasional dengan tangga nada diatonis, yang dikembangkan sejak tahun 1938. Angklung khas Indonesia ini berasal dari pengembangan angklung Sunda. Angklung Sunda yang bernada lima (salendro atau pelog) oleh Daeng Sutigna alias Si Etjle (1908—1984) diubah nadanya menjadi tangga nada Barat (solmisasi) sehingga dapat memainkan berbagai lagu lainnya. Hasil pengembangannya kemudian

LAPORAN AKHIR K

Kaajjiiaann PPeerreennccaannaaaann SSttrraatteeggiiss PPeennggeemmbbaannggaann OODDTTWW ddii KKaammppuunngg PPaassiirr KKuunnccii 6) Benjang

Benjang (asli Ujungberung):

mempertontonkan ibingan (tarian yang mirip dengan gerakan pencak silat, juga dipertunjukan gerak-gerak perkelahian yang mirip gulat.

Seperti umumnya kesenian

tradisional Sunda yang selalu

mempergunakan lagu untuk

mengiringi gerakan-gerakan

pemainnya, demikian pula dalam seni benjang, lagu memegang peranan yang cukup penting dalam menampilkan seni benjang. Pemain benjang akan saling mendorong antara dua pemain dengan mempergunakan halu (antan) dalam sebuah lingkaran atau arena, yang terseret ke luar garis lingkaran dalam dogong itu dinyatakan kalah. Dari gerakan dogong tadi kemudian berkembang gerakan serenda, yaitu saling desak dan dorong seperti pemain sumo Jepang anpa alat apa pun. Begitu pula aturannya, yang terdorong ke luar dinyatakan kalah. Dalam gerakan ini yang dipergunakan adalah pundak masing-masing, jadi tidak menggunakan alat apa pun. Selain itu, ada pula yang disebut gerakan mirip bagong (celeng), dan dodombaan yaitu gerakan atau ibing mirip domba yang sedang berkelahi adu tanduk. Benjang sebagai perkembangan dari permainan adu munding (kerbau), lebih mengarah pada permainan gulat. Di dalamnya terdapat gerakan piting (menghimpit) yang dilengkapi dengan gerak-gerak pencak silat. Apabila diperhatikan, bentuk dan gerakan seni benjang ini termasuk seni gulat tradisional. Keunikan benjang adalah musik tradisional Sunda yang menjadi pengiringnya. Seperti halnya pencak silat, penampilan bendjang memang diiringi musik tradisional Sunda, seperti menggunakan kendang pencak dan rebana maupun terompet. Beladiri ini memang berbeda dengan kebanyakan seni beladiri lainnya. Benjang memiliki tingkat risiko cedera lebih tinggi, bahkan jika dibanding

LAPORAN AKHIR K

Kaajjiiaann PPeerreennccaannaaaann SSttrraatteeggiiss PPeennggeemmbbaannggaann OODDTTWW ddii KKaammppuunngg PPaassiirr KKuunnccii

olahraga gulat. Bila gulat lebih menitik beratkan pada kelenturan dan keterampilan mengunci lawan, benjang sebaliknya. Berhasil melumpuhkan lawan dengan cara yang mematikan, dialah pemenangnya. Karena itu, tidak sembarang orang dapat tampil bertarung di arena benjang. Alasannya, selain harus bersedia membuat surat pernyataan untuk tidak melakukan tuntutan apabila mengalami cedera fatal, para pebenjang yang akan tampil tidak cukup hanya mengandalkan keberanian saja, tapi juga keterampilan.

“Seni tradisional Ujungberung yang dikenal dengan nama benjang tercipta sekitar tahun 1906-1923. Olahraga ini diciptakan oleh H. Hayat atau lebih dikenal dengan nama Anom Haji, putera ketiga dari hartawan bangsa pribumi yang terkenal pada masa itu. Adapun alasan benjang disebut sebagai olahraga asli Ujungberung karena penemunya, tinggal di kampung Warunggede, Desa Cibiru, Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung. Ada dua versi asal-usul nama benjang, yaitu satuan kata ben yang artinya permainan serta kata jang, yang merupakan singkatan dari bujang (pemuda). Pihak yang menang adalah yang dapat membanting lawannya ke tanah, dari silih banting menjadi silih menindih. Yang menang adalah yang dapat menindih lawan yang terlentang menghitung bentang. Gerakan jurus pada seni benjang adalah perpaduan dari jurus ketangkasan di masa lalu, terutama jenis beladiri kontak badan selain silat, seperti, sumo, sampai pada westerlen, judo, gulat, jujitsu, kempo dan karate. Ada yang menarik dari benjang, yakni keharmonisan dan lenturnya gerakan dalam pertandingan, yang dibatasi peraturan, diantaranya tidak boleh mencekik leher lawan, memukul, menyikut, mencubit, menggigit dan menendang lawan, juga memegang kaki baik satu atau keduanya. Pertunjukan benjang biasa digelar di atas lapangan berdiameter minimal 5-9 meter, sebagai arena pertandingan yang berbentuk lingkaran. Diselenggarakan pada malam hari, penerangannya berupa obor bambu atau petromaks, digantung pada tiang bambu

LAPORAN AKHIR K

Kaajjiiaann PPeerreennccaannaaaann SSttrraatteeggiiss PPeennggeemmbbaannggaann OODDTTWW ddii KKaammppuunngg PPaassiirr KKuunnccii B. “Gebyar Seni Kampung Wisata Pasir Kunci”

Adalah kegiatan atau apresiasi seni sunda yang diselenggarakan di pasir kunci dengan semarak atas kerjasama masyarakat dan Pemerintah Daerah Kota Bandung.

Kegiatan ini telah lama berhenti dan mengalami kebuntuan terutama dalam kaitan momentum pelaksanaan acara Gebyar Seni Kampung Pasir Kunci. Idealnya kegiatan tersebut merupakan bentuk manifestasi dari kebudayaan masyarakat dalam merespon keadaan, apresiasi terhadap alam dan lingkungan, para leluhur serta waktu tertentu yang merupakan nilai dasar dari kebudayaan itu sendiri.