TINJAUAN TEORI 2.1 Nifas atau Puerperium
2.2 Kebiasaan Melakukan Pantangan .1 Kebiasaan
2.2.3 Gangguan Mobilisasi
Menurut Potter dan Perry (2006), ada 2 hal yang menyebabkan
gangguan mobilisasi antara lain:
Tirah Baring merupakan suatu intervensi dimana klien dibatasi
untuk tetap berada ditempat tidur untuk tujuan terapeutik. Tirah Baring
mempunyai pengertian yang berbeda-beda diantara perawat, dokter, dan
tim kesehatan lainnya. Lamanya tirah baring tergantung penyakit dan status
kesehatan klien sebelumnya.Tujuan tirah baring adalah mengurangi
kebutuhan fisik dan kebutuhan oksigen untuk tumbuh, mengurangi nyeri,
mengembalikan kekuatan dan memberikan kesempatan kepada klien yang
lebih untuk istirahat tanpa gangguan.
Imobilisasi yang menjadi salah satu dalam gangguan
mobilisasi.Gangguan Mobilisasi fisik (Imobilisasi) adalah suatu keadaan
ketika individu mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerak
fisik.Perubahan dalam tingkat imobilisasi fisik dapat mengakibatkan
kontraksi pembatasan gerak dalam bentuk tirah baring, pembatasan gerak
fisik selama penggerakan alat bantu eksternal (misalnya gips atau traksi
rangka), pembatasan gerakan volunter, atau kehilangan fungsi motorik.
Apabila ada perubahan mobilisasi, maka setiap sistem tubuh beresiko
imobilisasi yang dialami. Imobilisasi juga berpengaruh terhadap fisiologis
(perubahan metabolik, sistem respiratori, kardiovaskuler, musculoskeletal,
sistem integumen, perubahan eliminasi urine dan psikososial) (Potter dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.Masa nifas berlangsung
selama kira-kira 6 minggu (Prawirohardjo, 2002).Pengawasan masa nifas sangat
penting bagi wanita setelah melahirkan. Pengawasan yang dilakukan adalah
dengan memperhatikan jenis makanan dan minuman .Makanan yang diberikan
harus bermutu tinggi dan cukup kalori, yang mengandung cukup protein, banyak
cairan serta banyak buah-buahan dan sayuran.Makanan yang bergizi sangat
berguna bagi ibu nifas diantaranya untuk memulihkan tenaga dan kondisi setelah
melahirkan, mencegah perdarahan, mencegah infeksi dan untuk persiapan tenaga
agar ibu dapat beraktifitas/melakukan mobilisasi dini sehingga mampu merawat
bayinya sendiri. Makanan bergizi juga diperlukan untuk persiapan laktasi, dengan
harapan ibu akan mampu memberikan bayinya asi eksklusif. Dengan pemberian
asi eksklusif yaitu memberikan asi saja dari usia 0-6 bulan tanpa memberikan
makanan tambahan sehingga dalam tubuh bayi akan terdapat zat-zat yang
terkandung dalam asi (Saptaningrum, Hendromastuti, Prasetyo, 2008).
Setelah tindakan sectio caesareajuga harus dilakukan mobilisasi dini/aktifitas. Mobilisasi dini merupakan kebijaksanaan untuk selekas mungkin
membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas
mungkin untuk berjalan.Mobilisasi dini merupakan faktor yang menonjol dalam
keras, maka resiko perdarahan abnormal dapat dihindarkan, karena kontraksi
membentuk penyempitan pembuluh darah yang terbuka. Selain itu tindakan
mobilisasi dini diharapkan ibu nifas dapat menjadi lebih sehat dan lebih kuat,
selain juga dapat melancarkan pengeluaran lochea, membantu proses penyembuhan luka akibat proses persalinan, mempercepat involusi alat
kandungan, melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan serta
meningkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga mempercepat fungsi air susu
ibu (ASI) dan pengeluaran sisa metabolisme (Manuaba, 2008). Asuhan masa nifas
penting sekali untuk memantau ibu secara ketat dalam rangka menurunkan angka
kematian ibu, karena dalam periode ini merupakan periode kritis (Prawiroharjo,
2009).
Tingkat kematian ibu melahirkan meningkat tahun 2012, mencapai 359
per 100 ribu kelahiran hidup.Tahun 2007, angka kematian ibu melahirkan tercatat
sekitar 228 per 100 ribu kelahiran hidup.Angka kematian ibu hamil maupun
melahirkan di Sumatera Utara mengalami penurunan. Pada akhir tahun 2014 (per
oktober) terdapat 152 ibu meninggal dunia, sementara pada tahun 2013 jumlah
kematian mencapai 249 orang dan 274 ibu meninggal pada tahun 2012. Walaupun
mengalami penurunan, Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi ke empat
paling tinggi angka kematian ibu setelah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa
Timur (Bararah, 2011).
Penyebab langsung tingginya angka kematian ibu di Indonesia adalah
perdarahan 28%, Eklampsia24%, infeksi 20%, komplikasi Puerperium 8%,
Penyebab kematian maternal berdasarkan data Dinas Kesehatan Indonesia 2008,
dikelompokkan menjadi penyebab langsung dan tidak langsung.Penyebab
langsung kematian maternal yaitu perdarahan, eklamsi, infeksi serta komplikasi
nifas.Sedangkan penyebab tidak langsung kematian maternal terkait dengan
kondisi sosial, ekonomi, geografi serta budaya masyarakat (Hasnawati, dkk,
2008).Masalah kematian dan kesakitan yang dialami ibu bisa berasal dari sosial
budaya dimana mereka tinggal.Kenyataan dilapangan masih banyak ibu nifas
yang melakukan pantangan baik makanan, minuman dan mobilisasi dini. Dimana
hal tersebut akan berpengaruh terhadap kesehatan ibu, proses involusi dan juga
kualitas ASI (Saptanimgrum, Hendromastuti, Prasetyo, 2008).
Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Saptaningrum,
Hendromastuti dan Prasetyo (2008) menunujukkan adanya pengaruh secara
signifikan kebiasaan melakukan pantang makanan, minuman dan aktifitas
terhadap pemulihan kesehatan ibu nifas baik secara bersama-sama maupun
sendiri-sendiri. Faktor makanan bergizi merupakan faktor yang dominan
mempengaruhi pemulihan kesehatan ibu nifas. Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Hartiningtiyaswati (2010),didapatkan kedaan luka perineum pada 54
responden (79%) yang berperilaku pantang makanan yaitu 50 responden (92,6%)
tidak sembuh pada hari ke-7 masa nifas dan 4 responden (7,4%) sembuh.
Sedangkan keadaan luka perineum pada 14 responden (21%) yang tidak pantang
makanan yaitu 11 responden (78,6%) menunjukkan hasil sembuh pada hari ke-7
penyembuhan luka perineum pada ibu nifas.Perilaku pantang makanan
menyebabkan luka perineum pada ibu nifas lebih lama sembuh (lebih dari 7 hari).
Penelitan yang dilakukan oleh Isti Marfuah (2012), menunjukkan 39 reponden
(36,8%) mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang mobilisasi, 67 responden
(63,2%) mempunyai pengetahuan yang rendah tentang mobilisasi. Sebanyak 31
responden (29,2%) mempunyai sikap yang baik tentang mobilisasi pascasectio caesarea dan 75 responden (70,8%) mempunyai sikap yang kurang tentang mobilisasi pasca sectio caesarea.
Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa masih banyak para ibu nifas
yang banyak melakukan pantangan pada masa nifas.Hal tersebut dipengaruhi oleh
kebiasaan yang dilakukan oleh ibu atau kepercayaan yang dianutnya. Penulis
sangat tertarik untuk mengetahui bagaimana gambaran ibu dalam melakukan
pantangan yang juga mempengaruhi pemulihan kesehatan ibu nifas, terutama pada
ibu nifas post sectio. Untuk itu penulis tertarik untuk mengadakan penelitian
tentang “Gambaran Kebiasaan Melakukan Pantangan Makanan, Minuman,
Aktivitas dan Pemulihan Kesehatan Ibu Nifas Post Sectio Caesarea.