GAYA BAHASA WACANA SAMPUL BELAKANG NOVEL POPULER TERBITAN 2000-AN
3.3 Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna
3.3.1 Gaya Bahasa Retoris
Gaya bahasa retoris merupakan penyimpangan dari konstruksi biasa untuk mencapai efek tertentu khususnya pada makna, (Keraf, 1984). Gaya bahasa retoris dibedakan menjadi berbagai macam jenis, namun pada penelitian ini hanya ditemukan satu gaya bahasa, yaitu hiperbol. Berikut wacana sampul belakang novel populer terbitan 2000-an yang menggunakan gaya bahasa tersebut.
3.3.1.1 Hiperbol
Hiperbol merupakan gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, (Keraf, 1984). Gaya bahasa hiperbol digunakan untuk menarik calon pembaca agar berminat untuk membeli novel yang bersangkutan. Hal
tersebut terjadi karena ungkapan yang berlebihan secara positif dapat dengan mudah mempengaruhi seseorang. Berikut penggunaan gaya bahasa hiperbol pada wacana sampul belakang novel populer terbitan 2000-an.
(27) Perang Bintang
Wira tidak merendahkanku, tapi aku merasa direndahkan. Wira tidak mengejekku, tapi aku merasa diejek. Tatapannya... apa artinya? Memangnya kenapa kalau aku janda? Apa Wira ternyata juga manusia berpikiran dangkal, yang menganggap janda hanya perempuan kelas dua yang suka menggoda pria? Oh, aku benci sekali memikirkan itu! Aku benci membayangkan apa yang Wira pikirkan tentang aku! Yang paling celaka, aku juga membenci diriku sendiri, lantaran jadi begini kacau hanya karena memikirkan apa yang Wira pikirkan! Ya ampun... tentu saja ini tidak boleh terjadi! Daripada naksir brondong bau kencur itu, lebih baik aku makan sepatuku sendiri!
-Rezia Kartika, 30
Jatuh cinta kok sama janda... Janda cerai, lagi. Tiga tahun lebih tua, lagi. Sudah punya anak, lagi. Kayak nggak ada perempuan lainnya saja! Sudah pasti hal konyol macam ini tak boleh terjadi. Ya, kan? Bagaimana dengan reputasiku, coba? Apa kata ornag nanti? Ha?! Hahaha! Sekarang aku jadi mirip Rezia: jadi ikut sok jaim memikirkan apa kata orang segala. Bah! Padahal, dari segi mana saja kami nggak jodoh kok. Kartika-Yudha.. see? Kalau kami nekat menjalin hubungan, kujamin dunia akan meledak karena Perang Bintang!
-Wira Yudha Nugraha, 27
Saya membaca draft novel ini selama delapan jam nonstop (um... dipotong dua jam makan malam dan satu jam mengedit, tepatnya). Jangan bayangkan kisah cinta rumit dengan jalan cerita berbelit. Tidak. Ini adalah novel percintaan sederhana dengan kegesitan daya tutur (sebuah daya yang tak dimiliki oleh banyak penulis hari-hari ini). Pintar tanpa terlihat sok pintar. Dan ini yang penting, Dewie Sekar mampu menyeret kita ikut merasakan gigitan cinta, patah hati, dan rindu. Novel ini sangat perempuan.
-Candra Widanarko, Editor in Chief/Managing Director
(Sekar, Dewie. 2006. Perang Bintang. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama)
Wacana sampul belakang novel (27) terdapat hiperbol dalam monolog tokoh. Hal tersebut terlihat pada kalimat paragraf kedua melebih-lebihkan
kejadian yang belum tentu terjadi, yaitu kalau kami nekat menjalin hubungan, kujamin dunia akan meledak karena Perang Bintang. Dalam kenyataannya, mustahil apabila dengan menjalin hubungan dapat menyebabkan dunia meledak karena perang bintang.
Paragraf ketiga merupakan komentar pembaca dari Candra Widanarko, yang memuat gaya bahasa hiperbol untuk persuasi calon pembaca. Gaya bahasa hiperbol yang digunakan Candra Widanarko terdapat pada kalimat, ―Ini adalah novel percintaan sederhana dengan kegesitan daya tutur (sebuah daya yang tak dimiliki oleh banyak penulis hari-hari ini). Pintar tanpa terlihat sok pintar. Dan ini yang penting, Dewie Sekar mampu menyeret kita ikut merasakan gigitan cinta, patah hati, dan rindu. Novel ini sangat perempuan.‖. Kalimat tersebut mengandung pernyataan yang melebih-lebihkan untuk memunculkan perhatian calon pembaca perempuan yang cenderung empati dengan cinta, patah hati, dan rindu. Selain itu, dengan menyebut novel ini sangat perempuan semakin menegaskan bahwa Novel Perang Bintang identik dengan perempuan.
(28) Sunshine Becomes You
Ini kisah yang terjadi di bawah langit New York... Tentang harapan yang muncul di tegah keputusasaan... Tentang impian yang bertahan di antara keraguan...
Dan tentang cinta yang memberikan alasan untuk bertahan hidup. Awalnya Alex Hirano lebih memilih jauh-jauh dari gadis itu— malaikat kegelapan yang membuatnya cacat.
Kemudian Mia Clark tertawa, dan Alex bertanya-tanya bagaimana ia bisa berpikir gadis yag memiliki tawa secerah matahari itu adalah malaikat kegelapann.
Awalnya, mata hitam yang menatapnya dengan tajam dan dingin itu membuat Mia gemetar ketakutan dan berharap bumi menelannya detik itu juga.
Kemudian Alex Hirano tersenyum, dan jantung Mia yang malang melonjak dan berdebar begitu keras sampai-sampai Mia takut Alex bisa mendengarnya.
(Tan, Ilana. 2012. Sunshine Becomes You. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama)
Wacana sampul belakang (28) meggunakan gaya bahasa hiperbol pada kalimat terakhir. Gaya bahasa hiperbol ditunjukan kalimat “Kemudian Alex Hirano tersenyum, dan jantung Mia yang malang melonjak dan berdebar begitu keras sampai-sampai Mia takut Alex bisa mendengarnya.”. Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa hiperbol karena menjelaskan bahwa jantung Mia dapat berdebar keras dan seakan dapat melonjak ketika Alex tersenyum kepadanya. Selain itu, dijelaskan pula bahwa Mia ketakutan detak jantungnya dapat terdengar oleh Alex padahal detak jantung tidak dapat didengar dari jarak yang jauh. Kedua hal tersebut membuktikan gaya bahasa hiperbol yang terdapat pada wacana (28). 3.3.2 Gaya Bahasa Kiasan
Gaya bahasa kiasan merupakan gaya bahasa yang dibentuk berdasarkan persamaan, (Keraf, 1984). Gaya bahasa kiasan memiliki berbagai macam jenis, namun penelitian ini hanya ditemukan empat gaya bahasa, yaitu simile, metafora, personifikasi, dan epit. Berikut merupakan contoh penggunaan gaya bahasa tersbut.
3.3.2.1 Simile
Simile atau persamaan merupakan perbandingan yang bersifat eksplisit, yaitu menyatakan sesuatu sama dnegn hal yang lain, (Keraf, 1984). Gaya bahasa
simile digunakan untuk memperindah wacana sampul belakang novel populer terbitan 2000-an. Gaya bahasa simile ditandai dengan kata yang merujuk pada persamaan, misalnya seperti, bagaikan, ibarat, layaknya, dan sebagainya. Berikut merupakan penggunaan gaya bahasa simile pada wacana sampul belakang novel.
(29) Ibuk,
―Seperti sepatumu ini, Nduk. Kadang kita mestik berpijak dengan sesuatu yang tak sempurna. Tapi kamu mesti kuat. Buatlah pijakan kuat.‖
Masih belia usia Tinah saat itu. Suatu pagi di Pasar Batu telah mengubah hidupnya. Sim, seorang kenek angkot, seorang playboy pasar yang berambut selalu klimis dan bersandal jepit, hadir dalam hidup Tinah lewat sebuah tatapan mata. Keduanya menikah, mereka pun menjadi Ibuk dan Bapak.
Lima anak terlahir sebagai buah cinta. Hidup yang semakin meriah juga semakin penuh perjuangan. Angkot yang sering rusak, rumah mungil yang bocor di kala hujan, biaya pendidikan anak-anak yang besar, dan pernak-pernik permasalahan kehidupan dihadapi Ibuk dengan tabah. Air matanya membuat garis-garis hidup semakin indah. ibuk, novel karya penulis national best seller Iwan Setiawan, berkisah tentang sebuah pesta kehidupan yang dipimpin oleh seorang perempuan sederhana yang perkasa. Tentang sosok perempuan bening dan hijau seperti pepohonan yang menutupi kegersangan, yang memberi napas bagi kehidupan.
(Setiawan, Iwan. 2012. Ibuk,. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama) Wacana tersebut merupakan contoh penggunaan gaya bahasa simile pada wacana sampul belakang novel. Penggunaan gaya bahasa ditandai kata seperti sebagai penunjuk kesamaan. Kalimat “Seperti sepatumu ini, Nduk.” Merupakan simile yang tanpa menggunakan objek pertama. Hal tersebut berbeda dengan kalimat “Tentang sosok perempuan bening dan hijau seperti pepohonan yang menutupi kegersangan, yang memberi napas bagi kehidupan.” yang menyebutkan
objek pertama, ibuk, memiliki persamaan dengan pepohonan penutup kegersangan.
(30) MOZAIK
Membangun mahligai pernikahan ibarat menyusun sebuah mozaik. Dua insan manusia adalah kepingan-kepingannya. Mereka berbeda, tetapi menyatu atas nama cinta yang suci. Namun, akankah mozaik itu akan tetap utuh jika ada orang ketiga?
Novelnya bagus banget, aku suka ceritanya. Mudah-mudahan bisa bermanfaat bagi pasangan, khususnya pasangan suami istri.
- Anneke Jodi, Artis
Apa yang telah disatukan oleh Tuhan, tak boleh diceraikan oleh manusia. Tampaknya itulah pesan akhir yang ingin disampaikan oleh penulisnya.
- Fida Abbott, Penulis novel Enthusiasm pemenang Penghargaan Pinnacle Book Achievement Award (Susanto, Ita. 2016. Mozaik. Jakarta: Bhuana Sastra)
Wacana sampul belakang (30) menggunakan gaya bahasa simile. Gaya bahasa simile digunakan untuk menunjukkan persamaan antara pernikahan dengan sebuah mozaik yang harus disusun. Penggunaan gaya bahasa tersebut diletakkan pada paragraf pertama dengan harapan calon pembaca akan tertarik hanya dengan membaca bagian awal. Gaya bahasa simile yang terdapat dalam wacana sampul belakang novel (30) ditandai dengan kata ibarat sebagai kata yang menunjukkan persamaan, terdapat pada “Membangun mahligai pernikahan ibarat menyusun sebuah mozaik.”.
3.3.2.2 Metafora
Metafora merupakan gaya bahasa yang membandingkan dua hal secara langsung, (Keraf, 1984). Gaya bahasa metafora menyerupai gaya bahasa simile, namun metafora tidak ditandai dengan kata yang merujuk persamaan. Oleh karena
itu, gaya bahasa metafora pun digunakan untuk memperindah wacana sampul belakang novel populer terbitan 2000-an. Berikut gaya bahasa metafora pada wacana sampul belakang novel.
(31) Menari di Atas Awan
Dewi sangat sedih ketika menyadari bahwa ibu Rayhan, kekasihnya, sangat tidak menyukainya. Bagi Ibu Susetyo, Dewi yang hanya bekerja sebagai penyanyi kafe adalah gadis murahan yang tidak pantas bersanding dengan putranya yang calon direktur. Oleh sebab itu, Dewi memutuskan untuk menjauhi Rayhan.
Namun Dewi tak mengira bahwa hubungan sesaat dengan Rayhan telah membuahkan janin dalam rahimnya. Panik, karena tahu bahwa dia tak mungkin lagi mencari nafkah dalam keadaan hamil, membuat Dewi berusaha mencari Rayhan kembali. Namun laki-laki itu telah pergi jauh, tanpa mengabari dirinya.
Dalam keadaan putus asa Dewi menerima uluran tangan Didit, kakak Rayhan, yang menawarinya perkawinan di atas kertas, agar bayinya memiliki bapak. Sementara Didit sendiri juga berkepentingan dengan perkawinan pura-pura ini.
Tentu saja perkawinan mereka membuat Ibu Susetyo semakin membenci Dewi. Dan puncak kesengsaraan Dewi adalah ketika Rayhan tiba-tiba muncul di hadapannya, memandangnya, dengan sinis karena yakin bahwa Dewi memang tipe gadis seperti yang dikatakan ibunya. Padahal kemunculan Rayhan telah menghidupkan kembali kuncup-kuncup cinta Dewi pada lelaki itu...
(Sardjono, Maria A. 2011. Menari di Atas Awan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama)
Wacana sampul belakang novel (31) menggunakan gaya bahasa metafora sebagai teknik persuasi. Gaya bahasa metafora digunakan untuk mengibaratkan cinta yang datang kembali, namun ditulis sebagai kuncup-kuncup cinta pada kalimat terakhir. Gaya bahasa metafora dapat menambah keindahan dalam penulisan wacana. Dengan demikian, calon pembaca diharapkan tertarik dengan novel tersebut.
(32) Istana di Atas Pasir
Mahar seratus juta telah meruntuhkan fondasi cinta Ivan dan Amara yang telah mereka coba bangun selama tiga tahun terakhir. Mereka berpisah, meninggalkan semua kenangan manis dan menutupnya menjadi lembaran masa lalu.
Amara mengikuti keinginan sang ibu untuk menikahi Adrik, lelaki sempurna berjabatan tinggi yang bergelimang harta. ivSemua berjalan sesuai yang diimpikan sang ibu, pada awalnya. vHingga Amara mulai menyadari betapa rapuh rumah tangganya.
Bertahun-tahun lewat, Amara tak sengaja bertemu kembali dengan Ivan. Semua telah berubah, kecuali rasa yang masih mewarnai hati keduanya.
Namun, apakah rasa itu cukup untuk membuat cinta menemukan jalannya?
Atau mereka harus mempertahankan istana masing-masing, yang dibangun di atas pasir?
(Tobing, Bey. 2015. Istana di Atas Pasir. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama)
Wacana sampul belakang novel (32) terdapat gaya bahasa metafora yang digunakan sebagai teknik persuasi. Gaya bahasa metafora memberikan pengaruh pada calon pembaca yang melihat sampul belakang novel karena memperindah kata-kata. Dengan demikian, calon pembaca diharapkan dapat tertarik dengan novel tersebut. Gaya bahasa metafora terdapat pada kalimat “Mahar seratus juta telah meruntuhkan fondasi cinta Ivan dan Amara yang telah mereka coba bangun selama tiga tahun terakhir.”. Meruntuhkan fondasi cinta merupakan metafora hidup yang memberi kesan indah pada kalimat tersebut. Kemudian, pada kalimat “Atau mereka harus mempertahankan istana masing-masing, yang dibangun di atas pasir?” pun menggubakan metafora untuk menggantikan rumah tangga yang tidak kokoh, yaitu frasa di atas pasir.
3.3.2.3 Personifikasi
Personifikasi disebut pula prosopopoeia merupakan gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda mati seperti memiliki sifat-sifat manusia, (Keraf, 1984). Gaya bahasa personifikasi digunakan untuk menggambarkan suasana, peristiwa, atau perasaan dengan lebih detail. Oleh karena itu, gaya bahasa personifikasi digunakan pada wacana sampul belakang novel populer terbitan 2000-an. Berikut contoh penggunaan gaya bahasa personifikasi.
(33) AI
Cinta Tak Pernah Lelah Menanti
Cinta seperti sesuatu yang mengendap-endap di belakangmu. Suatu saat, tiba-tiba kau baru sadar, cinta menyergapmu tanpa peringatan. SEI
Aku mencintaimu Ai. Tidak tahu sejak kapan—mungkin sejak pertama kali dia menggenggam tanganku— aku tidak tahu mengapa, dan aku tidak tahu bagaimana. Aku hanya mencintainya dengan caraku sendiri. AI
Aku bersahabat dengan Sei sejak kami masih sangat kecil. Saat kami tumbuh remaja, gadis-gadis mulai mengejarnya. Entah bagaimana, aku pun jatuh cinta padanya, tetapi aku memilih untuk menyimpannya. Lalu, datang Shin ke dalam lingkaran persahabatan kami. Dia membuatku jatuh cinta dan merasa dicintai.
(Efendi, Winna. 2010. AI (Cinta Tak Pernah Lelah Menanti). Jakarta: Gagasmedia)
Wacana sampul belakang (33) menggunakan gaya bahasa personifikasi. Gaya bahasa tersebut digunakan untuk memperindah susunan kalimat sehingga dapat menarik ketika membaca cepat. Penggunaan gaya bahasa tersebut diletakkan pada paragraf pertama dengan harapan calon pembaca akan tertarik hanya dengan membaca bagian awal. Gaya bahasa personifikasi ditandai kata
menyergap terdapat dalam kalimat “Suatu saat, tiba-tiba kau baru sadar, cinta menyergapmu tanpa peringatan.”
3.3.2.4 Epitet
Epitet merupakan gaya bahasa yang menyatakan suatu sifat atau ciri khusus dari seseorang atau suatu hal, (Keraf, 1984). Gaya bahasa epitet digunakan untuk memberikan kesan lain pada suatu kata atau frasa. Berikut contoh penggunaan gaya bahasa epitet pada wacana sampul belakang novel populer terbitan 2000-an.
(34) Ibuk,
―Seperti sepatumu ini, Nduk. Kadang kita mestik berpijak dengan sesuatu yang tak sempurna. Tapi kamu mesti kuat. Buatlah pijakan kuat.‖
Masih belia usia Tinah saat itu. Suatu pagi di Pasar Batu telah mengubah hidupnya. Sim, seorang kenek angkot, seorang playboy pasar yang berambut selalu klimis dan bersandal jepit, hadir dalam hidup Tinah lewat sebuah tatapan mata. Keduanya menikah, mereka pun menjadi Ibuk dan Bapak.
Lima anak terlahir sebagai buah cinta. Hidup yang semakin meriah juga semakin penuh perjuangan. Angkot yang sering rusak, rumah mungil yang bocor di kala hujan, biaya pendidikan anak-anak yang besar, dan pernak-pernik permasalahan kehidupan dihadapi Ibuk dengan tabah. Air matanya membuat garis-garis hidup semakin indah. ibuk, novel karya penulis national best seller Iwan Setiawan, berkisah tentang sebuah pesta kehidupan yang dipimpin oleh seorang perempuan sederhana yang perkasa. Tentang sosok perempuan bening dan hijau seperti pepohonan yang menutupi kegersangan, yang memberi napas bagi kehidupan.
(Setiawan, Iwan. 2012. Ibuk,. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama) Wacana sampul belakang Novel ibuk, menggunakan gaya bahasa epitet dalam penyampaiannya. Gaya bahasa epitet digunakan untuk menyebut anak pada
paragraf ketiga, namun menggunakan istilah buah cinta. Buah hati dapat menggantikan kata anak untuk memperindah penyampaian sinopsis Novel Ibuk.
68
BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan
Terdapat dua masalah yang diangkat dalam penelitian ini. Masalah penelitian yang diangkat tersebut antara lain (i) wacana sampul belakang novel populer terbitan 200-an dan (ii) gaya bahasa wacana sampul belakang novel populer terbitan 2000-an. Kedua masalah tersebut telah dibahas pada Bab II dan Bab III.
Dari pembahasan Bab II dapat disimpulkan bahwa terdapat sepuluh jenis wacana sampul belakang novel populer terbitan 2000-an. Sepuluh jenis tersebut meliputi sinopsis, kutipan cerita, monolog, sinopsis dan komentar pembaca, sinopsis dan biodata penulis, kutipan cerita dan sinopsis, kutipan cerita dan monolog, kutipan cerita dan biodata penulis, monolog dan komentar pembaca, kutipan cerita; sinopsis; dan biodata penulis. Sinopsis merupakan ringkasan atau abstraksi dari sebuah cerita. Sinopsis digunakan untuk menggambarkan isi dengan tetap mempertahankan alur dari sebuah cerita. Secara umum, sinopsis terdiri dari pengenalan, konflik, dan penyelesaian maupun penekanan. Dengan demikian, sinopsis mempermudah calon pembaca memahami isi cerita secara singkat. Dalam sinopsis pun terdapat ajakan, bujukan, atau motivasi untuk calon pembaca.
Kutipan cerita merupakan pengambilan beberapa kalimat yang terdapat pada novel, atau cuplikan maupun penggalan cerita yang diambil pada bagian tertentu dan dianggap penting. Pengambilan beberapa kalimat yang dianggap penting dalam suatu cerita dapat memunculkan keinginan pembaca untuk
mengetahui cerita yang sebenarnya. Cara penyampaian kutipan cerita dapat dibagi menjadi kutipan langsung dan kutipan tidak langsung. Kutipan langsung merupakan cuplikan atau penggalan cerita yang diambil tanpa ada pengubahan sebelumnya. Kalimat yang dikutip diambil apa adanya sesuai dengan teks asli dari cerita. Secara umum, kutipan langsung terdiri dari pengenalan, konflik, dan penutup yang memberikan kesan menggantung. Kutipan langsung dapat digunakan sebagai sarana menunjukkan teknik penceritaan si penulis. Kutipan tidak langsung merupakan cuplikan atau penggalan cerita yang diambil dengan dilakukan pengubahan terlebih dahulu. Secara umum, kutipan tidak langsung terdiri dari pengenalan, konflik, penutup yang memberikan kesan menggantung. Kutipan tidak langsung digunakan karena dapat disisipi kata atau kalimat lain yang menarik.
Komentar pembaca merupakan ulasan atau tanggapan oleh pembaca yang ditujukan pada cerita maupun penulisnya. Secara umum, komentar pembaca terdiri dari ulasan tentang novel, pandangan pembaca, himbauan atau apresiasi untuk penulis maupun tokoh, dan identitas pembaca. Komentar pembaca bertujuan untuk memberikan penilaian terhadap cerita suatu novel. Dalam hal ini, memberikan penilaian positif atau cenderung melebih-lebihkan.
Monolog merupakan pembicaraan yang dilakukan seorang diri dan ditujukan untuk diri sendiri. Secara umum, monolog terdiri dari nama dan sifat; tindakan; perasaan tokoh. monolog merupakan penuliskan masalah, ide, atau pikiran seorang tokoh mengenai sesuatu yang dirasakannya sehingga menggambarkan kejadian pada novel.
Biodata penulis merupakan riwayat hidup singkat dari penulis yang digunakan untuk mengenalkan penulis maupun prestasi yang telah diperoleh. Biodata penulis dapat berisi nama, tanggal lahir, tempat lahi, riwayat pendidikan, pekerjaan, pengalaman menulis, karya yang telah diterbitkan, dan prestasi selama menulis. Namun, biodata tersebut dituliskan sesuai dengan kebutuhan.
Pada pembahasan Bab III disimpulkan bahwa penulisan wacana sampul belakang novel terbitan 2000-an terdapat gaya bahasa untuk memperindah wacana. Gaya bahasa yang pertama dengan gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat. Struktur sebuah kalimat dapat dijadikan landasan untuk menciptakan gaya bahasa. Struktur kalimat yang dimaksud adalah kalimat bagaimana tempat sebuah unsur kalimat yang dipentingkan dalam kalimat tersebut (Keraf,1986: 124). Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat yang terdapat pada wacana sampul belakang novel populer terbitan 2000-an, yaitu gaya bahasa klimaks, paralelisme, antitesis, dan repetisi.
Kemudian, gaya bahasa kedua dengan gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna. Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna melihat apakah acuan yang dipakai masih mempertahankan makna sesungguhnya atau sudah ada penyimpangan (Keraf, 1986: 129). Gaya bahasa berdasarkan makna dibagi menjadi dua, yaitu gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan. Keduanya digunakan dalam wacana sampul belakang novel untuk menarik, memperjelas, menekankan, memperindah, menghibur, memudahkan pengucapan, atau memberikan efek lain pada calon pembaca.
Gaya bahasa retoris dan kiasan meliputi gaya bahasa hiperbol, simile, metafora, personifikasi, dan epitet. Gaya bahasa hiperbol untuk melebih-lebihkan untuk memunculkan perhatian. Gaya bahasa simile dan personifikasi untuk memperindah susunan kalimat sehingga dapat menarik ketika membaca cepat. Gaya bahasa metafora dan epitet digunakan untuk memperindah kata-kata.
Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat dan gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna banyak digunakan pada wacana sampul belakang novel. Kedua jenis gaya bahasa tersebut terdiri dari gaya bahasa klimaks, paralelisme, antitesis, repetisi, hiperbol, simile, metafora, personifikasi, dan epitet. Dalam wacana sampul belakang novel pun dapat digunakan satu atau lebih gaya bahasa untuk menarik calon pembaca.
4.2 Saran
Setelah kedua permasalahan tersebut berhasil dijawab, kemudian muncul sebuah saran yang dapat diajukan. Selain gaya bahasa sebagai teknik persuasi, terdapat teknik lain yang digunakan pada wacana sampul belakang novel terbitan 2000-an, yaitu penekanan di akhir wacana dan typografi. Dari saran tersebut, diharapkan adanya penelitian lagi mengenai wacana sampul belakang novel yang lebih mendalam.