• Tidak ada hasil yang ditemukan

Monolog dan Komentar Pembaca

WACANA SAMPUL BELAKANG NOVEL POPULER TERBITAN 2000-AN

2.10 Monolog dan Komentar Pembaca

Monolog merupakan pembicaraan yang dilakukan seorang diri dan ditujukan untuk diri sendiri. Secara umum, monolog terdiri dari nama dan sifat; tindakan; perasaan tokoh. Kemudian, komentar pembaca merupakan ulasan atau tanggapan oleh pembaca yang ditujukan pada cerita maupun penulisnya. Secara umum, komentar pembaca terdiri dari ulasan tentang novel, pandangan pembaca, himbauan atau apresiasi untuk penulis maupun tokoh, dan identitas pembaca. Komentar pembaca bertujuan untuk memberikan penilaian terhadap cerita suatu novel. Komentar pembaca dalam wacana sampul belakang novel populer terbitan 2000-an cenderung berisi hal positif yang melebih-lebihkan cerita. Komentar pembaca ditulis oleh tokoh masyarakat atau public figure. Berikut merupakan contoh komentar pembaca. Monolog dan komentar pembaca digunakan dalam wacana sampul belakang novel populer terbitan 2000-an, berikut contohnya.

(19) Perang Bintang

Wira tidak merendahkanku, tapi aku merasa direndahkan. Wira tidak mengejekku, tapi aku merasa diejek. Tatapannya... apa artinya? Memangnya kenapa kalau aku janda? Apa Wira ternyata juga manusia berpikiran dangkal, yang menganggap janda hanya perempuan kelas dua yang suka menggoda pria? Oh, aku benci sekali memikirkan itu! Aku benci membayangkan apa yang Wira pikirkan tentang aku! Yang paling celaka, aku juga membenci diriku sendiri, lantaran jadi begini kacau hanya karena memikirkan apa yang Wira pikirkan! Ya ampun... tentu saja ini tidak boleh terjadi! Daripada naksir brondong bau kencur itu, lebih baik aku makan sepatuku sendiri!

Jatuh cinta kok sama janda... Janda cerai, lagi. Tiga tahun lebih tua, lagi. Sudah punya anak, lagi. Kayak nggak ada perempuan lainnya saja! Sudah pasti hal konyol macam ini tak boleh terjadi. Ya, kan? Bagaimana dengan reputasiku, coba? Apa kata ornag nanti? Ha?! Hahaha! Sekarang aku jadi mirip Rezia: jadi ikut sok jaim memikirkan apa kata orang segala. Bah! Padahal, dari segi mana saja kami nggak jodoh kok. Kartika-Yudha.. see? Kalau kami nekat menjalin hubungan, kujamin dunia akan meledak karena Perang Bintang!

-Wira Yudha Nugraha, 27 Saya membaca draft novel ini selama delapan jam nonstop (um... dipotong dua jam makan malam dan satu jam mengedit, tepatnya). Jangan bayangkan kisah cinta rumit dengan jalan cerita berbelit. Tidak. Ini adalah novel percintaan sederhana dengan kegesitan daya tutur (sebuah daya yang tak dimiliki oleh banyak penulis hari-hari ini). Pintar tanpa terlihat sok pintar. Dan ini yang penting, Dewie Sekar mampu menyeret kita ikut merasakan gigitan cinta, patah hati, dan rindu. Novel ini sangat perempuan.

-Candra Widanarko, Editor in Chief/Managing Director (Sekar, Dewie. 2006. Perang Bintang. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama)

Wacana sampul belakang novel (19) merupakan monolog yang digunakan untuk menggambarkan tokoh dan situasi yang dibangun dalam novel berjudul Perang Bintang. Monolog terdapat pada paragraf pertama dan kedua. Monolog wacana sampul belakang novel (19) memiliki dua bagian, yaitu monolog Rezia Kartika dan monolog Wira Yudha Nugraha. Pada bagian monolog Rezia terdiri dari pengenalan situasi “Wira tidak merendahkanku, tapi aku merasa direndahkan.”, konflik batin tokoh tampak pada “Memangnya kenapa kalau aku janda?”, penolakan terhadap situasi dan konflik batin tokoh tampak pada kalimat “Daripada naksir brondong bau kencur itu, lebih baik aku makan sepatuku sendiri!”, dan nama tokoh, Rezia Kartika. Bagian monolog Wira terdiri dari pengenalan situasi, yaitu kalimat “Jatuh cinta kok sama janda... Janda cerai, lagi. Tiga tahun lebih tua, lagi.”, konflik batin tokoh “Bagaimana dengan reputasiku,

coba? Apa kata ornag nanti?”, penolakan terhadpa situasi dan konflik batin tokoh “Kalau kami nekat menjalin hubungan, kujamin dunia akan meledak karena Perang Bintang!”, dan nama tokoh, Wira Yudha Nugraha.

Wacana sampul belakang novel (19) merupakan komentar pembaca dari novel berjudul Perang Bintang yang terdapat pada paragraf ketiga. Komentar pembaca (19) menjelaskan pengalaman yang dialami oleh pemberi komentar, pandangan pemberi komentar tentang novel, dan identitas pemberi komentar. Pada kalimat “Saya membaca draft novel ini selama delapan jam nonstop (um... dipotong dua jam makan malam dan satu jam mengedit, tepatnya).” merupakan pengalaman dari pemberi komentar yang membaca novel selama delapan jam. Kemudian, pandangan pembaca terhadap novel terdapat pada kalimat “Jangan bayangkan kisah cinta rumit dengan jalan cerita berbelit.” hingga kalimat “Novel ini sangat perempuan.” yang berarti bahwa novel tersebut ditujukan untuk pembaca perempuan. Di akhir komentar pembaca, dibubuhi identitas dari pemberi komentar, yaitu Candra Widanarko yang bekerja sebagai editor di Chief.

(20) Not A Perfect Wedding

Raina Winatama Di hari pernikahanku, aku kehilangan mempelaiku. Bukan karena dia melarikan diri. Tapi dia pergi untuk selamanya. Prakarsa Dwi Rahardi

Di hari pernikahanku, aku kehilangan mempelaiku.

Bukan karena dia melarikan diri. Tapi aku harus pergi untuk selamanya.

Pramudya Eka Rahardi

Di hari pernikahan adikku, aku harus menjadi mempelai laki-laki. Menjalankan

sebuah pernikahan yang harusnya dilakukan oleh adikku, Prakarsa Dwi Rahardi.

―Tidak semua pernikahan selalu berjalan dengan mulus. Dan kedua tokoh itu menuntun kita bagaimana untuk bersikap dalam menghadapi pernikahan itu sendiri. Ini memang cerita fiksi, tapi tidak sekadar menjanjikan imaji manis untuk pembaca. Raina dan Pram sukses membuat aku mengerti bahwa tidak ada yang sempurna dalam sebuah ikatan, tapi bersama orang yang tepat, bersama orang yang selalu ada untukmu walau di antara bayang-bayang masa lalu, semua akan jadi sempurna.‖

-Jenny Thalia Faurine, Penulis Playboy’s Tale dan Unplanned Love ―Not a Perfect Wedding adalah cerita romance tentang pernikahan yang akan membawa pembacanya menikmati roller coaster emosi. Interaksi Raina yang manja dengan Pram yang dewasa membuat saya tidak bisa berhenti membaca sampai halaman terakhirnya. Sebuah karya debut yang menjanjikan dari Asri.‖

-Martina Sugondo, Anggota Blogger Buku Indonesia (BBI) (http://readinginthemorning.blogspot.com)

―Membaca novel ini membuat saya semakin menyadari, tidak ada pernikahan yang sempurna. Pasti ada riak kecil yang menyapa. Bahkan bisa saja suatu saat ada gelombang badai yang menerpa. Namun, sekali lagi, kekuatan cinta akan sangat membantu pasangan suami istri untuk saling menguatkan dalam menghadapi semua cobaan. Terima kasih untuk Pram dan Raina, untuk ceritanya yang sangat menyentuh.‖ -Shanti Hakim, Psikolog

(Tahir, Asri. 2015. Not A Perfect Wedding. Jakarta: Gramediana) Wacana sampul belakang novel (20) merupakan monolog tokoh yang terdapat pada novel berjudul Not A Perfect Wedding yang terdapat pada paragraf pertama, kedua, dan ketiga. Monolog wacana sampul belakang novel (20) terdapat tiga bagian, yaitu monolog tokoh Raina, monolog tokoh Prakarsa, dan monolog tokoh Pramudya. Ketiga monolog tokoh tersebut menggambarkan situasi pada pernikahan yang seharusnya dilakukan oleh tokoh Raina dan tokoh Pramudya. Monolog Raina disusun dengan nama tokoh, penggambaran latar “Di hari pernikahanku,...”, dan penggambaran situasi “...Tapi dia pergi untuk

selamanya.”. Pun, monolog Prakarsa disusun menyerupai monolog Raina, yaitu nama tokoh, penggambaran latar “Di hari pernikahanku,...”, dan penggambaran situasi “...Tapi aku harus pergi untuk selamanya.”. Dalam monolog Pramudya terdiri dari nama tokoh, penggambaran latar “Di hari pernikahan adikku,...”, dan penggambaran situasi “... Menjalankan sebuah pernikahan yang harusnya dilakukan oleh adikku, Prakarsa Dwi Rahardi.”.

Wacana sampul belakang novel (20) merupakan komentar pembaca yang berprofesi sebagai public figure, baik dalam sastra maupun bidang lainnya. Komentar pembaca terdapat pada paragraf keempat, kelima, dan keenam. Komentar pembaca dalam wacana sampul belakang novel (20) terdapat tiga bagian, yaitu komentar pembaca dari Jenny, Martina, dan Shanti. Bagian pertama, komentar pembaca dari Jenny, berisikan pandangan pembaca tentang novel yang berjudul Not A Perfect Wedding dan identitas. Pandangan pembaca terdapat pada kalimat “Tidak semua pernikahan selalu berjalan dengan mulus. Dan kedua tokoh itu menuntun kita bagaimana untuk bersikap dalam menghadapi pernikahan itu sendiri.” hingga kalimat “...tapi bersama orang yang tepat, bersama orang yang selalu ada untukmu walau di antara bayang-bayang masa lalu, semua akan jadi sempurna.”, sedangkan identitas pembaca dituliskan pada akhir komentar sebagai salah satu cara meyakinkan calon pembaca lainnya, dalam hal ini Jenny Thalia Faurine, Penulis Playboy’s Tale dan Unplanned Love.

Bagian kedua, komentar pembaca dari Martina, berisi pandangan pembaca tentang novel, apresiasi bagi penulis, dan identitas pembaca. Pandangan pembaca menjelaskan perasaan Martina setelah membaca Novel Not A Perfect Wedding,

hal tersebut terdapat pada kalimat “Not a Perfect Wedding adalah cerita romance tentang pernikahan yang akan membawa pembacanya menikmati roller coaster emosi.” dan “Interaksi Raina yang manja dengan Pram yang dewasa membuat saya tidak bisa berhenti membaca sampai halaman terakhirnya.”. Kemudian, apresiasi Martina terhadap penulis terdapat pada kalimat “Sebuah karya debut yang menjanjikan dari Asri.” yang merupakan sebuah pujian untuk penulis, Asri Tahir. Identitas pembaca dituliskan pada akhir komentar pun digunakan untuk meyakinkan calon pembaca lainnya, yaitu Martina Sugondo, Anggota Blogger Buku Indonesia (BBI).

Bagian ketiga, komentar pembaca dari Shanti, berisi pandangan pembaca tentang novel, apresiasi terhadap tokoh dalam cerita, dan identitas pembaca. Pandangan Shanti tentang Novel Not A Perfect Wedding merupakan kesimpulan atau nilai yang didapat setelah membaca novel tersebut, seperti pada kalimat “Membaca novel ini membuat saya semain menyadari, tidak ada pernikahan yang sempurna.” hingga kalimat “...kekuatan cinta akan sangat membantu pasangan suami istri untuk saling menguatkan dalam menghadapi semua cobaan.”. Apresiasi terhadap tokoh dalam cerita terdapat pada kalimat “Terima kasih untuk Pram dan Raina, untuk ceritanya yang sangat menyentuh.” yang merupakan bentuk ungkapan Shanti. Kemudian, di akhir komentar, dituliskan identitas dari pembaca yaitu Shanti Hakim seorang psikolog yang digunakan untuk meyakinkan pembaca bahwa novel tersebut disukai oleh berbagai kalangan.