• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.3. Desa Neglasari

4.3.5. Gejala Tekanan Penduduk

Dengan situasi sosial ekonomi sebagaimana disampaikan di atas, penduduk Desa Neglasari saat ini tidak memiliki banyak pilihan untuk memperoleh penghidupan. Para penduduk pada kategori usia yang lebih tua (generasi kedua, sudah bercucu, usia sekitar 45-59 tahun) umumnya adalah generasi yang dahulu masih sempat menikmati masa indah bertani sehingga tidak memiliki keahlian di bidang lain. Generasi ini pada saat ini umumnya memilih untuk tetap bertani dengan sumber daya yang ada dan mendapat dukungan keuangan dari anak- anaknya yang sudah bekerja.

Generasi ketiga (sudah beranak dan belum bercucu, sekitar usia 30-44 tahun) sebagian masih memilih pekerjaan sebagai petani, terutama bagi pemilik lahan dan atau yang tidak memiliki keahlian lain selain sebagai buruh tani. Sementara sebagian yang lain dari generasi ini memilih untuk bekerja di bidang lain, terutama di sektor informal, misalnya pedagang keliling, sopir, kuli atau tukang. Generasi yang lebih muda (di bawah 30 tahun) adalah anak-anak muda yang tidak lagi memiliki pilihan di desa karena lahan pertanian masih dimiliki oleh orangtua mereka dan saat tiba waktunya mereka memperoleh lahan tersebut, lahan sudah dalam luasan yang sangat kecil karena dibagi dengan saudara- saudaranya. Selain itu, ada pula anggapan di kalangan pemuda (perempuan dan laki-laki) bahwa pertanian identik dengan pekerjaan yang kotor dengan tanah sehingga mereka merasa enggan terlibat dalam kegiatan ini. Temuan ini sejalan

68

dengan temuan White (2011) pada studinya di berbagai belahan dunia mengenai pemuda dan masa depan pertanian.

Para pemuda ini umumnya adalah pemuda yang hanya tamat SMP dan sebagian SMA, kurang dari 10 orang pemuda yang mampu mencapai pendidikan lebih tinggi dari SMA. Hal ini selain disebabkan oleh situasi ekonomi orangtua, pada sebagian kecil kasus juga disebabkan oleh rendahnya prioritas orangtua dan anak pada pendidikan anak. Wawancara dengan putri salah seorang terkaya di desa menunjukkan bahwa dia dan orangtuanya hanya menginginkan sekolah sampai SMA, menemukan pria yang baik lalu menikah dan mengurus rumah tangga.

Para pemuda dengan pendidikan dan keterampilan yang rendah ini pada umumnya akan melakukan migrasi ke kota-kota industri terdekat seperti Jakarta dan Tangerang dan melakukan pekerjaan-pekerjaan informal dengan bayaran rendah. Pekerjaan ini misalnya sebagai penjaga toko, asisten rumah tangga, pekerja bengkel atau sales (pedagang eceran dari produk tertentu yang berkeliling dari rumah ke rumah) dengan bayaran rendah, berkisar Rp 300 ribu – 1,5 juta per bulan. Hasil wawancara dan diskusi dengan responden menunjukkan bahwa hanya sedikit dari pemuda yang tidak menemukan tempatnya di desa ini, mampu menemukan tempatnya di kota (konsep displaced sebagaimana dinyatakan oleh Li, 2009), umumnya mereka bekerja dengan bayaran di bawah Rp 1 juta per bulan.

Reaksi terhadap tekanan penduduk dapat dikategorikan menjadi adaptasi ke dalam dan adaptasi ke luar. Pada kasus ini, terlihat adaptasi keluar atas tekanan penduduk terjadi dalam bentuk migrasi sirkuler yang dilakukan ke kota-kota industri seperti Tangerang dan Jakarta untuk mencari pekerjaan-pekerjaan yang tidak membutuhkan keterampilan tinggi. Dengan kapasitas sumber daya yang rendah baik dari segi pendidikan dan keterampilan, para migran ini berpotensi menimbulkan tekanan baru bagi lingkungan baru mereka. Dengan keterbatasan kapasitas tersebut, mereka akan tersingkir dari persaingan memperoleh penghidupan yang layak di kota, dan kemungkinan hanya akan mampu mengisi wilayah-wilayah kumuh di sana. Di dalam desa sendiri, situasi ini memunculkan

69

pengangguran yang tidak terserap ke dalam pekerjaan di desa dan gagal di kota. Meski sampai saat ini para pengangguran tersebut tidak menimbulkan masalah di dalam desa, tanpa ada tindak lanjut, para penganggur ini akan menimbulkan keresahan sendiri, baik didalam diri penganggur tersebut, maupun bagi keluarga dan lingkungan sekitarnya. Respon demografi yang mulai terasa adalah ungkapan sebagian responden dan informan yang menginginkan jumlah anak lebih sedikit dibandingkan jumlah anak yang dimiliki oleh orangtuanya dahulu. Alasan yang mereka kemukakan adalah karena lahan pertanian yang semakin sempit dan sumber penghidupan layak menurut mereka yang saat ini tidak mudah dicari.

71

V.

FERTILITAS DI DESA STUDI

5.1 Pendahuluan

Dalam bab ini akan dibahas mengenai aspek-aspek fertilitas di desa studi, sub-bab yang dibahas adalah, konteks demografis desa studi, gambaran fertilitas di desa studi, partisipasi dalam program keluarga berencana, nilai fertilitas bagi perempuan dan lelaki, nilai anak dan desired fertility. Hal-hal tersebut diharapkan untuk mampu memberi gambaran mengenai situasi fertilitas di desa studi yang akan menjadi landasan untuk sampai ke bab terakhir, yakni pembahasan mengenai pengaruh relasi gender terhadap fertilitas di desa studi.

5.2 Konteks Demografis

Sebelum menggambarkan mengenai situasi fertilitas di desa studi. Terlebih dahulu akan ditampilkan data mengenai konteks demografis di desa studi. Data yang ditampilkan pada Tabel 7 menggambarkan secara ringkas jumlah penduduk dan rumah tangga di desa studi.

Tabel 7 Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga Desa Neglasari, Tahun 2008 dan 2011 Tahun Jumlah Penduduk Perempuan Jumlah Penduduk Lelaki Jumlah Penduduk Total Jumlah Rumah Tangga Rata-rata Anggota Rumah Tangga 2008* 1505 1566 3071 624 4,92 2011** 1553 1675 3228 820 3,94

Sumber: *Data Potensi Desa 2008 dan **Buku Profil Desa Neglasari tahun 2011

Data pada Tabel 7 menunjukkan bahwa jumlah perempuan dan lelaki di desa studi relatif berimbang. Tabel 7 juga menunjukkan peningkatan jumlah penduduk dari tahun 2008 ke tahun 2011 sebanyak 157 jiwa yang juga diikuti dengan peningkatan jumlah rumah tangga sebanyak 196 rumah tangga dalam kurun waktu 3 tahun. Merujuk pada pengamatan dan wawancara di lapangan, peningkatan jumlah rumah tangga ini kemungkinan disebabkan oleh perkawinan, dan bukan karena migrasi ke dalam. Berdasarkan hasil wawancara, angka 820 yang tercantum dalam jumlah rumah tangga adalah jumlah kartu keluarga yang

72

diterbitkan oleh desa untuk penduduknya dan bukan rumah tangga sebagaimana didefinisikan oleh BPS.

Merujuk pada BPS dalam Pemerintah Daerah Kabupaten Brebes (tidak ada tahun), definisi rumah tangga dibedakan menjadi dua, yakni rumah tangga biasa dan rumah tangga khusus. Rumah tangga biasa (ordinary household) adalah seorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik/sensus, dan biasanya tinggal bersama dan makan dari satu dapur. Sementara rumah tangga khusus (special household) adalah orang-orang yang tinggal di asrama, tangsi, panti asuhan, lembaga pemasyarakatan, atau rumah tahanan yang pengurusan sehari-harinya dikelola oleh suatu yayasan atau lembaga serta sekelompok orang yang mondok dengan makan (indekos) dan berjumlah 10 orang atau lebih (BPS DKI Jakarta, tidak ada tahun). Sementara kartu keluarga adalah Kartu Identitas Keluarga yang memuat data tentang susunan, hubungan dan jumlah anggota keluarga. Kartu Keluarga wajib dimiliki oleh setiap keluarga. Kartu ini berisi data lengkap tentang identitas Kepala Keluarga dan anggota keluarganya. (Pemerintah Daerah Kabupaten Brebes, tidak ada tahun)

Lebih lanjut, pada Buku Profil Desa Neglasari 2011 tercantum pula data mengenai sebaran usia penduduk sebagaimana disampaikan pada Tabel 8. Dari 3228 penduduk tersebut, 1675 di antaranya adalah laki-laki dan 1553 adalah perempuan. Berdasarkan data tersebut, maka dapat diketahui rasio jenis kelamin desa studi pada tahun 2011 adalah 107,9 dan dapat diartikan bahwa pada tahun 2011, untuk setiap 100 penduduk perempuan di desa studi, terdapat 107,9 penduduk laki-laki. Rasio beban tanggungan tidak dapat dihitung karena kategorisasi usia yang tidak sesuai, batasan usia produktif pada rasio beban tanggungan adalah 15-64 tahun.

73

No Kategori Usia Jumlah

1 0-2 tahun 222 2 3-4 tahun 125 3 5-6 tahun 235 4 7-12 tahun 339 5 13-15 tahun 214 6 16-19 tahun 205 7 20-30 tahun 216 8 31-45 tahun 213 9 46-60 tahun 266 10 61-70 tahun 265 11 Di atas 71 tahun 236 Jumlah 3228

Sumber: Buku Profil Desa Neglasari 2011

Masih merujuk pada sumber yang sama, data estimasi mengenai pendidikan penduduk disampaikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Neglasari, Tahun 2011

Tingkat Pendidikan Jumlah

Tidak tamat SD 700

Tamat SD 1020

Tamat SMP 350

Tamat SMA 250

Sarjana 7

Sumber: Buku Profil Desa Neglasari 2011.

Data tersebut menunjukkan bahwa saat ini lebih banyak anak-anak bersekolah SD dan SMP karena program pendidikan dasar 9 tahun gratis yang disediakan oleh pemerintah, kedua sekolah ini juga dapat ditemukan di desa sehingga orangtua tidak perlu menyediakan biaya transportasi ke sekolah bagi anak-anaknya. Hal lain yang dikonfirmasi adalah bahwa kecilnya angka penduduk yang menamatkan SMA adalah karena selain tidak gratis, tidak ada SMA di desa sehingga orang tua perlu menyediakan biaya transportasi bagi anak-anaknya.

74

Biaya transportasi yang harus disediakan oleh orangtua bagi anaknya yang bersekolah SMA sekitar Rp 150 ribu – Rp 200 ribu.

Dokumen terkait