• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.3. Desa Neglasari

4.3.4. Konteks Sosial Ekonomi

Penduduk Desa Neglasari dan tokoh desa menyatakan secara eksplisit bahwa penduduk Desa Neglasari berada di situasi kemiskinan. Sebagian besar penduduk melakukan kegiatan pertanian, sebagian besar tanpa tanah. Bertani dilakukan sebagai buruh atau sebagai penyewa tanah, baik kepada tetangga di dalam desa maupun kepada pemilik di luar desa. Sebagai petani tanpa tanah, tidak banyak hasil yang mereka dapatkan dalam satu musim tanam. Seorang responden bercerita bahwa dalam satu musim tanam, dia memperoleh Rp 50 ribu untuk sepetak tanah yang dia tanami kacang tanah.

Seorang responden bernama Ibu J (48 tahun) yang bekerja sebagai petani, sementara suami bekerja sebagai staf tidak tetap di balai desa menyatakan:

Kemarin sore bapak jual hasil panen kacang tanah saya, dapat satu kaleng (20 kg), dapat 50 ribu. Dibelikan beras dan susu untuk cucu.

Satu kaleng kacang tanah tersebut bukanlah hasil panen total untuk satu petak lahan yang dia tanami, total hasil panen adalah 2,5 kaleng. Namun dia harus membagi dua dengan pemilik lahan

Total hasil panen 2 kaleng, bagi 2 dengan yang punya. Sebenarnya lebih, tetapi yang lain kecil-kecil dan kopong, saya pilihin untuk direbus sendiri.

Sebagian yang lain bekerja sebagai pedagang keliling, umumnya manisan buah. Sebagian besar pedagang manisan tidak memiliki sendiri barang yang dijualnya, melainkan milik seorang juragan. Para pedagang berkeliling menjual

64

manisannya ke desa-desa baik dengan berjalan kaki dan umumnya dengan sepeda motor. Berdasarkan informasi dari informan, tidak seorangpun penduduk asli Desa Neglasari bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Terdapat dua orang guru berstatus PNS yang mengajar di sekolah yang berlokasi di Desa Neglasari, tetapi kedua guru tersebut adalah pendatang.

Hal lain yang menunjukkan lemahnya situasi ekonomi di lokasi penelitian adalah praktek pinjaman uang dari bank keliling dan kredit pakaian serta alat rumah tangga. Pinjaman bank keliling mulai dari Rp 50 ribu. Praktek bank keliling di Desa Neglasari sejauh pengamatan peneliti hanya dilakukan oleh satu orang dan memiliki relatif banyak pelanggan. Pelaku bank keliling tidak pula dengan mudah memberikan pinjaman kepada semua penduduk desa, pelanggan baru diterima dengan melihat rekam jejak dan rekomendasi pelanggan aktif.

Harga alat rumah tangga baik mebel maupun alat elektronik pada tukang kredit di desa jauh lebih mahal dibandingkan harga di pasar yang terletak di Kota Kecamatan Jasinga, yakni dapat mencapai dua kali lipat selama 5-12 bulan. Meski demikian, sebagian penduduk tetap memilih untuk membeli di sini karena mereka dapat mencicil tanpa persyaratan yang rumit dan tidak harus mengeluarkan ongkos transportasi, baik untuk mengantar barang yang dipesan atau untuk membayar cicilan.

Peneliti pernah pula terlibat dalam obrolan ibu-ibu di mana seorang ibu bernama Ibu Ti bercerita kepada tetangganya bahwa ada seorang ibu lain yang menginginkannya untuk melakukan over kredit alat rumah tangga berbentuk panci. Harga panci tersebut 90 ribu dan baru terbayarkan dua minggu, sepuluh ribu setiap kali bayar. Setelah obrolan tersebut, Ibu Ti memutuskan untuk mengambil alih kredit, tetapi beberapa jam kemudian peneliti memperoleh informasi bahwa dia membatalkan ambil alih kredit karena keberatan dengan nilai cicilan. Dua cerita sehari-hari dari Ibu J dan Ibu Ti tersebut menggambarkan kondisi ekonomi penduduk di lokasi penelitian secara umum.

Gambaran lain mengenai situasi ekonomi penduduk adalah masih sering ditemukan warga desa yang belum memiliki fasilitas mandi, cuci, kakus (MCK)

65

di rumahnya. Setiap pagi dan sore hari, di sepanjang sungai yang melewati desa, terdapat para perempuan dan lelaki dari usia anak-anak sampai tua yang melakukan kegiatan MCK.

Secara umum, pelapisan masyarakat berdasarkan situasi sosial ekonomi di Desa Neglasari dapat digambarkan sebagai mana pada Tabel 6. Berdasarkan Tabel 6, menarik untuk diperhatikan bahwa lapisan yang dianggap terkaya di dalam masyarakat bukanlah yang memiliki penghidupan dari pertanian, meski wawancara dengan informan dan responden menyatakan bahwa 80 persen rumah tangga memiliki mata pencaharian sebagai petani. Meskipun jika orang-orang pada lapisan terkaya tersebut memiliki lahan pertanian, pertanian bukanlah sumber nafkah utama dalam keluarga. Rumah tangga yang bergantung sepenuhnya pada pertanian akan berada pada lapisan terbawah dalam masyarakat, bahkan mereka tidak mampu berada pada lapisan menengah.

Tabel 6 Kategori Pelapisan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Neglasari Kategori

Kelas

Ciri-ciri Contoh Persentase

dalam Populasi

Kelas Atas - Sumber utama penghasilan bukan berasal dari pertanian, umumnya berasal dari bidang jasa.

- Memiliki rumah permanen, dengan sarana MCK (mandi, cuci, kakus), dan perlengkapan rumah tangga yang relatif lengkap (televisi, mesin cuci, lemari es)

- Memiliki mobil.

- Setiap anak yang sudah menikah memiliki rumah mereka sendiri (baik dengan atau bantuan dari orangtuanya).

- Jika mereka memiliki lahan pertanian, mereka tidak mengerjakan lahan mereka sendiri. Mereka akan meminta bantuan penduduk lain untuk mengerjakan lahannya, atau membiarkan lahan tersebut. Kepala desa, pemilik pesantren, pemilik toko suku cadang mobil yang terletak di Jakarta, pemilik toko kredit. + 2-5 persen Lanjutan Tabel 6

66

Kategori Kelas

Ciri-ciri Contoh Persentase

dalam Populasi Kelas

Menengah

- Sumber utama pendapatan rumah tangga bukan berasal dari pertanian, umumnya berasal dari bidang jasa atau industri. - Memiliki rumah yang permanen, sebagian

besar telah memiliki sarana MCK mereka sendiri dan umumnya memiliki

perlengkapan rumah tangga yang relatif lengkap (televisi,lemari es, penanak nasi elektrik dan kompor gas).

- Memiliki sepeda motor.

- Sebagian besar anaknya yang sudah menikah memiliki rumah mereka sendiri (baik dengan atau tanpa bantuan orangtua mereka).

- Umumnya memiliki lahan pertanian, mereka bekerja di lahan pertanian mereka sendiri dan juga memperkerjakan

penduduk lain untuk bekerja di lahan mereka. Pemilik warung- warung kecil penyedia kebutuhan sehari-hari di desa, guru, sopir dan tukang yang “ahli” dan pelanggan tetap, dan rumah tangga dengan usaha mereka sendiri. + 50-60 persen Kelas Bawah

- Sumber utama pendapatan rumah tangga adalah dari pertanian (petani dengan lahan kecil atau tanpa lahan) dan atau bukan dari pertanian, yakni umumnya adalah jasa (misal: pedagang keliling, buruh tidak tetap).

- Tidak memiliki rumah yang permanen, tidak memiliki sarana MCK sendiri dan tidak memiliki perlengkapan rumah tangga sebagaimana dimiliki oleh kelas atas dan menengah.

- Tidak memiliki sepeda motor. - Anak-anak yang sudah menikah

umumnya masih tinggal dengan orangtua dalam satu rumah tangga.

- Biasanya memiliki lahan pertanian yang sempit atau bahkan tidak bertanah,mereka mengerjakan sendiri lahan pertaniannya tanpa memperkerjakan orang lain. - Sebagian anggota keluarga yang berusia

produktif pengangguran. Buruh tani, petani dengan lahan sempit atau tak bertanah, sopir dan tukang yang “kurang ahli” dan tidak memiliki pelanggan tetap pedagang keliling yang menjual makan ringan untuk anak- anak. + 35-40 persen

67

Ketidakmampuan pertanian untuk menyediakan penghidupan bagi masyarakat desa studi disebabkan semakin sempitnya lahan pertanian yang ada. Hal ini umumnya disebabkan oleh pembagian lahan dari orangtua ke anak-anak yang cukup banyak dalam keluarga dan konversi lahan pertanian ke rumah tinggal. Merosotnya pertanian sebagai sumber pendapatan juga disebabkan oleh rusaknya sistem irigasi 3 atau 4 tahun lalu. Rusaknya sistem irigasi ini menyulitkan penduduk untuk bertani terutama di musim kemarau. Sejak rusaknya irigasi, penduduk mengandalkan hujan untuk mengairi padi mereka sehingga saat ini mereka hanya mampu panen sekali dalam setahun, di sela-sela itu mereka bertanam singkong dengan hasil yang tidak seoptimal tahun-tahun sebelumnya.

Dokumen terkait