• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.2. Provinsi Jawa Barat

4.2.2. Konteks Demografis

Provinsi Jawa Barat adalah provinsi dengan luasan terbesar kedua di Pulau jawa setelah Provinsi Jawa Timur. Meski bukan provinsi terluas di Pulau Jawa,

10

Dibandingkan dengan total luas Pulau Jawa seluas 142.190 km2 (Pemerintah Provinsi Jawa Barat, tidak ada tahun b).

49

Sumber: Indonesia-peta.blogspot (2010)

Gambar 2. Peta Administratif Jawa Barat

sejak tahun 1990, jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat adalah yang terbesar dibandingkan provinsi-provinsi lain di Pulau Jawa, dan bahkan dibandingkan dengan seluruh provinsi lain di Indonesia. Pada tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia yang tinggal di Provinsi Jawa Barat adalah sebanyak 18,11 persen (diolah dari data BPS, 2009a), meskipun luas wilayahnya hanya 1,8 persen dari total luas wilayah Indonesia.

Jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat terus mengalami peningkatan yang pesat, jumlahnya pada sensus penduduk terakhir pada tahun 2010 adalah dua kali lipat dibandingkan jumlah penduduknya pada 40 tahun sebelumnya, tahun 1971. Pertambahan penduduk yang pesat tercermin dari angka pertumbuhan penduduk provinsi Jawa Barat yang selalu lebih tinggi dibandingkan angka pertumbuhan penduduk rata-rata di Pulau Jawa. Hal ini selain disebabkan oleh angka kelahiran Provinsi ini yang memang relatif tinggi dibandingkan provinsi lain di Pulau Jawa, juga disebabkan oleh arus imigrasi ke kota-kota besar yang ada di Provinsi Jawa

50

Barat, terutama ke daerah penyangga ibu kota Jakarta. Tabel 3 menunjukkan indikator demografi Provinsi Jawa Barat mulai tahun 1971-2010 secara ringkas.

Provinsi Jawa barat adalah Provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Pulau Jawa, kepadatan penduduk di Provinsi Jawa Barat pada tahun 201011 yang mencapai 1.160 jiwa per km2 merupakan angka kepadatan penduduk tertinggi kedua di Indonesia setelah Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. Wilayah- wilayah dengan kepadatan tertinggi umumnya adalah di wilayah penyangga DKI Jakarta dan di kota besar di mana terdapat pusat industri atau lokasi di mana pendidikan tinggi berdiri, misal Kota Bandung dan Kota Bogor.

Ukuran rumah tangga di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2009 berdasarkan data BPS yang diolah adalah 4. Berdasarkan data dari BPS, angka pertumbuhan penduduk di Provinsi Jawa Barat selalu melampaui angka pertumbuhan rata-rata penduduk di Pulau Jawa dan nasional. Angka pertumbuhan mengalami peningkatan pada periode 1980-1990, kemudian mengalami penurunan pada periode setelahnya. Dengan memperhatikan data fertilitas total pada Gambar 3 yang konsisten mengalami penurunan sejak era 1970-an (rincian angka dilampirkan pada Tabel 4 Lampiran) maka naiknya angka pertumbuhan ini kemungkinan disebabkan migrasi masuk ke Provinsi Jawa Barat karena tumbuhnya industri di wilayah DKI Jakarta dan kota-kota di Jawa Barat.

Setelah menyajikan indikator demografi Provinsi Jawa Barat secara umum pada Tabel 3. Berikut penulis sajikan indikator demografi yang terkait dengan isu yang dibahas dalam laporan ini, yakni fertilitas dan relasi gender pada Gambar 3 Berdasarkan Gambar 3, dapat dilihat bahwa Angka Fertilitas Total (AFT) Provinsi Jawa Barat menunjukkan tren penurunan sejak tahun 1971 sampai 2007, kecuali pada tahun 1991, 1994 dan 2001. AFT Jawa Barat setara dengan angka rata-rata AFT nasional sampai tahun 1991 dan sempat melampaui angka nasional pada tahun 1994. Sejak tahun 1994, AFT Jawa Barat berada di bawah AFT nasional, meski kemudian data menunjukkan kenaikan lagi pada tahun 2007.

11

Angka kepadatan pada tahun 2010 diperoleh dari pembagian angka penduduk sementara yang terdapat pada Tabel Penduduk Indonesia menurut Provinsi dalam bps dibagi dengan luas total Provinsi Jawa Barat

51

Tabel 3 Indikator Demografi Provinsi Jawa Barat Tahun 1971-2010

1971 1980 1990 1995 2000 2005 2010

Jumlah penduduk Jawa Barat 21.623.529 27.453.525 35.384.352 39.206.787 35.724.093 38.965.440 43.021.826 Persen dari total penduduk

Indonesia

18,14 18,61 19,73 20,13 17,42* 17,80* 18,11*

Persen dari total penduduk Pulau Jawa dan Madura

28,42 30,08 32,89 34,17 29,45* 30,33* 31,5*

Kepadatan Penduduk per km2 467 794 1.023 - 1.033 1.126 1.236

Ukuran Rumah Tangga (jiwa per rumah tangga)

4,6 ** 4

(tahun 2009)** Angka pertumbuhan

penduduk Jawa Barat/ Pulau Jawa/ Nasional ( persen per tahun) (71-80) 2,26/ 2,08/ 2,3 (80-90) 2,57/ 1,55/ 1,97 (90-00) 2,03/ 1,30/ 1,49 (00-05) 1,75/ 1,34/ 1,30

* setelah dikurangi Provinsi Banten yang memisahkan diri pada tahun 2000.

52

Sumber: BPS, * IDHS 2007

Keterangan:

Gambar 3. Indikator Demografi terkait Fertilitas dan Relasi Gender Provinsi Jawa Barat/ Pulau Jawa/ Indonesia, tahun 1971-2007

Secara keseluruhan, AFT Provinsi Jawa Barat menunjukkan angka yang lebih tinggi dibandingkan AFT Pulau Jawa. Ini berarti bahwa ibu di Provinsi Jawa

0 2 4 6 8

Angka Fertilitas Total Provinsi Jawa Barat, Pulau Jawa, Indonesia, 1971-2007 0 50 100 150 200

Angka Kematian Bayi Provinsi Jawa Barat, Pulau Jawa, Indonesia, 1971-2007 0 100 200 300 1971 1980 1990 1994 1997 1999 Angka Kematian Balita Provinsi Jawa Barat, Pulau

Jawa, Indonesia 1971-1999

0 50 100

1991 1994 1997 2003 2007 Penggunaan Kontrasepsi oleh

Perempuan Provinsi Jawa Barat, Pulau Jawa, Indonesia, 1991-2007

0 10 20 30

Usia Kawin Perempuan Provinsi Jawa Barat, Pulau Jawa, Indonesia, 1971-2007

53

Barat secara umum melahirkan anak lebih banyak dalam masa reporoduksinya dibandingkan ibu di provinsi lain di Pulau Jawa. Hal ini dapat kita kaitkan dengan angka partisipasi dalam Keluarga Berencana Provinsi Jawa Barat yang lebih rendah dari rata-rata Pulau Jawa dan nasional, serta dapat pula dikaitkan dengan rendahnya usia kawin perempuan Provinsi Jawa Barat dibandingkan angka Pulau Jawa dan Nasional.

Tingginya AFT berimbas pula pada tingginya angka kematian bayi, balita dan ibu di provinsi Jawa Barat. Meski menunjukkan penurunan, tetapi angka kematian bayi dan balita di Provinsi Jawa Barat jauh di atas angka rata-rata Pulau Jawa. Menarik untuk diperhatikan bahwa angka kematian bayi dan balita di provinsi ini juga selalu melampui angka nasional, padahal Jawa Barat terletak berbatasan dengan pusat pemerintahan negara yakni DKI Jakarta, sehingga terdapat harapan bahwa fasilitas kesehatan di provinsi ini relatif baik dibandingkan provinsi-provinsi lain, terutama di luar Pulau Jawa. Meski angka ini dapat diperdebatkan dengan mengatakan bahwa banyak kejadian kematian bayi dan balita di luar Pulau Jawa tidak dilaporkan, tetapi angka yang ada menunjukkan konsistensi bahwa dibandingkan provinsi lain di Pulau Jawa, angka yang dimiliki oleh Provinsi Jawa Barat selalu jauh lebih besar, sementara angka Pulau Jawa secara rata-rata selalu lebih rendah dibandingkan rata-rata nasional.

Angka kematian ibu tidak tercantum pada data BPS, Badan Kependudukan dan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) maupun Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menegpp), satu-satunya angka yang diketahui adalah angka yang bersumber dari tulisan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) (tidak ada tahun) yang menyebutkan angka kematian ibu di Provinsi Jawa Barat pada tahun 1994 sebanyak 490 per 100.000 kelahiran. Angka ini berada di atas angka kematian ibu nasional pada tahun 1994 yakni 390. Sementara itu, data lain yang bersumber dari laporan rutin Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dalam Wahyuningsih (2011) menyebutkan bahwa pada tahun 2010, jumlah kematian ibu di Indonesia terbesar adalah di Provinsi Jawa Barat. Dari total estimasi kematian ibu di Indonesia pada tahun 2010 sebesar 11.534 kasus; 2.280 kasus di antaranya terjadi di Jawa Barat, atau 19,77 persen.

54

Angka partisipasi dalam keluarga berencana (KB) dalam IDHS 2007 menunjukkan bahwa pada tahun 2007, angka partisipasi KB di Provinsi Jawa Barat adalah 61,1, masih di bawah angka nasional dan Pulau Jawa yakni 61,3 dan 62,5 secara berurutan. Dengan angka ini, maka Provinsi Jawa Barat menduduki peringkat ke-15 dari 33 provinsi secara nasional. Di Pulau Jawa, ia menduduki peringkat ke-5 dari 6 provinsi, satu tingkat di atas Provinsi Banten, provinsi yang baru berdiri pada tahun 2000.

Pada ketiga data usia kawin perempuan yang tersedia, Provinsi Jawa Barat menunjukkan konsistensi selalu lebih rendah dibandingkan Pulau Jawa dan nasional. Hal yang patut dicatat adalah bahwa ini adalah angka gabungan antara pedesaan dan perkotaan, di Provinsi Jawa Barat, kesenjangan usia kawin di wilayah pedesaan dan perkotaan relatif besar. Sebagai gambaran, pada tahun 2000, usia kawin perempuan Provinsi Jawa Barat di wilayah perkotaan adalah 22,9, sementara di wilayah perdesaan yang menjadi fokus dari penelitian ini, angka rata-ratanya adalah 20,1, bandingkan dengan angka pedesaan di Pulau Jawa yakni 21,5 dan secara nasional yakni 21,04.

Rendahnya usia kawin di Provinsi Jawa Barat dapat pula dihubungkan dengan angka partisipasi sekolah pada Tabel 4. Data tersebut menunjukkan bahwa angka partisipasi sekolah baik lelaki maupun perempuan Provinsi Jawa Barat pada rentang usia di atas 13 tahun relatif jauh di bawah rata-rata nasional dan Pulau Jawa. Bagi perempuan usia 16-18 tahun, perbedaan angka partisipasi sekolah di Provinsi Jawa Barat dengan angka partisipasi sekolah Pulau Jawa mencapai 8,19

Tabel 4 Angka Partisipasi Sekolah Provinsi Jawa Barat, Pulau Jawa, Indonesia, Tahun 2008 Lelaki Perempuan Usia (tahun) 7 – 12 13 – 15 16 – 18 7 - 12 13 - 15 16 - 18 Jawa Barat 97,94 80,64 46,77 98,42 79,57 46,18 Pulau Jawa 98,43 86,01 58,79 98,76 85,27 54,37 Indonesia 97,68 84,13 54,81 97,98 84,69 54,59

55

dan dengan rata-rata nasional adalah 8,41. Rendahnya angka ini ironis, dengan persentase 46,18 maka angka partisipasi sekolah perempuan usia 16-18 tahun di Provinsi Jawa Barat menduduki peringkat 32 dari 33 provinsi di Indonesia pada tahun 2008, satu tingkat di atas Provinsi Sulawesi Barat. Semakin sedikit angka partisipasi sekolah perempuan usia 16-18 tahun, maka semakin besar kemungkinan bagi para perempuan di wilayah tersebut untuk mengalami perkawinan usia muda.

Selain dapat dihubungkan dengan angka partisipasi sekolah, rendahnya usia kawin dapat pula berhubungan dengan relatif tingginya angka pengangguran terbuka di Provinsi Jawa Barat. Data angka pengangguran terbuka provinsi- provinsi di Pulau Jawa disampaikan dalam Tabel 5. Dari Tabel 5, terlihat bahwa secara total, angka pengangguran terbuka Provinsi Jawa Barat lebih tinggi dibandingkan provinsi-provinsi lain di Pulau Jawa. Secara lebih khusus, terlihat bahwa angka untuk perempuan jauh lebih tinggi dibandingkan angka untuk Pulau Jawa dan nasional. Hal yang menarik untuk diperhatikan adalah bahwa dibandingkan provinsi lain, kesenjangan angka pengangguran terbuka antara perempuan dan lelaki di Provinsi Jawa Barat sangat menonjol.

Tabel 5 Tingkat Pengangguran Terbuka Pemuda Menurut Jenis Kelamin dan Wilayah, Provinsi-provinsi di Pulau Jawa, Pulau Jawa, Nasional, Tahun 2007

Provinsi

Jenis Kelamin Wilayah

Total Lelaki Perempu- an Kota Desa DKI Jakarta 17.47 17.93 17.65 0 17.65 Jawa Barat 19.38 27 24.41 18.63 21.84 Jawa Tengah 14.11 14.46 16.23 12.75 14.25 DI Yogyakarta 12.45 12.18 15.97 6.13 12.33 Jawa Timur 12.67 14.5 17.91 9.85 13.36 Banten 19.92 23.51 21.91 20.03 21.14

Total Pulau Jawa 16 18,26 19,01 11,23 16,76

Total Nasional 13,52 18,2 19,7 11,71 15,3

Sumber: BPS, Sakernas, Agustus 2007 dalam Bappenas (Badan Perencanaan dan Perencanaan Pembangunan Nasional) (tidak ada tahun)

56

Dokumen terkait