• Tidak ada hasil yang ditemukan

GEJOLAK HARGA CABAI DI WILAYAH SOLORAYA

Sumber: http://solo-raya.org

Perkembangan Harga Cabai di Solo Raya Tahun 2016

KAJIAN EK ONOMI D AN KEU ANGAN RE GIONAL PRO VINSI J A W A TENGAH 2015 MEI JUNI JULI AGUSTUS DESEMBER CABAI MERAH CABAI RAWIT CABAI RAWIT CABAI RAWIT CABAI RAWIT & CABAI MERAH 2016 MARET JUNI SEPTEMBER OKTOBER CABAI RAWIT CABAI RAWIT CABAI MERAH CABAI RAWIT & CABAI MERAH

Apabila dilihat secara lebih umum, komoditas penyumbang inflasi utama di Kota Surakarta selama tahun 2013, 2014, dan 2015 didominasi oleh komoditas dari kelompok volatile foods, dan komoditas aneka cabai (cabai merah dan cabai rawit) selalu masuk dalam 5 (lima) besar komoditas yang paling persisten (Tabel 1).

Tabel 1. Komoditas yang Persisten Menyumbang Inflasi Utama

Kota Surakarta CABAI RAWIT BERAS BAWANG MERAH CABAI MERAH JERUK KOMODITAS 7 7 6 5 4 FREKUENSI 2013 TARIF LISTRIK TELUR AYAM RAS CABAI MERAH CABAI RAWIT BAWANG PUTIH KOMODITAS 5 4 4 4 3 FREKUENSI 2014 BAWANG MERAH TELUR AYAM RAS CABAI RAWIT BAWANG PUTIH BERAS KOMODITAS 5 5 4 3 3 FREKUENSI 2015

Adapun pelaksanaan program mencakup 5 (lima) tahap yang meliputi 1) Tahap edukasi dan sosialisasi kepada tim penggerak PKK di 35 Kabupaten/Kota s e - J a w a Te n g a h . S e l a i n b e r t u j u a n u n t u k mensosialisasikan program “Kampung Cabai Inovatif”, tahap ini juga bertujuan untuk mengedukasi rumah tangga agar bertransformasi dari sekedar menjadi konsumen cabai segar menjadi produsen cabai segar dan cabai olahan; 2) Tahap pencanangan yang dibarengi dengan lomba masak “Kreasi Sambal Inovatif” untuk mencari potensi wirausaha rumah tangga; 3) Tahap penyerahan bantuan bibit tanaman cabai sebanyak 23.600

polybag kepada 5.900 Kepala Keluarga (KK) di 35

Kabupaten/Kota se-Jawa Tengah; 4) Tahap pendampingan kewirausahaan kepada 10 (sepuluh) pemenang lomba masak sebagai upaya untuk menumbuhkan rumah tangga produktif; 5) Tahap

monitoring dan evaluasi untuk memastikan tujuan

program dapat tercapai.

Program ini diharapkan dapat mendukung terciptanya swasembada cabai bagi rumah tangga, sehingga selain menciptakan peluang menghemat p e n g e l u a r a n , s w a s e m b a d a t e r s e b u t j u g a mengurangi demand cabai di pasar. Program yang akan dilaksanakan secara berkesinambungan ini diharapkan dapat menginspirasi rumah tangga-rumah tangga lain untuk turut bergerak dan menciptakan Kampung-kampung Cabai Inovatif di wilayah lain.

b) Pengembangan aplikasi “SiHaTi Data Produksi” yang berbasis android dan IOS.

Aplikasi ini merupakan aplikasi yang mempermudah petani dan peternak untuk mencatatkan jumlah panen dan perkiraan panen komoditas pangan strategis yang dimiliki. Informasi dari aplikasi ini akan muncul di SiHaTi mobile app yang dimiliki oleh Kepala Daerah dan TPID se-Jawa Tengah. Selain bermanfaat bagi petani dan pedagang, informasi pasokan ini juga membantu TPID se-Jawa Tengah dalam merumuskan kebijakan penjaminan ketersediaan pasokan pangan, sebagai contoh: inisiasi kerjasama perdagangan antar daerah. Komoditas yang menjadi pilot project adalah cabai, bawang merah, dan daging sapi.

b) Pengembangan aplikasi “SiHaTi Masyarakat” berbasis android dan IOS.

Tujuan dikembangkannya aplikasi ini adalah dalam rangka mengurangi asymmetric information terhadap harga di tingkat masyarakat. Aplikasi ini nantinya dapat diunduh oleh masyarakat secara gratis melalui play store (android) dan apple store (iOS).

Pengembangan website SiHaTi agar lebih user

friendly. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat dapat dengan lebih mudah untuk mengakses informasi harga komoditas pangan strategis dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah.

Komoditas aneka cabai menjadi komoditas pangan yang menjadi sorotan dan perhatian pemerintah dalam kurun waktu terakhir. Harga komoditas cabai merah besar, cabai merah kriting, maupun cabai rawit terus bergejolak sejak awal tahun hingga saat ini. Pemerintah terus memantau perkembangan harga cabai, terutama cabai merah karena mengalami lonjakan yang cukup tinggi dalam beberapa waktu terakhir. Gejolak harga cabai terjadi di sebagian besar wilayah di Indonesia. Pada bulan September dan Oktober 2016, komoditas cabai merah menjadi komoditas penyumbang inflasi utama di Kota Surakarta. Peningkatan harga cabai juga terjadi di 17 provinsi di Indonesia.

Data historis menunjukkan bahwa komoditas cabai termasuk dalam 5 (lima) komoditas penyumbang inflasi utama Kota Surakarta yang cukup persisten pada tahun 2015 dan 2016, dengan rincian sebagai berikut :

SUPLEMEN II

GEJOLAK HARGA CABAI DI WILAYAH SOLORAYA

Sumber: http://solo-raya.org

Perkembangan Harga Cabai di Solo Raya Tahun 2016

KAJIAN EK ONOMI D AN KEU ANGAN RE GIONAL PRO VINSI J A W A TENGAH 2015 MEI JUNI JULI AGUSTUS DESEMBER CABAI MERAH CABAI RAWIT CABAI RAWIT CABAI RAWIT CABAI RAWIT & CABAI MERAH 2016 MARET JUNI SEPTEMBER OKTOBER CABAI RAWIT CABAI RAWIT CABAI MERAH CABAI RAWIT & CABAI MERAH

Apabila dilihat secara lebih umum, komoditas penyumbang inflasi utama di Kota Surakarta selama tahun 2013, 2014, dan 2015 didominasi oleh komoditas dari kelompok volatile foods, dan komoditas aneka cabai (cabai merah dan cabai rawit) selalu masuk dalam 5 (lima) besar komoditas yang paling persisten (Tabel 1).

Tabel 1. Komoditas yang Persisten Menyumbang Inflasi Utama

Kota Surakarta CABAI RAWIT BERAS BAWANG MERAH CABAI MERAH JERUK KOMODITAS 7 7 6 5 4 FREKUENSI 2013 TARIF LISTRIK TELUR AYAM RAS CABAI MERAH CABAI RAWIT BAWANG PUTIH KOMODITAS 5 4 4 4 3 FREKUENSI 2014 BAWANG MERAH TELUR AYAM RAS CABAI RAWIT BAWANG PUTIH BERAS KOMODITAS 5 5 4 3 3 FREKUENSI 2015

SUPLEMEN II

Disusun oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Tegal

Pada bulan September 2016, komoditas cabai merah menjadi penyumbang inflasi nomor satu di Kota Surakarta, dengan kenaikan harga bulanan mencapai 28,45% (mtm) sehingga memberikan andil inflasi bulanan sebesar 0,06%. Selanjutnya pada bulan Oktober 2016, cabai merah kembali menjadi penyumbang inflasi pertama dengan kenaikan harga bulanan mencapai 25,08% (mtm), atau memberikan andil inflasi bulanan sebesar 0,07%. Selain itu, komoditas cabai rawit juga menjadi penyumbang inflasi tertinggi ketiga dengan kenaikan harga bulanan mencapai 15,11% (mtm), atau memberikan andil 0,04%.

Seperti yang terjadi di sebagian besar wilayah di Indonesia, peningkatan harga cabai disebabkan oleh berkurangnya pasokan cabai sebagai akibat dari fenomena La Nina. Tingginya curah hujan membuat hasil produksi panen dari para petani pemasok cabai rusak. Para pedagang cabai di wilayah Soloraya menyampaikan bahwa kenaikan harga cabai disebabkan harga dari pengepul sudah tinggi. Hal tersebut dipicu oleh berkurangnya pasokan, antara lain dari Cepogo, Kab. Boyolali dan Kab. Klaten. Kenaikan harga cabai tersebut diperkirakan terus terjadi hingga masa musim hujan berakhir.

Melihat permasalahan yang terjadi pada gejolak harga komoditas cabai, perlu dilakukan beberapa langkah strategis untuk meredam volatililtas harga cabai tersebut agar tingkat inflasi Kota Surakarta dapat lebih terkendali. Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan antara lain sebagai berikut :

1.

2.

Pengendalian inflasi secara sinergis oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-Wilayah Soloraya, melalui program 5K (Ketersediaan Pasokan, Keterjangkauan Harga, Kelancaran Distribusi, Komunikasi, serta Kolaborasi dan Koordinasi). TPID perlu melakukan pemantauan harga secara intensif melalui PIHPS, sidak pasar, dan rapat koordinasi. Selain itu, perlu dilakukan FGD dengan pihak-pihak terkait saat terjadi gejolak harga yang signifikan. Selain itu, kita juga harus melakukan pengembangan dari sisi supply agar ketersediaan pasokan dapat terkendali dan kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi dengan baik. Pengembangan pasokan tersebut dapat dilakukan melalui beberapa cara seperti :

Penggunaan teknologi tepat guna dalam pertanian cabai. Cara dalam bercocok tanam cabai harus disesuaikan dengan kondisi musim (kemarau atau hujan) sehingga hasil produksi dapat lebih optimal. Pemilihan jenis/varietas cabai juga harus disesuaikan dengan kondisi musim/cuaca sehingga tanaman cabai dapat lebih tahan terhadap cuaca dan hasil produksi menjadi lebih banyak.

a.

b.

SUPLEMEN II

Sebagai upaya mengendalikan harga cabai di Wilayah Soloraya, KPw BI Solo telah melakukan pengembangan klaster ketahanan pangan untuk komoditas cabai di Kelompok Tani Subur Makmur, Desa Ngroto, Kec. Kismantoro, Kab. Wonogiri. Hal tersebut dilakukan karena melihat potensi cabai yang cukup besar di wilayah tersebut.

Dalam pengembangan klaster cabai, KPw BI Solo melakukan berbagai kegiatan seperti pendampingan teknis budidaya, pelatihan pembuatan pupuk organik, capacity building melalui kunjungan belajar. Sebagai bentuk dukungan nyata, KPw BI Solo juga telah memberikan Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) untuk pembuatan embung mini dan rumah persemaian cabai agar keberlangsungan budidaya cabai tetap terjaga. Dengan program tersebut, diharapkan dapat meningkatkan produksi, peningkatan efisiensi biaya usaha tani, peningkatan kualitas produk, serta meminimalkan gejolak harga sehingga usaha cabe dapat menjadi usaha yang menguntungkan petani, serta secara tidak langsung dapat menjadi instrumen pengendalian inflasi.

SUPLEMEN II

Disusun oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Tegal

Pada bulan September 2016, komoditas cabai merah menjadi penyumbang inflasi nomor satu di Kota Surakarta, dengan kenaikan harga bulanan mencapai 28,45% (mtm) sehingga memberikan andil inflasi bulanan sebesar 0,06%. Selanjutnya pada bulan Oktober 2016, cabai merah kembali menjadi penyumbang inflasi pertama dengan kenaikan harga bulanan mencapai 25,08% (mtm), atau memberikan andil inflasi bulanan sebesar 0,07%. Selain itu, komoditas cabai rawit juga menjadi penyumbang inflasi tertinggi ketiga dengan kenaikan harga bulanan mencapai 15,11% (mtm), atau memberikan andil 0,04%.

Seperti yang terjadi di sebagian besar wilayah di Indonesia, peningkatan harga cabai disebabkan oleh berkurangnya pasokan cabai sebagai akibat dari fenomena La Nina. Tingginya curah hujan membuat hasil produksi panen dari para petani pemasok cabai rusak. Para pedagang cabai di wilayah Soloraya menyampaikan bahwa kenaikan harga cabai disebabkan harga dari pengepul sudah tinggi. Hal tersebut dipicu oleh berkurangnya pasokan, antara lain dari Cepogo, Kab. Boyolali dan Kab. Klaten. Kenaikan harga cabai tersebut diperkirakan terus terjadi hingga masa musim hujan berakhir.

Melihat permasalahan yang terjadi pada gejolak harga komoditas cabai, perlu dilakukan beberapa langkah strategis untuk meredam volatililtas harga cabai tersebut agar tingkat inflasi Kota Surakarta dapat lebih terkendali. Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan antara lain sebagai berikut :

1.

2.

Pengendalian inflasi secara sinergis oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-Wilayah Soloraya, melalui program 5K (Ketersediaan Pasokan, Keterjangkauan Harga, Kelancaran Distribusi, Komunikasi, serta Kolaborasi dan Koordinasi). TPID perlu melakukan pemantauan harga secara intensif melalui PIHPS, sidak pasar, dan rapat koordinasi. Selain itu, perlu dilakukan FGD dengan pihak-pihak terkait saat terjadi gejolak harga yang signifikan. Selain itu, kita juga harus melakukan pengembangan dari sisi supply agar ketersediaan pasokan dapat terkendali dan kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi dengan baik. Pengembangan pasokan tersebut dapat dilakukan melalui beberapa cara seperti :

Penggunaan teknologi tepat guna dalam pertanian cabai. Cara dalam bercocok tanam cabai harus disesuaikan dengan kondisi musim (kemarau atau hujan) sehingga hasil produksi dapat lebih optimal. Pemilihan jenis/varietas cabai juga harus disesuaikan dengan kondisi musim/cuaca sehingga tanaman cabai dapat lebih tahan terhadap cuaca dan hasil produksi menjadi lebih banyak.

a.

b.

SUPLEMEN II

Sebagai upaya mengendalikan harga cabai di Wilayah Soloraya, KPw BI Solo telah melakukan pengembangan klaster ketahanan pangan untuk komoditas cabai di Kelompok Tani Subur Makmur, Desa Ngroto, Kec. Kismantoro, Kab. Wonogiri. Hal tersebut dilakukan karena melihat potensi cabai yang cukup besar di wilayah tersebut.

Dalam pengembangan klaster cabai, KPw BI Solo melakukan berbagai kegiatan seperti pendampingan teknis budidaya, pelatihan pembuatan pupuk organik, capacity building melalui kunjungan belajar. Sebagai bentuk dukungan nyata, KPw BI Solo juga telah memberikan Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) untuk pembuatan embung mini dan rumah persemaian cabai agar keberlangsungan budidaya cabai tetap terjaga. Dengan program tersebut, diharapkan dapat meningkatkan produksi, peningkatan efisiensi biaya usaha tani, peningkatan kualitas produk, serta meminimalkan gejolak harga sehingga usaha cabe dapat menjadi usaha yang menguntungkan petani, serta secara tidak langsung dapat menjadi instrumen pengendalian inflasi.

Tekanan terhadap stabilitas sistem keuangan daerah Jawa Tengah pada triwulan III 2016 meningkat sejalan dengan perlambatan kinerja perekonomian.

STABILITAS KEUANGAN DAERAH,

Dokumen terkait