• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II ASPEK SOSIAL BUDAYA SUKU MANDAILING

2.3. Geografi dan Kependudukan

Kondisi geografi Desa Sipapaga berupa perbukitan, dimana pemukiman penduduknya berada di sepanjang jalan utama yang

menghubungkan antar desa dengan Ibukota

Panyabungan.Pemukiman masyarakat tersebut berkelompok dalam suatu wilayah dan ada dua dusun di Desa Sipapaga,Dusun I dan Dusun II. Dusun II berada di Perumahan Cemara, dimana di dusun ini pemukiman masyarakatnya sudah tertata dengan bentuk perumahan yang hampir sama dengan perumahan nasional biasanya. Masyarakat yang tinggal dan menetap di Dusun ini merupakan pendatang dari wilayah luar yang bekerja di pemerintahan kota maupun kabupaten, namun wilayah tersebut termasuk ke dalam Desa Sipapaga. Dusun I

yang berada lebih ke dalam lagi sekitar 1 km dari Dusun II, dihuni oleh masyarakat asli Desa Sipapaga.

Secara administratif, Desa Sipapaga terletak dalam wilayah Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara yang berbatasan dengan beberapa desa seperti: Desa Tobingtinggi Gunung Baringin Kecamatan Panyabungan Timur yaitu Guo Nabontar dan Batu Nabontar di sebelah Timur, berbatasan dengan Desa Aek Banir Kecamatan Panyabungan yaitu Ayu Ara Sipucit sebelah selatannya, berbatasan dengan Kelurahan Dalan Lidang yaitu Asrama MAN Dalan Lidang Kecamatan Panyabungan di sebelah Utara serta berbatasan dengan Parbangunan dan Purbabaru Kecamatan LSM di sebelah baratnya. Desa yang memiliki luas wilayah 15.000 Ha ini terdiri atas wilayah daratan dengan topografi berbukit-bukit sebanyak 55% dan wilayah daratan sebesar 45% dimanfaatkan masyarakat sebagai lahan pertanian untuk bercocok tanam6.

Berdasarkan data desa mengenai iklim, Desa Sipapaga memiliki iklim yang sama dengan desa-desa lain yang ada di wilayah Indonesia pada umumnya yaitu iklim kemarau dan penghujan. Hal ini mempengaruhi langsung pola tanam pada lahan pertanian yang ada di desa, dimana masyarakat bermata pencaharian sebagai petani karet, nira, coklat, tanaman sayuran seperti daun ubi, jenis terong-terongan hijau serta cabe ditambah dengan buah-buahan yang biasa tumbuh di ladang seperti pepaya, rambutan dsbnya. Pada umumnya rumah-rumah penduduk berada dekat dengan ladang ataupun kebun yang mereka garap maupun orang lain, namun ada juga yang memiliki lahan pertanian atau perkebunan jauh dari rumah sehingga harus berjalan kaki sejauh 3-5 km atau yang lebih jauh lagi harus menggunakan sepeda motor jika hendak berangkat ke kebun mereka.

Desa Sipapaga masih lebih beruntung di banding desa lain yang berada disekitarnya dalam mendapatkan sumber air. Pada umumnya masyarakat menggunakan sumur sebagai sumber air dalam keseharian, untuk mandi, cuci maupun kakus.Pada umumnya

namun beberapa keluarga yang belum memiliki sumur biasanya menggunakan sumur tetangga atau keluarga terdekat dengan rumah mereka dalam keseharian.Selain sumur di rumah, ada juga sumur bersama yang biasa digunakan masyarakat untuk mandi terutama para pria yaitu sumur yang berada di lingkungan mesjid dan beberapa tempat umum lainnya.Kedalaman sumur di desa ini juga tidak terlalu jauh, hanya sekitar 3-5 meter sumber air yang ada di sumur tersebut. Selain itu, sumber air yang juga berada dekat dengan pemukiman adalah sungai dan berada dibelakang pemukiman sekitar 300 meter. Namun masyarakat jarang menggunakan sungai sebagai sumber air sehari-hari karena sumur yang ada di dekat mereka masih mencukupi airnya baik pada musim hujan maupun pada musim kemarau.Hal ini berbeda dengan kondisi masyarakat yang berada di sebelah Desa Sipapaga, yaitu Desa Aek Banir. Desa Aek Banir lebih sulit dalam memperoleh air bersih untuk keseharian, karena pemukiman penduduk berada lebih tinggi lagi sehingga pada musim kemarau sumur akan kering sehingga harus menggunakan sungai untuk keperluan sehari dengan jarak lumayan jauh sekitar 2-4 km.

Sumur yang ada di Desa Sipapaga secara umum tidak terpelihara dengan baik, halini terlihat dari keseharian sumur-sumur tersebut tidak dibuat secara permanen dengan gorong-gorong apalagi ditutup. Beberapa sumur yang berada di belakang rumah terlihat tidak tertutup sehingga banyak sampah dari daun-daunan kering yang gugur bahkan ketika lewat dekat sumur salah satu keluarga terlihat ada kodok yang sudah mati berada di dalam sumur. Untuk buang air besar (BAB), beberapa keluarga ada yang sudah memiliki jamban sehat baik berada di dalam rumah maupun yang berada di belakang atau di luar rumah.Sedangkan keluarga yang tidak memiliki jamban sehat, biasanya memiliki jamban cemplung dan berada di belakang rumah terpisah dari bangunan rumah. WC cemplung ini berbentuk terbuka tanpa atap dengan samping kiri dan kanan yang ditutupi dengan kain ataupun terpal plastik yang disanggah dengan kayu seadanya tanpa pintu untuk keluar masuk ke wc ini. Menurut

keterangan beberapa informan, wc cemplung ini sifatnya sementara, jika lubang penampungan sudah penuh dari kotoran maka akan di pindahkan ke tempat atau sisi di sebelahnya. Namun sebelum dipindahkan terlebih dahulu lubang yang sudaah penuh tadi ditutup dengan tanah baru kemudian digali lubang untuk wc cemplung yang baru. Demikian cara pembuatan wc cemplung yang ada di desa. Sumber air untuk keperluan buang air di wc cemplung biasanya dengan membawa air dari sumur dengan menggunakan ember. Selain itu, ada juga beberapa keluarga yang tidak memiliki jamban sehat maupun wc cemplung namun biasanya mereka menggunakan lahan dibelakang rumah untuk membuang kotoran dengan cara membawa cangkul dan menggali tanah seadanya lalu membuang kotoran disana terakhir menutup kembali dengan cangkul yang dibawa. Hal ini biasanya dilakukan pada malam maupun pagi hari ketika orang belum bangun atau tidak lalu lalang di sekitar rumah. Beberapa kali, ketika Tim melakukan wawancara ke salah seorang informan, melewati rumah dan belakang rumah penduduk dan menemukan kotoran terletak begitu saja di atas tanah di samping maupun di belakang rumah.Hal ini mengakibatkan harus hati-hati jika melewati rumah ataupun belakang rumah baik siang maupun malam hari. Berikut petikan wawancara salah seorang informan, Mkl tentang kebiasaan buang air besar masyarakat desa : “…disini ati-ati kalo keluar malam atau lewat belakang rumah soalnya ada ranjau…kalo ga ditutup tanah lagi biasanya bisa terinjak sama kaki ha ha ha…”.

2.3.2.Penduduk Desa Sipapaga

Desa Sipapaga dihuni oleh penduduk sebanyak 2.352 jiwa, terdiri dari 1.042 jiwa laki-laki dan 1.310 jiwa perempuan dengan 456 kk. Wilayah desa terbagi atas 2 dusun, dengan masing-masing penduduk terdiri atas 1.512 jiwa berada di Dusun I sedangkan 840 jiwa berada di dusun II. Pada umumnya pendidikan masyarakat adalah tamatan

Sekolah Dasar (SD) dan kemudian tamat SMP, SLTA dan beberapa yang sudah sarjana dan pasca sarjana.

Dokumen terkait