• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TANGAN DEWA DOTU DARI SIPAPAGA

4.1. Kepercayaan Masyarakat Terhadap Dotu

Menurut Agoes, pelaksana pelayanan pengobatan tradisional dinamakan pengobat tradisional (Batra). Pengobat batra merupakan orang-orang yang dikenal dan diakui oleh masyarakat setempat. Para pengobat tersebut adalah orang yang mampu melakukan tindakan pengobatan dalam rangka pelayanan kesehatan masyarakat. Pada setiap daerah, masyarakat dan jenis pengobatannya maka nama yang popular bagi pengobat tradisional akan berbeda-beda misalnya dukun, sinshe, tabib dll (hal 60).

Menurut Sciortiono, terapi tradisionaal itu dapat

diklasifikasikan dalam dua kategori besar. Kategori pertama terdiri dari terapi teknis-sekuler yang menggunakan “ilmu lahir” (ilmu luar, teknis atau alami) seperti pengobatan mandiri dengan jamu-jamuan dan pijit, serta dukun semacam dukun bayi, dukun atau tukang pijit dan tukang penjual jamu. Semua spesialis ini menerapkan metode-metode pengobatan yang bersifat teknis ketika melakukan pengobatan . Meskipun doa dapat digunakan, namun kekuatan spiritual atau dukungan roh-roh halus tidak esensial pada sukses pengobatan. Kategori kedua terdiri dari terapi-terapi yang menggunakan “ilmu batin” (ilmu dalam,spiritual atau magis) seperti orang tua,orang pintar, dukun ‘prewangan’ dan dukun kebatinan. Pengobatannya selalu menggunakan kekuatan batin si dukun atau pembantu supernaturalnya, meskipun dapat pula dikombinasikan dengan praktek yang bersifat teknis seperti pijit atau jamu-jamuan. Agar mampu melakukan pengobatan semacam ini, seseorang harus mempunyai pengetahuan yang melampaui pemahaman rasional mengenai dunia nyata. Ereka memerlukan intuisi, ‘rasa’ dan ilmu (ngelmu) mengenai aspek magis –spiritual, sebuah realitas yang tidak terlihat dengan mata kasar.Untuk mendapatkan ilmu ini dan pada

calon dukun harus melakukan meditasi, berpuasa dan bertapa (Menuju Kesehatan Madani, 1999).

Berdasarkan kenyataan di lapangan, banyak praktek pengobatan yang masih dilakukan oleh masyarakat terutama untuk penyakit-penyakit yang mereka anggap penyakit dirasa atau tarpangan rasa dengan mencari pertolongan pengobatan kepada

dotu atau dukun itu sendiri.Menggunakan tenaga dotu maupun

orang pintar juga biasa dilakukan mayarakat dalam mengobati patah tulang ataupun keseleo.Selain itu, dukun juga menjadi alternatif pertama jika ada yang akan melahirkan ataupun menjadi pilihan berkusuk ketika pemeriksaan ibu yang sedang hamil.

4.1.1 Pola Pencarian Pengobatan pada Masyarakat

Derajat kesehatan dipengaruhi faktor lingkungan, perilaku, pelayanan dan keturunan. Pelayanan kesehatan di Indonesia tidak hanya dilaksanakan oleh pemerintah saja tapi juga dilaksanakan oleh lembaga swasta bahkan oleh masyarakat sendiri seperti pengobatan tradisional dan sebagainya.Pelayanan kesehatan dapat dilaksanakan oleh pelayanan yang mempergunakan metode kedokteran modern dan metode pengobatan tradisional. Penyediaan obat baik yang modern maupun tradisional merupakan faktor yang paling penting dalam pelayanan kesehatan.

Dalam rangka pemerataan kesehtaan secara global disepakati strategi pelayanan kesehatan primer. Di dalam pelayanan kesehatan primer tersebut dikena lima prinsip dasar, yaitu: (1) pemerataan upaya kesehatan, (2) penekanan upaya preventif, (3) penggunaan teknologi tepat guna dalam upayaa kesehatan, (4) peran serta masyarakat dalam semangat kemandirian dan (5) kerjasama lintas sectoral dalam pembangunan kesehatan.

WHO melalui resolusi tahun 1977 menyatakan bahwa pelayanan kesehatan masyarakat tidak dapat merata tanpa mengikutsertakan sistem pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional dengan obat-obat tradisionalnya mempunyai latar

belakang sosiobudaya masyarakat dan dapat digolongkan sebagai teknologi tepat guna karena bahan-bahan yang dipakai terdapat disekitar masyarakat itu sendiri, sehingga mudah didapat, murah dan mudah menggunakannya tanpa memerlukan peralatan yang mahal untuk mempersiapkannya. (Agoes, Azwar., Jacob,T. Antropologi kesehatan Indonesia Jilid I Pengobatan Tradisional. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC. 1992)

4.1.2 Pengobatan Tradisional

Pengobatan tradisional adalah suatu upaya kesehatan dengan cara lain dari ilmu kedokteran dan berdasarkan pengetahuan yang diturunkan secara lisan maupun tulisan yang berasal dari Indonesia atau luar Indonesia. Sedangkan obat tradisional merupakan obat yang dibuat dari bahan aatau paduan bahan-bahan yang diperoleh dari tanaman, hewan, atau mineral yang belum berupa zat murni.Obat tradisional meliputi simplisia, jamu gendong, jamu berbungkus dan obat kelompok fitoterapi.(Agoes, Azwar., Jacob,T. Antropologi kesehatan Indonesia Jilid I Pengobatan Tradisional. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC. 1992)

Menurut Agus (1992), Penggunaan obat tradisional sebaiknya pada penyakit yang memerlukan kriteria prevalensi tinggi, insiden tinggi, tersebar pada area luas, fasilitas pelayanan kesehatan yang rendah dan mudah dikenal oleh masyarakat. Penyakit yang memenuhi kriteria tersebut antara lain adalah demam, sakit gigi, sakit kepala, batuk, diarea, obstipasi, mual, penyakit kulit, cacingan dan anemia……

Obat tradisional yang digunakan sebaiknya memenuhi kriteria mudah didapat (jika mungkin dari kebun sekitar rumah atau dapur), dikenal oleh orang banyak, proses penyimpanannya sederhana, mudah digunakan dan tidak berbahaya dalam penggunaannya.

Penyakit atau keluhan yang dapat ditanggulangi dengan tanaman obat antara lain adalah:

2. Gejala penyakit yang diobati secara simptomatik seperti batuk, sakit kepala, demam, pegal linu, mual, diarea, sembelit, mulas, sariawan, wasir, gatal, luka baru, bisul, perut kembung, luka bakar ringan, mimisan dan sakit gigi.

3. Keadaan yang diobati secara suportif seperti jerawat, ketombe,

melancarkan air susu, menghilangkan bau badan,

menghitamkan rambut, menyuburkan rambut, kurang nafsu makan, pemulih tenaga sehabis bersalin, kehamilan dan anemia. 4. Penyakit yang sudah didiagnosis dokter seperti darah tinggi, kencing manis, batu ginjal, penyakit mata, batu empedu, keputihan dan sulit kencing.

4.2. Pengobatan Beberapa Kasus Penyakit dalam Masyarakat 4.2.1 tarpangan Rasa/dirasa

Salah satu penyakit yang ditemui paada masyarakat adalah Tuberkulosis atau dikenal dengan TB.Penyakit TB masih belum tereradikasi di Sipapaga.Penyakit yang memerlukan terapi minimal 6 bulan dengan gejala utama batuk berkepanjangan, keringat malam dan turunnya berat badan sehingga pasien tampak makin kurus dan pucat ini seharusnya segera diobati sehingga tidak terjadi penularan. Keadaan ini menjadi perhatian dalam penelitian ini karena pasien TB yang bertambah kurus dan pucat ini dianggap masyarakat sebagai sakit yang “dirasa” atau “terpangan rasa” yang menurut masyarakat sakit akibat diguna-guna atau diracun. Racun itu dimasuki lewat makanan atau minuman yang disengaja untuk menyakiti.Masyarakat percaya untuk menghilangkan racun itu penderita harus dibawa berobat ke dotu. Di dotu, pasien yang datang dengan kondisi lemah, kurus dan pucat ini akan diobati dengan cara dibubus. Dibubus merupakan pengobatan dengan cara meminumkan ramuan yang sudah disiapkan oleh dotu yang terdiri atas rebusan rempah-rempah seperti kunyit….lalu kemudian akan diminum oleh pasien di rumah sehingga bebrapa hari akan mengalami diare atau mencret-mencret.

Hal ini diyakini akan mengeluarkan seluruh racun yang masuk di dalam tubuh pasien.

Pada kasus informan Mrt, yang sudah menderita penyakit paru-paru sejak 2 tahun belakangan memiliki cerita yang lain lagi. Pada saat pertama kali berkunjung, informan sedang terbaring di rumah dengan kondisi lemah, pucat dengan perut buncit dan membesar. Sehari-hari selalu terbaring ditempat tidur yang terletak di ruang tengah rumah dan selalu didampingi oleh istrinya yang sedang hamil tua.Pada saat itu, informan sudah melakukan pengobatan ke Rumah Sakit di Bukittinggi dan selalu control setiap 9 bulan.Sebelumnya informan terlebih dahulu dirujuk ke Rumah Sakit Umum Madina di Panyabungan, namun karena tidak ada obat kemudian di bawa ke Bukittinggi.

Informan sebelumnya menceritakan bahwa sebelum dibawa ke rumah sakit, keluarga terlebih dahulu membawa berobat kepada dotu/dukun/orang pintar yang ada di desa.Pada saat itu, penyakit yang dideritanya dipercaya sebagai dirasa atau diracun. Seperti penuturan informan berikut ini :

“…katanya dibikin orang racunnya lewat makanan. Lalu

berobat ke dotu dan diberi ramuan kunyit, namanya sibubus. Lalu mencret-mencret beberapa kali sampai lemes…tapi ga mempan makanya dibawa berobat ke rumah sakit…”.

Sama halnya dengan penyakit yang dianggap sebagai dirasa oleh masyarakat, jika berobat ke dotu akan dilakukan pengobatan dengan cara di sibubus. Namun setelah beberapa lama melakukan pengobatan dengan pengobatan tradisional apalagi sejak kondisi informan bertambah lama bertambah pucat, lemes dan selalu terbaring di tempat tidur akhirnya keluarga memutuskan membawa ke rumah sakit untuk diobati.

istilah “tarok”. Kasus tarok dialami oleh salah seorang informan Mdn, dimana sepengetahuan informan batuk-batuk lama dengan sesak nafas yang dialaminya sekarang ini penyebabnya adalah karena terkena angin malam karenaa suka nongkrong-nongkrong alias nonton bersama di warung, kuat bekerja sehingga timbul batuk-batuk dan mengganggu pekerjaan jika sudah sesak nafas. Batuk ini dialami atau dirasakan sangat mengganggu ketika malam hingga pagi hari.Informan mengatakan, gejala penyakit ini sudah dirasakannya sejak 1 tahun yang lalu.Sama dengan beberapa informan lainnya, Mdn membawa penyakitnya untuk diobati ke beberapa dotu, namun terakhir sudah mulaii membaik setelah berobat ke rumah sakit. Pengobatan di rumah sakit dilakukan setelah dilakukannya penjaringan pasien oleh bidan desa setempat dengan cara mengumpulkan sputum untuk diperiksakan ke puskesmas setempat. Pada saat diwawancara, Mdn mengatakan jika penyakit yang dialaminya ini kambuh lagi sekitar 3 bulan yang lalu. Penyakit ini kambuh lagi karena menurut informan terlalu bekerja berat menjadi sopir angkot (angkutan kota) sehingga memutuskan untuk tidak mau bekerja lagi sebagai sopir angkot. Pada saat bekerja sebagai sopir, informan mengatakan tidak bisa berhenti merokok.Hal ini disebabkan karena pergaulan yang dijalani memaksa harus mengikuti rekan-rekan sesama sopir untuk merokok. Walaupun informan tidak membeli rokok, biasanya teman-teman akan menawari rokok serta merokok didekatnya sehingga keinginan untuk berhenti merokok selalu terabaikan. Seperti ungkapan informan dalam petikan wawancara berikut:

“…sudah tujuh bulan ga merokok, tapi menyetir angkot ga bisa ga merokok karena diajak temen-temen jadinya merokok lagi…padahal kalo ga merokok saya sesak ga pernah lagi jarang sesak, tapi kalo merokok hampir setiap hari sesak nafas tapi ya gimana ga tahan sama temaan-teman kalo sudaah kumpul-kumpul…”

Berdasarkan pengalaman berobat yang pernah dijalani informan, paantangan yang harus diikuti oleh pasien ketika berobat ke dotu adalah tidak boleh makan terong-terongan, makan dari sumber yang berdarah seperti daging-dagingan , telor, puding-pudingan (telor ayam, telor bebek).

“…dirasa atau diguna-guna ini biasanya diobati dengan telur yang sudah dijampi-jampi dulu oleh dotu…lalu diapuskan ke dada terus dipecahkan ke atas piring dan dilihat dulu apakah ada kotoran di dalam telur yang berwarna merah, kalo kotor katanya udah kena…kalo tidak ada kotoran berarti bukan karena dirasa…”

Pengobatan pertama yang dilakukan informan ketika itu atas saran keluarga, yaitu orang tua yang berinisiatif membawa pengobatan penyakit yang oleh masyarakat disebut dirasa.Pada saat berobat ke dotu, pertama-tama yang dilakukan adalah melihat dulu penyakit yang dialami pasien dengan menggunakan sebuah telur sebagai perantara untuk melihat penyakit tersebut.Telur yang digunakan adalah telur ayam, yang kemudian dijampi atau dibacakan doa-doa oleh dotu. Setelah dibacakan jampi-jampi, telur tersebut akan diapuskan atau diusapkan ke dada pasien untuk selanjutnya di taroh di atas piring setelah dipecahkan terlebih dahulu. Setelah ditaroh di atas piring, telur yang pecah tadi akan dilihat apakah ada kotoran berwarna merah di dalam telur tersebut atau tidak. Jika terlihat ada kotoran berwarna merah, maka itu artinya si pasien sudah terkena dirasa, tapi jika telur tersebut bersih tidk terlihat ada kotoran yang berwarna merah maka itu tandanya tidak terkena dirasa atau diguna-guna.

Pengobatan selanjutnya yang dijalani informan adalah ke Rumah Sakit Umum daerah Kabupaten Panyabungan, yang sebelumnya dirujuk dari Puskesmas Panyabungan Jae.Pengobatan

masih tetap diusahakan oleh informan disamping mengikuti pantangan-pantangan dari dotu tersebut.Namun jika berobat ke pelayanan kesehatan, dokter menyarankan untuk menghindari merokok.

Beberapa kasus tuberkulosis yang menyerang jaringan di luar paru, misalnya kelenjar getah bening leher,biasa terjadi pada anak-anak.Orang mengenal dengan istilah rakat.Pembengkakan leher yang tak kunjung sembuh.Sama seperti kasus dirasa, kasus rakat juga diberi rebusan rempah-rempah.Tak peduli dia masih anak-anak sekalipun.

4.2.2. Patah Tulang atau Keseleo

Patah tulang atau keseleo merupakan penyakit yang dipercayai masyarakat pengobatannya dengan mendatangi dotu atau orang pintar dalam penyembuhannya. Sebut saja Mlm, tokoh masyarakat yang sehari-hari menderes dan membuat nira, namun biasa mengobati sakit karena patah tulang atau keseleo yang terjadi.

Biasanya dalam keseharian, luka, keseleo ataupun patah tulang dalam Masyarakat Sipapaga diobati dengan cara tradisional menggunakan “pati batonak minyak” diiringi juga dengan pengobatan ke tenaga kesehatan. Pada kasus yang terjadi pada informan Msl, anak laki-laki beliau yang biasa bekerja membawa becak mengalami kecelakaan, ditabrak oleh mobil saat membawa becak di Kota Panyabungan.Pada saat kejadian, kaki kanan korban sepertinya bergeser dengan aspal jalan sehingga kelihatan ada luka terbuka.Informan yang juga merupakan tokoh masyarakat Desa Sipapaga juga pandai mengobati luka, keseleo ataupun patah tulang.Beliau kemudian mengobati dengan resep tradisional yang diperoleh secara turun-temurun tersebut. Sebelumnya korban sudah terlebih dahulu dibawa ke rumah sakit untuk diobati serta dirontgen dan hasilnya tidak terjadi apa-apa hanya terdapat luka terbuka saja di kaki.

Perawatan di rumah yang dilakukan dengan pati batonak

minyak dilakukan 2-3 kali sehari sampai sembuh. Pengobatan ini juga

diiringi dengan pengobatan kepada tenaga kesehatan di Rumah sakit Umum Panyabungan dan Mantri Kesehatan. Menurut informan:

“…setelah luka atau bagian yang sakit diberi minyak tonak tidak boleh banyak gerak dulu…kalo itu kadang-kadang karena urat-uratnya yang membengkok dan terasa waktu diraba, makanya ketika diberi minyak bagian yang sakit diurut-urut sesuai bagian urat-uratnya”. Pada bagian luka bisa juga diikat dengan kainnamun tidak terlalu kuat karena takut kekencangan sehingga urat-urat akan bertemu”.

Dokumen terkait