• Tidak ada hasil yang ditemukan

III KERANGKA PEMIKIRAN

5.1.1 Geografi , Topografi, dan Klimatolog

Kota Metro memiliki luas wilayah sebesar 68,74 Km2. Secara geografis Kota Metro terletak di antara 105°17’-105°19’ BT dan 5°6’-5°8’ LS. Kota Metro meliputi areal daratan seluas 68,74 Km2, terletak pada bagian tengah Propinsi Lampung. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah dan Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Metro Kibang, Kabupaten Lampung Timur. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pekalongan dan Batang Hari, Kabupaten Lampung Timur. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Trimurjo, Kabupaten Lampung Tengah.

Secara administratif Kota Metro terdiri dari lima Kecamatan dengan dua Kelurahan, yaitu: Kecamatan Metro Pusat (Kelurahan Metro, Kelurahan Imopuro, Kelurahan Hadimulyo Barat, Kelurahan Hadimulyo Timur, Kelurahan

Yosomulyo), Kecamatan Metro Utara (Kelurahan Banjarsari, Kelurahan

Purwosari, Kelurahan Purwoasri, Kelurahan Karangrejo), Kecamatan Metro Barat (Kelurahan Banjar Agung, Kelurahan Ganjar Asri, Kelurahan Mulyosari, Kelurahan Mulyojati), Kecamatan Metro Timur (Kelurahan Iring Mulyo, Kelurahan Yosodadi, Kelurahan Yosodadi, Kelurahan Tejo Agung, Kelurahan Tejosari), Kecamatan Metro Selatan (Kelurahan Margodadi,Kelurahan Margorejo, Kelurahan Sumbersari, Kelurahan Rejomulyo)

Secara topografi wilayah Kota Metro adalah relatif datar dengan ketinggian rata-rata 52 mdpl dan kemiringan lahan 0-12 persen. Batuan di Kota Metro terdiri dari lubradorit, angit, pseudomograf, alurum dan gulit yang merupakan mineral-mineral potensial sebagai unsur hara untuk pertanian. Tanah berjenis podsolik merah kuning yang merupakan asosiasi podsolik coklat kekuningan dan podsolik merah kekuningan dari bahan induk sedimen tufa masam pada wilayah yang datar dan berombak. Berikut merupakan Tabel mengenai topografi Kota Metro.

Tabel 12. Topografi Kota Metro Tahun 2009

No Kecamatan

Persentase luas lahan dengan kemiringan

Jumlah 0-5 % 6-15 % 15-40 % 1 Metro Pusat 16,57% 0% 0% 16,5% 2 Metro Utara 18,53% 10,04% 0% 28,57% 3 Metro Barat 16,41% 0% 0% 16,41% 4 Metro Timur 17,60% 0% 0% 17,60% 5 Metro Selatan 17,86% 1,70% 1,28% 20,85% Total 89,98% 11,74% 1,28% 100%

Sumber: Bappeda Kota Metro dalam Dinas Pertanian (2009)

Pada umumnya Kota Metro beriklim tropis. Arus angin berangin tropis bertemu dengan angin yang bertiup dari Samudera Indonesia. Kecepatan angin rata-rata 70 Km/jam atau 5,83 km/jam/tahun. Temperatur pada daerah dataran dengan ketinggian 52 mdpl berkisar antara 19°-37°C, suhu rata-rata 28°C. Kelembaban rata-rata berkisar 80-88 persen dan rata-rata curah hujan pertahunnya adalah 2.000 mm. Penggunaan lahan digunakan untuk lahan sawah dan bukan sawah, selain dipergunakan untuk rumah, pekarangan, jalan, sungai, dan lain-lain, dipergunakan untuk kegiatan pertanian tanaman pangan, peternakan, dan perikanan. Tanaman yang dominan di Kota Metro adalah padi, jagung, dan tanaman hortikultura dataran rendah. Sedangkan perikanan adalah perikanan tawar, dan hewan ternak utama yang dibudidayakan adalah sapi, kambing, dan ayam. (Data Monografi Dinas Pertanian Kota Metro 2009).

5.2 Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat

Jumlah penduduk Kota Metro tahun 2009 berjumlah 51.284 Jiwa. Jumlah penduduk terbanyak di Kota Banda Aceh yang terletak di Kecamatan Metro Pusat, yaitu sebanyak 51.042 jiwa, sedangkan penduduk paling sedikit berada di Metro Selatan, yaitu sebanyak 14.165 jiwa. Kecamatan paling padat terdapat di Metro Pusat dengan kepadatan 4.481 jiwa/Km2, dan paling kecil kepadatannya ialah Metro Selatan dengan 988 Jiwa/Km2. Berikut merupakan Tabel mengenai jumlah, sebaran dan kepadatan penduduk Kota Metro tahun 2009.

Tabel 13. Sebaran Penduduk Kota Metro Berdasarkan Jumlah Jiwa dan Kepadatan Penduduk Tahun 2009

No Kecamatan Penduduk Jumlah (Jiwa) Kepadatan (Jiwa/Km2) 1 Metro Pusat 51.042 4.481 2 Metro Utara 24.887 1.267 3 Metro Barat 24.224 2.148 4 Metro Timur 39.966 3.055 5 Metro Selatan 14.165 988 Total 151.284 151.284

Sumber: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Metro (2009) dalam Dinas Pertanian (2009)

Perekonomian daerah Kota Metro disokong oleh delapan kegiatan ekonomi masyarakat. Berikut grafik pie mengenai distribusi ekonomi di Kota Metro.

Gambar 9. Distribusi Ekonomi Kota Metro Tahun 2003

Sumber: BPS Kota Metro 200311

Kontribusi yang cukup signifikan disumbangkan oleh sektor jasa yaitu sebesar 24,86 persen, kemudian diikuti oleh sektor pertanian sebesar 22,57 persen, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 20,89 persen. Sedangkan sektor lainnya sebesar 31,86 persen meliputi sektor bangunan, listrik, gas, dan air bersih, industri pengolahan, keuangan, pengangkutan dan transportasi.

11

Badan Pusat Statistik Kota Metro. 2003. Profil Kabupaten/Kota Metro. http:// www.Ciptakarya.pu.go.id/profile/barat/lampung/metro.pdf [22 Agustus 2011]

Kontribusi yang cukup besar dari sektor pertanian dapat menjadi indikator bahwa banyak dari masyarakat Kota Metro yang bermata pencaharian sebagai petani. Hal ini didukung dengan luas lahan sawah di Kota Metro yang luas yaitu sebesar 2.981,555 Ha.

Khusus dalam pembenihan ikan patin di Kota Metro, Kelurahan Margerejo, Kecamatan Metro Selatan dapat dikatakan menjadi basis para pembenih ikan patin 21 dari 24 orang pembenih ikan patin dari yang ditemui dalam penelitian ini berada di lokasi tersebut.

5.3 Karakteristik Responden

Karakteristik pembenih ikan patin yang menjadi responden dalam penelitian ini diklasifikasikan berdasarkan usia, pendidikan, pekerjaan, lama pengalaman berusahatani pembenihan ikan patin, asal keahlian pembenihan ikan patin, saluran penjualan, jumlah siklus panen, keikutsertaan dalam kelompok tani dan penyuluhan.

Usia akan berkorelasi dengan masa produktif seseorang, usia produktif diduga dapat mempengaruhi efisinsi seseorang dalam bekerja. Dalam penelitian ini usia produktif dibatasi hingga usia 60 tahun, sesuai dengan Survey Tenaga Kerja Nasional (SAKERNAS).

Tabel 14. Sebaran Pembenih Ikan Patin di Kota Metro Berdasarkan Kelompok

Umur Tahun 2011

Kelompok Umur (tahun) Jumlah (Petani) (Persentase) %

21-30 6 25

31-40 12 50

41-50 3 12,5

51-60 3 12,5

Total 24 100

Sumber: Data Primer (2011)

Berdasarkan Tabel di atas, pembenih patin ikan patin di Kota Metro paling banyak berada pada kelompok umur 31-40 tahun yaitu sebanyak dua belas orang petani atau 50 persen dan kelompok umur 21-30 tahun yaitu sebanyak enam orang petani atau sebanyak 25 persen. Kelompok usia tersebut dapat menjelaskan kondisi pembenih ikan patin yang berada pada kelompok usia yang produktif.

Pendidikan pembenih diduga akan berkorelasi dengan tingkat kemudahan petani dalam mencerna dan mengadopsi teknologi baru, sehingga dengan teknologi tersebut diharapakan adanya peningkatan efisiensi. Berikut Tabel mengenai sebaran tingkat pendidikan pembenih ikan patin di Kota Metro.

Tabel 15. Sebaran Pembenih Ikan Patin di Kota Metro Berdasarkan Tingkat

Pendidikan Tahun 2011

Tingkat Pendidikan Jumlah (Petani) (Persentase) %

SD sederajat 4 17 SMP sederajat 2 8 SMA sederajat 14 58 Diploma 1 4 Sarjana 3 13 Total 24 100

Sumber: Data Primer (2011)

Pembenih ikan patin di Kota Metro didominasi oleh petani dengan tingkat pendidikan SMA sederajat, yaitu sebanyak 14 orang petani, atau 58 persen. Hal ini menunjukan para pembenih ikan patin di Kota Metro mampu menerima dengan baik teknologi pembenihan.

Pekerjaan utama dan status usahatani diduga akan mempengaruhi keseriusan dan tanggung jawab pembenih dalam melaksanakan kegiatan usahatani pembenihan ikan patin, hal ini disebabkan usahatani pembenihan membutuhkan ketelatenan dari seorang pembenih jika mengingat sifat benih yang sangat sensitif terhadap perubahan kualitas air dan lingkungan. Berikut Tabel mengenai pekerjaan utama dan status usahatani pembenihan ikan patin di Kota Metro.

Tabel 15. Sebaran Pembenih Ikan Patin di Kota Metro Berdasarkan Pekerjaan

Utama dan Status Usahatani Tahun 2011

Pekerjaan Utama Status Usahatani Jumlah (Petani) (Persentase) %

Pembenih Utama 20 20 83

PNS Sampingan 2

4 17

TNI Sampingan 1

Petani Padi Sampingan 1

Total 24 100

Secara umum pembenih ikan patin melakukan kegiatan usahatani pembenihan ikan patin sebagai pekerjaan utama dengan pola usahatani khusus, yaitu sebanyak 20 orang petani atau 83 persen. Hal ini menunjukan bahwa pembenih ikan patin di Kota Metro menggantungkan hidupnya pada usahatani pembenihan, sehingga akan berusaha agar hasil benih yang dapat dipanen maksimal.

Pengalaman berusahatani dapat menjadi pedoman dan pembelajaran bagi para petani dalam melakukan usahataninya. Berikut sebaran pengalaman pembenih ikan patin di Kota Metro.

Tabel 17. Sebaran Pembenih Ikan Patin di Kota Metro Berdasarkan Lama

Pengalaman Usahatani Tahun 2011

Pengalaman (Tahun) Jumlah (Petani) (Persentase) %

1-3 7 29

4-6 10 42

7-9 1 4

10-13 5 25

Total 24 100

Sumber: Data Primer (2011)

Secara umum pembenih ikan patin yang berada di Kota Metro sudah cukup berpengalaman dengan usahataninya yaitu selama 4-6 tahun, dengan jumlah petani sebanyak 10 orang petani atau 42 persen.

Sebagaian besar para pembenih memiliki keahlian pembenihan ikan patin dengan cara belajar dari pembenih yang sudah lama melakukan pembenihan atau telah berpengalaman, yaitu sebanyak 14 orang pembenih. Berikut ini Tabel mengenai asal keahlian pembenih ikan patin di Kota Metro.

Tabel 18. Sebaran Pembenih Ikan Patin di Kota Metro Berdasarkan Asal

Keahlian Pembenihan Tahun 2011

Asal keahlian Jumlah (Petani) (Persentase) %

Pelatihan (Dinas) 6 25

Belajar dari teman 14 58

Pelatihan dan belajar dari teman 4 17

Total 24 100

Petani yang mendapatakan keahlian pembenihan dari pelatihan oleh Dinas Pertanian Bidang Perikanan merupakan pioneer dalam pembenihan di Kota Metro, yaitu sebanyak enam orang petani dan mereka memiliki pengalaman lebih dari 11 tahun dalam pembenihan ikan patin.

Jumlah siklus panen merupakan salah satu indikator bagaimana pembenih ikan patin dapat mengatur produksinya, kebanyakan dalam satu tahun ikan patin betina dapat memijah sebanyak dua kali. Berikut Tabel mengenai jumlah siklus panen ikan patin di Kota Metro.

Tabel 19. Sebaran Pembenih Ikan Patin di Kota Metro Berdasarkan Jumlah

Siklus Panen Tahun 2011

Jumlah siklus panen Jumlah (Petani) (Persentase) %

1-10 4 17

11-20 20 83

Total 24 100

Sumber: Data Primer (2011)

Berdasarkan Tabel 18, sebagian besar pembenih ikan patin di Kota Metro memiliki siklus panen antara 11-20 kali panen dalam satu tahun, yaitu dengan jumlah pembenih sebanyak 20 orang atau 83 persen. Siklus panen benih ikan patin di Kota Metro sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan iklim, bulan panen atau bulan matang gonad biasanya dimulai ketika awal musim penghujan. Berikut Tabel mengenai kondisi telur ikan patin di Kota Metro.

Tabel 20. Sebaran Kondisi Telur Ikan Patin di Kota Metro Tahun 2010-2011

Bulan Jan Fe Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt No De Kondisi

telur √ √ √ √ √ √ - - - √ √ √

Sumber: Data Primer (2011)

Kondisi telur ikan patin akan mempengaruhi siklus panen benih ikan patin, biasanya telur mulai matang pada awal bulan penghujan yaitu bulan September, namun kondisinya belum optimum. Selanjutnya akan berakhir pada bulan Mei, hal ini ditandai dengan jumlah telur yang semakin menurun.

Keikutsertaan dalam kelompok tani akan memudahkan para anggotanya dalam menerima informasi, teknologi, dan mengakses sarana produksi pertanian.

Beberapa kelompok tani ikan patin yang ada di Kota Metro diantaranya: Mina Sembada, Sapta Mina, Mina Taboga dan Mina Lestari. Berikut ini merupakan Tabel mengenai keikutsertaan pembenih ikan patin dalam kelompok tani.

Tabel 21. Sebaran Pembenih Ikan Patin di Kota Metro Bedasarkan Keikutsertaan

dalam Kelompok Tani Tahun 2011

Keikutsertaan kelompok tani Jumlah (Petani) %

Tidak 9 33

Ya 15 67

Total 24 100

Sumber: Data Primer (2011)

Berdasarkan Tabel 20, sebagian besar pembenih ikan patin di Kota Metro tergabung dalam kelompok tani, yaitu sebanyak 15 orang petani. Kelompok tani perikanan di Kota Metro biasanya tidak terfokus pada satu jenis komoditi, sehingga terlihat sedikit jika berdasarkan komoditas. Walaupun memasuki kelompok tani, sifat usahatani pembenih di Kota Metro bersifat usahatani perorangan. Kelompok tani masih dijadikan sebagai penghubung antara pembenih dengan pemerintah.

Pembenih yang tergabung dalam kelompok tani sebagian besar akan mendapatkan penyuluhan dari Dinas Pertanian Bidang Perikanan, berikut ini Tabel mengenai keikutsertaan petani dalam penyuluhan.

Tabel 22. Sebaran Pembenih Ikan Patin di Kota Metro Berdasarkan

Keikutsertaan Pembenih dalam Penyuluhan Tahun 2011

Keikutsertaan penyuluhan Jumlah (Petani) %

Tidak 8 33

Ya 16 67

Total 24 100

Sumber: Data Primer (2011)

Sebagian besar pembenih ikan patin di Kota Metro telah mendapatkan penyuluhan dari Dinas Pertanian Bidang Perikanan, yaitu sebanyak 16 orang petani atau sebesar 67 persen.

5.4 Kegiatan Agribisnis Pembenihan Ikan Patin

Setiap daerah memiliki metode pembenihan yang berbeda di masing- masing daerah, pembenihan di Jawa Barat berbeda dengan di Luar Jawa. Salah satu hal yang menyebabkan perbedaan metode pembenihan tersebut diantaranya karena perbedaan suhu, cuaca, dan iklim. Walaupun demikian jenis patin yang dipijahkan merupakan varietas patin siam, jenis patin ini sama dengan jenis patin yang banyak dipijahkan di Jawa Barat. Berikut ini merupakan kegiatan pembenihan di Kota Metro.

Gambar 10 . Diagram Kegiatan Pembenihan Ikan Patin di Kota Metro Tahun

2011

Sumber: Data Primer (2011)

1). Pemeliharaan Indukan

Pemeliharaan induk dimaksudkan untuk mematangkan gonad (Sel kelamin) dari indukan yang akan dipijahkan. Pemeliharaan indukan dilakukan di bak khusus pemeliharaan indukan yang berupa bak beton ataupun kolam. Jika dirata-ratakan, maka jumlah indukan yang dipelihara oleh setiap pembenih di Kota Metro adalah berjumlah 52 ekor dengan perbandingan jantan dan betinanya adalah satu berbanding dua, dan rata-rata memiliki bobot 1,5-3 kg. Kegiatan pemeliharaan induk dilakukan dengan memberikan pakan indukan setiap hari dengan feeding time pagi dan sore. Cara pemberian pakan dilakukan dengan menebarkan pakan sebanyak 0,5 kg secara secara bertahap ke dalam kolam pemeliharaan. Ikan patin mampu dipijahkan sebanyak dua kali dalam satu tahun. Setelah dipelihara, indukan yang secara fisik memiliki ciri matang gonad akan dipilih untuk dipijahkan.

2). Pemilihan Induk

Pemilihan induk merupakan kegiatan yang bertujuan memilih indukan yang matang gonad dan siap untuk dipijahkan, secara fisik ciri-ciri indukan yang siap untuk dipijahkan adalah memiliki perut yang lebih besar. Pemilihan induk dilakukan dengan memindahkan indukan dari bak pemeliharaan ke dalam bak pemberokan. Pemindahan indukan ke dalam bak pemberokan, akan memudahkan pembenih dalam menangkap indukan yang akan disuntik.

3). Pemberokan

Pemberokan merupakan kegiatan tidak memberikan pakan atau mempuasakan indukan sebelum indukan disuntik, hal ini bertujuan agar sel telur atau sel sperma yang dihasilkan bersih dari kotoran. Pemberokan dilakukan selama 12-24 jam sebelum penyuntikan.

4). Penyuntikan Ovaprim

Penyuntikan dilakukan terhadap indukan yang berada di bak pemberokan. Kegiatan ini umumnya dilakukan satu kali sebelum striping, penyuntikan dilakukan 12 jam sebelum striping. Dosis ovaprim yang disuntikan terhadap indukan adalah 0,5 cc/kg indukan. Penyuntikan dilakukan pada bagian punggung indukan dekat sirip punggung. Persiapan penyuntikan dilakukan dengan mengangkat indukan di bak pemberokan dan menutupi kepala indukan dengan kain basah agar indukan tidak berontak ketika disuntik. 5). Striping

Striping atau pengurutan perut indukan dilakukan setelah 12 jam dari kegiatan penyuntikan. Jika gonad sudah matang, pengurutan dilakukan dengan lancar, namun apabila ketika di striping sel telur tidak keluar pengurutan diundur selama satu jam. Hasil sel telur dan sel sperma yang dihasilkan ditampung ke dalam mangkok yang bersih kemudian diaduk dengan menggunakan bulu ayam atau angsa dengan penambahan air infus. Setelah semua tercampur maka akan terjadi ovulasi sel telur oleh sel sprema dan sel telur yang telah dibuahi akan dituangkan ke dalam corong penetasan dengan sirkulasi air yang rendah.

6). Penetasan Telur

Penetasan telur dilakukan di corong penetasan yang memiliki sirkulasi air yang rendah, hal ini dimaksudkan agar telur tidak saling berbenturan tetapi tetap berada pada kualitas air yang baik. Keunggulan dari penetasan dengan menggunakan corong tetas adalah kualitas air yang tetap pada kondisi baik, tidak keruh, dan memudahkan dalam pemanenan larva. Penetasan telur terjadi setelah 24 jam setelah ovulasi. Larva yang dihasilkan akan ikut mengalir ke dalam bak penampungan larva yang terhubung dengan corong penetasan. 7). Pemeliharaan Larva

Fase larva merupakan fase kritis dalam fase hidup ikan, karena ukuran tubuhnya yang masih kecil dan sensitif terhadap perubahan kualitas air. Pemeliharaan larva dilakukan di dalam akuarium selama 18-20 hari dengan pemberian pakan berupa artemia setiap empat jam sekali selama 4 hari dan selanjutnya dieri pakan cacing sutera yang di gunting menjadi lebih halus hingga berusia 18-20 hari atau ukuran panjang ¾ inchi, dan penyifonan dilakukan setiap hari. Suhu diupayakan berada pada kondisi 29°C. Salah satu keunggulan daerah Metro adalah suhu yang stabil di 29°C, sehingga tidak memerlukan kompor untuk menjaga suhu agar tetap stabil. Setelah berumur lebih dari 20 hari, larva dipindah ke dalam bak semen atau bak terpal, dalam proses pemindahan ini benih ikan patin mulai di sortir berdasarkan ukuran dan ditempatkan di bak yang berbeda berdasarkan ukuran. Setelah masuk bak tembok atau terpal, kondisi benih sudah cukup besar dan kuat sehingga dapat diberikan pakan pelet halus ukuran 0,1 dan 0,2 hingga berusia 40 hari atau mencapai ukuran panjang 1,5 inchi.

8). Panen

Panen benih ikan patin di Kota Metro dilakukan ketika benih berukuran 1,5 inchi namun pada kondisi tertentu benih dapat dijual pada ukuran 1 inch, dan 1,25 inch. Panen dilakukan dengan pada pagi atau sore hari, caranya dengan menyerok benih, menghitung benih, dan mengemas benih ke dalam kantong plastik beroksigen, Benih dipanen secara langsung tanpa dipuasakan terlebih dahulu, karena rata-rata jarak trasnportasi benihnya

cukup dekat. Para pembeli terdiri dari agen dan petani pembesar, penjualan terbesar dilakukan kepada agen dengan perbandingan 75 persen kepada agen dan petani pembesar 25 persen.

VI

ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

6.1 Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier

6.1.1 Pengujian Asumsi Klasik Regresi Linier

Syarat model regresi linier (fungsi produksi) dikatakan baik jika model terbebas dari normalitas, multikoloneritas, autokorelasi dan heteroskedastisitas (Herawati 2008). Sedangkan menurut Soekartawi et al.(1984) ada dua parameter statistik yang penting dan perlu diperhatikan, yaitu koefisien determinasi dan uji T.

Pengujian normalitas data dapat dideteksi melalui analisa grafik histogram dan P-plot yang dihasilkan dari perhitungan regresi oleh perangkat lunak SPSS 16.0 dan berikut ini grafik histogram dan P-plot untuk menguji normalitas data.

Histogram

Dependent Variable: PRODUKSI

Regression Standardized Residual

1,50 1,00 ,50 0,00 -,50 -1,00 -1,50 -2,00 -2,50 F re q u e n c y 8 6 4 2 0 Std. Dev = ,88 Mean = 0,00 N = 24,00

Gambar 11. Grafik Histogram Uji Normalitas

NORMAL P-P Plot of Regression Standarized Residual Dependet Variabel: PRODUKSI

Dependent Variable: PRODUKSI

Observed Cum Prob

1,0 ,8 ,5 ,3 0,0 E xp e ct e d C u m P ro b 1,0 ,8 ,5 ,3 0,0

Gambar 12. Grafik P-P Plot Uji Normalitas

Sumber: Data Primer (2011)

Berdasarkan hasil grafik histogram dan grafik P-plot di atas, dapat disimpulkan bahwa data memenuhi asumsi normalitas, hal ini dapat dilihat dari grafik histogram yang memiliki kesetangkupan yang simetris dan memiliki nilai tengah yang jelas. Selain itu pada grafik P-plot menunjukan titik-titik yang menyebar di sekitar garis diagonal dan penyebarannya mengikuti arah garis diagonal, sehingga model regresi ini layak untuk memprediksikan fungsi produksi dari pembenihan patin di Kota Metro Lampung.

Pengujian model yang kedua, yaitu menggunakan uji multikolineritas. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui keberadaan korelasi di antara variabel bebas. Model yang baik seharusnya tidak memiliki korelasi di antara variabel bebasnya. Berikut ini tabel nilai VIF untuk menguji multikolineritas.

Berdasarkan Tabel 22, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolineritas dalam model fungsi produksi, dikarenakan nilai Variance

Inflation Factor (VIF) yang kurang dari 10 dan mendekati satu, dan nilai tolerance yang mendekati satu.

Tabel 23. Nilai VIF Fungsi Produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier Benih

Ikan Patin di Kota Metro Tahun 2011

Model Collinearity Statistics

Tolerance VIF (Constant) Modal 0.934 1.071 Artemia 0.824 1.213 Cacing sutera 0.909 1.101 Pakan indukan 0.939 1.065 Jam kerja 0.812 1.232

Sumber: Data Primer (2011)

Pengujian model ketiga, yaitu menggunakan uji autokorelasi. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui keberadaan korelasi antara error pada periode t dengan errorpada periode t-1 (periode sebelumnya). Pengujian ini menggunakan

angka Durbin Watson dalam Tabel Model Summary hasil dari pengolahan dari SPSS 11.50.

Tabel 24. Uji Autokorelasi

Model Std. Error of the Estimate

dL 4-dL dU 4-dU Durbin- Watson 0,193132 0,9249 3,0751 1,9018 2,0982 2.266 Sumber: Data Primer (2011)

Gambar 13. Grafik Daerah Uji Autokorelasi

Sumber: Rangkuti (2005)

Berdasarkan Tabel nilai Durbin Watson menunjukan angka 2,266 dengan tingkat signifikan 0,05 dengan jumlah sampel N=24 dan variabel bebas (K=5), maka berdasarkan tabel Durbin Watson fungsi ini memiliki batas bawah (dL)

sebesar 0,9249 dan batas atas (dU) sebesar 1,9018. Nilai Durbin Watson 2,266 berada di antara nilai dU dan 4-dL yaitu antara 1,9 dan 3,1 hal ini berarti tolak H0,

atau model pendugaan fungsi produksi terbebas dari autokorelasi.

Pengujian model keempat, yaitu menggunakan uji heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas berguna untuk menguji terjadinya perbedaan variance residual suatu periode pengamatan terhadap periode pengamatan yang lainnya atau gambaran hubungan antara nilai yang dipredikisi dengan standardized delete residual nilai tersebut. Berikut ini grafik scatterplot untuk pengujian heteroskedastisitas.

Scatterplot

Dependent Variable: PRODUKSI

Regression Standardized Residual

2 1 0 -1 -2 -3 R e g re s s io n S ta n d a rd iz e d P re d ic te d V a lu e 2,0 1,5 1,0 ,5 0,0 -,5 -1,0 -1,5 -2,0

Gambar 14. ScatterplotPengujian Heteroskedastisitas

Sumber: Data Primer (2011)

Berdasarkan grafik scatterplot di atas, dapat disimpulkan bahwa model terbebas dari heteroskedastisitas, hal ini ditunjukan dari titik-titik yang menyebar dan tidak mengumpul membentuk pola tertentu. Berdasarkan pengujian asumsi klasik di atas, maka model dianggap baik untuk memodelkan fungsi produksi benih patin di Kota Metro.

Scatterplot

6.1.2 Pendugaan Model Fungsi Produksi Menggunakan Metode OLS

Pendugaan model fungsi produksi Cobb-Douglas menggunakan metode Ordinary Least Square bertujuan untuk mengetahui kinerja rata-rata dari dari proses produksi ditingkat pembenih. Berikut ini tabel mengenai parameter dugaan fungsi produksi menggunakan metode OLS.

Tabel 25. Pendugaan Fungsi Produksi Benih Ikan Patin di Kota Metro dengan Menggunakan Pendekatan OLS Tahun 2011

Variabel OLS Koefisien T-hitung Intersep (ln 0) Besar modal (ln X1) Artemia (ln X2) Cacing Sutera (ln X3) Pakan indukan (ln X4) Jam Kerja (ln X5) 1,204 0,090 0,090 0,793 0,633 0,794 1,300 0,886 0,438 4,60* 3,67* 2,46* Adjusted R2 0,594

Keterangan : * nyata pada α= 10% Sumber: Data Primer (2011)

Hasil pendugaan fungsi produksi menggunakan OLS menghasilkan kinerja rata-rata (best fit) dengan nilai koefisien determinasi atau Adjusted R2 sebesar 59,4 persen, artinya keragaman produksi benih patin di Kota Metro dapat dijelaskan oleh variabel bebas dalam model sebesar 59,4 persen dan sisanya sebesar 40,6 dijelaskan oleh error atau variabel lain yang tidak terdapat pada penelitian ini.

Berdasarkan Tabel 24 dapat diketahui bahwa terdapat tiga variabel yang