• Tidak ada hasil yang ditemukan

George Herbert Mead

Dalam dokumen BAB I PENGERTIAN FILSAFAT (Halaman 42-49)

FILSAFAT PRAGMATISME

4. George Herbert Mead

Di kalangan sosiolog Amerika Klasik, George Herbert Mead (1863-1931) adalah orang yang paling banyak melanjutkan warisan kaum pragmatis. Mead merupakan salah satu tokoh dalam filsafat pragmatisme, namun posisinya sebagai pelopor paham ini belum sebanding dengan John Dewey, yang juga merupakan teman dan koleganya selama di Universitas Chicago. Mead belajar di bawah bimbingan William James dan sahabat dari John Dewey ketika Dewey berada di Universitas of Chicago.

Selama menempuh pendidikannya, Mead banyak belajar dan mendapat pengaruh dari William James tentang pragmatisme, khususnya mengenai konsep diri (self). Sedangkan Mead dan Dewey mempunyai pandangan-pandangan yang sama dan mengalami pengaruh timbal balik di antara mereka. Dewey pun merupakan salah satu tokoh filsafat pragmatisme yang berpengaruh pada pemikiran-pemikiran Mead, misalnya dalam konsep isyarat (gesture).

Mead juga belajar di Jerman, di mana ia bekerja dengan salah seorang filsuf neo-Kantian terkemuka, Wilhelm Diltthey, dan berusaha menghasilkan pemikiran sosial Jerman dengan pragmatisme Amerika. Hal inilah yang menjadi dasar dari intraksionisme simbolik, yang berusaha menawarkan suatu pemahaman yang sama sekali baru tentang subyektivitas sebagai suatu yang terbentuk secara sosial. Mead memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan pragmatisme dalam hubungannya dengan psikologi dan pengetahuan kemasyarakatan. Ia mengatakan bahwa ―jiwa dan akal individual berkembang dalam lingkungan sosial dimana komunikasi dan interaksi sangat penting‖.

Selain mendapat pengaruh seperti dinyatakan, Mead juga dipengaruhi oleh Max Weber dengan teorinya tentang Interaksi dan Tindakan. Max Weber mengemukakan bahwa antara individu yang satu dengan individu yang lain berinteraksi satu sama lain diwujudkan dengan adanya suatu tindakan maupun perilaku. Namun tidak semua tindakan ataupun perilaku individu adalah suatu manifestasi yang rasional. Rasionalitas hadir dalam diri seorang individu dengan terlebih dahulu melewati proses pemikiran, dimana makna dari sebuah pemikiran adalah sesuatu yang penting dalam mengerti manusia dimana pemilikan karakter-karakter ini membuat esensi berbeda dengan perilaku binatang.

Pragmatisme dan Interaksionisme Simbolik

Dinyatakan oleh Jack Barbalet (Bryan S. Turner, 2012: 325) mengenai adanya konvensi yang menyatakan bahwa interaksionisme simbolik merupakan ekspresi pragmatisme dalam bidang sosiologi. Istilah intetarksionisme simbolik untuk pertama kali disampaikan oleh Herbert Blumer (1937) dan dirancang untuk mengartikulasikan dan memajukan psikologi sosial pragmatis-nya George Herbert Mead, yang oleh Blumer diringkas menjadi tiga proposisi dasar: pertama, persepsi seorang aktor tentang dan orientasi terhadap suatu obyek adalah suatu fungsi dari makna yang diberikan aktor kepada obyek tersebut; kedua, makna yang diberikan seorang aktor terhadap suatu obyek adalah suatu fungsi dari proses-proses interaksi di mana aktor yang bersangkutan terlibat; ketiga, makna yang diberikan kepada suatu obyek oleh seorang aktor cenderung berubah sepanjang waktu mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi pada intraksi-interaksi yang dilakukan oleh si aktor.

Konvensi yang menegaskan bahwa interaksionisme simbolik adalah pragmatimse sosiologis, menurut Jack Barbalet (Turner, 2012: 326) menuntut adanya sejumlah kualifikasi yang serius karena alasan-alasan sebagai berikut. Pertama, pragmatisme sosiologis mencakup lebih dari sekedar interaksionisme simbolik. Kedua, versi Mead tentang pragmatisme sosiologis bukanlah suatu pernyataan yang eksklusif atau tidak ambigu tentang paragmatisme. Ketiga, suatu implikasi dari klaim tersebut adalah bahwa interaksionisme simbolik bisa saja berhadapan dengan tantangan pragmatik.

Interaksionisme Simbolik

Seperti yang telah disebutkan di atas, Mead merupakan salah seorang pelopor dalam filsafat pragmatisme yang sangat menekankan kaitan antara pengetahuan dan tindakan untuk mengatasi masalah sosial. Sebagaimana para penganut pragmatisme lainnya, Mead yakin akan kemungkinan terjadinya perubahan sosial. Oleh karena itu, Mead juga melibatkan dirinya dalam reformasi sosial karena dia mempercayai bahwa ilmu pengetahuan dapat

digunakan untuk mengatasi masalah-masalah sosial tersebut. Mead juga melihat bahwa komunikasi antar individu adalah sebagai inti dari pembentukan kepribadian manusia itu. Dengan kata lain, kepribadian individu dibentuk melalui komunikasi dengan orang lain serta citra diri dibangun melalui sarana interaksi dengan orang lain.

Dalam bukunya yang paling terkenal, Mind, Self and Society, Mead menganjurkan suatu pemahaman tentang self sebagai suatu yang intersubyektif, yang terbentuk dalam interaksi dengan orang lain melalui mekanisme-mekanisme seperti control sosial, peran-peran, dan pengetahuan umum mengenai peran orang lain (generalized other).

Arti penting pendekatan yang ditawarkan Mead adalah bahwa pendekatan ini membuat interaksi menjadi sesuatu yang lebih penting dalam analisa sosiologi dibandingkan dengan tindakan. Pendekatan ini juga menunjukkan pada suatu alternatif yang menggantikan kesadaran dan pengalaman sebagai landasan analisa sosial.

Pendekatan pragmatisme dan interaksionisme simbolik menekankan pada refleksi, refleksivitas, makna-makna, dan kreativitas yang inhern dalam proses interaksi itu sendiri, tetapi tetap memperhatikan dua dimensi tindakan lainnya, keduanya saling berkaitan. Dimensi yang pertama, seperti yang ditekankan oleh Mead, adalah dimensi tentang pembentukan diri (self) individu, melalui semua proses tersebut di atas, tetapi juga melalui sebuah proses di mana diri ini memandang diri mereka sendiri melalui mata orang lain, dan menghadirkan dan membentuk dirinya sendiri sepanjang waktu, secara bertahap, sedikit demi sedikit, dalam kerja-kerja, penampilan, dan interaksi. Bahasa, simbolisme, dan komunikasi sangatlah penting dalam proses ini. Dimensi kedua yang terkait erat dan tak kalah pentingnya bagi semua yang ada dalam tradisi interaksionisme simbolik adalah pentingnya pihak lain --baik yang hadir, yang tidak hadir, yang konkret, maupun yang umum (generalized)-- dalam pembentukan tidak hanya diri aktor, tetapi juga semua tindakan dan intraksi mereka (Turner, 2012: 177).

Seperti tampak dari namanya, interaksionisme simbolik adalah suatu pendekatan yang dibangun atas dasar formasi sosial dari simbol-simbol, makna-makna umum atau makna-makna yang dipahami bersama, dan penggunaannya dalam komunikasi, baik di dalam diri self maupun di dalam orientasi self terhadap orang lain, dalam berbagai interaksi di antara agen-agen atau pelaku-pelaku sosial (Turner, 2012: 338).

Mead mengemukakan bahwa dalam teori interaksionisme simbolik, ide dasarnya adalah sebuah simbol, karena simbol ini adalah suatu konsep mulia yang membedakan manusia dari binatang. Simbol ini muncul akibat dari kebutuhan setiap individu untuk berinteraksi dengan orang lain. Dalam proses berinteraksi tersebut pasti ada suatu tindakan atau perbuatan yang diawali dengan pemikiran. Namun bagi Mead bukan pikiran yang pertama kali muncul, melainkan masyarakatlah yang terlebih dulu muncul dan baru diikuti pemikiran yang muncul pada dalam diri masyarakat tersebut (?).

Analisa Mead ini mencerminkan fakta bahwa masyarakat atau yang lebih umum disebut kehidupan sosial menempati prioritas dalam analisanya. Ia selalu memberi prioritas pada dunia sosial dalam memahami pengalaman sosial karena keseluruhan kehidupan sosial mendahului pikiran individu secara logis maupun temporer. Individu yang berpikir dan sadar diri tidak mungkin ada sebelum kelompok sosial . Kelompok sosial hadir lebih dulu dan dia mengarah pada perkembangan kondisi mental sadar-diri.

Kontruksi Inteaksionisme Simbolis

Teori interaksionisme simbolis direkontruksikan atas sejumlah ide dasar. Ide-ide dasar ini mengacu pada masalah-masalah kelompok manusia atau masyarakat, interaksi sosial, obyek, manusia sebagai pelaku, tindakan manusia dan interaksi dari saluran-saluran tindakan. Secara bersama-sama, ide-ide mendasar ini merepresentasikan cara di mana teori interaksionisme simbolis ini memandang masyarakat. Secara ringkas, Riyadi Soeprapto (2002: 143-145) menguraikan kontruksi dan kerangka itu sebagai berikut.

Sifat Masyarakat. Secara mendasar, masyarakat atau kelompok-kelompok manusia berada dalam tindakan dan harus dilihat dari segi tindakan pula. Prinsip utama dari teori interaksionisme simbolis adalah apapun yang berorientasi secara empiris atas masyarakat manusia, dan dari mana pun asalnya, haruslah memperhatikan kenyataan bahwa masyarakat manusia tersebut terdiri dari orang-orang yang sedang bersma-sama dalam sebuah aksi sosial manusia.

Sifat Interaksi Sosial. Masyarakat merupakan bentukan dari interaksi antarindividu. Interaksi sosial adalah sebuah interaksi antarpelaku, dan bukan antar-faaktor-faktor yang menghubungkan mereka, atau yang membuat mereka berinteraksi. Teori intraksionisme simbolis melihat pentingnya interaksi sosial sebagai sebuah sarana ataupun sebagai sebuah penyebab ekspresi tingkah laku manusia. Mead memandang intraksi sosial dalam masyarakat terjadi dalam dua bentuk utama, yaitu ‗percakapan isyarat‘ (interaksi non-simbolis) dan ‗penggunaan symbol-simbol penting‖ (interaksi simbolis).

Dalam berbabai realitas, manusia sebenarnya banyak sekali terlibat dalam interaksi non-simbolis, ketika mereka merespon dengan cepat dan tanpa sadar satu sama lain, seperti gerakan badan, ekspresi, dan nada suara. Sedangkan cirri-ciri interaksi simbolis adalah pada konteks symbol, sebab mereka mencoba mengerti makna atau maksud dari suatu aksi yang dilakukan satu dengan yang lain.

Pendapat Mead dalam hal ini sangatlah penting. Dia melihatnya sebagai sebuah penyajian gerak isyarat dan respon terhadap arti dari gerak isyarat tersebut. Mead selanjutnya mengemukakan bahwa pihak-pihak dalam interaksi seperti itu penting untuk mengambil peran. Berperan secara seimbang adalah

condito sine qua non-nya komunikasi, dan kemudian interaksi simbolis terjadi secara efektif.

Ciri-ciri Obyek. Posisi teori interaksionisme simbolis adalah bahwa ‗dunia-dunia‘ yang ada untuk manusia dan kelompok-kelompok mereka adalah terdiri dari obyek-obyek sebagai hasil dari interaksi simbolis. Sebuah obyek adalah segala sesuatu yang dapat diindikasikan atau ditunjukkan. Dari proses indikasi timbal balik, obyek-obyek umum bermunculan.

Obyek-obyek yang memiliki arti yang sama bagi kelompok manusia, akan dipandang dengan cara yang sama pula oleh mereka. Namun demikian, ada dua pandangan yang berbeda atas obyek-obyek itu. Pertama, penjelasan di atas memberikan gambaran yang berbeda terhadap lingkup pergaulan manusia. Kedua, obyek-obyek tersebut (mengacu pada arti makna) harus dilihat sebagai kreasi sosial. Dengan pengertian lain, kreasi sosial tersebut lahir dari dan dalam proses interpretasi ketika interaksi sosial sedang berlangsung.

Secara singkat, teori interaksionisme simbolis memandang bahwa kehidupan kelompok manusia adalah sebuah proses di mana obyek-obyek diciptakan, dikukuhkan,ditransformasikan dan bahkan dibuang. Kehidupan dan perilaku manusia secara pasti berubah sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam dunia obyek mereka.

Manusia sebagai Makhluk Bertindak. Teori interaksionisme simbolis memandang manusia sebagai makhluk sosial dalam pengertian yang mendalam¸ yakni suatu makhluk yang ikut serta dalam berinteraksi sosial dengan dirinya sendiri, dengan membuat indikasinya sendiri, dan memberikan respon pada sejumlah indikasi.

Dalam pengertian ini, manusia sebagai suatu makhluk yang ikut serta dalam berintaksi sosial dengan dirinya sendiri, bukanlah makhluk yang hanya merespon saja, akan tetapi makhluk yang bertindak atau beraksi. Ia merupakan makhluk yang harus mencetak sederetan aksi berdasarkan pada perhitungan. Ia tidak hanya berfungsi melepaskan respon pada interaksi sosial yang ada.

Sifat Aksi Manusia. Manusia individual adalah manusia yang mengartikan dirinya dalam dunia ini agar bertindak.Tindakan atau aksi bagi manusia terdiri dari perhitungan berdasarkan berbagai hal yang ia perhatikan dan penampakkan sejumlah tindakan berdasarkan pada bagaimana dia menginterpretasikannya. Dalam berbagai hal tersebut, seseorang harus masuk ke dalam proses pengenalan dari pelakunya agar mengerti tindakan atau aksinya. Pandangan ini berlaku juga untuk aksi kolektif di mana sejumlah individu ikut diperhitungkan. Aksi kolektif adalah hasil dari sebuah proses interaksi yang interpretatif.

Pertalian Aksi. Aksi kolektif atau bersama dari situasi-situasi baru, muncul dalam sebuah masyarakat yang ‗bermasalah‘, di mana peraturan-peraturan yang ada tidaklah mencukupi. Proses sosial dalam kehidupan kelompoklah yang menciptakan dan menegakkan kehidupan kelompok. Aksi kolektif atau bersama mengacu pada aksi-aksi yang mengubah sangat banyak

kekidupan kelompok manusia. Aksi kolektif tidak hanya menyajikan pertalian horizontal, tetapi juga pertalian vertikal dengan aksi kolektif sebelumnya.

Apabila diringkas, maka interaksi simbolik di atas didasarkan pada konsep-konsep berikut.

Pertama, tindakan. Bagi Mead, tindakan atau perbuatan merupakan unit paling inti dalam teorinya. Mead menganalisa perbuatan dengan pendekatan behavioris serta memusatkan perhatian pada stimulus dan respon. Ia mengemukakan bahwa stimulus tidak selalu menimbulkan respon otomatis seperti apa yang diperkirakan oleh aktor, karena stimulus adalah situasi atau peluang untuk bertindak dan bukannya suatu paksaan.

Kedua, gestur. Mead mempunyai pandangan bahwa gesture merupakan mekanisme dalam perbuatan sosial serta dalam proses social. Gestur adalah gerak organisme pertama yang bertindak sebagai stimulus yang menghasilkan respon dari pihak kedua sesuai dengan apa yang diinginkan.

Ketiga, simbol. Simbol adalah jenis gestur yang hanya bisa dilakukan dan diinterpretasikan oleh manusia. Gestur ini menjadi simbol ketika dia bisa membuat seorang individu mengeluarkan respon-respon yang diharapkan olehnya, yang juga diberikan oleh individu yang menjadi sasaran dari gesturnya. Ketika simbol-simbol ini dipahami maka seorang individu dapat berkomunikasi dengan individu yang lainnya. Fungsi simbol ini adalah memungkinkan terbentuknya pikiran, proses mental, dan lain sebagainya.

Keempat, mind atau pikiran. Mead memandang akal budi bukan sebagai satu benda, melainkan sebagai suatu proses sosial. Sekalipun ada manusia yang bertindak dengan skema aksi reaksi, namun kebanyakan tindakan manusia melibatkan suatu proses mental, yang artinya bahwa antara aksi dan reaksi terdapat suatu proses yang melibatkan pikiran atau kegiatan mental.

Kelima, self atau diri. Mead beranggapan bahwa kemampuan untuk memberi jawaban pada diri sendiri layaknya memberi jawaban pada orang lain, merupakan situasi penting dalam perkembangan akal budi. Ia juga berpendapat bahwa tubuh bukanlah diri, melinkan dia baru menjadi diri ketika pikiran telah perkembang. Dalam arti ini, self bukan suatu obyek melainkan suatu proses sadar yang mempunyai kemampuan untuk berpikir. Self ini mengalami perkembangan melalui suatu proses yang disebut sosialisasi.

Keenam, I and Me. Inti dari teori Mead yang penting adalah konsepnya tentang I and Me, yaitu dimana diri seorang manusia sebagai subyek adalah ―I‖ dan diri seorang manusia sebagai obyek adalah Me. I adalah aspek diri yang bersifat non-reflektif yang merupakan respon terhadap suatu perilaku spontan tanpa adanya pertimbangan. Dan ketika didalam aksi dan reaksi terdapat suatu pertimbangan ataupun pemikiran, maka pada saat itu I berubah menjadi Me.

Mead mengemukakan bahwa seseorang yang menjadi Me, maka dia bertindak berdasarkan pertimbangan terhadap norma-norma, generalized other, serta harapan-harapan orang lain. Sedangkan I adalah ketika terdapat ruang

spontanitas, sehingga muncul tingkah laku spontan dan kreativitas diluar harapan dan norma yang ada.

Ketujuh, society atau masyarakat. Masyarakat dalam konteks pembahasan Mead dalam teori interaksionisme simbolik ini bukanlah masyarakat dalam artian makro dengan segala struktur yang ada, melainkan masyarakat dalam ruang lingkup yang lebih mikro, yaitu organisasi sosial tempat akal budi (mind) serta diri (self) muncul. Menurut Mead dalam hal ini, masyarakat itu sebagai pola-pola interaksi dan institusi sosial dalam bentuk seperangkat respon yang biasa terjadi atas berlangsungnya pola-pola interaksi tersebut, karena Mead berpendapat bahwa masyarakat ada sebelum individu dan proses mental atau proses berpikir muncul dalam masyarakat.

Setelah Mead meninggal, karya-karyanya diketahui umum karena penerbitan empat buku yang ditulisn kembali atas dasar ceramah-ceramahnya dan makalah-makalahnya, yaitu: The Philosophy of the Present (1932), pelajarannya tentang psikologi sosial diterbitkan menjadi Mind, Self, and Society (1934), dan catatannya tentang Movement of Thouhgt in Nieneteenth Century (1936). Kertas kerjanya kemudian diterbitkan juga dengan judul The Philosophy of Act (1938). Pada tahun 1956, ketika Anselm Strauss menerbitkan buku The Social Psychlogy of George Herbert Mead, Mead diakui sebagai seorang dari pemimpin dalam perkembangan filsafat pragmatisme (Titus dkk, 1984; 353).

BAB V

Dalam dokumen BAB I PENGERTIAN FILSAFAT (Halaman 42-49)