• Tidak ada hasil yang ditemukan

German G.Mintapradja, S.Sn Vice Dean III – FFTV IKJ

Menulis yang justru amat sangat kurang, mungkin sejak zaman para nabi dimana ada hikayat yang menceritakan bagaimana ra- sulullah disuruh membaca, dengan kalimat awal Iqra atau bacalah, yang diperintahkan oleh Tuhan melalui malaikat kepada rasul dan sejak saat itu ternyata membaca itu lebih efektif ketimbang menulis.

Lihat dan perhatikan, sebagian besar umat muslim lebih menguasai bacaan ketimbang tulisan.

Kritik haruslah ada setelah lahir proses pen- ciptaan dalam berkarya tentu ada penikmat atau penonton dari karya seni tersebut. Dan kritik sangat diperlukan, tidak saja sebagai penyeimbang antara karya seni dan mas- yarakat penikmat atau penonton tadi tetapi juga sebagai bagian dari keutuhan karya itu sendiri.

Kritik pada dasarnya bisa juga digunakan

sebagai gambaran umum yang bisa digu- nakan bagi para penikmat seni dan mas- yarakat awam untuk melihat dan membaca suatu karya seni. Kritik seni sebagai ilmu pengetahuan terdiri atas kumpulan teori se- bagai hasil pengkajian yang diteliti oleh pa- kar estetika dan pakar teori seni. Teori kritik seni mencakup segala sesuatu yang ber- hubungan dengan persyaratan dan metod- ologi yang diperlukan dalam kegiatan men- gapresiasi dan menilai karya seni.

Ada berbagai macam deinisi dari kritik itu

sendiri. Menurut Seodjipto (1991), arti kata kritik adalah suatu cara atau metoda untuk membahas, menimbang, mengamati, mem- bandingkan, memilah-milah (menyeleksi), mengulas, mengurai, menafsir, meninjau, komentar, menelaah, menilai, mengevaluasi dan mengkaji.

Lebih lanjut W.H. Hudson mengatakan bah- wa istilah kritik dalam arti yang tajam adalah

penghakiman (judgment). Kritikus pertama kali dipandang sebagai seorang ahli yang memiliki kepandaian khusus dan mengala- mi pendidikan untuk menelaah suatu karya. Memeriksa kebaikan dan cacat, lalu men- gatakan pendapat itu. Selanjutnya Hudson mengatakan adanya kritikan yang mengu- tamakan memuji dan mencari kebaikan dan ada yang mengutamakan mencari cacat melulu.

Edmund Burke Feldman membedakan jenis kritik seni atas:

Kritik Seni Jurnalistik

Kritik Seni Jurnalistik disajikan kepada pembaca surat kabar dan kebanyakan di- tulis oleh wartawan seni. Biasanya tampil sebagai resensi, ulasan atau Pemberitaan. Menurut Feldman, kritik jurnalistik termasuk kategori berita.

Kritik Seni Pedagogik

Kritik Seni Pedagogik biasanya diterapkan dalam proses belajar mengajar dan bertu-

Majalah AKSI | 68 Edisi .1 | No.2 | Oktober 2013

juan untuk meningkatkan kematangan este- tik dan artistik.

Kritik Seni Ilmiah

Kritik ini biasanya melakukan pengkajian nilai seni secara luas, menampilkan data se- cara tepat, dengan analisa, interpretasi, dan penilaian yang bertanggung jawab. Kritik Seni Populer

Biasanya dikerjakann oleh orang awam yang tidak pernah mengambil spesalisasi atau tidak punya keahlian dalam bidang seni. Dalam arti kritik ini diperuntukkan bagi konsumsi massa.

Pada dasarnya kritik seni adalah meneliti sesuatu pada karya seni yang dimaksud, menggaris bawahi hal yang tersirat diband- ing yang sekedar tersurat sekaligus mem- berikan pengertian makna baru sebagai premise dari karya seni itu sendiri. Dalam hal ini, penikmat karya seni belum dapat menangkap sejauh serta sejeli kritikus. Kritikus dalam hal ini di Indonesia pada umumnya bukan memberikan pandangan atau kajian yang lebih mendalam dari orang awam tetapi lebih cenderung memberikan penilaian sebagai baik atau buruknya satu karya seni, supaya masyarakat bisa menilai lebih dan positif terhadap kritikus tersebut, dan juga menghakimi karya seni tadi. Hal ini merupakan kesalahan fatal dan sangat mendasar.

Kritik seharusnya disesuaikan dengan pors- inya. Jika memang karya tersebut sungguh

buruk atau tidak memenuhi kualiikasi da- lam unsur estetika apapun, kritikus harus mampu mengungkapkan hal tersebut den- gan bahasa yang tegas namun juga ada un- sur membangun, agar kritik yang diberikan dapat berguna bagi seniman tersebut. Hard feeling atau sakit hati akibat kritik pasti pernah dirasakan siapapun, agar kri- tik tersebut dapat diterima, kritikus harus bisa bermain - main dengan kata, sehing- ga maksud yang ingin disampaikan dalam kritik bisa tercapai. Kritik memang tidak harus membangun, namun jika tidak mem- bangun untuk apa ada kritik. Tidak mungkin kritik, khususnya kritik seni digunakan han- ya sebagai senjata untuk menjatuhkan karya seseorang. Apalagi dalam ranah seni, ran- ah dimana baik dan benar bisa dilihat dari sudut pandang dan persepsi yang berbeda, tergantung individu yang melihat, menden- gar, membaca, merasakan, dan menilai.

Substansi dari kritik juga bergantung dari pengalaman dan latar belakang kritikus itu

sendiri. Kritik terhadap suatu ilm dari sudut pandang penonton awam, mahasiswa ilm,

cameraman, atau mahasiswa sastra tentu berbeda - beda. Misalnya, penonton awam akan merasa bingung setelah menonton

ilm “Inception” atau merasa senang cukup dengan melihat penampilan Joseph Gor- don - Levitt dalam ilm tersebut. Sedan-

kan, menurut mahasiswa ilm, tentu ilm

ini memiliki daya tarik spesial dengan alur

cerita dan bagaimana ilm ini ditampilkan.

Menurut cameraman atau juru kamera, bisa

saja ilm ini menyuguhkan suatu tampilan

dengan camera work yang baik dibeberapa scene dan biasa saja untuk scene terten- tu, dan terakhir kritik yang berbeda tentu diungkapkan oleh mahasiswa sastra yang lebih menilik tentang pemilihan kata dan bagaimana dalam beberapa scene, diksi dalam terjemahan yang ditampilkan kurang baik. Penilaian yang dilontarkan tersebut, menurut penulis, adalah kritik. Sudut pan- dang yang digunakan berbeda - beda, se- kali lagi tergantung pada kritikus itu sendiri. Tapi jelas ada aspek yang sama pada kri- tik - kritik diatas, yakni to praise (memuji),

fault - inding (mencari kesalahan), to judge (menilai), dan to compare (membanding-

kan). Sesuai dengan deini kritik oleh Gay- ley dan Scoot dalam Liaw Yock Fang (1970). Walau begitu, tetap ada aspek yang dira- sa kurang sesuai menurut hemat penulis.

Aspek fault - inding sebenarnya bukanlah

aspek yang menjadi tujuan. Tentu bukanlah hal yang menjadi kriteria bagi kritikus untuk dengan sengaja mencari - cari kesalahan. Namun hal yang perlu diperhatikan adalah aspek mengapresiasi (to appreciate). Den- gan aspek apresiasi, kritikus bisa memen- tukan apakah kritik yang ia berikan adalah

kekurangan atau kelebihan dari ilm atau

produk seni lainnya.

Jadi, penulis yang sebagai praktisi aktif di

bidang perilman memandang perlu ada

telaah serta kritik terutama terhadap pro-

duksi ilm-ilm Layar Lebar belakangan ini.

Katakanlah dalam kurun waktu 7 tahun

terhitung mundur, berarti ilm-ilm produk- si antara tahun 2005 sampai tahun 20012. Dimana hamper dapat dikatakan dalam penciptaan gambar atau visual hanya melu- lu menampilkan gambar-gambar apa yang menjadi tuntutan peristiwa dari cerita an- sich yang dimaksud. Sedang gambar-gam- bar yang mempunyai kedalam makna serta persepsi jarang ditampilkan bahkan dapat dikatakan hamper tidak ada sama sekali.

Contoh kasus, tidak ada penciptaan gam- bar-gambar Metafora.

Jawaban sederhananya yang penulis dapat- kan sewaktu melaksanakan riset lapangan, adalah: ini kan produksi kejar-tayang, seh- ingga tidak cukup waktu untuk membuat atau menciptakan gambar-gambar penuh makna dalam Metafora.

Sudah bisa memenuhi gambar dari tuntutan scenario saja sudah bersyukur, tidak terpik- irkan untukmembuat sesuatu yang lebih ru- mit dalam penciptaannya. Sehingga banyak

ilm Layar Lebar yang sekedar menampilkan

gambar-gambar biasa pada umumnya.

Jika kita bandingkan dengan ilm-ilm Layar

Lebar produksi tahun 80 an, dekade zaman alm. Syuman Jaya, alm. Om Steve juga alm. Ami Priono maupun alm. Mochtar Sumodi- mejo mereka selalu mencoba menciptakan gambar-gambar yang penuh makna serta pendalaman yaitu Metafora.

Daftar Sumber: h t t p : / / k i o s s a h a b a t b a r u . b l o g s p o t . com/2012/05/jenis-kritik-seni.html h t t p : / / w w w. k o r a n p e n d i d i k a n . c o m / view/2018/kritik-seni-mengembangkan-es- tetika-seni.html

Sejarah telah membuktikan, banyak keseni- an daerah atau local dari negri sendiri yang pada ahirnya menyerah lalu sirna. Kenapa? Salah satu penyebabnya adakah pertunju- kan atau tontonan itu hanya pencipta saja dan penikmat atau penonton melulu, justru kritikus malah tidak ada. Sehingga tidak ada review atau ulasan tentang pertunjukan kesenian tertentu. Sebagai contoh, lihat kesenian ketoprak, kelompok sandiwara mistjitjih, sendratari wayang orang juga ludruk, gambang kromong, keroncong dan beberapa kesenian laennya yang saat ini su- dah sampai tahap hidup segan mati-pun tak mau. Hanya dua hal yang terpenting yang menyebabkan tidak bisa bertahan lamanya kesenian tersebut dikarenakan tidak tertu- lis, selalu dimainkan berdasarkan improvis- asi serta tidak juga tertulis dari kritik seni. Budaya menulis belum lagi menjadi kebi- asaan yang baik, sehingga bagaimana bisa para kritikus hadir melalui tulisan kritik sen- inya yang justru ikut melestarikan kesenian itu sendiri.

I feel like there has been a colossal sense of con- fusion created in place of what should be obvious when it comes to the term ‘kajian’. It is a chasm, made from too many inaccurateassumptions of what these students actually do. To be fair, it is not completely the fault of one party; ‘kajian’ kids tend to be few and rare in number. he scarcity over the years has led to unintended separation and mysteriousness.

he only way to fully explain what we actually do requires irst a brief introduction as to what it is. What is ‘Kajian’? A simple translation would clear half the fog. ‘Kajian’, when translated into English means ‘study’; being a ilm faculty major, the subject would be more speciically be translat- ed into ‘ilm studies’. Quite straightforward now,

KAJIAN ?

A Film StudieS mAjor

Dokumen terkait