• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VIII KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

3. Gini Ratio

Gini Ratio merupakan indikator yang menunjukkan tingkat ketimpangan pendapatan secara menyeluruh. Nilai Gini Ratio berkisar antara 0 (nol) hingga 1 (satu). Gini Ratio bernilai 0 (nol) menunjukkan adanya pemerataan pendapatan yang sempurna, atau setiap orang memiliki pendapatan yang sama. Sedangkan, Gini Ratio bernilai 1 (satu) menunjukkan ketimpangan yang sempurna, atau satu orang memiliki segalanya sementara orang-orang lainnya tidak memiliki apa-apa. Gini Ratio diupayakan agar mendekati 0 (nol) untuk menunjukkan adanya pemerataan distribusi pendapatan antar penduduk. Kategori Gini Ratio adalah:

a. G < 0,3 = ketimpangan rendah, b. 0,3 ≤ G ≤ 0,5 = ketimpangan sedang, dan c. G > 0,5 = ketimpangan tinggi.

Perubahan RPJMD Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016 – 2021 II-39 Kabupaten Tasikmalaya berada pada kategori ketimpangan sedang karena dalam kurun 6 tahun terakhir selalu berada pada kisaran 0,3 kecuali tahun 2014 yang sempat menyentuh 0,29 atau kategori rendah.

Gambar 2.15

Gini Ratio Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2011-2016 (Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat berbagai tahun) 4. Kemiskinan

Dalam pengukuran kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan.

Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non

Perubahan RPJMD Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016 – 2021 II-40 makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.

Pendekatan BPS ini dapat dikategorikan penghitungan kemiskinan absolut yaitu derajat kepemilikan materi atau standar kelayakan hidup orang-orang atau keluarga yang berada di garis atau di bawah garis subsisten. Indikatornya sangat terukur, di mana ada standar kehidupan yang dikategorikan secara berjenjang, yakni di bawah garis kemiskinan. Dengan kata lain, kemiskinan absolut adalah suatu kondisi di mana tingkat pendapatan seseorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, seperti pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan (Sayogya, 1988). Rendahnya tingkat pendapatan ini terutama disebabkan oleh keterbatasan sarana dan prasarana fisik dan kelangkaan modal atau miskin karena sebab alami (Sayogyo, 1988).

Kemiskinan absolut diukur dengan menggunakan garis kemiskinan yang konstan sepanjang waktu yang biasanya berupa jumlah atau nilai pendapatan dan unit uang. Namun ukuran bisa pula berbentuk jumlah konsumsi kalori, atau lainnya, yang memungkinkan adanya perbedaan jumlah atau nilai perbedaan pendapatan dalam unit uang. Parameter ini merupakan ukuran yang tetap dan kriteria pengukuran seperti itu diperoleh dari pendekatan yang digunakan, yaitu pendekatan biologis dan pendekatan kebutuhan dasar.

Gambar 2.16

Garis Kemiskinan Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2011-2017 (Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat berbagai tahun)

Perubahan RPJMD Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016 – 2021 II-41 Garis kemiskinan dalam kurun 7 tahun terakhir terus mengalami peningkatan dari Rp 209.238,00 pada tahun 2011 menjadi Rp 284.462,00 pada tahun 2017. Namun demikian persentase penduduk miskin (sekaligus jumlah penduduk miskin) mengalami perbaikan atau menurun meskipun pada tahun 2015 sempat naik menjadi 11,99

% dibanding tahun 2014 sebesar 11,26 %. Persentase jumlah penduduk miskin sebesar 10,84 % pada tahun 2016 merupakan capaian terendah dalam kurun 7 tahun terakhir. Hal ini menunjukkan pelaku pembangunan ekonomi baik pemerintah, swasta, dan masyarakat itu sendiri telah berhasil menekan jumlah kemiskinan.

Gambar 2.17

Jumlah Penduduk Miskin (ribu orang) dan Proporsi terhadap Jumlah Penduduk Total Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2011-2017

(Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat berbagai tahun)

Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index-P1), merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran pesuduk dari garis kemiskinan. Nilai agregat dari poverty gap index menunjukkan biaya mengentaskan kemiskinan dengan membuat target transfer yang sempurna terhadap penduduk miskin dalam hal tidak adanya biaya transaksi dan faktor penghambat. Semakin kecil nilai poverty gap index, semakin besar potensi ekonomi untuk dana pengentasan kemiskinan berdasarkan identifikasi karakteristik penduduk miskin dan juga untuk target sasaran bantuan dan program. Penurunan nilai

Perubahan RPJMD Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016 – 2021 II-42 indeks Kedalaman Kemiskinan mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit.

Indeks Keparahan Kemiskinan (Proverty Severity Index-P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin. Indikator ini memberikan informasi yang saling melengkapi pada insiden kemiskinan. Sebagai contoh, mungkin terdapat kasus bahwa beberapa kelompok penduduk miskin memiliki insiden kemiskinan yang tinggi tetapi jurang kemiskinannya (poverty gap) rendah, sementara kelompok penduduk lain mempunyai insiden kemiskinan yang rendah tetapi memiliki jurang kemiskinan yang tinggi bagi penduduk yang miskin.

Indeks kedalaman kemiskinan (P1) kemiskinan Kabupaten Tasikmalaya pada tahun 2017 termasuk kedalam 13 (tiga belas) Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat dengan capaian terendah. P2 berhasil diredam signifikan dari 1,78 pada tahun 2016 menjadi 1,36 pada tahun 2017.

Indeks keparahan kemiskinan (P2) kemiskinan Kabupaten Tasikmalaya pada tahun 2017 termasuk kedalam 11 (sebelas) Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat dengan capaian terendah. P2 berhasil diredam signifikan dari 0,42 pada tahun 2016 menjadi 0,29 pada tahun 2017.

Perubahan RPJMD Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016 – 2021 II-43 Gambar 2.18

Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2011-2017

(Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat berbagai tahun)

Ishartono dan Raharjo (2016) menjelaskan isu kemiskinan tetap menjadi isu penting bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia. Penanganan persoalan kemiskinan harus dimengerti dan dipahami sebagai persoalan dunia, sehingga harus ditangani dalam konteks global pula. Sehingga setiap program penanganan kemiskinan harus dipahami secara menyeluruh dan saling interdependen dengan beberapa program kegiatan lainnya. Dalam SDGs dinyatakan no poverty (tanpa kemiskinan) sebagai poin pertama prioritas. Hal ini berarti dunia bersepakat untuk meniadakan kemiskinan dalam bentuk apapun di seluruh penjuru dunia, tidak terkecuali Indonesia. Pengentasan kemiskinan akan sangat terkait dengan tujuan global lainnya, yaitu lainnya, dunia tanpa kelaparan, kesehatan yang baik dan kesejahteraan, pendidikan berkualitas, kesetaraan gender, air bersih dan sanitasi, energi bersih dan terjangkau; dan seterusnya hingga pentingnya kemitraan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

Dalam dokumen PERUBAHAN RPJMD KABUPATEN TASIKMALAYA TAHUN (Halaman 73-78)

Dokumen terkait