• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketahanan Pangan

Dalam dokumen PERUBAHAN RPJMD KABUPATEN TASIKMALAYA TAHUN (Halaman 192-196)

BAB VIII KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERMASALAHAN DAN ISU-ISU STRATEGIS DAERAH

4. Ketahanan Pangan

Ketahanan Pangan menurut Undang-undang Nomor : 18 Tahun 2012 tentang Pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta

Perubahan RPJMD Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016-2021 IV -27 tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Berdasarakan definisi ini, Ketahanan Pangan ditentukan minimal oleh 2 (dua) aspek yaitu aspek ketersediaan dan aspek keterjangkauan atau akses, disamping aspek lainnya yaitu aspek keamanan pangan.

Dalam aspek ketersediaan pangan, pangan bias dihasilkan dari produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional serta impor apabila kedua sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan.

Sebagaimana amanat UU Pangan, tiap tingkatan pemerintahan berkewajiban menyediakan cadangan pangan pemerintah yang yang terdiri dari cadangan pangan pemerintah pusat, cadangan pangan pemerintah provinsi, cadangan pemerintahan daerah kabupaten/kota dan cadangan pemerintah desa. Di samping itu dianjurkan pula adanya cadangan pangan masyarakat berupa lumbung-lumbung pangan. Aspek keterjangkauan atau akses juga sama pentingnya dengan aspek ketersediaan karena berhubungan dengan kemampuan rumah tangga atau perseorangan untuk memperolah pangan cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata.

Beberapa kelompok masyarakat yang dikategorikan miskin dan sangat miskin (20% dari jumlah penduduk) tidak bias mengakses pangan sehingga dibantu dengan program pemerintah yaitu Beras Sejahtera.

Isu Ketahanan Pangan telah menjadi isu dunia di samping isu Ketahanan Energi karena dapat membuat suatu pemerintahan tidak stabil dan keadaan menjadi chaos. Beberapa negara yang dilanda kelaparan dan kelangkaan pangan menjadikan negara tersebut tidak stabil secara politik. Dan sebaliknya ketidakstabilan politik dapat mengakibatkan kelangkaan pangan dan kelaparan. Dalam konteks nasional, isu ketahanan pangan selalu dikendalikan sejak Pemerintah Orde Baru karena dianggap sebagai salah satu sumber instabilitas. Pemerintah Orde Baru membentuk lembaga Badan Urusan Logistik (BULOG) yang bertanggung jawab untuk menjaga ketersediaan dan kestabilan harga pangan terutama pangan pokok

Perubahan RPJMD Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016-2021 IV -28 yaitu beras. Pemerintah menerapkan kebijakan beras murah yang bisa diakses oleh setiap warganegara dengan harga yang sangat terjangkau. Pada masa reformasi, meski peran BULOG tidak lagi dominan tapi pemerintah menerapkan strategi impor beras di saat harga beras naik dan tidak terjangkau oleh masyarakat kecil.

Pemerintah juga mensubsidi harga beras untuk kelompok masyarakat miskin dalam bentuk Beras untuk Keluarga Miskin (RASKIN). Karena berbagai permasalahan di lapangan, saat ini program ini beralih nama menjadi Beras Sejahtera (RASTRA) dan akan terus bertransformasi menjadi Bantuan Pangan Non Tunai.

Dalam konteks daerah atau Kabupaten Tasikmalaya, isu ketahanan pangan menjadi sangat penting karena hal-hal sebagai berikut.

1. Bertambahnya Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk Kabupaten Tasikmalaya menurut BPS Kabupaten Tasikmalaya pada tahun 2017 yaitu sebanyak 1.747.318 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk Kabupaten Tasikmalaya pada Tahun 2012 berjumlah 1.716.178 jiwa. Berarti selama 5 (lima) tahun penduduk Kabupaten Tasikmalaya bertambah sejumlah 31.140 jiwa atau 1,81%. Apabila memakai patokan kebutuhan beras per kapita berdasarkan Survei Sosial Ekonomi BPS Tahun 2015 yaitu 98 kg/orang/tahun maka kebutuhan beras Kabupaten Tasikmalaya per tahun yaitu 1.747.318 orang x 98 kg/orang = 171.237 Ton. Apabila diasumsikan bahwa rendemen beras dari gabah yaitu 65%, maka gabah kering giling yang harus dihasilkan untuk kebutuhan per tahun yaitu 171.237 ton x 1/0,65 = 263.441 Ton.

2. Berkurangnya Areal Sawah melalui Alih Fungsi Lahan Pertanian Setiap tahun lahan sawah di Kabupaten Tasikmalaya beralih fungsi dari fungsi pertanian ke fungsi non pertanian seperti pemukiman/perumahan, industri, perdagangan dan jasa serta fungsi non-pertanian lainnya. Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan (LP2B), setiap Kabupaten/Kota diwajibkan untuk mengalokasikan

Perubahan RPJMD Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016-2021 IV -29

lahan pertanian pangan berkelanjutan untuk dijadikan sawah abadi.

Dari 45.000 Ha lahan sawah di Kabupaten Tasikmalaya (Pusdatin Kementan, 2015), yang diusulkan untuk dijadikan lahan pertanian pangan berkelanjutan hanya sekitar 19.000 Ha. Lahan pertanian pangan berkelanjutan ini selanjutnya akan dijadikan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan dalam RTRW Kabupaten Tasikmalaya.

3. Tidak Menentunya Iklim

Kabupaten Tasikmalaya sebagaimana daerah lain di Indonesia mengalami ketidakpastian iklim yang berakibat pada tidak menentunya musim hujan dan musim kemarau. Hal ini mengakibatkan adanya beberapa kawasan sawah yang mengalami gagal panen atau fuso karena kekurangan air. Kegagalan panen ini berimbas pada penurunan produksi padi yang tidak sesuai target yang telah ditetapkan.

4. Banyaknya Penduduk Miskin

Berdasarakan data terakhir 2017, jumlah rumah tangga miskin di Kabupaten Tasikmalaya berjumlah 211.807 RTM atau 702.227 jiwa (10,84%). Banyak rumah tangga miskin atau penduduk miskin berarti banyaknya penduduk yang tidak mempunyai akses terhadap pangan atau ketahanan pangannya rendah. Hal ini menjadi kewajiban pemerintah untuk memastikan bahwa rumah tangga miskin atau penduduk miskin terjamin kebutuhan pangannya minimal kebutuhan pangan pokok yaitu beras.

5. Pola Konsumsi Pangan yang Kurang Sehat

Pola konsumsi pangan yang sehat dapat dilihat dari Pola Pangan Harapan. Pola pangan harapan mencerminkan susunan konsumsi pangan anjuran untuk hidup sehat, aktif dan produktif. Dengan pendekatan PPH dapat dinilai mutu pangan berdasarkan skor pangan dari 9 bahan pangan. Konsumsi pangan dipengaruhi oleh ketersediaan pangan, yang pada tingkat makro ditunjukkan oleh tingkat produksi nasional dan cadangan pangan yang mencukupi

Perubahan RPJMD Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016-2021 IV -30 dari pada tingkat regional dan lokal ditunjukkan oleh tingkat produksi dan distribusi pangan. Ketersediaan pangan sepanjang waktu, dalam jumlah yang cukup dan hanya terjangkau sangat menentukan tingkat konsumsi pangan di tingkat rumah tangga.

Selanjutnya pola konsumsi pangan rumah tangga akan berpengaruh pada komposisi komsumsi pangan. Skor pola pangan harapan Kabupaten Tasikmalaya 2017 yaitu 66,78, sedangkan skor pola pangan harapan yang ideal yaitu 80 poin. Dari nilai tersebut, pola konsumsi pangan masyarakat Kabupaten Taikmalaya masih timpang.

Hal ini disebabkan oleh :

a. Masih tingginya konsumsi padi-padian terutama beras.

b. Masih rendahnya konsumsi pangan hewani, umbi-umbian, serta sayur dan buah.

c. Pemanfaatan sumber-sumber pangan lokal seperti umbi, jagung, dan sagu masih rendah.

d. Diperlukan upaya untuk menganekaragamkan konsumsi pangan masyarakat menuju skor PPH yang ideal agar hidup sehat, aktif, dan produktif.

e. Kebijakan terfokus pada peningkatan produksi dan belum mempertimbangkan kecukupan gizi (nutrition sensitive production system) Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.

Dalam dokumen PERUBAHAN RPJMD KABUPATEN TASIKMALAYA TAHUN (Halaman 192-196)

Dokumen terkait