• Tidak ada hasil yang ditemukan

Good Corporate Governance (GCG) dalam Ketentuan Hukum Korporasi Indonesia.

Bab V : KESIMPULAN DAN SARAN

KETENTUAN HUKUM KORPORASI INDONESIA

C. Good Corporate Governance (GCG) dalam Ketentuan Hukum Korporasi Indonesia.

Hukum pada dasarnya dipahami sebagai suatu sistem norma yang mengatur kehidupan bersama dalam masyarakat. Dalam mengatur hubungan itu hukum berusaha mencari bahkan menciptakan keseimbangan antara memberi kebebasan kepada individu dengan, sehingga dengan itu terjadi konflik antara individu dengan masyarakat dapat dihindarkan64.

Pada bagian lain, hukum dipandang sebagai sarana pemecahan konflik yang rasional. Hal ini dimungkinkan karena hukum tidak didasari fakta – fakta mengenai kekuatan atau kelemahan alamiah, tetapi sesuai dengan kriteria objektif yang berlaku. Dalam konteks inilah suatu hukum yang baik harus mampu dan mempunyai sifat yang responsif terhadap kebutuhan atau dalam menjawab

61

Ibid.

62 Ibid. 63 Ibid.

persoalan masyarakat sekaligus mengarahkan masyarakat untuk mencapai tujuan hidupnya65.

Corporate Governace menjadi salah satu alternatif yang oleh banyak pakar

direkomendasikan menjadi katalisator dalam upaya mempercepat pemulihan sektor korporasi di Indonesia. Namun, ditemukan relatif lain banyak aspek dari prinsip – prinsip corporate governance yang tidak atau belum terjangkau oleh hukum korporasi yang ada saat ini. Keterbatasan regulasi dan tolak ukur penerapan corporate governance dan kondisi penerapan hukum yang belum mapan di Indonesia sehingga penyalah gunaan wewenang masih sulit diatasi melalui hukum yang ada secara transparan66, secara empiris ternyata menjadi faktor – faktor kendala yang utama dalam penerapan corporate governance di Indonesia. Oleh sebab itu, tercuat keinginan yang kuat dari kalangan dunia usaha agar dilakukan penyempurnaan hukum korporasi yang ada, antara lain dengan meresepsi semua aspek yang menyangkut corporate governance67.

Keinginan seperti itu tidak mudah diterima oleh semua pihak. Penolakan secara radikal didasari argumentasi yang memandang corporate governance hanya sebagai masalah manajemen semata – mata. Masih menurut paham ini, bahwa kerena sistem hukum Indonesia berbeda dari sistem hukum anglo saxon yang memperkenalkan corporate governance, maka tindakan meresepsi semua prinsip corporate governance tanpa reserve merupakan tindakan keliru68.

65 Op.cit., hal.105. 66

Kusnan M. Djawir, Tangga Menuju Perusahaan Terpercaya, Majalah SWA 23, edisi XVIII, 5-17 November 2002, hal.94.

67 Loc.cit., hal.106. 68 Ibid.

a) Good Corporate Governance pada BUMN

Untuk Badan – badan Usaha Milik Negara (BUMN) masalah jatuh – bangun sistem korporasinya dipandang bukan karena salah urus, tetapi semata – mata hanya soal political will dari pemerintah. Sebab, dalam praktik pengelolaan BUMN sarat dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Ada begitu banyak kepentingan yang melingkupi BUMN. Aparat pemerintah dapat mengeksploitasi posisinya dari dalam maupun dari luar perusahaan untuk memperkaya diri sendiri atau kroninya69.

Menyadari kontribusi badan – badan usaha Negara terhadap keterpurukan keuangan dan moneter Negara sangat signifikan, maka sepanjang tahun 2002 diberlakukan beberapa peraturan tentang kewajiban menerapkan corporate

governance di lingkungan BUMN. Pada tanggal 4 Juni 2002 tentang

pembentukan Komite Audit bagi Badan Usaha Milik Negara70.

Peraturan Komite Audit ini ditindak lanjuti dengan memberlakukan Keputusan Mentri BUMN nomor Kep – 117/M – MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002. Dalam peraturan ini corporate governance diatur lebih komperehensif dibandingkan dengan institusi lain. Setiap BUMN diwajibkan untuk menerapkan corporate governance secara baik, konsisten, dan atau menjadikannya sebagai landasan operasionalnya71.

69

Akbar Faizal, Tanri Abeng Menjawab: Profesional versus Politik, Alexindo Media Komputindo, Jakarta, 2002, hal.4.

70 Ibid.

b) Good Corporate Governance pada Hukum Perbankan.

Dalam pedoman Good Corporate Governance Perbankan Indonesia dinyatakan, untuk terciptanya kondisi yang mendukung implementasi Good

Corporate Governance yang efektif, salah satu tugas yang menjadi tanggung

jawab pemerintah dan otoritas terkait adalah penerbitan peraturan perundang – undangan yang memungkinkan dilaksankannya Good Corporate Governance secara efektif.

Selain itu pemerintah dan otoritas terkait harus mampu menjamin dan membuktikan bahwa penegakan hukum (law enforcement) dilakukan secara serius. Disisi lain, sebagai subjek Good Corporate Governance bank perlu menerapkan standar akuntansi dan standar audit yang sama dengan standar yang berlaku umum serta melibatkan auditor eksternal dalam proses audit. Tujuannya supaya diperoleh ukuran yang sama dengan ukuran ditempat lain.

Dengan demikian, stakeholder dapat berharap akan interpretasi yang sama atas fenomena – fenomena yang sejenis. Sebab pada dasarnya persoalan Good

Corporate Governance adalah persoalan tanggung jawab perusahaan terhadap stakeholder.

Pada bidang perbankan, misalnya antara lain adalah Peraturan Bank Indonesia nomor2/27/PBI/2000 tentang Bank Umum. Dalam peraturan ini diatur kriteria yang wajib dipenuhi calon anggota Direksi dan Komisaris bank umum, serta batasan transaksi yang diperbolehkan atau dilarang dilakukan pengurus bank. Melalui penerapan peraturan itu diharapkan dapat dieliminasi penyimpangan

operasi bank yang dilakukan oleh Direksi dan Komisaris, maupun yang bukan

interest perseroan (Bank).

Dengan semakin kompleksnya risiko yang dihadapi bank, melindungi kepentingan stakeholders, meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan nilai-nilai etika yang berlaku umum pada industri perbankan serta peningkatan kualitas pelaksanaan good corporate

governance untuk memperkuat kondisi internal perbankan nasional sesuai dengan

Arsitektur Perbankan Indonesia (API) maka diberlakukanlah Peraturan Bank Indonesia nomor 8/4/PBI/2006 juncto nomor 8/14/PBI/2006 tentang Pelaksanaan

Good Corrporate Governance di Bank Umum72.

c) Good Corporate Governance pada Perseroan Terbatas

Dalam Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa Undang – Undang PT nomor 4 tahun 2007 menganut model yang membedakan tugas dan kewenangan direksi dengan komisaris. Untuk menyesuaikan implementasi GCG, Peraturan tentang Perseroan Terbatas memiliki ruang lingkup kedudukan dan tanggung jawab komisaris, direksi, dan para pemegang saham. Mengingat bahwa dalam prinsip pengelolaan usaha yang baik pengaturan tanggung jawab dari setiap organ yang ada dalam PT akan mempengaruhi desain kewenangan dan tanggung jawab yang ditetapkan didalam Anggaran Dasar. Tanpa adanya direksi dan komisaris suatu PT tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai sebuah institusi / badan yang melakukan aktivitas usaha untuk mencari keuntungan ekonomis. Agar direksi dalam melaksanakan tugasnya tidak melampaui wewenangnya maka dilakukan

pengawasan oleh dewan komisaris dan dibatasi oleh RUPS sebagai pemilik perseroan melalui ketentuan – ketentuan yang diatur dalam UUPT73.

Selain itu perumusan prinsip – prinsip corporate governance perlu juga diselaraskan dengan nilai – nilai social budaya yang tumbuh berkembang dalam masyarakat Indonesia. Sebab corporate governance merupakan suatu konsep yang berasal dari negara lain yang culture maupun sistem hukumnya berbeda dari negara Indonesia. Tanpa memperhatikan nilai – nilai masyarakat itu maka pembaruan UUPT yang turut mengatur prinsip – prinsip corporate governance yang diasumsikan dapat mendongkrak kinerja korporasi di Indonesia hanya akan merupakan kesia – siaan dan pemborosan sumber daya74.

Mengingat pengaruh dari aspek yuridis terhadap keterpurukan korporasi di Indinesia tidak cukup signifikan maka menurut para penganut paham ini, yang harus diprioritaskan untuk memperbaiki kinerja korporasi di Indonesia bukanlah mengubah UUPT, tetapi melaksanakan law enforcement secara konsisten dan konsekuen75.

d)Good Corporate Governance pada Pasar Modal

Dalam strategi pengembangan umum pasar modal Indonesia oleh Badan Pengawas Pasar Modal disadari bahwa salah satu penyebab rentannya perusahaan – perusahaan di Indonesia terhadap gejolak perekonomian adalah lemahnya penerapan Good Corporate Governance dalam perusahaan. Kondisi tersebut ditandai dengan standar laporan yang minimal tentang kinerja keuangan

73 Indra Surya S.H., LL.M & Ivan Yustiavandana S.H., LL .M., Penerapan Good Corporate Governance – Mengesampingkan Hak – Hak Istimewa Demi Kelangsungan Usaha,

2006, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, hal.114

74 Op. cit, hal 113 75 Loc.cit

perusahaan, khususnya tentang kewajiban utang piutang, tidak ada direktur Independen dan diragukannya independensi auditor.

Disamping itu mekanisme yang mendorong perusahaan untuk mentaati peraturan dan penegakan hukum masih kurang. Sanksi yang diberikan kepada mereka yang melanggar peraturan tidak memadai terutama pada situasi ekonomi yang tidak menguntungkan. Agar pelaksanaan Good Corporate Governance dapat dimengerti maka perlu dicermati keempat aspek tersebut yaitu aspek kewajaran, transparansi, akuntabilitas dan tanggung jawab.

Untuk menunjang pemulihan bidang pasar modal yang turut porak – poranda dihantam badai krisis tahun 1997 juga diterbitkan serangkaian peraturan yang bersangkutan dengan corporate governance. Lembaga komisaris independen mapun komite audit mendapat respon yang paling apresiatif dari otoritas pasar modal. Adanya keharusan dalam perusahaan publik untuk memiliki komisaris independen dan komite audit diatur dalam Surat Edaran Ketua Bapepam nomor SE-03/PM/2000 tanggal 5 Mei 2000. Ketentuan ini dijabarkan lebih lanjut dalam Surat Edaran BEJ nomor SE-005/BEJ/09-2001 juncto Surat Direksi BEJ nomor Kep 339/BEJ/07-2001 tanggal 20 Juli 2001, Peraturan I-A. Dalam kedua peraturan ini diatur tata cara pemilihan, syarat – syarat yang wajib dipenuhi oleh calon komisaris independen, tugas dan tanggung jawabnya dalam perusahaan publik76.

Penerapan Good Corporate Governance di Indonesia telah diperkuat dengan kapastian hukum, dengan lahirnya peraturan perundangan antara lain : 1. Ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggaraan Negara yang

Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

2. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dirobah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

3. Keputusan Menteri Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan Pembinaan Badan Usaha Milik Negara No. Kep-23/PM PBUMN/2000 tanggal 31 Mei 2000 Tentang Pengembangan Praktek Good Corporate Governance (GCG) dalam Perusahaan Perseroan.

4. Keputusan Menteri Negara BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 Tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara.

5. Surat Edaran Menteri PM-PBUMN No. S-106/M-PM.PBUMN/2000 tanggal 17 April 2000 perihal Kebijakan Penerapan Corporate Governance yang baik di semua BUMN.

6. Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia No. 37a/M-PAN/2002 tanggal 28 Februari 2002 perihal Intensifikasi dan Percepatan Pemberantasan KKN.

7. Surat Komisaris PT Pos Indonesia (Persero) Nomor. 518/S-KU/2000 tanggal 2 Oktober 2000 perihal Pelaksanaan GCG dan Instruksi Untuk Pembentukan Tim Perumus Panduan Penerapan GCG.

8. Surat Komisaris PT Pos Indonesia (Persero) Nomor. 520/S-KU/2000 tanggal 2 Oktober 2000 perihal Pembentukan Komite Audit. 9. Keputusan Direksi PT Pos Indonesia (Persero) No. 81/Dirut/1201 tanggal 27 Desember 2001 Tentang Gerakan Moral Pos Indonesia. BTP (Bersih, Transparan dan Profesional).

BAB III

BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)