TINJAUAN TERHADAP PERLUNYA PENERAPAN GOOD CORPOTARE GOVERNANCE (GCG) DI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO (BPR)
SKRIPSI
Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Oleh :
SANTY LENORA SILAB 050200303
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TINJAUAN TERHADAP PERLUNYA PENERAPAN GOOD CORPOTARE GOVERNANCE (GCG) DI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO (BPR)
SKRIPSI
Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Oleh :
SANTY LENORA SILABAN NIM : 0 5 0 2 0 0 3 0 3
DEPARTEMEN HUKUM EKONOM Disetujui oleh :
Ketua Departemen
Prof.Dr.Bismar Nasution,S.H.M.H NIP. 131 570 455
Pembimbing I Pembimbing II
Prof.Dr.Bismar Nasution,S.H.M.H Dr.Mahmul Siregar,S.H.M.Hum
NIP. 131 570 455 NIP.132 302 943
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa sebab karena kasih
karunia-Nyalah sehingga penulis masih dapat diberikan kesempatan dan
kesehatan serta kemudahan dalam mengerjakan hingga menyelesaikan skripsi ini
dengan baik.
Adapun penulisan skripsi ini diajukan untuk melengkapi syarat guna
memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Sumataera Utara. Dalam
penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa hasil yang diperoleh jauh dari
sempurna. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis akan menerima
kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini
Namun terlepas dari segala kekurangan yang ada pada penulisan skripsi
ini, penulis tidak terlepas dari bantuan dan pengarahan dari segala pihak untuk itu
penulis mengucapakan banyak terima kasih kepada :
1. Tuhan Yesus Kristus sebagai Juru Selamat yang telah menciptakan penulis
dan melindungi serta memberkati penulis hingga saat ini juga masih dapat
merasakan kasih sayang yang utuh dari kedua orangtua penulis dan orang –
orang disekitar penulis. Sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan
skripsi adalah semata – mata atas kehendak-Nya.
2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.H., sebagai Dekan Fakutlas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H., sebagai Ketua Departemen
sebagai Dosen Pembimbing I yang banyak membantu dan memberi arahan
kepada penulis.
4. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, S.H, M.Hum., sebagai Pembantu Dekan I Fakultas
Hukum Universitas Sumatara Utara.
5. Bapak Syafrudin Hasibuan, S.H., M.H., DFM., sebagai Pembantu Dekan II
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai Penasehat
Akademik penulis selama menjalani studi di fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
6. Bapak Muhammad Husni, S.H., M.H., sebagai Pembantu Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
7. Ibu Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum., sebagai Sekretaris Departemen Hukum
Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
8. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum., sebagai Dosen Pembimbing II
yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis dalam
penulisan skripsi ini.
9. Seluruh Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis mengucapkan banyak
terima kasih atas ilmu dan pengajaran serta bimbingan yang diberikan
semoga kelak dapat dipergunakan dalam kehidupan bermasyarakat hingga
berbangsa dan bernegara. Dan juga penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang
telah membantu penulis dalam menjalani studi di Fakultas Hukun Universitas
orangtua penulis yang telah banyak bersabar dalam mencurahkan kasih
sayangnya dalam bentuk materi maupun dukungan serta doa yang luar biasa
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di
Perguruan Tinggi. Kepada kedua orangtua penulis yang sangat penulis cintai
dan sayangi, Ayahanda M. Silaban dan Ibunda K. Sibarani berkat doa dan
dukungannya jugalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
10. Tidak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada Kakak penulis, Julita
br.Silaban, dan Abang penulis Petrus H. Silaban, serta Adik – adik penulis
Kristina H. br. Silaban, Lestari H. br. Silaban, dan Oppo J. Silaban yang telah
memberikan doa dan kasih sayang tidak terhingga kepada penulis hingga
mendukung selesainya penulisan skripsi ini,
11. Penulis ucapkan juga terima kasih kepada sahabat – sahabat rohani penulis
Tiomsi Hernawati, S.H dan Debora K Doloksaribu, S.H serta kakak rohani
penulis Evlyn, S.H yang telah banyak mendoakan dan menguatkan juga
membantu penulis dikala terbentur masalah – masalah dalam pengerjaan
skrispsi ini.
12. Penulis juga mengucapakan terima kasih kepada teman – temanku, Angelita
C, Crisse C, Indriwaty F, Sandro Siahaan yang juga turut membantu penulis
dalam doa dan dukungan pada pengerjaan skrispsi penulis ini serta
kebersamaan yang telah penulis lalui bersama teman - teman. Juga kepada
13. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada senior dan junior mahasiwa
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang membantu penulis dalam
studinya.
Akhir kata penulis berharap agar tulisan ini dapat bermanfaat dan berguna
bagi semua pihak yang berkepentingan terutama dalam penerapan dan
pengembangan ilmu hukum pada masyarakat dan negara Indonesia.
Medan, September 2009
Penulis
TINJAUAN TERHADAP PERLUNYA PENERAPAN GOOD CORPOTARE GOVERNANCE (GCG) DI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO (BPR)
ABSTRAKSI
Sejauh ini, Bank Indonesia hanya mewajibkan Bank Umum untuk
menerapkan GCG dalam operasional usahanya. LKM yang cakupannya sangat
luas meliputi Bank, Koperasi dan organisasi non bank, masih belum tersentuh
aturan GCG. Meskipun skala yang dijalankan adalah mikro namun sebagai
lembaga keuangan, aktivitas usaha LKM tetap membawa konsekuensi risiko
terkait pertanggungjawaban dana masyarakat (publik).
Peraturan Bank Indonesia (PBI) no.8/4/PBI/2006 mewajibkan Bank Umum
melaksanakan prinsip-prinsip Good Corporate Governance dalam setiap kegiatan
usahanya pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi.
Peraturan Bank Indonesia no.8/4/PBI/2006 diatas secara khusus mengatur
penerapan GCG untuk Bank umum, namun tidak wajib bagi Bank Perkreditan
Rakyat (BPR). Bank Perkreditan Rakyat adalah Bank yang melayani khususnya
pengusaha mikro dan kecil.
Sebagai suatu konsep yang biasanya diterapkan bagi perusahaan-perusahaan
besar, BUMN atau Bank umum, pertanyaan mendasar adalah apakah GCG perlu
juga diterapkan di LKM? Apakah GCG di LKM cukup sebatas wacana saja
mengingat ada banyak faktor yang masih harus dikaji dan disesuaikan dengan
Corporate Governance timbul dari kebutuhan usaha akan tatakelola
perusahaan yang baik (Good Corporate Governance), yang menegakkan
prinsip-prinsip transparan, dapat dipercaya, bertanggung jawab dan berkeadilan.
Agency theory menjelaskan hubungan sebab akibat antara principal dengan
agent. Jika dibawakan dalam konteks LKM, Agency theory menjelaskan antara
lain permasalahan yang muncul antara masyarakat kecil sebagai pemilik LKM
dengan manajemen atau pengelola BPR sebagai agent. Bagi sebagian besar LKM
yang tumbuh dan berkembang ditengah masyarakat, pemegang sahamnya relatif
banyak dan beragam dengan berbagai kepentingan.
Selain tersebarnya kepemilikan saham, industri LKM juga dihadapkan pada
minimnya pengetahuan para pemegang sahamnya atas hak dan kewajibannya.
Ketidak pahaman ini membawa konsekuensi tidak berjalannya mekanisme
pertanggungjawaban dan pengawasan LKM.Dalam kondisi seperti ini penegakan
prinsip-prinsip GCG akan menjadi penting terutama dari sisi transparansi dan
keadilan (fairness). Pihak-pihak yang memiliki pengaruh didalam suatu LKM
harus diawasi oleh pihak independen dan capable.
Permasalahan yang akan dibahas yaitu mengenai pengaturan Good
Coorporate Governance pada Hukum Korporasi Indonesia, pengaturan Bank
Perkreditan Rakyat pada Ketentuan Hukum Perbankan Indonesia, serta dasar
hukum perlunya penerapan Good Corporate Governance pada Lembaga
Keuangan Mikro dalam hal ini Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Dalam
memperoleh data pada penulisan skripsi ini, dilakukan melalui penelitian
kepustakaan seperti bahan hukum primer yaitu Peraturan Bank Indonesia
No.8/14/PBI/2006 Tahun 2006, Peraturan Bank Indonesia No. 6/22/PBI/2004,
Undang –Undang no.10 Tahun 1998. Bahan hukum sekunder seperti seminar,
jurnal hukum, koran, karya ilmiah, dan beberapa sumber dari internet, yang
berkaitan dengan penulisan skripsi ini serta bahan hukum tertier seperti kamus dan
ensiklopedia.
Ada beberapa langkah strategis yang dapat dilaksanakan oleh BPR untuk
menciptakan hasil maksimal dan menambah nilai perusahaannya, yakni melalui
implementasi GCG. Implementasi GCG diyakini akan semakin menambah nilai
perusahaan BPR karena pengelolaannya telah teruji melalui pengelolaan secara
transparan, amanah, profesional, efektif dan selalu memberikan upaya terbaik bagi
stakeholders. Langkah-langkah penguatan identitas diri melalui GCG dapat
dilakukan dengan beberapa cara :
a. Pemilik dan pengelola BPR wajib memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
b. Dalam rangka mendukung tersedianya SDM yang memadai, terutama pada posisi
pengambil keputusan, ditetapkan kewajiban bagi direksi untuk memiliki sertifikat
dari lembaga sertifikasi profesional.
c. Dalam rangka meningkatkan daya saing BPR, telah dicantumkan secara jelas tiga
kegiatan dalam Arsitektur Perbankan Indonesia, yaitu mempermudah pembukaan
kantor cabang, memfasilitasi pembentukan jasa bersama untuk memperkuat
antara BPR dan bank umum. Prospek BPR yang semakin cerah haruslah dikelola
secara seksama agar memperoleh manfaat secara maksimal.
Saran yang diajukan adalah sebagaimana yang dipahami secara luas, Good
Corporate Governance adalah suatu sistem, proses, dan seperangkat peraturan
yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan
(stakeholders). Oleh karena itu, sangat logis bila diperlukan sebuah aturan dan
ketentuan-ketentuan dalam rangka mendorong penerapan Good Corporate
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……….... i
ABSTRAKSI ……… v
DAFTAR ISI ……… viii
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
B. Perumusan Masalah
C.Tujuan dan Manfaat Penulisan
D.Keaslian Penulisan
E. Tinjauan Kepustakaan
F. Metode Penelitian
G.Sistematika Penulisan
BAB II GOOD CORPORATE GOVERNANCE DALAM KETENTUAN HUKUM KORPORASI INDONESIA
A.Pengertian dan Konsep Good Corporate Governance
B. Prinsip Dasar dan Asas Good Corporate Governance
C.Good Corporate Governance dalam Ketentuan Hukum
Korporasi di Indonesia
BAB III BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) DALAM
KETENTUAN HUKUM PERBANKAN INDONESIA
A.Pengertian dan Konsep Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
C.Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dalan Ketentuan Hukum
Perbankan di Indonesia
BAB IV GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) PADA BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)
A. Dasar Hukum Good Corporate Governanace (GCG) di
Lembaga Keuangan Mikro (BPR)
B. Good Corporate Governance pada Bank Perkreditan Rakyat
(BPR)
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
B. Saran
TINJAUAN TERHADAP PERLUNYA PENERAPAN GOOD CORPOTARE GOVERNANCE (GCG) DI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO (BPR)
ABSTRAKSI
Sejauh ini, Bank Indonesia hanya mewajibkan Bank Umum untuk
menerapkan GCG dalam operasional usahanya. LKM yang cakupannya sangat
luas meliputi Bank, Koperasi dan organisasi non bank, masih belum tersentuh
aturan GCG. Meskipun skala yang dijalankan adalah mikro namun sebagai
lembaga keuangan, aktivitas usaha LKM tetap membawa konsekuensi risiko
terkait pertanggungjawaban dana masyarakat (publik).
Peraturan Bank Indonesia (PBI) no.8/4/PBI/2006 mewajibkan Bank Umum
melaksanakan prinsip-prinsip Good Corporate Governance dalam setiap kegiatan
usahanya pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi.
Peraturan Bank Indonesia no.8/4/PBI/2006 diatas secara khusus mengatur
penerapan GCG untuk Bank umum, namun tidak wajib bagi Bank Perkreditan
Rakyat (BPR). Bank Perkreditan Rakyat adalah Bank yang melayani khususnya
pengusaha mikro dan kecil.
Sebagai suatu konsep yang biasanya diterapkan bagi perusahaan-perusahaan
besar, BUMN atau Bank umum, pertanyaan mendasar adalah apakah GCG perlu
juga diterapkan di LKM? Apakah GCG di LKM cukup sebatas wacana saja
mengingat ada banyak faktor yang masih harus dikaji dan disesuaikan dengan
Corporate Governance timbul dari kebutuhan usaha akan tatakelola
perusahaan yang baik (Good Corporate Governance), yang menegakkan
prinsip-prinsip transparan, dapat dipercaya, bertanggung jawab dan berkeadilan.
Agency theory menjelaskan hubungan sebab akibat antara principal dengan
agent. Jika dibawakan dalam konteks LKM, Agency theory menjelaskan antara
lain permasalahan yang muncul antara masyarakat kecil sebagai pemilik LKM
dengan manajemen atau pengelola BPR sebagai agent. Bagi sebagian besar LKM
yang tumbuh dan berkembang ditengah masyarakat, pemegang sahamnya relatif
banyak dan beragam dengan berbagai kepentingan.
Selain tersebarnya kepemilikan saham, industri LKM juga dihadapkan pada
minimnya pengetahuan para pemegang sahamnya atas hak dan kewajibannya.
Ketidak pahaman ini membawa konsekuensi tidak berjalannya mekanisme
pertanggungjawaban dan pengawasan LKM.Dalam kondisi seperti ini penegakan
prinsip-prinsip GCG akan menjadi penting terutama dari sisi transparansi dan
keadilan (fairness). Pihak-pihak yang memiliki pengaruh didalam suatu LKM
harus diawasi oleh pihak independen dan capable.
Permasalahan yang akan dibahas yaitu mengenai pengaturan Good
Coorporate Governance pada Hukum Korporasi Indonesia, pengaturan Bank
Perkreditan Rakyat pada Ketentuan Hukum Perbankan Indonesia, serta dasar
hukum perlunya penerapan Good Corporate Governance pada Lembaga
Keuangan Mikro dalam hal ini Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Dalam
memperoleh data pada penulisan skripsi ini, dilakukan melalui penelitian
kepustakaan seperti bahan hukum primer yaitu Peraturan Bank Indonesia
No.8/14/PBI/2006 Tahun 2006, Peraturan Bank Indonesia No. 6/22/PBI/2004,
Undang –Undang no.10 Tahun 1998. Bahan hukum sekunder seperti seminar,
jurnal hukum, koran, karya ilmiah, dan beberapa sumber dari internet, yang
berkaitan dengan penulisan skripsi ini serta bahan hukum tertier seperti kamus dan
ensiklopedia.
Ada beberapa langkah strategis yang dapat dilaksanakan oleh BPR untuk
menciptakan hasil maksimal dan menambah nilai perusahaannya, yakni melalui
implementasi GCG. Implementasi GCG diyakini akan semakin menambah nilai
perusahaan BPR karena pengelolaannya telah teruji melalui pengelolaan secara
transparan, amanah, profesional, efektif dan selalu memberikan upaya terbaik bagi
stakeholders. Langkah-langkah penguatan identitas diri melalui GCG dapat
dilakukan dengan beberapa cara :
a. Pemilik dan pengelola BPR wajib memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
b. Dalam rangka mendukung tersedianya SDM yang memadai, terutama pada posisi
pengambil keputusan, ditetapkan kewajiban bagi direksi untuk memiliki sertifikat
dari lembaga sertifikasi profesional.
c. Dalam rangka meningkatkan daya saing BPR, telah dicantumkan secara jelas tiga
kegiatan dalam Arsitektur Perbankan Indonesia, yaitu mempermudah pembukaan
kantor cabang, memfasilitasi pembentukan jasa bersama untuk memperkuat
antara BPR dan bank umum. Prospek BPR yang semakin cerah haruslah dikelola
secara seksama agar memperoleh manfaat secara maksimal.
Saran yang diajukan adalah sebagaimana yang dipahami secara luas, Good
Corporate Governance adalah suatu sistem, proses, dan seperangkat peraturan
yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan
(stakeholders). Oleh karena itu, sangat logis bila diperlukan sebuah aturan dan
ketentuan-ketentuan dalam rangka mendorong penerapan Good Corporate
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Setelah Indonesia dan negara-negara di Asia Timur lainnya mengalami krisis
ekonomi yang dimulai pada pertengahan tahun 1997, isu mengenai Corporate
Governance telah menjadi salah satu bahasan penting dalam rangka mendukung
pemulihan ekonomi dan pertumbuhan perekonomian yang stabil di masa yang
akan datang. Pada dasarnya terminologi tersebut digunakan untuk suatu konsep
lama yang merupakan kewajiban dari mereka yang mengontrol perusahaan untuk
bertindak bagi kepentingan seluruh pemegang saham dan stakeholder1.
Khusus di Indonesia karena struktur kepemilikan perusahaan yang sangat
terkonsentrasi, maka masalah biaya perusahaan dapat timbul dari perbedaan
kepentingan antara pemegang saham pengendali dengan pemegang saham
minoritas (stakeholders). Karena kewajiban inilah maka dewan komisaris, direksi
atau pemegang saham pengendali perusahaan dilarang untuk mengambil
keuntungan dari orang yang memberi kepercayaan yakni pemegang saham
minoritas dan stakeholder lainnya seperti kreditur melalui transaksi yang tidak
wajar dan tidak adil2.
Pada April 1998, (OECD) telah mengeluarkan seperangkat prinsip
Corporate Governance yang dikembangkan seuniversal mungkin. Hal ini
mengingat bahwa prinsip ini disusun untuk digunakan sebagai referensi di
1“Good Corporate Governance”
http://www.bpkp.go.id/index.php?idunit=21&idpage=326 diakses tanggal 3 Juni 2009
berbagai negara yang mempunyai karakteristik sistem hukum, budaya, dan
lingkungan yang berbeda. Dengan demikian, prinsip yang universal tersebut akan
dapat dijadikan pedoman oleh semua negara atau perusahaan namun diselaraskan
dengan sistem hukum, aturan, atau nilai yang berlaku di negara masing-masing
bilamana diperlukan3.
Secara umum Good Corporate Governance diperlukan untuk mendorong
terciptanya pasar yang efisien, transparan dan konsisten dengan peraturan
perundang-undangan yang berlandaskan pada beberapa prinsip dasar yaitu 4:
1. Pertanggungjawaban (Responsibility).
Tanggung jawab perusahaan tidak hanya diberikan kepada pemegang saham
juga kepada stakeholder.
2. Transparansi (Transparency)
Perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan
cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan.
3. Akuntabilitas (Accountability)
Perusahaan harus dapat mempertanggung jawabkan kinerjanya secara
transparan dan wajar.
4. Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness)
Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa
memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan
lainnya berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran.
5. Independensi (Independency)
Untuk melancarkan pelaksanaan asas Good Corporate Governance,
perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ
perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak
lain.
Dalam pelaksanaan Good Corporate Governance di Indoneisi salah satu
BUMN yang telah melaksanakannya yaitu PT POS Indonesia. Ketentuan
pelaksanaan Good Corporate Governance di PT POS Indonesia tercantum dalam
Keputusan Direksi Pt Pos Indonesia (Persero) Nomor : Kd 55/Dirut/1202.5
Good Corporate Governance (GCG) tidak lain adalah pengelolaan bisnis
yang melibatkan kepentingan stakeholders serta penggunaan sumber daya
berprinsip keadilan, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas6.
Hal tersebut dalam keberadaannya penting dikarenakan dua hal yaitu :
1. Cepatnya perubahan lingkungan yang berdampak pada peta persaingan global.
2. Karena semakin banyak dan kompleksitas stakeholders termasuk struktur
kepemilikan bisnis.7
Dua hal yang telah dikemukakan diatas menimbulkan: turbulensi, stres, risiko
terhadap bisnis yang menuntut antisipasi peluang dan ancaman dalam strategi
termasuk sistem pengendalian yang prima8.
Good Corporate Governance tercipta apabila terjadi keseimbangan
kepentingan antara semua pihak yang berkepentingan dengan bisnis kita.
5Ibid. 6
Ibid.
7Sudin, ”Bank Perkreditan Rakyat (BPR)”, Sudin.staff.gunadarma.ac.id, diakses tanggal
3 Juni 2009
Identifikasi keseimbangan dalam keberadaannya memerlukan sebuah sistem
pengukuran yang dapat menyerap setiap dimensi strategis dan operasional bisnis
serta berbasis informasi9.
Pengukuran kinerja konsep GCG berdasarkan kepada lima dasar10, yaitu:
1. Perlindungan hak pemegang saham,
2. Persamaan perlakuan pemegang saham,
3. Peranan stakeholders terkait dengan bisnis,
4. Keterbukaan dan transparansi,
5. Akuntabilitas dewan komisaris.
Pengukuran kinerja tersebut juga berdimensi aktifitas operasional internal,
intelektual kapital dan pembelajaran kapasitas untuk inovasi dan respon terhadap
pasar, produk dan penerimaan pasar, hubungan dengan pelanggan, hubungan
dengan investor, hubungan dengan partner dan stakeholders lainnya seperti
Deperindag, hubungan dengan publik sasaran, lingkungan, keuangan11.
Di dunia perbankan, Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral telah
mewajibkan seluruh bank umum untuk menerapkan GCG dalam operasional
usahanya. Sejauh ini Bank Indonesia hanya mewajibkan Bank Umum untuk
menerapkan GCG dalam operasional usahanya. LKM yang cakupannya sangat
luas meliputi Bank, Koperasi dan organisasi non bank, masih belum tersentuh
aturan GCG12.
Salah satu unsur penting dalam kelompok industri perbankan adalah Bank
Perkreditan Rakyat (BPR). BPR adalah lembaga keuangan bank yang menerima
simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu dan menyalurkan dana sebagai usaha
BPR13.
Status BPR diberikan kepada Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar,
Bank Pegawai, Lumbung Pitih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD),
Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha
Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya
Produksi Desa (BKPD), dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan
dengan itu berdasarkan UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 sebagimana telah
diubah dengan UU Nomor 10 Tahun 1998 dengan memenuhi persyaratan tata cara
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah14.
Ketentuan tersebut diberlakukan karena mengingat bahwa
lembaga-lembaga tersebut telah berkembang dari lingkungan masyarakat Indonesia, serta
masih diperlukan oleh masyarakat, maka keberadaan lembaga dimaksud diakui.
Oleh karena itu, UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 sebagimana telah diubah
dengan UU Nomor 10 Tahun 1998 memberikan kejelasan status lembaga-lembaga
dimaksud. Untuk menjamin kesatuan dan keseragaman dalam pembinaan dan
pengawasan, maka persyaratan dan tata cara pemberian status lembaga-lembaga
dimaksud ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah15.
Dalam melaksanakan usahanya BPR berasaskan demokrasi ekonomi
dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Demokrasi ekonomi adalah sistem
ekonomi Indonesia yang dijalankan sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 yang
memiliki 8 ciri positif sebagai pendukung dan tiga ciri negatif yang harus
dihindari (free fight liberalism, etatisme, dan monopoli)16.
Untuk mendukung tumbuhnya industri BPR secara berkelanjutan agar
memenuhi fungsinya sebagai pemberi pelayanan terhadap UMKM (Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah) harus didukung secara maksimal oleh Bank Indonesia. Bank
Indonesia perlu terus menerus melakukan berbagai upaya secara konsisten
terutama dalam memperkuat pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG),
menyempurnakan aspek pengaturan dan pengawasan, mendorong penyehatan
BPR bermasalah, memperkuat struktur Governace BPR, menciptakan iklim
kondusif bagi perkembangan BPR maupun mendukung penguatan infrastruktur
industri. Seluruh upaya tersebut dikonsolidasikan untuk menciptakan perbankan
Indonesia yang memiliki daya saing yang teruji kehandalannya. Oleh karena itu
sangat logis bila diperlukan sebuah aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan dalam
rangka mendorong penerapan GCG bagi BPR17.
16
Ibid.
17Mohamad Fajri M.P, ”Implementasi GCG Bank Perkereditan Rakyat “,
Meskipun skala yang dijalankan adalah mikro namun sebagai lembaga
keuangan, aktivitas usaha LKM tetap membawa konsekuensi risiko terkait
pertanggungjawaban dana masyarakat (publik)18.
Perlakuan yang berbeda bagi LKM dimana belum ada kewajiban
penerapan GCG. LKM memang memiliki cakupan yang luas dan hanya LKM
jenis Bank Perkreditan Rakyat (BRI) dan BRI Unit yang berada di bawah
pengawasan BI. Sedangkan LKM Jenis Koperasi diatur oleh undang-undang
tersendiri dan berada dibawah naungan Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah (KUKM). Selain dua jenis LKM tersebut masih banyak LKM jenis
lain bukan bank dan bukan Koperasi. Belum adanya undang-undang tentang LKM
merupakan faktor penghambat bagi pertumbuhan dan perkembangan LKM.
Banyak pekerjaan rumah terkait LKM dan belum adanya bank sentral bagi LKM
(Apex Bank) menjadikan LKM masih cukup jauh dari aturan penerapan Good
Corporate Governance (GCG)19.
Namun demikian meskipun LKM menjalankan bisnis dengan kategori mikro
maka sebagai lembaga keuangan tetap membawa konsekuensi resiko atas dana
masyarakat yang dikelolanya. Mengenai pemikiran dan tanggung jawab pada
masyarakat sangat penting dalam pengelolaan BPR dan Koperasi. Tidak serta
merta BPR dan Koperasi hanya mencari untung saja. Selain itu brand image dari
18
Mohamad Fajri M.P, “ Menjadikan Koperasi sebagai Sokoguru, Perekonomian
dengan Implementasi GCG”, http://shafconsulting.blogspot.com 2008 /12 diakses tanggal 17 April 2009
pengelolaan sangat penting sehingga BPR dan harus selalu melaksanakan Good
Corporate Governance (GCG) secara total20
B.Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana yang diuraikan diatas,
maka perlu dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengaturan Good Corporate Governance (GCG) dalam
ketentuan hukum Indonesia?
2. Bagaimanakah pengaturan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dalam
Undang-undang Perbankan sebagai Lembaga Keuangan Mikro?
3. Bagaimanakah Good Corporate Governance (GCG) di Bank Perkreditan
Rakyat (BPR)?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka dapat disimpulkan yang
menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah:
a) Untuk mengetahui pengaturan Good Corporate Governance (GCG) dalam
ketentuan hukum korporasi di Indonesia.
b) Untuk mengetahui pengaturan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dalam
ketentuan hukum Perbankan sebagai Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia.
c) Untuk mengetahui perlunya penerapan Good Corporate Governance pada
Bank Perkreditan Rakyat serta dasar hukum pembentukannya.
Selain tujuan-tujuan tersebut diatas penulisan ini juga diharapkan bermanfaat
untuk berbagai hal diantaranya :
a) Manfaat Subjektif
Skripsi ini bermanfaat bagi penulis untuk memenuhi syarat kelulusan di
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
b) Manfaat Objektif
Penulisan skripsi ini diharapkan bermanfaat untuk menerapkan hukum
ekonomi yang telah dipelajari khususnya mengenai Hukum Organisasi
Perusahaanyang berkaitan dengan perlunya penerapan Good Corporate
Governance (GCG) di Lembaga Keuangan Mikro (BPR). Serta dapat
memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu hukum
secara teoriti.
D. Keaslian Penulisan
Sepanjang yang ditelusuri dan diketahui di lingkungan fakultas hukum
Universitas Sumatera Utara bahwa penulisan tentang Tinjauan Terhadap Perlunya
Penerapan Good Corporate Governance (GCG) di Lembaga Keuangan Mikro
(BPR) belum pernah ditulis sebelumnya. Dengan demikian, dilihat dari
permasalahan serta tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini, maka dapat
dikatakan bahwa skripsi ini adalah merupakan karya penulisan yang asli dan
sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional serta terbuka.
Skripsi ini juga didasarkan pada referensi dari buku-buku, informasi media
kebenaran ilmiah, sehingga penulisan skripsi ini dapat dipertanggung jawabkan
kebenaran secara ilmiah.
E.Tinjauan Pustaka
Dalam tinjauan kepustakaan dicoba untuk mengemukakan beberapa ketentuan
dan batasan yang menjadi sorotan dalam mengadakan studi kepustakaan.Hal ini
akan berguna bagi penulis untuk membantu melihat ruang lingkup skripsi agar
tetap berada didalam topic yang diangkat dari permasalahan yang telah disebutkan
diatas. Adapun yang menjadi pengertian secara etimologis daripada judul skripsi
ini adalah sebagai berikut :
a) Tinjauan adalah pandangan, penglihatan atau pemikiran.
b) Terhadap adalah menandai arah, tujuan atau kepada seseorang atau sesuatu.
c) Perlunya adalah kebutuhannya, atau harapannya.
d) Penerapan adalah pengaplikasian, atau implementasi.
e) Good,dalam bahasa Indonesia diartikan baik, bagus atau patut.
f) Corporate, dalam bahasa Indonesia diartikan perusahaan, lembaga, badan
hukum atau serikat.
g) Governance, dalam bahasa Indonesia diartikan pemerintahan.
h) Good Corporate Governance adalah Komitmen, aturan main, serta praktik
penyelenggaraan bisnis secara sehat dan beretika.
i) Lembaga Keuangan Mikro adalah lembaga keuangan yang tidak menyertakan
lalu lintas pembayaran dalam kegiatan usaha perbankannya sebab hanya
j) Bank adalah Badan usaha di bidang keuangan yang menarik dan mengluarkan
uang pada masyarakat, terutama memberikan kredit dan jasa lalu lintas
pembayaran dan peredaran uang dalam kegiatan oknum karyawan bank
mencari kredit dan meminjamkan hasil kredit tersebut kepada nasabah umum
tanpa melalui administrasi Bank.
k) Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
tidak memberikan jasa lalu lintas pembayaran.
F. Metode Penelitian
Dalam penulisan ilmiah terdapat beraneka ragam jenis penelitian. Dari sekian
banyak jenis penelitian, khususnya penelitian hukum yang paling popular
dikenal adalah :
a) Penelitian hukum normatif atau penelitian kepustakaan yang dilakukan dengan
cara meneliti bahan kepustakaan atau hanya menggunakan data sekunder
belaka.
b) Penelitian hukum empiris yang dilakukan dengan cara terutama meneliti data
primer yang diperoleh di lapangan selain juga meneliti data sekunder dari
perpustakaan.
Pilihan metode penlitian tergantung kepada tujuan penelitian tersebut. Sesuai
dengan tujuan skripsi ini maka penelitian hukum yang digunakan adalah
penelitian hukum normatif atau disebut juga dengan studi kepustakaan (Library
Dalam melaksanakan penelitian ini menggunakan alat pengumpul data yang
dipakai dalam penelitian.Dalam penelitian ini dipakai tiga alat pengumpul data
yaitu :
a) Bahan hukum primer yaitu ketentuan – ketentuan dalam peraturan perundang –
undangan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat baik peraturan yang
dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia mauapun peraturan yang
diterbitkan oleh negra lain dan badan – badan Internasional, seperti Peraturan
Bank Indonesia No.8/14/PBI/2006 Tahun 2006, Peraturan Bank Indonesia No.
6/22/PBI/2004, Undang –Undang no.10 Tahun 1998 Peraturan BI ,Peraturan
Bank Indonesia No.5/25/PBI/2003 mengenai Fit and Proper Test, Peraturan
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia No. 3/22/PBI/2001 tentang
Transparansi Kondisi Keuangan Bank, Peraturan Bank Indonesia
No.1/6/PBI/1999 tentang Penunjukan Direktur Kepatuhan dan Peraturan Bank
Indonesia yang terbaru adalah No.8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good
Corporate Governance bagi Bank Umum.
b) Bahan hukum sekunder yaitu bahan – bahan yang erat kaitannya dengan bahan
hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan hukum
primer, seperti seminar – seminar, jurnal – jurnal hukum, majalah – majalah,
koran – koran, karya tulis ilmiah dan beberapa sumber dari internet yang
berkaitan dengan permasalahan diatas.
c) Bahan hukum tertier yaitu semua dokumen yang berisi konsep – konsep, dan
keterangan – keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan
Dalam penulisan skripsi ini analisis data yang digunakan adalah dengan
menganalisis data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan dan dianalisi
secara deskriptif dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Dengan
demikian tidak merupakan analisis data tanpa mempergunakan rumus dan data
matematis.
G.Sistematika Penulisan
Sebagai karya ilmiah, skripsi ini memiliki sistematika yang teratur terperinci
didalam penulisannya agar dimengerti dan dipahami maksud dan tujuannya.
Tulisan ini terdiri dari lima bab, yang akan diperinci lagi dalam satu bab.
Adapun kelima bab tersebut terdiri dari :
Bab I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan mengenai latar belakang, perumusan masalah,
tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan
kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II : GOOD CORPORATE GOVERNANCE DALAM KETENTUAN HUKUM KORPORASI INDONESIA
Bab ini berisikan tentang pengertian dan konsep Good Corporate
Governance, prinsip dasar dan asas Good Corporate Governance
dan pengaturan Good Corporate Governance dalam ketentuan
Bab III : BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) DALAM KETENTUAN HUKUM PERBANKAN INDONESIA
Bab ini berisikan pengertian dan konsep Bank Perkreditan Rakyat
(BPR) pada umumnya, prinsip dasar dan asas pada Bank
Perkreditan Rakyat(BPR), dan pengaturan Bank Perkreditan
Rakyat (BPR) dalam ketentuan hukum Perbankan di Indonesia.
Bab IV : GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) PADA BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)
Bab ini berisikan Dasar Hukum sehingga diperlukannya penerapan
Good Corporate Governanace (GCG) di Lembaga Keuangan
Mikro (BPR) dan menngenai perlunya penerapan Good Corporate
Governance pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sebagai
Lembaga Keuangan Mikro.
Bab V : KESIMPULAN DAN SARAN
Penulisan skripsi ini diakhiri dengan pengambilan kesimpulan dari
beberapa masalah yang ada dan penulis mencoba memberikan
saran kepada pihak – pihak yang terkait dengan pelaksanaan dan
penerapan Good Corporate Governance pada Bank Perkreditan
BAB II
GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) DALAM
KETENTUAN HUKUM KORPORASI INDONESIA
A.Konsep dan Pengertian Good Corporate Governance (GCG)
Berbagai peristiwa dalam dasawarsa terakhir telah menjadikan corporate
governance sebuah isu penting di kalangan para eksekutif, organisasi – organisasi
NGO, para konsultan korporasi, akademis, dan regulator (pemerintah) di berbagai
belahan dunia. Isu – isu yang terkait dengan corporate governance seperti insider
trading, transparansi, akuntabilitas, independensi, etika bisnis, tanggung jawab
social (corporate social responsibility)dan perlindungan investor telah menjadi
ungkapan – ungkapan yang lazim diperbincangkan di kalangan para pelaku usaha.
Corporate governance juga telah menjadi salah satu isu paling penting bagi para
pelaku usaha di Negara kita21.
Dengan perkembangan – perkembangan di atas isu corporate governance yang
tadinya hanya bersifat marginal kini telah menjadi isu sentral.Oleh sebab itu,
dibutuhkan pemahaman yang memadai tentang corporate governance. Merupakan
hal yang sia – sia bahkan berbahaya bila kita sekedar mengikuti trend atau
kepatuhan terhadap regulasi tanpa memahami makna dan manfaat GCG. Tanpa
21
pemahaman yang memadai akan makna dan manfaat GCG maka praktik dan
sistem yang baik ini hanya akan menjadi retorika, slogan, atau aksesoris yang
tidak berguna22.
Perkembangan konsep corporate governance sesungguhnya telah jauh dimulai
sebelum isu corporate governance menjadi kosa kata yang paling hangat di
kalangan eksekutif bisnis. Bersama dengan dikembangkannya sistem korporasi di
Inggris, Eropa, dan Amerika Serikat sekitar satu setengah abad lalu (1840-an), isu
corporate governance telah muncul kepermukaan, meskipun berupa saran
(exhortation) dan anekdot23.
Good Corporate Governance tercipta apabila terjadi keseimbangan
kepentingan antara semua pihak yang berkepentingan dengan bisnis kita.
Identifikasi keseimbangan dalam keberadaannya memerlukan sebuah sistem
pengukuran yang dapat menyerap setiap dimensi strategis dan operasional bisnis
serta berbasis informasi24.
Pengukuran kinerja konsep GCG berdasarkan kepada lima dasar25, yaitu:
1) Perlindungan hak pemegang saham,
2) Persamaan perlakuan pemegang saham,
3) Peranan stakeholders terkait dengan bisnis,
4) Keterbukaan dan transparansi,
5) Akuntabilitas dewan komisaris.
22Ibid, Hal.23 23
Ibid
24“Good Corporate Governance”
http://www.bpkp.go.id/index.php?idunit=21&idpage=326 diakses tanggal 3 Juni 2009
Oleh sebab itu, pembicaraan tentang corporate governance tidak dapat
dipisahkan dengan konsep dan sistem korporasi itu sendiri. Adapun tentang
korporasi, defenisi Hunger dan Wheelen menyebutkan bahwa Korporasi adalah
mekanisme yang dibangun agar berbagai pihak dapat memberikan kontribusi
berupa modal, keahlian (expertise) dan tenaga demi manfaat bersama26”.
Secara umum istilah Good Corporate Governance merupakan sistem
pengendalian dan pengaturan perusahaan yang dapat dilihat dari mekanisme
hubungan antara berbagai pihak yang mengurus perusahaan, maupun ditinjau dari
nilai-nilai yang terkandung dari mekanisme pengelolaan itu sendiri27.
Untuk memperoleh gambaran tentang pengertian corporate governance
dibawah ini dikutip dari berbagai sumber :
a) Pengertian menurut OCED ( Organization for economic co-operation and development )
Mendefenisikan corporate governance sebagai sekumpulan hubungan antara
pihak manajemen perusahaan, board dan pemegang saham dan pihak lain yang
mempunyai kepentingan dengan perusahaan. Good corporate governance juga
mensyaratkan adanya struktur, perangkat untuk mencapai tujuan dan pengawasan
atas kinerja.
Good corporate governance yang baik dapat memberikan perangsangan atau
insentif yang baik bagi board dan manajemen untuk mencapai tujuan yang
merupakan kepentingan perusahaan dan pemegang saham dan harus memfasilitasi
26 Ibid
27Tim Corporate Governance BPKP, “Good Corporate Governance”,
pemonitoran yang efektif, sehingga mendorong perusahaan untuk menggunakan
sumber daya dengan lebih baik dan efisien28.
b)Bank Dunia (World Bank)
Good corporate governance adalah kumpulan hukum, peraturan – peraturan
dan kaidah – kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber –
sumber perusahaan secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang
yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar
secara keseluruhan.
c) Tim GCG BPKP
Mendefinisikan Good Corporate Governance sebagai berikut, yaitu:
Komitmen, aturan main, serta praktik penyelenggaraan bisnis secara sehat dan
beretika29.
d)Cadbury Committe of the United Kingdom (1999)
Definisi Corporate governance (CG) yakni:
Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham,
pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para
pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak
dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan30.
28
Ibid.
29 “Good Corporate Governance”,
http:www.bpkp.go.id/index.php?idunit=21&idpage=326, diakses tanggal 3 Juni 2009
30
Muhammad Adrian Muluk (Contributor CIC – FCGI), “GCG di Lembaga Keuangan
Mikro–Kajian Kebutuhan Penerapan”, http://www.cic-fcgi.org/news/governance/GCGdiLembaga Keuangan Mikro - Kajian Kebutuhan Penerapannya.shtml di akses tanggal 4 Juni 2009
30
e) Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI)
Mendefenisikan corpotare governance sebagai berikut :
Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang, pengurus
(pengelola) perusahaan, pihak kerditor, pemerintah, karyawan serta para
pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak –
hak dan kewajiban atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan
perusahaan. Tujuan Corporarate Governance ialah untuk menciptakan nilai
tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholder)31.
f) Cadbury Report
Istilah “corporate governance” sendiri pertama kali diperkenalkan oleh
Cadbury Committee ditahun 1992 yang menggunakan istilah tersebut dalam
laporan mereka yang kemudian dikenal sebagai Cadbury Report. Laporan ini
dipandang sebagai titik balik yang sangat menentukan bagi praktik corporate
governance di seluruh dunia. Cadbury Report mendefenisikan corporate
governance sebagai suatu sistem yang berfungsi untuk mengarahkan dan
mengendalikan organisasi32.
g) Prakarsa dari Universitas Indonesia (kalangan akademis)
Good corporate governace adalah mekanisme administratif yang mengatur
hubungan – hubungan antara menejemen perusahaan, komisaris, direksi,
pemegang saham dan kelompok – kelompok kepentingan (stakeholder) yang lain.
Hubungan – hubungan ini dimanifiestasikan dalam bentuk berbagai aturan
31 Op.cit, hal.50
permainan dan sistem intensif sebagai framework yang diperlukan untuk
menentukan tujuan – tujuan serta pemantauan kinerja yang dihasilkan”33.
h)Good Corporate Governance Workship Kantor Meneg PM BUMN, Desember 1999
Good Corporate Governance berkaitan dengan pengambilan keputusan yang
efektif yang bersumber dari budaya perusahan, etika, nilai, sistem, proses bisnis,
kebijakan dan struktur organisasi yang bertujuan untuk mendorong dan
mendukung pengembangan perusahaan, peneglolaan sumber daya dan resiko
secara lebih efisien dan efektif serta penenggung jawaban perusahaan kepada
pemegang saham dan stakeholder lainnya34.
i) IICG (The Indonesian Institute for Corporate Governance)
Good Corporate Governance adalah struktur, sistem dan proses dalam
mengelolaan perusahaan kearah peningkatan kemakmuran dan pertanggung
jawaban perusahaan dengan tujuan akhir mewujudkan nilai jangka panjang
pemegang saham dengan tetap menjaga kepentingan berbagai pihak yang terkait
(stakeholder). Struktur merupakan satu kesatuan tatanan wewenangan dan
tanggung jawab dalam hal pengambilan keputusan. Sistem adalah merupakan
suatu landasan operasional yang menjadi dasar mekanisme check and balance
kewenangan atas penggelolaan perusahaan yang dapat mengantisipasi peluang
yang menyimpang. Proses merupakan cara untuk memastikan pelaksanaan prinsip
33 Ibid., hal. 28
34 Iman Sjahputra Tunggal, Membangun Good Corporate Governance, Jakarta,
– prinsip Good Corporate Governance dalam menentukan tujuan dan saran,
pencapaian, pengukuran kinerja, dan evaluasi kinerja35.
j) Asian Development Bank
Good Corporate Governance adalah adanya unsur – unsur shareholder, right,
equal treatment of shareholder, dan adanya disclosure (keterbukaan), dan
transparency (transparansi)36.
k)Dr. Emil Salim
Good Corporate Governance adalah wilayah permasalahan yang menyangkut
dipisahnya pemilik dengan pengelola perusahaan, struktur kepemilikan yang
beraneka ragam, pengawasan dari pemegang saham, monitoring dari kreditor,
disiplin dan proteksi, pasar untuk kontrol perusahan, pengaturan pasar sekuritas,
persaingan pasar dan keuangan korporasi.
l) Bank Indonesia
Good Corporate Governance adalah sebagai suatu sistem, proses, dan struktur
organisasi yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola kegiatan bank
sentral kearah peningkatan kinerja dan akuntabilitas. Tujuan akhirnya menaikan
nilai (Value) bank sentral dalam jangka panjangdan mampu meyakinkan /
memenuhi kepentingan stakeholder.
Definisi diatas menjelaskan bahwa Corporate Governance adalah sistem yang
bisa digunakan untuk mengatur dan mengendalikan perusahaan. Good
Governance timbul dari kebutuhan usaha akan tata kelola perusahaan yang baik
(Good Corporate Governance), yang menegakkan prinsip-prinsip transparan,
dapat dipercaya, bertanggung jawab dan berkeadilan37.
Defenisi diatas hanyalah sebagian dari bermacam – macam defenisi corporate
governance karena corporate governance dapat didefenisikan dalam perspektif
yang luas atau dalam perspektif yang sempit38.
Sedangkan untuk keseragaman berdasarkan defenisi – defenisi diatas dapat kita
simpulkan bahwa corporate governance pada intinya adalah mengenai suatu
sistem, proses, dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara
berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholder) terutama dalam arti sempit
hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi demi
tercapainya tujuan organisasi. Corporate governance dimaksudkan untuk
mengatur hubungan - hubungan ini dan mencegah terjadinya kesalahan -
kesalahan (mistake) signifikan dalam strategi korporasi dan untuk memastikan
bahwa kesalahan – kesalahan yang terjadi dapat diperbaiki dengan segera39.
B.Prinsip Dasar dan Asas Good Corporate Governance (GCG)
Dalam konteks tumbuhnya kesadaran dan arti penting Corporate Governance
ini, Organization for Economic Corporation and Development (OECD) telah
mengembangkan sperangkat prinsip – prinsip Good Corporate Governance dan
dapat diterapkan secara fleksibel sesuai dengan keadaan, budaya, dan tradisi,
dimasing – masing Negara40.
Prinsip – prinsip diharapkan menjadi titik rujuk bagi para regulator
(pemerintah) dalam membangun framework bagi penerapan corporate
governance. Bagi para pelaku usaha dan pasar modal prinsip – prinsip ini dapat
menjadi guidance atau pedoman dalam mengelaborasi best practice bagi
peningkatan nilai (valuation) dan keberlangsungan (sustainability) perusahaan41.
Prinsip – prinsip OECD mencakup lima bidang utama yaitu :
1) Pertanggungjawaban (Responsibility).
Yaitu kesesuaian di dalam pengelolahan perusahaan terhadap peraturan
perundang - undangan yang berlaku dan prinsip - prinsip korporasi42.
Tanggung jawab perusahaan tidak hanya diberikan kepada pemegang
saham juga kepada stakeholder tetapi juga kepada pihak – pihak yang
berkepntingan lainnya43.
2) Transparansi (Transparency)
Yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan
dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan
mengenai perusahan44.
Perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan
dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan
mengenai struktur dan operasi korporasi45
41 Ibid. 42 Ibid., hal.53.
43
“Good Corporate Governance”
http://www.bpkp.go.id/index.php?idunit=21&idpage=326 diakses tanggal 3 Juni 2009
44 Loc.cit
45
3) Akuntabilitas (Accountability)
Yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan tanggung jawab organ sehingga
pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif46.
Perusahaan harus dapat mempertanggung jawabkan kinerjanya secara
transparan dan wajar47.
4) Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness)
Yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak – hak stakeholder
yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang – undang yang
berlaku48.
Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa
memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan
lainnya berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran49.
5) Independensi (Independency)
Yaitu suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara professional tanpa
benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak
sesuai dengan peraturan perundang – undang yang berlaku dan prinsip –
prinsip korporasi yang sehat50.
Untuk melancarkan pelaksanaan asas Good Corporate Governance,
perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ
46 Op.cit. 47
Op.cit.
perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak
lain.51
Prinsip – prinsip diatas terkait langsung dengan permasalahan yang dihadapi
dunia usaha pada umumnya yakni masalah korupsi dan ketidak jujuran, tanggung
jawab sosial dan etika korporasi, tata kelola sektor publik, dan reformasi hukum52.
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) sebuah organisasi
profesional non-pemerintah yang bertujuan mensosialisasikan praktik good
corporate governance menjabarkan prinsip – prinsip di atas sebagai berikut 53:
1. Fairness (Kewajaran)
Perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, terutama kepada
pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing, dengan keterbukaan
informasi yang penting serta melarang pembagian untuk pihak sendiri dan
perdagangan saham oleh orang dalam (Insider Trading)54.
Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan membuat peraturan korporasi
yang melindungi kepentingan minoritas, membuat pedoman perilaku
perusahaan (corporate conduct) dan atau kebijakan – kebijakan yang
melindungi korporasi terhadap perbuatan buruk orang dalam, self-dealing dan
konflik kepentingan, menetapkan peran dan tanggung jawab Dewan Komisaris,
Direksi, Komite, termasuk sistem remunerasi menyajikan informasi secara
51 Loc.cit 52 Loc.cit, hal.50
53
wajar/pengungkapan material apa pun mengedepankan Equal Job
Opportunity55
2. Disclousure dan Transparency (Taransparansi)
Hak – hak para pemegang saham, yang harus diberi informasi dengan
benar dan tepat pada waktunya mengenai perusahaan, dapat ikut berperan serta
dalam pengambilan keputusan mengenai perubahan – perubahan yang
mendasar atas perusahaan dan turut memperoleh bagian dari keuntungan
perusahaan56.
Pengungkapan yang tepat dan akurat pada waktunya serta transparansi
mengenai semua hal yang penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan, serta
para pemegang kepentingan (stakeholder)57.
Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan mengembangkan sistem
akuntansi (accounting system) yang berbasiskan standar akuntansi dan best
practices yang menjamin adanya laporan keuangan dan pengungkapan yang
berkualitas, mengembangkan Information Technology (IT) dan Management
Information System (MIS) untuk menjamin adanya pengukuran kinerja yang
memadai dan proses pengambilan keputusan yang efektif oleh Dewan
Komisaris dan Direksi, mengembangkan enterprise risk management yang
memastikan bahwa semua risiko signifikan telah diidentifikasikan, diukur, dan
dapat dikelola pada tingkat toleransi yang jelas, mengumumkan jabatan yang
kosong secara terbuka58.
3. Accountability (Akuntabilitas)
Tanggung jawab manajemen melalui pengawasan yang efektif (effective
oversight) berdasarkan balance of power antara manajer, pemegang saham
Dewan Komisaris, dan auditor.Merupakan bentuk pertanggung jawaban
manajemen kepada perusahaandan para pemegang saham59.
Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan menyiapkan Laporan Keuangan
(Financial Statement) pada waktu yang tepat dan cara yang tepat;
mengembangkan Komite Audit dan Resiko untuk mendukung fungsi
pengawasan oleh Dewan Komisaris; mengembangkan dan merumuskan
kembali peran dan fungsi Internal Audit sebagai mitra bisnis strategic
berdasarkan best practice (bukan sekedar audit). Transformasi menjadi
“Risk-based” Audit; menjadi manajemen kontrak yang bertanggung jawab dan
menangani pertentangan (dispute); penegakan hukum (Sitem Penghargaan dan
sanksi); mengunakan External Auditor yang memenuhi syarat (berbasis
professional)60.
4. Responsibility (Responsibilitas)
Peranan pemegang saham harus diakui sebagaimana ditetapkan oleh
hukum dan kerja sama yang aktif antara perusahaan serta para pemegang
59
Ibid.
60
kepentingan dalam menciptakan kekayaan, lapangan kerja, dan perusahaan
yang sehat dari aspek keuangan61.
Ini merupakan tangung jawab korporasi sebagai anggota masyarakat yang
tunduk kepada hukum dan bertindak dengan memperhatikan
kebutuhan-kebutuhan masyarakat sekitarnya62.
Prinsip ini diwujudkan dengan kesadaran bahwa tangung jawab
merupakan konsekuensi logis dari adanya wewenang; menyadari akan adanya
tangung jawab social; menghindari penyalahgunaan kekuasaan; menjadi
profesional dan menjunjung etika; memelihara lingkungan bisnis yang sehat63.
C.Good Corporate Governance (GCG) dalam Ketentuan Hukum Korporasi Indonesia.
Hukum pada dasarnya dipahami sebagai suatu sistem norma yang
mengatur kehidupan bersama dalam masyarakat. Dalam mengatur hubungan itu
hukum berusaha mencari bahkan menciptakan keseimbangan antara memberi
kebebasan kepada individu dengan, sehingga dengan itu terjadi konflik antara
individu dengan masyarakat dapat dihindarkan64.
Pada bagian lain, hukum dipandang sebagai sarana pemecahan konflik
yang rasional. Hal ini dimungkinkan karena hukum tidak didasari fakta – fakta
mengenai kekuatan atau kelemahan alamiah, tetapi sesuai dengan kriteria objektif
yang berlaku. Dalam konteks inilah suatu hukum yang baik harus mampu dan
mempunyai sifat yang responsif terhadap kebutuhan atau dalam menjawab
61
Ibid.
62 Ibid. 63 Ibid.
persoalan masyarakat sekaligus mengarahkan masyarakat untuk mencapai tujuan
hidupnya65.
Corporate Governace menjadi salah satu alternatif yang oleh banyak pakar
direkomendasikan menjadi katalisator dalam upaya mempercepat pemulihan
sektor korporasi di Indonesia. Namun, ditemukan relatif lain banyak aspek dari
prinsip – prinsip corporate governance yang tidak atau belum terjangkau oleh
hukum korporasi yang ada saat ini. Keterbatasan regulasi dan tolak ukur
penerapan corporate governance dan kondisi penerapan hukum yang belum
mapan di Indonesia sehingga penyalah gunaan wewenang masih sulit diatasi
melalui hukum yang ada secara transparan66, secara empiris ternyata menjadi
faktor – faktor kendala yang utama dalam penerapan corporate governance di
Indonesia. Oleh sebab itu, tercuat keinginan yang kuat dari kalangan dunia usaha
agar dilakukan penyempurnaan hukum korporasi yang ada, antara lain dengan
meresepsi semua aspek yang menyangkut corporate governance67.
Keinginan seperti itu tidak mudah diterima oleh semua pihak. Penolakan
secara radikal didasari argumentasi yang memandang corporate governance
hanya sebagai masalah manajemen semata – mata. Masih menurut paham ini,
bahwa kerena sistem hukum Indonesia berbeda dari sistem hukum anglo saxon
yang memperkenalkan corporate governance, maka tindakan meresepsi semua
prinsip corporate governance tanpa reserve merupakan tindakan keliru68.
65 Op.cit., hal.105. 66
Kusnan M. Djawir, Tangga Menuju Perusahaan Terpercaya, Majalah SWA 23, edisi XVIII, 5-17 November 2002, hal.94.
a) Good Corporate Governance pada BUMN
Untuk Badan – badan Usaha Milik Negara (BUMN) masalah jatuh –
bangun sistem korporasinya dipandang bukan karena salah urus, tetapi semata –
mata hanya soal political will dari pemerintah. Sebab, dalam praktik pengelolaan
BUMN sarat dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Ada begitu banyak
kepentingan yang melingkupi BUMN. Aparat pemerintah dapat mengeksploitasi
posisinya dari dalam maupun dari luar perusahaan untuk memperkaya diri sendiri
atau kroninya69.
Menyadari kontribusi badan – badan usaha Negara terhadap keterpurukan
keuangan dan moneter Negara sangat signifikan, maka sepanjang tahun 2002
diberlakukan beberapa peraturan tentang kewajiban menerapkan corporate
governance di lingkungan BUMN. Pada tanggal 4 Juni 2002 tentang
pembentukan Komite Audit bagi Badan Usaha Milik Negara70.
Peraturan Komite Audit ini ditindak lanjuti dengan memberlakukan
Keputusan Mentri BUMN nomor Kep – 117/M – MBU/2002 tanggal 1 Agustus
2002. Dalam peraturan ini corporate governance diatur lebih komperehensif
dibandingkan dengan institusi lain. Setiap BUMN diwajibkan untuk menerapkan
corporate governance secara baik, konsisten, dan atau menjadikannya sebagai
landasan operasionalnya71.
69
Akbar Faizal, Tanri Abeng Menjawab: Profesional versus Politik, Alexindo Media Komputindo, Jakarta, 2002, hal.4.
70 Ibid.
b) Good Corporate Governance pada Hukum Perbankan.
Dalam pedoman Good Corporate Governance Perbankan Indonesia
dinyatakan, untuk terciptanya kondisi yang mendukung implementasi Good
Corporate Governance yang efektif, salah satu tugas yang menjadi tanggung
jawab pemerintah dan otoritas terkait adalah penerbitan peraturan perundang –
undangan yang memungkinkan dilaksankannya Good Corporate Governance
secara efektif.
Selain itu pemerintah dan otoritas terkait harus mampu menjamin dan
membuktikan bahwa penegakan hukum (law enforcement) dilakukan secara
serius. Disisi lain, sebagai subjek Good Corporate Governance bank perlu
menerapkan standar akuntansi dan standar audit yang sama dengan standar yang
berlaku umum serta melibatkan auditor eksternal dalam proses audit. Tujuannya
supaya diperoleh ukuran yang sama dengan ukuran ditempat lain.
Dengan demikian, stakeholder dapat berharap akan interpretasi yang sama atas
fenomena – fenomena yang sejenis. Sebab pada dasarnya persoalan Good
Corporate Governance adalah persoalan tanggung jawab perusahaan terhadap
stakeholder.
Pada bidang perbankan, misalnya antara lain adalah Peraturan Bank Indonesia
nomor2/27/PBI/2000 tentang Bank Umum. Dalam peraturan ini diatur kriteria
yang wajib dipenuhi calon anggota Direksi dan Komisaris bank umum, serta
batasan transaksi yang diperbolehkan atau dilarang dilakukan pengurus bank.
operasi bank yang dilakukan oleh Direksi dan Komisaris, maupun yang bukan
interest perseroan (Bank).
Dengan semakin kompleksnya risiko yang dihadapi bank, melindungi
kepentingan stakeholders, meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan nilai-nilai etika yang berlaku umum pada
industri perbankan serta peningkatan kualitas pelaksanaan good corporate
governance untuk memperkuat kondisi internal perbankan nasional sesuai dengan
Arsitektur Perbankan Indonesia (API) maka diberlakukanlah Peraturan Bank
Indonesia nomor 8/4/PBI/2006 juncto nomor 8/14/PBI/2006 tentang Pelaksanaan
Good Corrporate Governance di Bank Umum72.
c) Good Corporate Governance pada Perseroan Terbatas
Dalam Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa Undang – Undang PT
nomor 4 tahun 2007 menganut model yang membedakan tugas dan kewenangan
direksi dengan komisaris. Untuk menyesuaikan implementasi GCG, Peraturan
tentang Perseroan Terbatas memiliki ruang lingkup kedudukan dan tanggung
jawab komisaris, direksi, dan para pemegang saham. Mengingat bahwa dalam
prinsip pengelolaan usaha yang baik pengaturan tanggung jawab dari setiap organ
yang ada dalam PT akan mempengaruhi desain kewenangan dan tanggung jawab
yang ditetapkan didalam Anggaran Dasar. Tanpa adanya direksi dan komisaris
suatu PT tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai sebuah institusi / badan yang
melakukan aktivitas usaha untuk mencari keuntungan ekonomis. Agar direksi
dalam melaksanakan tugasnya tidak melampaui wewenangnya maka dilakukan
pengawasan oleh dewan komisaris dan dibatasi oleh RUPS sebagai pemilik
perseroan melalui ketentuan – ketentuan yang diatur dalam UUPT73.
Selain itu perumusan prinsip – prinsip corporate governance perlu juga
diselaraskan dengan nilai – nilai social budaya yang tumbuh berkembang dalam
masyarakat Indonesia. Sebab corporate governance merupakan suatu konsep yang
berasal dari negara lain yang culture maupun sistem hukumnya berbeda dari
negara Indonesia. Tanpa memperhatikan nilai – nilai masyarakat itu maka
pembaruan UUPT yang turut mengatur prinsip – prinsip corporate governance
yang diasumsikan dapat mendongkrak kinerja korporasi di Indonesia hanya akan
merupakan kesia – siaan dan pemborosan sumber daya74.
Mengingat pengaruh dari aspek yuridis terhadap keterpurukan korporasi di
Indinesia tidak cukup signifikan maka menurut para penganut paham ini, yang
harus diprioritaskan untuk memperbaiki kinerja korporasi di Indonesia bukanlah
mengubah UUPT, tetapi melaksanakan law enforcement secara konsisten dan
konsekuen75.
d)Good Corporate Governance pada Pasar Modal
Dalam strategi pengembangan umum pasar modal Indonesia oleh Badan
Pengawas Pasar Modal disadari bahwa salah satu penyebab rentannya perusahaan
– perusahaan di Indonesia terhadap gejolak perekonomian adalah lemahnya
penerapan Good Corporate Governance dalam perusahaan. Kondisi tersebut
ditandai dengan standar laporan yang minimal tentang kinerja keuangan
73 Indra Surya S.H., LL.M & Ivan Yustiavandana S.H., LL .M., Penerapan Good Corporate Governance – Mengesampingkan Hak – Hak Istimewa Demi Kelangsungan Usaha,
2006, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, hal.114
perusahaan, khususnya tentang kewajiban utang piutang, tidak ada direktur
Independen dan diragukannya independensi auditor.
Disamping itu mekanisme yang mendorong perusahaan untuk mentaati
peraturan dan penegakan hukum masih kurang. Sanksi yang diberikan kepada
mereka yang melanggar peraturan tidak memadai terutama pada situasi ekonomi
yang tidak menguntungkan. Agar pelaksanaan Good Corporate Governance dapat
dimengerti maka perlu dicermati keempat aspek tersebut yaitu aspek kewajaran,
transparansi, akuntabilitas dan tanggung jawab.
Untuk menunjang pemulihan bidang pasar modal yang turut porak –
poranda dihantam badai krisis tahun 1997 juga diterbitkan serangkaian peraturan
yang bersangkutan dengan corporate governance. Lembaga komisaris independen
mapun komite audit mendapat respon yang paling apresiatif dari otoritas pasar
modal. Adanya keharusan dalam perusahaan publik untuk memiliki komisaris
independen dan komite audit diatur dalam Surat Edaran Ketua Bapepam nomor
SE-03/PM/2000 tanggal 5 Mei 2000. Ketentuan ini dijabarkan lebih lanjut dalam
Surat Edaran BEJ nomor SE-005/BEJ/09-2001 juncto Surat Direksi BEJ nomor
Kep 339/BEJ/07-2001 tanggal 20 Juli 2001, Peraturan I-A. Dalam kedua
peraturan ini diatur tata cara pemilihan, syarat – syarat yang wajib dipenuhi oleh
calon komisaris independen, tugas dan tanggung jawabnya dalam perusahaan
publik76.
Penerapan Good Corporate Governance di Indonesia telah diperkuat
dengan kapastian hukum, dengan lahirnya peraturan perundangan antara lain :
1. Ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
2. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi yang dirobah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
3. Keputusan Menteri Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan Pembinaan
Badan Usaha Milik Negara No. Kep-23/PM PBUMN/2000 tanggal 31 Mei
2000 Tentang Pengembangan Praktek Good Corporate Governance (GCG)
dalam Perusahaan Perseroan.
4. Keputusan Menteri Negara BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002 tanggal 1
Agustus 2002 Tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance pada
Badan Usaha Milik Negara.
5. Surat Edaran Menteri PM-PBUMN No. S-106/M-PM.PBUMN/2000 tanggal
17 April 2000 perihal Kebijakan Penerapan Corporate Governance yang baik
di semua BUMN.
6. Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia No.
37a/M-PAN/2002 tanggal 28 Februari 2002 perihal Intensifikasi dan
Percepatan Pemberantasan KKN.
7. Surat Komisaris PT Pos Indonesia (Persero) Nomor. 518/S-KU/2000 tanggal 2
Oktober 2000 perihal Pelaksanaan GCG dan Instruksi Untuk Pembentukan
8. Surat Komisaris PT Pos Indonesia (Persero) Nomor. 520/S-KU/2000 tanggal 2
Oktober 2000 perihal Pembentukan Komite Audit. 9. Keputusan Direksi PT
Pos Indonesia (Persero) No. 81/Dirut/1201 tanggal 27 Desember 2001 Tentang