• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN SOSIAL, EDUCATIF, DAN PROFESI GURU

PENDIDIKAN DAN POLITIK

C. Hak Asasi Manusia (HAM)

Pendidikan dan Politik

hubungan patron-client, sebenarnya mempunyai makna tidak berfungsinya nilai-nilai sosial yang bisa mencegah perbuatan tersebut.

Adanya nilai sosial pendorong korupsi tidak akan mampu mewujudkan perilaku tersebut, jika nilai sosial pencegahnya dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Dalam kondisi tertentu nilai pencegah tidak dapat menjalankan fungsinya sehingga dengan dorongan nilai sosial pendorongnya perilaku korupsi akan terlaksana dan berkembang. Sebaliknya, jika nilai pencegah mampu berfungsi atau difungsikan, perilaku korupsi akan dapat dicegah dan dikurangi, meskipun dalam masyarakat tetap berkembang nilai pendorong. Dengan kata lain, dalam kehidupan masyarakat selalu terjadi kontradiksi antara nilai pencegah dan nilai pendorong.

Nilai sosial pencegah pada kondisi tertentu perlu diciptakan dan dikembangkan. Hal ini karena dalam periode tertentu dari perkembangan sosial suatu masyarakat, belum berlaku dan berkembang nilai sosial tertentu yang secara potensial dapat berfungsi sebagai pencegah perilaku korupsi. Di samping itu, nilai sosial yang sudah terdapat dalam masyarakat, penggunaannya belum diintensifkan sehingga perlu dimaksimalkan daya berlakunya.

C. Hak Asasi Manusia (HAM)

Istilah hak-hak asasi manusia merupakan terjemahan dari istilah droits de l’homme dalam bahasa Prancis yang berarti “hak manusia”, atau dalam bahasa Inggris human rights, yang dalam bahasa Belanda disebut menselijke recten. Hak tersebut adalah hak yang melekat pada manusia sebagai insan ciptaan Allah Yang Maha Esa, atau hak-hak dasar yang prinsip sebagai anugrah Ilahi yang karena hak-hak itu manusia bersifat luhur dan suci (Naning, 1983).

Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990) mengartikan hak asasi dengan “hak yang dasar atau yang pokok”. Secara umum, Hak Asasi Manusia (HAM) dapat diartikan sebagai hak-hak dasar atau pokok yang melekat pada manusia yang tanpa hak-hak dasar tersebut manusia tidak dapat hidup sebagai manusia.

Pendidikan dan Politik

Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, memberikan pengertian bahwa Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Di dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 disebutkan bahwa hak-hak manusia yang harus dilindungi meliputi: hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan, serta hak wanita dan hak anak.

Pemikir Islam, Maududi, (2000: 12-21) mengatakan bahwa dalam pandangan Islam manusia memiliki hak-hak dasar yang melekat dalam dirinya, misalnya hak untuk hidup, hak atas keselamatan hidup, hak untuk mendapatkan kehormatan kesuciannya bagi kaum perempuan, hak untuk memperoleh kebutuhan hidup pokok, hak individu atas kebebasan, hak atas keadilan, kesamaan derajat sebagai umat manusia, dan hak untuk kerja sama dan tidak kerja sama. Di antara hak-hak dasar yang paling utama adalah hak untuk hidup. Di dalam al-Qur’an ditegaskan: “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya (Qs. Al-Nahl: 32)”.

Perbuatan menghilangkan nyawa karena alasan dendam atau untuk menebar kerusakan hanya dapat dibenarkan atas dasar putusan pengadilan yang berwenang. Begitu juga bagi mereka yang telah menyelamatkan kehidupan manusia. Al-Qur’an menegaskan: Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya (Qs. Al-Nahl: 32). Ada banyak cara untuk menyelamatkan hidup manusia dari kematian. Apabila seseorang sedang sakit atau menderita

Pendidikan dan Politik

luka maka menjadi kewajiban bagi kita untuk menolongnya memperoleh bantuan kesehatan. Apabila seseorang hampir mati karena kelaparan, maka sebagai sesama manusia kita berkewajiban untuk memberikan makanan dan sebagainya.

Dari paparan di atas, jelas bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapa pun. Pelanggaran terhadap HAM oleh seseorang terhadap orang lain tidak saja melanggar kemanusian, tapi dalam pandangan Islam dianggap melanggar nilai-nilai ketuhanan.

Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan dua hal penting yaitu sejumlah hak asasi manusia dan isyarat pembentukan undang-undang tentang Hak Asasi Manusia. Di dalam ketetapan ini diketengahkan pandangan hak asasi bangsa Indonesia sebagai berikut:

a. Hak Asasi merupakan hak dasar seluruh umat manusia yang merupakan anugerah Tuhan yang oleh karena itu melekat pada setiap diri manusia, dengan sifat kodrati, universal, dan abadi serta berkait dengan harkat dan martabat manusia.

b. Setiap manusia diakui dan dihormati mempunyai hak asasi yang sama tanpa membedakan jenis kelamin, warna kulit, kebangsaan, usia, pandangan politik, status sosial, dan bahasa, serta status lain. c. Bangsa Indonesia mengakui bahwa hak asasi manusia bersifat

historis dan dinamis yang pelaksanaannya berkembang dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Di samping pandangan tentang hak asasi manusia di dalam ketetapan ini tercantum piagam hak asasi manusia. Piagam Hak Asasi Manusia ini mengetengahkan 8 hak, yaitu : 1). Hak untuk Hidup; 2). Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan; 3). Hak mengembangkan diri; 4). Hak Keadilan; 5). Hak Kemerdekaan; 6). Hak Atas Kebebasan Informasi; 7). Hak Keamanan; 8). Hak Kesejahteraan. Untuk memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia ketetapan mengisyaratkan adanya undang-undang yang

Pendidikan dan Politik

mengatur ten tang hak asasi mansuia.

Dalam merespon terhadap ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998, pemerintah telah mengundangkan UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Perkembangan baru Hak Asasi Manusia Adalah dicantumkannya secara ekplisit ketentuan Hak Asasi Manusia dalam Perubahan kedua UUD 1945 melalui sidang tahunan MPR 2000.

Di dalam Perubahan kedua UUD 1945, Hak Azasi Manusia dirumuskan sebagai berikut:

a. Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.

b. Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah dan setiap anak berhak atas kelangsungan hidup; tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

c. Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan, memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan tehnologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan kesejahteraan umat manusia.

d. Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan hak secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negara.

e. Setiap orang berhak atas pengakuan jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakukan yang sama di hadapan hukum.

f. Setiap orang berhak bekerja untuk mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

g. Setiap warga negara berhak mendapatkan kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

h. Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan .

i. Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya. memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali lagi. j. Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan,

Pendidikan dan Politik

k. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya,serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

l. Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak azasi.

m. Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuaan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.

n. Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperboleh pelayanan kesehatan.

o. Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuaan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.

p. Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang mungkin pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermatabat.

q. Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.

r. Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak azasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.

s. Setiap orang wajib menghormati hak azasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bemegara.

Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk pada pembatasan yang ditetapkan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin serta menghormati hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai

Pendidikan dan Politik

dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamananan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Dalam catatan sejarah, peletak dasar konstitusi yang memberikan perlindungan HAM adalah John Locke. Sejak saat itu "life, liberty, estate, harus dijaga oleh negara, dan dalam kehidupan negara konstitusi, penjagaan HAM dijamin dalam konsitusi. Perubahan kedua UUD 1945 memuat rumusan HAM yang lebih terinci. Beberapa pasal tentang HAM yang pelaksanaanya masih banyak membawa masalah adalah :

1. Pasal 28 B Undang Undang Dasar 1945 dinyatakan: "Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan sah. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi". Sampai saat ini masih ada diskriminasi terhadap umat beragama dan penghayat kepercayaan. Dengan adanya pasal 28 B UUD 1945 segala bentuk perbedaan perlakuan umat beragama dan penghayat keperayaan seharusnya dihapus. Kerancuan terhadap pelaksanaan hak azasi manusia di lembaga perkawinan berawal dari UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Di Pasal 28 I Ayat (2) UUD 1945 dinyatakan: "Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapat perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif".

2. Pasal 28 E Ayat (1) UUD 1945 dinyatakan : "Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali". Riwayat pasal ini dirumuskan dengan sulit karena keberatan memasukkan kebebasan memeluk agama dan kebebasan menghayati kepercayaan. Akhirnya dicapai suatu kesepakatan bahwa rumusan tentang penghayatan kepercayaan dimasukkan dalam ayat (2), sehingga penempatannya dilakukan secara terpisah. Di dalam Pasal 28 E Ayat (2) dinyatakan: "Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya".

Pendidikan dan Politik

kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat". Kebebasan menyatakan pendapat seringkali menimbulkan masalah. Gubahan syair lagu Garuda Pancasila oleh seniman Harry Rusli dapat dilihat dari banyak dimensi. Dimensi yang menarik perhatian adalah dimensi pembaharuan ketatanegaraan yang berkaitan dengan dasar berlakunya pancasila. Panitia Ad Hoc bidang amandemen BP MPR saat ini juga sedang mempersoalkan dan memperdebatkan tentang perlunya dasar hukum Pancasila dalam batang tubuh UUD 1945. Tim ahli BP MPR termasuk yang tidak membenarkan Pancasila dimasukkan dalam batang tubuh UUD 1945. Dimensi lain adalah yang bersifat kepidanaan, karena polda nampaknya akan menjerat Harry Rusli dengan Pasal 154 KUHP. Penodaan terhadap bendera kebangsaan dan lambang negara memang diatur dalam Pasal 154a KUHP, tetapi Pasal itu tidak berkaitan dengan lagu nasional, lagu wajib ataupun lagu kebangsaan. Dimensi lain adalah yang berkaitan dengan pelanggaran hak cipta, yang dalam hal ini harus sudah sudah selesai. Apalagi Harry Rusli sudah meminta maaf kepada keluarga almarhum Sudhamoto pencipta lagu Garuda Pancasila dan gubahan syair lagu itu tidak dilakukan dengan tujuan komersial. Realitas sosial yang diangkat yang secara jujur hanya diakui oleh pemerintah dan masyarakat dalam syair itu adalah persoalan keadilan dan kemakmuran yang tidak kunjung tiba, sehingga rakyat berhak mempertanyakan kapan makmur rakyat Indonesia. Setiap orang mempunyai hak atas informasi tentang kapan masyarakat yang berkeadilan dan berkemakmuran akan terealisasi. Kewajiban Pemerintah untuk memberikan informasi dan janji kepada rakyat tentang perencanaan pembangunan yang menyentuh keadilan dan kemakmuran. Masyarakat daerah berhak pula menanyakan datangnya kemakmuran dan keadilan, apalagi salah satu kewajiban DPRD memang untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Mempertanyakan Pancasila dapat dikualifikasikan sebagai mempertanyakan hal yang berkait dengan pembaruan ketatanegaraan. Masyarakat berhak mengetahui dasar berlakunya Pancasila sebagai sumber dari pada segala sumber hukum di Indonesia. Pertanyaan itu dapat dikembangkan dalam bentuk dasar filosofi, dasar sosiologis dan dasar hukum berlakunya Pancasila. Dasar hukum berlakunya Pancasila dalam batang tubuh UUD