• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN SOSIAL, EDUCATIF, DAN PROFESI GURU

STRATIFIKASI SOSIAL

B. Sebab-Sebab Terjadinya Stratifikasi Sosial

Stratifikasi Sosial rumah besar tidak serta merta dianggap sebagai lapisan atas jika tidak mampu menyesuaikan diri secara mendalam terhadap gaya hidup orang kaya lama.

2. Metode subjektif

Dalam metode ini golongan sosial dirumuskan menurut pandangan anggota masyarakat memiliki dirinya dalam kedudukan masyarakat itu kebanyakan ahli sosiologi berpendangan bahwa kelas sosial adalah suatu kenyataan meskipun semua orang tidak mnyedari itu. Identitas diri atas kelas sosial memberikan beberapa pengaruh terhadap perilaku soial terlepas apakah itu benar-benar merupakan anggota kelas itu atau bukan.

3. Metode reputasi

Dalam metode itu golongan sosial dirumuskan menurut bagaimana anggota masyarakat menempatkan masing-masing dalam stratifikasi masyarakat itu. Orang diberi kesempatan untuk memilih golongan-golongan masyarakat yang telah teridentifikasi dalam suatu masyarakat.8

B. Sebab-Sebab Terjadinya Stratifikasi Sosial

Terjadinya stratifikasi sosial atau sistem pelapisan dalam masyarakat dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: Pertama, terjadi dengan sendirinya. Proses ini berjalan sesuai dengan pertumbuhan masyarakat itu sendiri. Adapun orang-orang yang menduduki lapisan tertentu dibentuk bukan berdasarkan atas kesengajaan yang disusun sebelumnya oleh masyarakat itu, tetapi berjalan secara alamiah dengan sendirinya. Stratifikasi sosial yang terjadi dengan sendirinya, misalnya, lapisan yang didasarkan pada umur, jenis kelamin, kepandaian, pemimpin informal, dan dalam batas tertentu berdasarkan harta.

Stratifikasi Sosial Kedua, terjadi dengan sengaja. Sistem pelapisan yang disusun dengan sengaja ditujukan untuk mengejar tujuan bersama. Di dalam sistem pelapisan ini ditentukan secara jelas dan tegas adanya wewenang dan kekusaan yang diberikan kepada seseorang. Dengan adanya pembagian yang jelas dalam hal wewenang dan kekuasaan ini maka di dalam organisasi itu terdapat keteraturan sehingga jelas, bagi setiap orang di tempat mana letaknya kekuasaan dan wewenang yang dimiliki dan dalam suatu organisasi baik secara vertikal maupun secara horisontal. Contoh stratifikasi dengan sengaja ini, misalnya, kekuasaan dan wewenang yang resmi dalam organisasi formal pemerintahan, perusahaan, partai politik, angkatan bersenjata, organisasi agama, dan sebagainya.9

Secara teoritis diakui bahwa manusia dapat dianggap sederajat, akan tetapi dalam kenyataan kehidupan dalam kelompok-kelompok sosial tidak demikian halnya. Realitasnya menujukkan masyarakat terpolarisasi ke dalam lapisan-lapisan sosial.

Ada dua sifat dari sistem pelapisan dalam masyarakat, yaitu bersifat tertutup dan bersifat terbuka. Pertama, bersifat tertutup (close social stratification). Suatu sistem stratifikasi sosial dinamakan tertutup manakala setiap anggota masyarakat tetap berada dalam status yang sama dengan orang tuanya, entah itu rendah atau tinggi. Sistem pelapisan dalam masyarakat tertutup membatasi kemungkinan berpindahnya seseorang dari lapisan sosial satu ke lapisan sosial lain, baik ke lapisan atas atau ke lapisan rendah. Dalam sistem tertutup seperti itu satu-satunya untuk menjadi anggota suatu lapisan dalam masyarakat adalah karena keturunan.

Kedua, bersifat terbuka (open social stratification). Dalam sistem terbuka setiap anggota masyarakat mempunyai kesempatan untuk berusaha dengan kemampuan sendiri. Apabila mampu dan beruntung seseorang dapat naik ke lapisan yang lebih atas, atau bagi mereka yang kurang beruntung dapat turun ke lapisan yang rendah.10

9 J. Dwi Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi, op.cit., 132-133.

Stratifikasi Sosial Dalam teori sosiologi, unsur-unsur sistem pelapisan sosial dalam masyarakat, dapat dikelompokkan ke dalam dua hal, yakni kedudukan dan peran.

1. Kedudukan (status)

Kedudukan seringkali dibedakan dengan kedudukan sosial. Kedudukan adalah sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial, sehubungan dengan orang lain dalam kelompok tersebut, atau tempat suatu kelompok sehubungan dengan kelompok-kelompok lain di dalam kelompok-kelompok yang lebih besar lagi.

Sedangkan kedudukan sosial adalah tempat seseorang secara umum dalam masyarakat sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestisenya, hak-hak, dan kewajiban-kewajibannya. Dengan demikian kedudukan sosial tidaklah semata-mata merupakan kumpulan kedudukan-kedudukan seseorang dalam kelompok yang berbeda, tetapi kedudukan sosial tersebut memengaruhi kedudukan orang tadi dalam kelompok sosial yang berbeda.

Untuk mengukur status seseorang, Pitirim Sorokin secara rinci menguraikan:

a) Jabatan atau pekerjaan;

b) Pendidikan dan luasnya ilmu pengetahuan; c) Kekayaan;

d) Politis;

e) Keturunan; dan f) Agama.

Secara sosiologis, kedudukan dibedakan dalam masyarakat menjadi tiga macam, yaitu:

1) Ascribed-status. Status ini diartikan sebagai kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memerhatikan perbedaan seseorang. Kedudukan tersebut diperoleh karena kelahiran. Misalnya, kedudukan anak seorang bangsawan adalah bangsawan pula, kedudukan anak seorang Brahmana akan memperoleh status Barhmana pula, anak seorang Kiai akan menjadi Gus atau Kiai pula, dan seterusnya.

Stratifikasi Sosial 2) Achieved-status. Kedudukan yang diperoleh seseorang dengan

usaha-usaha yang sengaja dilakukan, bukan diperoleh karena kelahiran. Kedudukan ini bersifat terbuka bagi siapa saja tergantung dari kemampuan dari masing-masing orang dalam mengejar dan mencapai tujuan-tujuannya. Misalnya, setiap orang bisa menjadi dokter, pengusaha, hakim, guru, dan sebagainya, asalkan memenuhi syarat yang telah ditentukan.

3) Assigned-status, kedudukan yang diberikan. Assigned-status sangat erat hubungannya dengan achieved-status, artinya suatu kelompok atau golongan memberikan kedudukan yang lebih tinggi kepada seseorang karena telah berjasa kepada masyarakat.

2. Peran (rule)

Peran merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan. Artinya, seseorang telah menjalankan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka orang tersebut telah melaksanakan sesuatu peran. Peran dan status tidak dapat dipisahkan dan saling tergantung satu sama lain, artinya tidak ada peran tanpa status dan tidak ada status tanpa peran.

Peran yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi atau tepatnya dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat merupakan unsur statis yang menunjukkan tempat individu dalam organisasi masyarakat. Sedangkan peran lebih menunjuk pada fungsi; artinya seseorang menduduki suatu posisi tertentu dalam masyarakat dan menjalankan suatu peran.

Peran dapat membimbing seseorang dalam berperilaku, karena fungsi peran sendiri adalah:

a) Memberi arah pada proses sosialisasi;

b) Pewarisan tradisi, kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma, dan pengetahuan;

Stratifikasi Sosial d) Menghidupkan sistem pengendali dan kontrol, sehingga dapat

melestarikan kehidupan masyarakat.11 C. Pendidikan dan Stratifikasi Sosial

Pendidikan berkorelasi positif terhadap status sosial seseorang. Menurut penelitian terdapat korelasi yang tinggi antara kedudukan sosial seseorang dengan tingkat pendidikan yang telah ditempuhnya. Walaupun tingkat sosial seseorang tidak dapat diramalkan sepenuhnya berdasarkan pendidikannya, namun pendidikan tinggi bertalian erat dengan kedudukan sosial yang tinggi. Ini tidak berarti bahwa pendidikan tinggi dengan sendirinya menjamin kedudukan sosial yang tinggi.

Pendidikan menengah pada dasarnya diadakan sebagai persiapan untuk pendidikan tinggi. Karena biaya pendidikan tinggi pada umumnya mahal, tidak semua orang tua mampu membiayai studi anaknya di situ. Pada umumnya anak dari keluarga berada akan memiliki Sekolah Menengah Umum sebagai persiapan untuk studi di Universitas. Orang tua yang kemampuan ekonominya terbatas akan cenderung mamilih sekolah kejuruan bagi anaknya. Dari hal tersebut dapat diduga sekolah kejuruan akan lebih banyak mempunyai murid dari golongan rendah dari pada golongan atas, sehingga muncul pendapat bahwa Sekolah Menengah Umum mempunyai status yang lebih tinggi dari pada sekolah kejuruan.

Mengenai hubungan antara status sosial dengan pendidikan ini telah banyak penelitian yang dilakukan terutama di Amerika Serikat. Pertama-tama ditemukan bahwa perbedaan kedudukan dalam pelapisan sosial berkaitan dengan perbedaan persepsi dan sikap-sikap serta cita-cita dan rencana pendidikan. Perbedaan tersebut dikalangan orang tua maupun kalangan remaja. Citra diri (self concept) juga berbeda-beda sesuai status dalam stratifikasi sosial. Hal-hal tersebut besar pengaruhnya terhadap keberhasilan belajar di sekolah. Tentu keberhasilan ini akan didukung oleh kemampuan dan didorong oleh

Stratifikasi Sosial orang tua untuk menyediakan fasilitas-fasilitas pendidikan yang diperlukan. Mengenai yang terakhir ini kurang terdapat pada keluarga lapisan rendah.12

Perbedaan kualitas fasilitas pendidikan juga tampak jelas antara yang terdapat dilingkungan perkotaan dan pedesaan. Berdasarkan kenyataan ini, dapat dipastikan bahwa kualitas persekolahan formal membantu menguatkan arus urbanisasi, karena orang tua yang mampu akan berusaha memperoleh fasilitas pendidikan yang baik di kota untuk anaknya, meskipun harus dibayar mahal dari segi ekonomi. Apakah yang demikian tidak berarti pemuda-pemuda desa yang berstatus sosial akan tetap ketinggalan dalam mobilitas sosial vertikalnya?.

Hal lain yang berkaitan dengan pelapisan sosial adalah isu mengenai materi pengajaran. Materi pengajaran yang termuat dalam kurikulum dan buku pelajaran dan bahkan dalam kegiatan ekstrakurikuler sekolah, telah melalui seleksi tertentu. Suatu analisis mengenai seleksi materi dan kegiatan ekstrakurikuler menunjukkan adanya strata sosial tertentu yang memperoleh kemudahan-kemudahan melebihi strata lain. Waller pada tahun 1932 memberi gambaran yang bagus sekali tentang pengajaran bahasa yang diselenggarakan di sekolah. Pengajaran bahasa ini diselenggarakan di sekolah. Pengajaran bahasa ini merupakan kemudahan kepada pelajar yang berasal dari strata sosial menengah. Kata-kata dan ungkapan-ungkapan yang terdapat dalam materi pengajaran terutama diambil dari perbendaharaan kata-kata dan ungkapan-ungkapan yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari strata sosial menengah. Jelas bahwa pelajar dari lapisan sosial rendah yang belum terbiasa dengan penggunaan kata dan ungkapan itu dituntut lebih banyak usaha untuk mengejar ketinggalannya dibanding dengan pelajar dari lapisan sosial menengah sendiri. Peristiwa yang semacam itu terdapat pula pada mata pelajaran lain seperti Ilmu Pengetahuan Ssosial yang

12 Didin Saripudin, Interpretasi Sosiologis dalam Pendidikan (Bandung: Karya Putra Darwati, 2010), 43.

Stratifikasi Sosial menghendaki perluasan pengetahuan dari surat kabar, majalah, televisi, radio, dan perjalanan ke daerah lain. Dalam hal ini pun pelajar dari lapisan sosial rendah merupakan kelompok yang kurang beruntung.

Tesis Randall Collins (1979) dalam The Credential Sociaty : An Historical Sociology of Education and Stratification menunjukkan, sistem persekolahan formal justru sebagai biangnya proses stratifikasi sosial. Anak-anak keluarga kaya di Indonesia misalnya lebih banyak menikmati fasilitas pendidikan yang sangat baik. Bahkan mereka sempat untuk menambah pengetahuan dengan les privat dan aneka buku, majalah, komputer, internet, dan lain-lain. Sebaliknya anak-anak keluarga miskin harus memasuki sekolah yang tidak bermutu, baik baik fasilitas maupun sistem pembelajarannya. Di ujungnya lingkungan sekolah yang buruk memunculkan budaya kekerasan. Anak-anak keluarga dari miskin akan mudah emosi, agresif dan frustasi. Dengan kata lain pendidikan formal justru melahirkan stratifikasi sosial dan makin mempertajam kesenjangan. Mahalnya biaya sekolah justru diikuti pula oleh kemerosotan dunia ekonomi. Pengangguran terselubung makin banyak jumlahnya dan pertumbuhan penduduk tetap tinggi. Dari titik inilah muncul keresahan sosial, dan berbagai konflik yang diakibatkan oleh kesenjangan sosial. Hukum Darwin siapa yang kuat dia yang menang berlaku.13

Stratifikasi sosial itu merupakan gejala sosial yang tidak dapat dihindari, artinya terdapat pada setiap masyarakat. Selanjutnya, pandangan mengenai pendidikan, keperluan akan pendidikan dan dorongan serta cita-cita dan hal-hal lain yang berkenaan dengan pendidikan, diwarnai oleh stratifikasi sosial. Di lain pihak, sistem pendidikan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat melalui fungsi seleksi, alokasi dan distribsi yang semuanya berakibat pada terbentuknya atau terpeliharanya stratifikasi sosial. Jadi, secara langsung atau tidak langsung sistem pendidikan bersama dengan faktor-faktor lain di luar pendidikan melestarikan adanya sistem

Stratifikasi Sosial stratifikasi sosial. Apabila dalam segi kehidupan lain seperti ekonomi dan politik ada isyu tentang pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan (equality and inequality of education). Isu ini bukan hanya merupakan perdebatan dikalangan ahli dan peminat sosiologi pendidikan, melainkan juga di kalangan politisi yang memperjuangkan pemerataan distribusi berbagai fasilitas sosial di masyarakat. Pemerataan memperoleh pendidikan meliputi beberapa pengertian. Pertama, setiap anak mendapat kesempatan belajar yang sama di sekolah. Kedua, setaiap anak memperoleh kesempatan belajar di sekolah sesuai dengan bakat dan minatnya. Ketiga, setiap anak memperoleh kesempatan mengembangkan pribadinya semaksimal mungkin. Isu ini sampai sekarang masih diperdebatkan di antara ahli dan politisi.

Meskipun stratifikasi sosial tak dapat dihindari, pada masyarakat yang menganut sistem stratifikasi sosial terbuka, orang mempunyai kesempatan luas untuk berusaha naik ke tangga sosial yang lebih tinggi. Namun, sebagai konsekuensinya terbuka pula kesempatan untuk turun atau jatuh dalam tangga sosial. Peristiwa naik turun tangga pelapisan sosial ini (mobilitas sosial) tidak terdapat dalam masyarakat yang menganut sistem pelapisan sosial tertutup.

D. Rangkuman

Dari uraian di atas, dapat dirangkum sebagai berikut:

1. Stratifikasi sosial secara etimologi adalah pelapisan dalam mayarakat secara hierarki yang dipengaruhi oleh beberapa unsur. Secara terminologi, stratifikasi sosial adalah merujuk kepada pembagian orang ke dalam tingkatan atau strata yang dapat dipandang berbentuk urutan vertikal, sama seperti lapisan-lapisan bumi ada yang terletak di atas dan di bawah lapisan tanah lainnya. Ada tiga metode yang bisa digunakan untuk menentukan stratifikasi sosial dalam masyarakat yakni metode objektif, metode subjektif dan metode reputasi.

Stratifikasi Sosial 2. Terjadinya stratifikasi sosial atau sistem pelapisan dalam

masyarakat dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu terjadi dengan sendirinya dan terjadi dengan sengaja.

3. Pendidikan berkorelasi positif terhadap status sosial seseorang. Menurut penelitian terdapat korelasi yang tinggi antara kedudukan sosial seseorang dengan tingkat pendidikan yang telah ditempuhnya. Walaupun tingkat sosial seseorang tidak dapat diramalkan sepenuhnya berdasarkan pendidikannya, namun pendidikan tinggi bertalian erat dengan kedudukan sosial yang tinggi. Ini tidak berarti bahwa pendidikan tinggi dengan sendirinya menjamin kedudukan sosial yang tinggi.

E. Latihan

Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini: 1. Apa yang dimaksud dengan stratifikasi sosial?

2. Bagaimana metode untuk menentukan stratifikasi sosial? 3. Mengapa terjadi stratifikasi sosial?

4. Jelaskan unsur-unsur sistem pelapisan sosial dalam masyarakat! 5. Mengapa pendidikan berdampak pada terjadinya stratifikasi sosial?