• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II HAK ASASI MANUSIA DAN HAK ATAS LINGKUNGAN HIDUP,

A. Hak Asasi Manusia dan Hak atas Lingkungan Hidup

5. Hak atas Lingkungan Hidup

Lingkungan hidup124 dapat dikatakan sebagai variabel mutlak dari kehidupan manusia. Betapa tidak, dalam satu kompleksitas lingkungan hidup terdapat unsur-unsur yang saling mempengaruhi dan saling ketergantungan serta berdampak pada kehidupan manusia.125 Tidak berbeda dengan hak asasi manusia, pertumbuhan dan perkembangan satu unsur dalam lingkungan hidup sangat dipengaruhi oleh tumbuh-kembang unsur-unsur yang lainnya. Tidak hanya sangat dipengaruhi, tetapi pertumbuhan dan perkembangan satu unsur dalam lingkungan hidup juga sangat tergantung (dependent) pada tumbuh-kembang unsur yang lainnya.

Lingkungan hidup dimaknai sebagai keseluruhan benda dan kondisi yang ada dalam dimensi manusia dan membawa pengaruh dalam kehidupan manusia.126 Sebagaimana Munadjat Danusaputro mengemukakan:

“Lingkungan hidup adalah semua benda dan kondisi, termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat dalam ruang tempat manusia berada dan mempengaruhi hidup serta kesejahteraan manusia dan jasad hidup lainnya.”127

Menurut N.H.T. Siahaan, terdapat enam anasir yang dapat melambangkan suatu keutuhan makna lingkungan hidup, di antaranya: (i) keseluruhan benda (berupa manusia, hewan, tumbuhan, organisme, tanah, air, udara, rumah, sampah, mobil, angin, dan lain-lain); (ii) adanya daya atau energi; (iii) adanya keadaan atau

124 Penggunaan istilah “lingkungan” sering dipadankan dengan istilah “lingkungan hidup”. Kendati, secara harfiah dua istilah tersebut dapat dibedakan, tetapi pada uumnya digunakan dengan makna yang sama. Muhammad Akib, Hukum Lingkungan Perspektif Global dan Nasional, 2014, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 1

125 Zoer’aini Djamal Irwan, Prinsip – prinsip Ekologi. Ekosistem, Lingkungan, dan

Pelestariannya, 2017, Sinar Grafika Offset, Jakarta, hlm. 108

126 Pendapat Otto Sumarwoto, dalam N.H.T. Siahaan, Hukum Lingkungan dan Ekologi

Pembangunan, 2004, Erlangga, Jakarta, hlm. 4. Lihat juga, Muhammad Akib, Hukum... Loc.Cit. 127 N.H.T. Siahaan, Hukum...Loc.Cit.

46 situasi-kondisi tertentu; (iv) adanya perilaku; (v) adanya ruang sebagai wadah berbagai komponen yang ada; dan (vi) adanya proses interaksi yang saling mempengaruhi sehingga kesemuanya saling ketergantungan.128

Berangkat dari enam anasir lingkungan hidup di atas, sebagai pemahaman awal, dapat dipahami bahwa dalam pembahasan mengenai lingkungan hidup, pembahasan itu tidak terbatas pada relasi antara manusia dengan hewan atau relasi antara manusia dengan tumbuhan saja. Tetapi, lebih luas lagi, berbicara lingkungan hidup artinya juga berbicara mengenai relasi antar seluruh komponen yang ada di alam semesta, termasuk antara manusia dan hak manusia atas lingkungan hidup itu sendiri.

a. Hak atas Lingkungan Hidup dalam Hukum Hak Asasi Manusia Internasional

UDHR merupakan insturmen hukum internasional pertama yang

menggunakan istilah “hak asasi manusia”.129 Hak dan kebebasan sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang diakui dalam UDHR dapat dipandang cukup komprehensif. Bahkan, dalam UDHR juga diakui adanya hak kolektif. Tetapi, sebab istilah “deklarasi” yang melekat pada UDHR, UDHR tidak mengikat secara hukum (not legally binding).130 Ketentuan tersebut didasarkan pada doktrin hukum internasional universal yang memandang “deklarasi” sebagai pendapat dan/atau pernyataan sikap masyarakat internasional. Oleh sebab itu, dalam rangka membentuk

128 Ibid..., hlm. 5

129 Eko Riyadi, Hukum Hak... Op. Cit., hlm. 6. Lihat juga, Angela Hegarty, Siobhan Leonard (ed), A Human...Loc.Cit.

47 instrumen hukum hak asasi manusia yang mengikat secara hukum, pada gilirannya dibentuk dua intrumen turunan UDHR yang dikenal sebagai ICCPR dan ICESCR. Bersamaan dengan UDHR, dua kovenan internasional tersebut disepakati menjadi

The International Bill of Human Rights.131

Substansi yang diatur dalam The International Bill of Human Rights berisi tentang hak-hak fundamental dan kebebasan dasar umat manusia. Hak-hak fundamental dan kebebasan dasar itu pada umumnya dikategorikan menjadi hak sipil, hak politik, hak ekonomi, hak sosial, dan hak budaya. Dalam kaitannya dengan lingkungan hidup, pada dasarnya tidak satupun kategori-kategori dalam The

International Bill of Human Rights menyebut secara eksplisit bahwa lingkungan

hidup merupakan hak asasi manusia. Tetapi, tidak serta-merta disimpulkan bahwa hak atas lingkungan hidup itu tidak ada. Lantaran, The International Bill of Human

Rights memiliki pola yang berbeda dalam mengakui lingkungan hidup sebagai

komponen dari hak asasi manusia.

Pertama-tama, perlu diketahui bahwa The United Nations Commission on Human Rights, menimbang bahwa:

In drafting article 12 of the Covenant, the Third Committee of the United Nations General Assembly did not adopt the definition of health contained in the preamble to the Constitution of WHO, which conceptualizes health as “a state of complete physical, mental and social well-being and not merely the absence of disease or infirmity”. However, the reference in article 12.1 of the Covenant to “the highest attainable standard of physical and mental health” is not confined to

131 The International Bill of Human Rights has been supplemented with a number of more specific binding instrument, include: International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination which come into force in 1969; Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women which come into force in 1981; and so on. Asia Pacific Forum of National Human Rights Institutions, International Human…Op.Cit., hlm. 13. Lihat juga, United Nations Human Rights Office of The High Commissioner, Human Rights…Op.Cit., hlm. 43

48

the right to health care. On the contrary, the drafting history and the express wording of article 12.2 acknowledge that the right to health embraces a wide range of socio-economic factors that promote

conditions in which people can lead a healthy life, and extends to the underlying determinants of health, such as food and nutrition, housing, access to safe and potable water and adequate sanitation, safe and healthy working conditions, and a healthy environment”.132 Esensi dari pertibangan di atas adalah bahwa hak atas lingkungan hidup merupakan turunan dari hak atas kesehatan. Pasalnya, sesuai dengan prinsip hak asasi manusia yang interdependent dan interrelated, terpenuhi atau tidaknya hak atas lingkungan hidup ternyata mempengaruhi (menjadi factor) keutuhan pemenuhan hak atas kesehatan. Kendati sifatnya derifatif, tidak dibenarkan untuk memahami hak atas lingkungan hidup sebagai hak yang tidak lebih penting dari pada hak atas kesehatan. Sebab, sebagaimana telah penulis uraikan, terpenuhi atau tidaknya hak atas kesehatan akan selalu bergantung pada terpenuhi atau tidaknya hak atas lingkungan yang sehat sehingga tidak keliru untuk memahami bahwa jaminan dan pengakuan terhadap hak atas lingkungan hidup equivalent dengan jaminan dan pengakuan terhadap hak atas kesehatan.

Secara implisit, diatur dalam ketentuan UDHR bahwa:

“Everyone has the right to a standard of living adequate for the health

and well-being of himself and of his family, including food, clothing, housing and medical care and necessary social services, and the right to security in the event of unemployment, sickness, disability, widowhood, old age or other lack of livelihood in circumstances beyond his control”.133

Di samping itu, diatur pula dalam ICESCR bahwa:

132 Point 4 Committee on Economic, Social, and Cultural Rights General Comment No. 4: The Right to the Highest Attainable Standard o Health (Art. 12). Lihat juga, Komite Nasional Hak Asasi Manusia, Komentar Umum…Loc.Cit.

49 “The States Parties to the present Covenant recognize the right of

everyone to the enjoyment of the highest attainable standard of physical and mental health”.134

Secara eksplisit, jaminan dan pengakuan terhadap hak atas lingkungan hidup dapat dijumpai dalam The Stockholm Declaration on Human Environment 1972 yang menegaskan bahwa:

“Man has the fundamental right to freedom, equality and adequate conditions of life, in an environment of a quality that permits a life of dignity and well-being, and he bears a solemn responsibility to protect and improve the environment for present and future generations”.135

Dengan demikian, bersumber pada ketentuan-ketentuan di atas, hukum hak asasi manusia internasional secara jelas menjamin ingkungan hidup sebagai satu-kesatuan dari hak asasi manusia.

b. Hak atas Lingkungan Hidup dalam Hukum Hak Asasi Manusia Nasional

Di Indonesia, hak atas lingkungan hidup telah mendapatkan jaminan dan pengakuan secara konstitusional. Basis konstitusionalitas jaminan dan pengakuan terhadap hak atas lingkungan hidup pada dasarnya berangkat dari dalil Steenbeek yang menyebutkan kontitusi negara setidaknya memuat tiga pokok materi;

pertama, adanya jaminan terhadap hak asasi manusia dan warga negara; kedua,

adanya fundamentalitas susunan ketatanegaraan suatu negara; dan ketiga, adanya pembagian dan pembatasan kekuasaan.136 Oleh sebab itu, keutuhan kontitusi suatu negara dapat ditakar dari sejauh mana konstitusi menjamin dan mengakomodir hak

134 Article 12 ayat (1) International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights

135 Principle 1 of The Stockholm Declaration on Human Environment 1972

136 Sri Soemantri,Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, Alumni, Bandung, 1987, hlm. 51

50 asasi manusia, yang termasuk di dalamnya mengenai hak manusia atas lingkungan hidup.137

Basis konstitusionalitas jaminan dan pengakuan terhadap hak atas lingkungan hidup ditegaskan secara langsung dalam UUD NRI 1945 menggunakan formulasi:

“setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.138

Selain ketentuan di atas, diatur pula dalam pasal berikutnya bahwa “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.139 Dalam artian ini, bumi, air, dan kekayaan alam di Indonesia yang notabene bagian dari lingkungan hidup itu secara harfiah dan konstitusional diperuntukkan bagi warga negara di Indonesia sehingga agaknya tidak keliru bagi penulis untuk menempatkan

137 Manifestasi jaminan hak atas lingkungan hidup secara paradigmatik dapat ditemukan dalam ketentuan pasal 1 ayat (3) konstitusi UUD NRI 1945 yang menegaskan kedudukan Indonesia sebagai negara hukum. Dalam tradisi ketatanegaraan, istilah negara hukum itu sering dipadankan dengan istilah rule of law dan rechstaat. Munir Fuady menyebut, “terhadap istilah rule of law ini dalam bahasa Indonesia sering juga diterjemahkan sebagai supremasi hukum (supremacy of law) atau pemerintahan berdasarkan atas hukum. Di samping itu, istilah negara hukum (government by

law) atau rechstaat juga merupakan istilah yang sering digunakan untuk itu”. Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern (Rechstaat), cet. Kedua, Refika Aditama, Bandung, 2011, hlm. 1. Sepintas,

kedua istilah tersebut mengandung makna yang sama. Tetapi, apabila dikaji secara lebih komprehensif, akan ditemukan perbedaan-perbedaan yang mendasar. Sebab, dalam konsep dan pemikiran tentang negara hukum, istilah-istilah itu juga berkembang baik secara konseptual, teoretis, maupun praktis. Majda El Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia. Dari

UUD 1945 sampai dengan Perubahan UUD 1945 Tahun 2002. Edisi Kedua, cet. Keenam, Kencana,

Jakarta, 2017, hlm. 18-19. Kendati ada perbedaan-perbedaan dalam konsep dan teori negara hukum, namun ide dasar munculnya negara hukum secara konseptual hingga diterima menjadi konsep yang paling ideal dalam tataran praktis-operasional kenegaraan terletak pada jaminan hak asasi manusia yang berbasis pada konstitusionalisme. Hal ini tercermin dari dalil Julius Stahl, yang menyatakan ada epat unsur dalam rechstaat: di antarnya: 1) hak asasi manusia; 2) pemisahan atau pembagian kekuasaan; 3) pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan; dan 4) peradilan administrasi negara. Selain Julius Stahl, A.V.Dicey mendallilkan terdapat tiga unsur fundamental dalam rule of

law, di antaranya: 1) sipremacy of law; 2) equality before the law; dan 3) Guarantee of Human Rights. Ibid... hlm. 21. Lihat juga, Munir Fuady, Teori Negara... Op.Cit., hlm. 4-10

138 Article 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

51 lingkungan hidup tidak sekadar hak asasi, tetapi juga merupakan hak konstitusional warga negara di Indonesia.

Di Indonesia, status hak atas lingkungan hidup tidak terbatas pada hak asasi dan hak konstitusional saja. Tetapi, hak atas lingkungan hidup juga merupakan hak legal (legal rights) bagi setiap warga negara. Hal itu ditegaskan dalam konsideran Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menggunakan formulasi:

“bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Artcile 28H Undang-Undang Dasar Negara Republik Idonesia Tahun 1945”.140

Selain dijadikan materi konsideratif, ditegaskan pula dalam batang tubuh Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia bertujuan untuk menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia.141 Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai umbrella provision yang secara umum mengatur tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bahkan mengakomodir lebih banyak kategori hak dalam kaitannya dengan keberadaan lingkungan hidup. Terdapat enam macam hak dalam ketentuan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, di antaranya:

1) hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai hak asasi manusia;142

140 Preamble Considering huruf a Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

141 Pasal 3 huruf g Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

52 2) hak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat;143

3) hak mengajukan usul atau nota keberatan manakala masyarakat menduga kegiatan operasional usaha tertentu berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup;144

4) hak untuk memiliki peran dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;145

5) hak untuk melakukan aksi berupa pengaduan atas dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup;146 dan 6) hak untuk tidak dituntut secara pidana maupun perdata

dalam memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.147

Berdasarkan doktrin hak asasi manusia unversal, keenam hak sebagaimana diakomodir Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di atas dapat diklasifikasikan ke dalam dua tipologi hak, di antaranya:

pertama, hak substantif (substative rights)148 yang diwakilkan oleh hak atas

143 Pasal 65 ayat (2) Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

144 Pasal 65 ayat (3) Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

145 Pasal 65 ayat (4) Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

146 Pasal 65 ayat (5) Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

147 Pasal 66 Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Lihat juga, Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan... Op. Cit., hlm. 53

53 lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai hak asasi manusia; dan kedua, hak prosedural (procedural rights)149 yang terdiri dari hak untuk mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, hak untuk mengajukan usul atau nota keberatan manakala masyarakat mengira kegiatan operasional usaha tertentu berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup, hak untuk memiliki peran dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, hak untuk melakukan aksi berupa pengaduan atas dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, dan hak untuk tidak dituntut secara pidana maupun perdata dalam memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Kendati terdapat dikotomi hak dalam kaitannya dengan lingkungan hidup dalam instrumen hukum hak asasi manusia nasional, tidak berarti bahwa hak substantif dipandang dan dianggap lebih tinggi derajatnya dari pada hak prosedural. Pasalnya, dalam pemenuhan hak substantif itu, terdapat fakta bahwa pengejawantahan hak-hak substantif sering tergantung pada seberapa baik jaminan dan pemenuhan terhadap hak prosedural.150

Undang-undang lain yang dijadikan basis legalitas hak atas lingkungan hidup adalah Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia. Ditegaskan dalam ketentuan Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia bahwa “setiap orang berhak atas

149 Ibid...

150 Mashood A. Baderin, Hukum Internasional Hak Asasi Manusia dan Hukum Islam, Komnas HAM RI, Jakarta, 2013, hlm. 98. Lihat juga, Sahid Hadi, “Reformulasi Kebijakan Narkotika: Penegasan Unsur Mens Rea sebagai Jaminan Hak Pecandu Narkotika”, dalam Jurnal

54 lingkungan hidup yang baik dan sehat”.151 Menurut hemat penulis, apabila berangkat dari norma konstitusi dan undang-undang di atas, maka telah cukup dalil untuk menempatkan dan menguatkan hak atas lingkungan sebagai hak asasi manusia (human rights), hak konstitusional warga negara (constitutional rigts), dan bahkan hak legal warga negara (legal rights).

c. Hak atas Lingkungan Hidup dalam Hukum Islam

“dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar. Dan benarlah perkatan-Nya di waktu Dia mengatakan ‘jadilah, lalu terjadilah’, dan di tangan-Nya segala kekuasaan di waktu sangkakala ditutup. Dia mengetahui ghaib dan yang nampak. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui”152

Demikian dalil Al-Quran mengenai Dia yang menciptakan langit dan bumi. Berpangkal pada dari dalil di atas, wajib diyakini secara a prior bahwa seluruh alam beserta isinya diciptakan oleh Dia yang memiliki kemampuan dan kekuasaan untuk meciptakan objek, berupa langit dan bumi, yang termasuk di dalamnya objek berupa lingkungan hidup. Dia yang disebut dalam dalil Al-Quran di atas, dalam tradisi islam, tidak lain dan tidak bukan adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tentang kemampuan dan kekuasaan Allah S.W.T. dalam menciptakan langit dan bumi, ditegaskan kembali dalam Al-Quran:

151 Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia

55 “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui”.153

Lebih lanjut, ditegaskan Allah Subhanahu wa Ta’ala:

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”.154

“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): ‘Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka’”.155

Merujuk pada dalil-dalil di atas, tampak bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan langit dan bumi, termasuk lingkungan hidup, secara khusus diperuntukkan bagi orang-orang yang berakal. Dan apabila menggunakan definisi manusia sebagai mahkluk yang berakal budi,156 maka tidak keliru untuk membangun dasar berpikir bahwa langit dan bumi, termasuk lingkungan hidup itu

153 Quran Surah, Ar-Ruum (30), ayat 22

154 Quran Surah, Ali-Imran (3), ayat 190

155 Quran Surah, Ali-Imran (3), ayat 191

56 diperuntukkan bagi kepentingan manusia, baik secara individu maupun secara kolektif.

B. Kerangka Kewajiban Negara berdasarkan Hukum Hak Asasi Manusia

“Human rights and fundamental freedom are the birthrights of all human

beings: their protection and promotion is the first responsibility of

Governments”.157 Demikian ditegaskan dalam Vienna Declaration and Proggram

of Action bahwa kewajiban utama pemerintah terhadap hak asasi manusia, yaitu

untuk memberikan perlindungan dan memajukan hak asasi manusia.