• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II HAK ASASI MANUSIA DAN HAK ATAS LINGKUNGAN HIDUP,

C. Business and Human Rights: A Developing Concept

2. Karakteristik Umum Korporasi

Korporasi merupakan suatu badan yang berdiri karena hukum331 dan dapat bertindak sebagai subjek hukum.332 Konsekuensi dari melekatnya status subjek hukum pada korporasi mengukuhkan kedudukan korporasi sebagai penyandang hak dan kewajiban.333 Hak dan kewajiban itu kemudian memberikan keistimewaan (privilege) pada korporasi untuk dapat bertindak untuk dan atas nama dirinya sendiri.334 Kenneth F. Ferber dan Ridwan Khairandy bahkan menyebut secara lebih radikal dengan mengemukakan bahwa korporasi merupakan artificial

331 I.G. Rai Wijaya, Hukum Perusahaan. Pemakaian Nama PT, Tata Cara Mendirikan PT,

Pendaftaran Perusahaan TDUP & SIUP, Kesaint Blanc, Bekasi, 2003, hlm. 127

332 Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 128.

333 J. Satrio, Hukum Pribadi. Bagian I. Persoon Alamiah, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hlm. 13. Lihat juga, C.S.T. Kansil, Christine S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum

Indonesia. Jilid I, Balai Pustaka, Jakarta, 2002, hlm. 85

334 Ridwan Khairandy, Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia, FH UII Press, Yogyakarta, 2013, hlm. 30

108

person.335 Pasalnya, korporasi merupakan suatu badan yang memiliki status, kedudukan, hingga kewenangan yang sama seperti manusia.336

Haj Ford menyebutkan bahwa:

“The term ‘incorporation’ is properly used to refer those occasions when the legal system, through an appropriate organ such as the legislature or the executive, declares that it is creating a new legal entity and endowing it with the standard corporate attributes of perpetual succession, a common seal, the ability to own property and the capacity to sue and be sued. The result is properly called a ‘corporation’”.337

Berangkat dari dalil di atas, Haj Ford menjelaskan lebih lanjut mengenai entitas yang disebut korporasi. Pertama, Haj Ford menegaskan bahwa personalitas hukum korporasi sebagai subjek hukum dibenarkan (legitimate) manakala struktur dalam sistem hukum telah menyatakan bahwa korporasi tertentu merupakan badan hukum. Dalam kaitannya dengan dalil ini, kerangka hukum nasional mengatribusikan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) sebagai otoritas yang berwenang mengesahkan status korporasi sebagai badan hukum.338

Kedua, tidak hanya menyatakan korporasi sebagai badan hukum, tetapi struktur

dalam sistem hukum juga harus memberikan beberapa atribut pada korporasi agar personalitas korporasi sebagai badan hukum dapat dibenarkan. Adapun yang termasuk sebagai atribut itu menurut Haj Ford, di antaranya: perpetual succession,

335 Kenneth S. Ferber, Corporation Law…Loc.Cit. Lihat juga, Ridwan Khairandy,

Pokok-Pokok...Op.Cit., hlm. 29

336 Haj Ford, Principles of Company Law, 5th Edition, Butterworths, Adelaide, hlm. 1

337 Ibid..., hlm. 4

338 Ridwan Kahirandy, Perseroan Terbatas. Doktrin, Peraturan Perundang-undangan, dan

Yurisprudensi, ed. Revisi, Kreasi Total Media, Yogyakarta, 2009, hlm. 47. Secara yuridis, diatur

dalam ketentuan Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, suatu korporasi “memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum” korporasi itu. C.S.t. Kansil, Christine S.T. Kansil,

Seluk Beluk Perseroan Terbatas Menurut Undang-Undang No. 40 Tahun 2007, Rineka Cipta,

109

a common seal, the ability to own property, and the capacity to sue and be sued.

Dan ketiga, kedua dalil yang telah disebutkan lebih awal harus dipenuhi secara imperatif. Artinya, keutuhan personalitas hukum korporasi sebagai badan hukum dapat diperoleh apabila korporasi dinyatakan secara sah sebagai badan hukum oleh struktur hukum yang sah dan diberikan atribut-atribut yang menyertai korporasi itu. Atribut-atribut tersebut kemudian dalam perkembangannya dikenal sebagai karakterisitik atau partikularitas yang mengindividualisir korporasi sebagai subjek hukum.339

Berdasarkan penjelasan di atas, lazimnya terdapat lima karakteristik substantif yang melekat (inherent) pada korporasi, di antaranya: (i) tanggung jawab terbatas; (ii) perpetual succession; (iii) memiliki kekayaan sendiri; (iv) memiliki kewenangan kontraktual; dan (v) dapat menuntut atau dituntut untuk dan atas nama dirinya sendiri.340

a. Tanggung Jawab Terbatas

Tanggung jawab terbatas sebagai karakteristik korporasi didasarkan pada

theory of limited liability341 yang semula dipengaruhi oleh induk teori korporasi,

yaitu equity theory.342 Equity theory pada pendiriannya menawarkan pandangan bahwa korporasi memiliki pemilik sehingga pemilik korporasi bertanggungjawab

339 Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas...Op.Cit., hlm. 13

340 Ridwan Khairandy, Pokok-Pokok...Op.Cit., hlm. 31

341 F.H. Buckley, Corporation. Principles and Policies, ed. Kedua, Emond Montgomery Publication Limited, Toronto, 1988, hlm. 82

342 Ridwan Khairandy, Hukum Perseroan Terbatas, FH UII Press, Yogyakarta, 2014, hlm. 180.

110 terhadap seluruh aktivitas korporasi.343 Kontraproduktif terhadap teori pendahulunya, entity theory lebih memandang korporasi sebagai entitas yang tidak dapat dimiliki dan kepentingannya terpisah dari kepentingan pribadi pendiri dan/atau pengurus korporasi sehingga tanggung jawab korporasi juga terpisah, baik dari pendiri maupun pengurusnya.344 Dengan demikian, frasa tanggung jawab terbatas tidak dipahami bahwa yang terbatas adalah tanggung jawab korporasi terhadap perbuatan hukumnya. Tetapi, frasa tersebut dipahami sebagai terbatasnya tanggung jawab para pendiri dan pengurus suatu korporasi terhadap kerugian atau hutang korporasi.345

b. Perpetual Succession

Kematian merupakan peristiwa fundamental yang membedakan naturlijk

persoon dengan artificial person. Apabila naturlijk persoon memiliki batas pada

durasi usia, maka artificial person secara konsepual tidak memiliki batas durasi usia layaknya naturlijk persoon. Oleh sebab itu, Chief Justice Marshall menyebut koporasi sebagai immortal being.346

Ridwan Khairandy menjelaskan mengenai perpetual succession dengan

mengemukakan, “sebagai sebuah korporasi yang eksis atas haknya sendiri,

343 Ibid… Lihat juga, Antonius Alijoyo, Subarto Zaini, Komisaris Independen. Penggerak

Praktik GCG di Perusahaan, Indeks, Jakarta, 2004, hlm. 3

344 Ridwan Khairandy, Hukum Perseroan…Op.Cit., hlm. 182

345 Ridwan Khairandy, Pokok-Pokok...Loc.Cit. Selain itu, hal yang demikian juga didasarkan pada pandangan bahwa korporasi itu terpisah dan berbeda dengan subjek yang mendirikannya (separate and distict form the founder). M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, cet. Kelima, Sinar Grafika, Jakarta, 2015, hlm. 57-58

346 Selain Chief Justice Marshall, Blackstone juga mendeskripsikan hal yang senada, yaitu

corporation is a person that never dies. Andrew A. Scwartz, “The Perpetual Corporation”, dalam The George Washington Law Review, Vol. 80, The George Washington University Law School,

111 perubahan keanggotaan tidak memiliki akibat atas status dan keberlangsungan korporasi”.347 Sedangkan M. Yahya Harahap mengemukakan, “eksistensi dan validitas korporasi tidak terancam oleh kematian, kepailitan, penggantian, atau pengunduran individu pemegang saham”.348 Berdasarkan dua dalil di atas, dapat dijabarkan lebih luas dalam kaitannya dengan perpetual succession ini, bahwa:

“an incorporated has continuous succession. Incorporated shall retain

its estate and possessions as the same entity with the same privileges and immunities, notwithstanding any change in its members. Corporate existence of a company is not affected by the death or insolvency of its members. The death or insolvency of individual member does not in any way, affect its corporate existence”.349 (korporasi memiliki suksesi secara terus – menerus. Korporasi akan (selalu) menguasai kekayaan dan kepemilikannya melalui keistimewaan dan imunitas yang melekat pada status korporasi sebagai suatu entitas, tidak tergantung pada pertukaran anggotanya. Eksistensi korporasi tidak dipengaruhi oleh kematian atau kebangkrutan pribadi anggotanya. Kematian atau kebangkrutan anggotanya, bagaimana juga tidak akan mempengaruhi eksistensi korporasi itu).

c. Kekayaan yang Dimiliki Sendiri

Karakteristik kekayaan yang dimiliki sendiri bermakna bahwa seluruh kekayaan yang ada, dimiliki oleh korporasi secara personal. Kekayaan itu bahkan tidak dapat dikuasai, baik oleh pendiri maupun pengurus korporasi.350 Oleh sebab itu, tidak jarang pada tataran doktrinal karakteristik kekayaan yang dimiliki sendiri disebut sebagai kekayaan terpisah.

347 Ridwak Khairandy, Pokok-Pokok...Loc.Cit.

348 M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan...Op.Cit., hlm. 57

349 MHRD Govt. of India, Business Organzation and Corporate Personality: Its Nature,

Advantages, Disadvantages, and types, Courseware, Pathshala, 2014, hlm. 14

350 Ridwan Khairandy, Pokok-Pokok...Loc.Cit. Lihat juga, Binoto Nadapdap, Hukum

Perseroan Terbatas berdasarkan Undang-Undang No 40 Tahun 2007, Permata Aksara, Jakarta,

2013, hlm. 6. Lihat juga, R. Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseoran,

112

Erman Rajagukguk menyebut konsep kekayaan terpisah (separate

patrimony atau separate property) sebagai karakteristik utama (main character)

dari korporasi.351 Hal yang sama ditegaskan pula oleh Ridwan Khairandy dengan mengemukakan bahwa the ability to own property merupakan elemen utama dari personalitas hukum korporasi. Pasalnya, berangkat dari kekayaan yang terpisah, korporasi menjadi mampu (being capable to) mengelola kekayaanya secara bebas dan mandiri.352 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa karakteristik kekayaan terpisah pada korporasi merupakan atribut yang memberikan kemampuan dan kebebasan pada korporasi untuk mengelola secara pribadi kekayaannya dan memisahkan kekayaan korporasi itu dari kekayaan pendiri maupun pengurus korporasi.

d. Memiliki Kewenangan Kontraktual

Layaknya subjek hukum pada umumnya, korporasi tentu memiliki hak dan kewajiban yang dapat dinikmati untuk dan atas nama dirinya sendiri.353 Dalam rangka memberikan kebebasan pada korporasi untuk menikmati hak dan kewajibannya, hukum membenarkan korporasi melakukan sendiri hubungan hukum dengan pihak ketiga.354

351 Erman Rajagukguk, Butir-Butir Hukum Ekonomi, Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2011, hlm. 191

352 Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas...Loc.Cit.

353 Robert W. Hamilton, The Law of Corporation, Minn West Publishing Co., St. Paul, 1996, hlm. 1

354 Ahmad Yani, Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, cet. Ketiga, Rajawali Pers, Jakarta, 2003, hlm. 9

113

e. Dapat Menuntut atau Dituntut untuk dan atas Nama Dirinya Sendiri

Konsekuensi logis dari kewenangan kontraktual membuat korporasi juga dapat dituntut dan menuntut di hadapan pengadilan.355 Kewenangan di bidang penunutan ini muncul (emerged) sebab saat korporasi melakukan hubungan hukum dengan pihak ketiga, hubungan hukum itu didasarkan pada kepentingan korporasi.356