BAB I PENDAHULUAN
F. Kerangka Teoretis
1. Konsep Hak Asasi Manusia dan Hak atas Lingkungan Hidup
Banyak buah pikir dan sudut pandang yang telah dituangkan ke dalam banyak literatur yang membahas mengenai kemunculan awal diskursus hak asasi manusia.
17 Ada pandangan yang menganggap diskursus tentang hak asasi manusia pertama kali muncul seiring dengan munculnya gagasan tentang basic rights yang berkembang pada abad XIII di Eropa. Ada anggapan yang menyebut diskrusus tentang hak asasi manusia pertama kali muncul seiring dengan munculnya
anti-thesys filosofis tentang liberty sebagai unsur fundamental dari perlawanan terhadap
kekuasaan yang absolut sebagai thesys-nya.37 Tidak sedikit pula bahkan argumen mengenai kemunculan awal diskrusus hak asasi manusia dikonstruksikan berdasarkan atas basis keagamaan. Pasalnya, pandangan yang penulis sebut pertama sangat erat kaitannya dengan doktrin keagamaan. Dalam anggapan kedua ini, naskah keagamaan diyakini sebagai instrumen yang mengatur kehidupan sosial sekaligus mengatur tentang perbuatan mana yang baik atau perbuatan mana yang buruk. Berangkat dari keyakinan itu, naskah keagamaan dipertimbangkan sebagai fondasi suatu bangunan yang disebut sebagai hak asasi manusia.38
Terlepas dari perdebatan yang mewarnai pandangan mengenai kemunculan awal diskursus hak asasi manusia, setidaknya kerangka konstitusional berikut ini dapat dijadikan acuan rasional untuk menilik perkembangan diskursus tentang hak asasi manusia. Pertama, munculnya Magna Charta di Inggris dapat dipertimbangkan sebagai pemantik diskursus tentang hak asasi manusia pertama pada 15 Juni 1215 silam.39 Kategorisasi Magna Charta sebagai dokumen hak asasi manusia didasarkan pada beberapa prinsip dalam Magna Charta yang relevan
37 Rhona K.M. Smith, Textbook on International Human Rights, Second ed., Oxford University Press, Inggris, 2005, hlm. 5
38 Ibid..., hlm. 5
39 Eko Riyadi, Hukum Hak Asasi Manusia. Perspektif nasional, Regional, dan Nasional, Raja Grafindo Persada, Depok, 2018, hlm. 12
18 dengan prinsip-prinsip hukum hak asasi manusia kontemporer, di antaranya: the
principle of equality before the law, a right to property, dan religious freedom.40
Kedua, setelah Magna Charta, terdapat pula The Declaration of Arbroath pada
1320 di Scotlandia yang secara substansial menegaskan tentang right to liberty.41
Ketiga, didasarkan pada munculnya Bill of Rights pada 1628 di Inggris. Bill of Rights dipertimbangkan sebagai pilar perkembangan pemikiran tentang hak asasi
manusia sebab berisi norma-norma yang menegaskan pembatasan kekuasaan raja serta norma-norma yang menghapuskan hak raja untuk melaksanakan kekuasaan secara sewenang-wenang.42 Keempat, munculnya The Declaration Of
Independence di Amerika Serikat pada 6 Juli 1766 yang menegaskan bahwa setiap
orang lahir dalam kedudukan yang sama dan memiliki kebebasan atas hak untuk hidup dan mengejar kebahagiaan.43 Dan kelima, munculnya The Declaration of the
Rights of Man and the Citizen di Perancis pada 4 Agustus 1978 yang
menitikberatkan pada hak atas pemilikan harta, kebebasan, persamaan, keamanan, dan perlawanan terhadap penindasan.44
Perkembangan diskursus mengenai hak asasi manusia secara historis tidak terlepas dari kebutuhan dasar setiap manusia akan kondisi hidup yang lebih baik. Hal yang demikian itu sesuai dengan landasan filsafat dari hak asasi manusia yang menempatkan martabat manusia sebagai ide dasar (genus rationee). Sebagaimana
Eko Riyadi menuliskan:
40 Rhona K.M.Smith, Textbook...Loc.Cit
41 Ibid…, hlm. 6
42 Eko Riyadi, Hukum… Loc. Cit.
43 Ibid…, hlm. 12 -13
19 “Martabat manusia akan terganggu ketika mereka menjadi korban penyiksaan, menjadi korban perbudakan atau pemiskinan, termasuk jika hidup tanpa kecukupan pangan, sandang, dan perumahan”.45
Oleh sebab itu, dengan meminjam kata yang digunakan oleh Eko Riyadi pada tulisan di atas, agar martabat manusia tidak “terganggu”, gagasan Abdullah
Ahmed An-Na’im mengenai golden rule of human rights agaknya rasional untuk
dikonsumsi. Ruh utama dari golden rule of human rights menuntut manusia untuk memperlakukan manusia lainnya sebagaimana ia ingin diperlakukan.46
b. Hak atas Lingkungan Hidup
Perkembangan pemikiran mengenai lingkungan hidup dalam perspektif hak merupakan derivasi dari nilai filosofis yang berpendirian bahwa segala bentuk perbuatan yang menimbulkan perusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup merupakan perbuatan jahat (evils) sehingga baik masyarakat maupun negara wajib menghukumi perbuatan jahat itu.47 Hak atas lingkungan hidup secara yuridis dijamin dan diakui secara internasional, khususnya dalam The Stockholm
Declaration on Human Environment 1972, UDHR dan ICESCR.48 Di Indonesia, lingkungan hidup sudah dijamin dan diakui, baik secara konstitusional maupun
45 Ibid…, hlm. 1
46 Ibid…
47 Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan di Indonesia, Fifth pr., RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2015, hlm. 28
48 Dinyatakan tegas dalam Principle 1 of The Stockholm Declaration on Human Environment
1972 bahwa “Man has the fundamental right to freedom, equality and adequate conditions of life, in an environment of a quality that permits a life of dignity and well-being, and he bears a solemn responsibility to protect and improve the environment for present and future generations”. Di
samping itu, dalam Pasal 25 ayat (1) UDHR ditegaskan bahwa “Everyone has the right to a standard
of living adequate for the health and well-being of himself and of his family, including food, clothing, housing and medical care and necessary social services, and the right to security in the event of unemployment, sickness, disability, widowhood, old age or other lack of livelihood in circumstances beyond his control”. Dan dalam Pasal 12 ayat (1) ICESCR ditegaskan bahwa The States Parties to the present Covenant recognize the right of everyone to the enjoyment of the highest attainable standard of physical and mental health”
20 secara legal, sebagai bagian dari hak asasi manusia. Eksistensi garansi dan rekognisi terhadap hak atas lingkungan hidup secara stipulatif dapat dijumpai pada ketentuan Pasal 28 ayat (1) UUD NRI 1945, Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia, dan Pasal 65 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6) dan Pasal 66 Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
2. Kerangka Kewajiban Negara Berdasarkan Hukum Hak Asasi