DAFTAR LAMPIRAN
A. Hakikat Implementasi Kebijakan Pendidikan
Istilah implementasi merupakan sebuah terminologi yang kerap muncul dalam setiap pembicaraan seputar kebijakan publik. Karena pada dasarnya implementasi itu sendiri merupakan salah satu langkah dalam serangkaian langkah-langkah produksi sebuah kebijakan. Dalam kontkes kebijakan pendidikan, sebagaimana menurut Viennet dan Pont, kata implementasi itu merupakan kata yang memiliki definisi kompleks.1 Dalam konteks kebijakan pendidikan, kata implementasi, dengan maksud dan tujuan yang sama, sering kali dipadankan dengan kata enactment (pemberlakuan), realization (pewujudan) dan
delivery (pengantaran). Dalam konteks kebijakan pendidikan, ketiga kata tersebut
kerap digunakan secara bergantian dengan pemaknaan yang serupa dengan kata implementasi.
Kata implementasi berasal dari bahasa Inggris yakni dari kata
implementation. Kata implementation itu sendiri berasal dari kata kerja to implement.2 Di dalam Kamus Oxford dijelaskan bahwa kata implement berasal dari Bahasa Latin, implementum atau implere (dari kata ‘in’ dan ‘plere’) yang berarti filling up (mengisi). Di dalam Kamus Oxford dan Kamus Meriam Webster kata implementasi (implementation) diartikan masing-masing; the act of making
something that has been officially decided start to happen or be used (tindakan
untuk memastikan sesuatu yang telah diputuskan secara resmi dapat digunakan);
the process of making something active or effective (proses untuk membuat
sesuatu agar menjadi aktif atau efektif). Adapun di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata implementasi bersinonim dengan kata pelaksanaan dan kata
1 Romane Viennet dan Beatriz Pont, Education Policy Implementation: A Literature
Review and Propose Framework (London: OECD Publishing, 2017), h.6 2 AS Hornby, et.al., Oxford., h.433.
penerapan sehingga meng-implementasi-kan sama artinya dengan melaksanakan atau menerapkan.3 Secara terminologi, kata implementasi sering muncul dalam perbincangan seputar kebijakan (policy). Dalam konteks kebijakan, implementasi sebagaimana dijelaskan oleh Purwanto, merupakan serangkaian aktivitas yang maksudkan untuk mendistribusikan suatu keputusan atau kebijakan (to deliver
policy output) yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang
berwenang agar keputusan atau kebijakan itu bisa mencapai tujuan yang diharapkan.4 Senada dengan itu, Mazmanian dan Sabatier turut menjelaskan makna implementasi dalam konteks kebijakan publik dengan mendefinisikan implementasi sebagai upaya pelaksanaan keputusan kebijakan dasar yang biasanya dalam bentuk undang-undang namun dapat pula berbentuk perintah dan keputusan. Biasanya pula, kebijakan dasar tersebut selalu menyangkut masalah yang ingin diatasi, menyebutkan tujuan dan sasaran kebijakan secara tegas dan jelas, dan secara gamblang dilakukan strukturalisasi atau menjelaskan proses dan langkah implementasinya.5
Para pegiat kebijakan publik memiliki pandangan yang berbeda perihal memosisikan implementasi dalam rangkaian proses kebijakan, namun sepertinya semua ahli kebijakan publik sepakat bahwa implementasi merupakan salah satu langkah yang paling menentukan untuk mencapai sukses atau tidaknya sebuah produk kebijakan. Oleh karena itu, Implementasi kerap dianggap sebagai wujud utama dan tahap yang sangat menentukan dalam proses kebijakan. Pandangan tersebut dikuatkan dengan pernyataan Edwards bahwa tanpa implementasi yang efektif keputusan atau rencana yang diusung pembuat kebijakan (policy
maker) tidak akan optimal. Implementasi kebijakan merupakan aktivitas yang
dilakukan tepat setelah dikeluarkan pengarahan yang sah dari policy maker yang meliputi upaya mengelola input untuk menghasilkan output atau
outcomes bagi masyarakat luas.6
Menurut Viennet dan Pont, perbedaan paling mendasar antara implementasi kebijakan pendidikan dengan implementasi kebijakan publik
3 Pusat Bahasa, Kamus., h.189.
4 Purwanto dan Sulistyastuti, Analisis., h.21.
5 Daniel A Mazmanian dan and Paul A. Sabatier. Implementation and Public Policy (USA: Scott Foresman and Company, 1983), h.139.
lainnya, bahwa dalam implementasi kebijakan pendidikan sangat dituntut adanya improvisasi dari para implementator.7 Jika dalam implementasi kebijakan publik sebuah keputusan atau rencana dapat segera diimplementasikan dan dalam prosesnya tidak memerlukan begitu banyak improvisasi maka berbeda halnya dengan kebijakan pendidikan. Improvisasi dalam implementasi kebijakan pendidikan begitu krusial untuk dilakukan mengingat bahwa lembaga-lembaga pendidikan itu sendiri memiliki sumber daya dan karakteristik yang begitu beragam. Sehingga efektivitas implementasi sebuah kebijakan pendidikan sangat bergantung pada langkah penyesuaian yang dilakukan oleh masing-masing lembaga terhadap sumber daya yang mereka miliki dan karakteristik yang mereka punya.
Viennet dan Pont dalam tulisannya yang berjudul Education Policy
Implementation menggambarkan rangkaian proses implementasi yang seyogianya
dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan selaku implementator.
Gambar 1. Implementasi Kebijakan Pendidikan Menurut Viennet dan Pont8
Apa yang digambarkan oleh Viennet dan Pont melalui bagan di atas seyogianya sejalan dengan situasi dan kondisi dunia pendidikan di Indonesia. Melalui bagan tersebut, Viennet dan Pont seakan menegaskan bahwa hakikat implementasi kebijakan pendidikan sejatinya adalah learn (implementator harus belajar terus-menerus) dan innovate (implementator harus senantiasa berinovasi). Kebijakan-kebijakan yang diputuskan oleh pemerintah, apapun bentuknya baik berupa undang-undang, peraturan, dan lain sebagainya akan terkendala dalam penerapannya jika para implementator dalam hal ini lembaga-lembaga pendidikan tidak mampu melakukan improvisasi atau penyesuaian produk kebijakan terhadap sumber daya yang mereka miliki. Hal ini menjadi masuk akal mengingat bahwa biasanya kebijakan pendidikan yang sifatnya top-down ketika diimplementasikan
8 Ibid., h.22
decide goals and policy
begin implementation
and learn
refine policy and innovate it if
necessary
continue implementation
and learn more refine policy and
innovate it if necessary keep learning
and drive for result
ke lembaga-lembaga pendidikan akan menemui banyak sekali hambatan, hambatan itu terutama sekali terkait ragam sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing lembaga pendidikan yang dapat dipastikan banyak sekali yang timpang. Dalam kasus kurikulum, misalnya, sekolah elit di jantung ibu kota Jakarta yang memiliki guru-guru terampil dan unggul serta fasilitas yang memadai akan dengan mudah mengimplementasikan kurikulum baru. Berbeda halnya dengan sekolah yang ada di pelosok Kota Sorong di Papua yang keadaannya begitu bertolak belakang.
Maka dari itu, benar yang diutarakan oleh Viennet dan Pont melalui bagan tersebut bahwa mau tidak mau ketika berbicara implementasi kebijakan pendidikan maka sejatinya yang paling pokok adalah upaya penyesuaian dan improvisasi. Jika suatu lembaga pendidikan mampu menyerap sebuah kebijakan dengan melakukan improvisasi dan penyesuaian terhadap keadaan lembaga mereka maka diyakini kebijakan tersebut dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Penelitian ini sejatinya juga dimaksudkan untuk menganalisis upaya-upaya kreatif Prodi PAI dalam kaitannya dengan pengembangan budaya akademik. Maka dari itu secara teori, penelitian ini berkiblat pada teori Viennet dan Pont di atas yang mengatakan bahwa semakin kreatif (dalam arti learn and innovate) para implementator maka sebuah produk kebijakan dengan sendirinya dapat mencapai tujuannya. Logika yang sama digunakan dalam penelitian ini, bahwa budaya akademik akan terimplementasi secara sempurna jika implementator dengan sungguh-sungguh melaksanakan apa yang disebut oleh Viennet dan Pont sebagai
how to think about education policy implementation.