• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

3. Hakikat Sosiologi Sastra

a. Pengertian Sastra

Rene Wellek dan Austin Warren memberikan pengertian sastra sebagai berikut:

“Sastra adalah institusi sosial yang memakai medium bahasa. Teknik-teknik sastra tradisional seperti simbolisme dan mantra bersifat sosial merupakan konvensi dan norma masyarakat. Lagi pula sastra menyajikan commit to user

kehidupan, dan kehidupan sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial, walaupun karya sastra meniru alam dan dunia subjektif kehidupan manusia.” (Rene Wellek dan Austin Warren, 1993: 109)

Jackob Sumardjo (1982: 12) berpendapat bahwa sastra merupakan produk masyarakat yang berada di tengah-tengah masyarakat karena dibentuk oleh anggota-anggota masayarakat berdasarkan desakan-desakan emosional dan rasional masyarakat.

Bertalian dengan istilah sastra, M. Atar Semi (1993 8) menjelaskan sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Jackob Sumardjo dan Saini K. M. (1994: 3) menjelaskan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkrit yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa.

Sastra yang baik, kata Kayam bukanlah tiruan langsung kehidupan. Novel seperti sering diucapkan para ahli sastra, tidaklah memberikan rumus-rumus berharga bagi intelek, tetapi lebih menyarankan berbagai kemungkinan moral, sosial dan psikoogis mendorong kemampuan pikiran untuk merenung, bermimpi, membawa pikiran ke semua macam situasi dan dibentuk oleh pengalaman-pengalaman imajinatif. Novel membantu kita membentuk sikap yang umum terhadap kehidupan.

Melalui karya sastra yang menyarankan berbagai kemungkinan moral, sosial dan psikologis itu orang dapat lebih cepat mencapai kemantapan bersikap, yang terjelma dalam perilaku dan pertimbangan pikiran yang dewasa. Dengan memasuki “segala macam situasi” dalam karya sastra, orang pun akan dapat menempatkan diri pada kehidupan yang lebih luas daripada situasi dirinya yang nyata. (http://www.geocities.com/paris/perc/2713/esai 4.html)

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sastra merupakan pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif kehidupan manusia melalui bahasa sebagai medium dan punya efek yang positif terhadap kehidupan manusia atau kemanusiaan.

b. Pengertian Sosiologi

Soerjono Soekanto (1990: 4) merumuskan “secara etimologis sosiologi berasal dari bahasa Latin socius yang berarti kawan dan logos dari kata Yunani yang berarti ilmu”. Lebih lanjut Soekanto menjelaskan:

Secara singkat sosiologi adalah ilmu sosial yang objeknya adalah keseluruhan masyarakat dalam hubungannya dengan orang-orang di sekitar masyarakat itu. Sebagai ilmu sosial, sosiologi terutama menelaah gejala-gejala di masyarakat seperti norma-norma, kelompok sosial, lapisan masyarakat, lembaga-lembaga kemasyarakatan, perubahan sosial dan kebudayaan serta perwujudannya. Selain itu sosiologi sastra juga mengupas gejala-gejala sosial yang tidak wajar dan gejala abnormal atau gejala patologis yang dapat menimbulkan masalah sosial. (Soerjono Soekanto, 1983: 395)

Dalam sosiologi novel, ilmu sosiologi berhubungan dengan suatu seni. Adalah benar, fiksi naratif termasuk dalam bahasa dan membentuk karakternya sendiri paling banyak dari bahasa itu; bentuk dan isi novel mengambil lebih dekat fenomena sosial dibanding bentuk kesenian lain kecuali, film mungkin; novel seringkali terlihat punya hubungan dengan peristiwa-peristiwa tertentu dalam sejarah manusia (Sapardi Djoko Damono 1979: 71).

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari masyarakat serta gejala-gejala sosial yang terdapat di dalam masyarakat.

Secara etimologis, sosiologi berasal dari kata Latin socius yang berarti “kawan” dan logos dari kata Yunani yang berarti “kata” atau “berbicara”. Sosiologi berarti, “berbicara mengenai masyarakat” (Soerjono Soekanto, 1984: 4). commit to user

Selanjutnya Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi menyatakan sebagai berikut.

Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial. Struktur sosial adalah keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok yaitu kaidah-kaidah sosial (norma-norma sosial), lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok serta lapisan-lapisan sosial. Proses sosial adalah pengaruh timbal balik antara pelbagai segi kehidupan bersama, umpamanya pengaruh timbal balik antara segi kehidupan ekonomi dengan segi kehidupan politik, antara segi kehidupan hukum dan segi kehidupan agama, antara segi kehidupan agama dan segi kehidupan ekonomi dan lain sebagainya. Salah satu proses sosial yang bersifat tersendiri ialah dalam hal terjadinya perubahan-perubahan di dalam struktur sosial.

Jadi, sosiologi dapat disimpulkan sebagai ilmu yang mempelajari masyarakat dalam keseluruhannya dan hubungan-hubungan antara orang-orang dalam masyarakat tadi. Seperti halnya sosiologi, sastra juga berurusan dengan manusia dan masyarakat, usaha manusia untuk menyesuaikan diri dan usahanya untuk mengubah masyarakat itu. Sastra diciptakan oleh anggota masyarakat (pengarang) untuk dinikmati dan dimanfaatkan juga oleh masyarakat. Dalam hal ini, sesungguhnya sosiologi dan sastra berbagi masalah yang sama.

Perbedaan antara sosiologi dan sastra adalah sosiologi melakukan analisis ilmiah yang objektif, sedangkan sastra menyusup menembus permukaan kehidupan sosial dan menunjukkan cara-cara manusia menghayati masyarakat dengan perasaannya. Akibatnya hasil penelitian bidang sosiologi cenderung sama, sedangkan penelitian terhadap sastra cenderung berbeda sebab cara-cara manusia menghayati masyarakat dengan perasaannya itu berbeda-beda menurut pandangan orang-seorang (Sapardi Djoko Damono, 1979: 7). Rachmat Djoko Pradopo (1989: 47) mengatakan bahwa, “Pendekatan sosiologi sastra selalu mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan. Dalam memahami permasalahan di dalam karya sastra

secara sosiologi sastra mau tidak mau akan berhubungan dengan permasalahan yang nyata di dalam struktur masyarakat”.

Swingewood mendeskripsikan berbeda, mengenai masalah sosiologi sastra tersebut. Ia mengklasifikasikannya sebagai berikut.

1. Sosiologi dan sastra yang membicarakan tentang tiga pendekatan. Pertama, melihat karya sastra sebagai dokumen sosial budaya yang mencerminkan waktu zaman. Kedua, melihat segi penghasil karya sastra terutama kedudukan sosial pengarang. Ketiga, melihat tanggapan atau penerimaan masyarakat terhadap karya sastra.

2. Teori-teori sosial tentang sastra. Hal ini berhubungan dengan latar belakang sosial yang menimbulkan atau melahirkan suatu karya sastra. 3. Sastra dan strukturalisme. Hal ini berhubungan dengan teori

strukturalisme.

4. Persoalan metode yang membicarakan metode positif dan metode dialektik. Metode positif tidak mengadakan penelitian terhadap karya sastra yang digunakan sebagai data. Dalam hal ini karya sastra yang dianggap sebagai dokumen yang mencatat unsur sosio budaya, sedangkan metode dialektik hanya menggunakan karya yang bernilai sastra. Yang berhubungan dengan sosio budaya bukan setiap unsurnya, tetapi keseluruhannya sebagai satu kesatuan (dalam Umar Yunus). Dari sekian banyak telaah sosiologi terhadap sastra, dapat disimpulkan oleh Sapardi Djoko Damono menjadi dua kecenderungan utama, yakni:

Pertama, pendekatan yang berdasarkan pada anggapan bahwa sastra merupakan cermin proses sosial-ekonomis belaka. Pendekatan ini bergerak dari faktor-faktor di luar sastra untuk membicarakan sastra itu sendiri. Jelas bahwa dalam pendekatan ini teks sastra tidak dianggap utama, ia hanya merupakan

epiphenomenon (gejala kedua).

Kedua, pendekatan yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaahan. Metode yang dipergunakan dalam sosiologi sastra ini adalah analisis commit to user

teks untuk mengetahui strukturnya, untuk kemudian dipergunakan memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang di luar sastra.

Lebih jauh lagi, Sapardi Djoko Damono (1979: 19) menyatakan bahwa pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan oleh beberapa penulis disebut sosiologi sastra. Istilah ini pada dasarnya tidak berbeda dengan pengertian sosiosastra, pendekatan sosiologi, atau pendekatan sosiokultural terhadap sastra. Pendekatan sosiologi ini pengertiannya mencakup berbagai pendekatan, masing-masing didasarkan pada sikap dan pandangan teoretis tertentu, tetapi semua pendekatan itu menunjukkan suatu ciri kesamaan, yaitu mempunyai perhatian terhadap sastra sebagai institusi sosial, yang diciptakan oleh sastrawan sebagai anggota masyarakat. Tujuan penelitian sosiologi sastra adalah untuk mendapatkan gambaran yang lengkap, utuh, dan menyeluruh tentang hubungan timbal balik antara sastrawan, karya sastra, dan masyarakat. Gambaran yang jelas tentang hubungan timbal balik antara ketiga anasir itu sangat penting artinya bagi peningkatan pemahaman dan penghargaan manusia terhadap sastra itu sendiri.

Sapardi Djoko Damono (1979: 97) membedakan sejumlah pendekatan sosiologi sastra ke dalam beberapa macam, yaitu:

1. Sosiologi sastra yang mengkaji karya sastra sebagai dokumen sosial budaya.

2. Sosiologi sastra yang mengkaji penghasilan dan pemasaran karya sastra.

3. Sosiologi sastra yang mengkaji penerimaan masyarakat terhadap karya sastra seorang penulis dan apa sebabnya.

4. Sosiologi sastra yang mengkaji pengaruh sosial budaya terhadap penciptaan karya sastra.

5. Sosiologi sastra yang mengkaji mekanisme universal seni, termasuk karya sastra.

6. Strukturalisme genetik yang dikembangkan oleh Lucien Goldmann dari Perancis. Berdasarkan pendapat diatas, pendekatan sosiologi sastra adalah suatu pendekatan sastra yanng menelaaah karya sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan. Pendekatan sosiologi sastra mempunyai hubungan yang erat dengan sastrawan dan karya sastra.

Wollf (dalam Suwardi Endraswara, 2003:77) menyatakan sosiologi sastra merupakan disiplin ilmu yang tanpa bentuk, tidak terdefisikan dengan baik terdiri dari sejumlah studi empiris dan berbagai percobaan pada teori yang lebih umum, yang masing-masingnya hanya mempunyai kesamaan dalam hal yang berhubunngan antara sastra dengan masyarakat. Faruk (1994:1) berpendapat bahwa sosiologi merupakan gambaran mengenai cara-cara manusia menyesuaikan dirinya dengan dan ditentukan oleh masyarakat tertentu, gambaran mengenai mekanisme sosiologi, proses belajar secara kultural, yang dengan individu-individu dialokasikan pada peranan-peranan tertentu dalam struktur sosial itu.

Adapun secara singkat Garbstein (dalam Faruk, 1994: 32) mengungkapkan konsep tentang sosiologi sastra, yaitu:

a. Karya sastra tidak dapat dipahami selengkapnya tanpa dihubungkan dengan kebudayaan dan peradaban yang menhasilkannya.

b. Gagasan yang ada dalam karya sastra sama pentingnya dengan bentuk penulisasnnya.

c. Karya sastra yang bisa bertahan lama pada hakikatnya adalah suatu prestasi. d. Masyarakat dapat mendekati sastra dari dua arah.

1) Sebagai faktor material istimewa 2) Sebagai tradisi

e. Kritik sastra seharusnya lebih dari sekedar perenungan estetis yang tanpa pamrih.

f. Ktitikus bertanggung jawab baik kepada sastra masa silam maupun sastra masa depan.

Secara epitemologis (dari sudut teori keilmuan) tidak mungkin mebangun suatu sosiologi sastra yang general yang meliputi seluruh pendekatan. commit to user

g. Uraian berikut dipusatkan pada sosiologi sastra Marxis yang memang sangat menonjol atau dominan. Garis besarnya adalah sebagai berikut:

1) Manusia harus hidup dulu sebelum dapat berpikir

2) Struktur sosial masyarakat ditentukan oleh kondisi-kondisi kehidupan khususnya sistem produksi ekonomi. Dibedakan antara infrastruktur dan suprastruktur.

h. Walaupun Marxis sadar bahwa hubungan sastra dan masyarakat itu rumit, para pengikut Marxis tetap menganggap bahwa sastra merupakan gejala kedua yang ditentukan oleh yaitu infrastruktur. Klasifikasi tersebut tidak jauh berbeda dengan penjelasan yang dibuat oleh Ian Watt dengan melihat hubungan timbal balik antara sastrawan, sastra dan masyarakat.

Suwardi Endraswara (2003:77) menyatakan bahwa sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif. Penelitian ini banyak dinikmati oleh peneliti yang ingin menelliti sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat karena sifatnya yang reflektif itu. Asumsi dasar penelitiaan sastra adalah kelahiran sastra tidak dalam kekosongan sosial. Kehidupan sosial akan menjadi picu lahirnya karya sastra. Karya sastra yang berhasil atau sukses adalah karya sastra uang mampu merefleksikan zamannya. Itulah sebabnya, sangatlah beraalaskan jika penelitian sosiologi sastra lebih banyak memperbincangkan hubungan antara pengarang dengan kehidupan sosialnya.

Pendekatan sosiologi sastra memiliki pandangan terhadap keterkaitan aspek sastra dan sosial budaya: pertama, hubungan dengan aspek sastra sebagai refleksi sosiobudaya. Kedua, mempelajari pengaruh sosiobudaya terhadap karya sastra aspek peertama tersebut terkait masalah refleksi sastra. Aspek kedua berhubungan dengan konsep pengaruh (Suwardi Endraswara 2003:93). Pendekatan yang mengungkapkan aspek sastra dengan refleksi dokumen sosiobudaya, mengimplikasikan bahwa karya sastra menyimpan hal-hal penting bagi kehidupan sosiobudaya. Pendekatan ini hanya bersifat parsial, artinya sekedar mencatat keadaan sosiobudaya masyarakat tertentu. Jadi, pendekatan ini tidak memperhatikan struktur teks, melainkan hanya penggalan-penggalan cerita yang terkait dengan sosiobudaya. commit to user

Sosiologi sastra oleh Rene Wellek dan Austin Warren (dalam Wiyatmi 2006:98) diklasifikasikan tiga tipe yaitu:

a. Sosiologi pengarang yaitu pendekatan yang menelaah mengenai latar belakang sosial, status sosiala pengarang, dan ideologi pengarang yang terlihat dari berbagai kegiatan pengarang di luar karya sastra.

b. Sosiologi karya yaitu pendekatan yang menelaah isi karya sastra, tujuan serta hal-hal yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri dan yang berkaitan dengan masalah sosial.

c. Sosiologi pembaca dan dampak sosial karya sastra yaitu pendekatan yangg menelaah mengenai sejauh mana sastra ditentukan atau tergantung dari latar sosial, perubahan dan perkembangan sosial.

Senada dengan pendapat di atas Suwardi Endraswara (2003:80) mengatakan bahwa sosiologi sastra dapat meneliti sastra sekurang-kurangnya melalui tiga perspektif yaitu:

a. Perspektif teks sastra, artinya peneliti meneliti karya sastra sebagai sebuah refleksi kehidupan dan sebaliknya.

b. Perspektif biologis, yaitu peneliti menganalisis pengarang, latar belakang, penciptaan karya sastra itu sendiri, dan sebagainya.

c. Perspektif reseptif yaitu, menganalisis penerimaan masyarakat terhadap teks masyarakat.

Dokumen terkait