• Tidak ada hasil yang ditemukan

HARMONISASI PENGANGGARAN

Dalam dokumen MAJALAH KEUANGAN SEKTOR PUBLIK (Halaman 40-42)

LAPORAN UTAMA

Menjawab Tantangan Birokrasi

HARMONISASI PENGANGGARAN

a. Jabatan Administrasi, yang terbagi dalam jabatan administrator (setara jabatan eselon III), jabatan pengawas (setara jabatan eselon IV), dan jabatan pelaksana (setara jabatan eselon V dan fungsional umum); b. Jabatan Fungsional, yang terbagi

dalam jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional keterampilan; c. Jabatan Pimpinan Tinggi, yang

terbagi dalam jabatan pimpinan tinggi utama (setara jabatan eselon Ia kepala lembaga pemerintah non kementerian), jabatan pimpinan tinggi madya (setara jabatan eselon Ia dan eselon Ib) dan jabatan pimpinan tinggi pratama (setara jabatan eselon II).

3. Jabatan ASN diisi oleh pegawai ASN dan untuk jabatan ASN tertentu dapat diisi dari prajurit TNI dan anggota Polri. 4. Hak pegawai ASN

a. PNS memperoleh: gaji, tunjangan dan fasilitas; cuti; jaminan pensiun dan jaminan hari tua; perlindungan (jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, bantuan hukum); dan pengembangan kompetensi; b. PPPK memperoleh: gaji dan

tunjangan; cuti; perlindungan (jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan bantuan hukum); dan pengembangan kompetensi. 5. Kebijakan pembinaan dan manajemen

ASN dipegang oleh Presiden, yang penyelenggaraannya didelegasikan kepada:

a. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dalam hal perumusan dan penetapan kebijakan, koordinasi dan sinkronisasi kebijakan, pengawasan pelaksanaan kebijakan ASN; b. Komisi Aparatur Sipil Negara

dalam hal monitoring, evaluasi kebijakan, dan rekomendasi yang mengikat untuk menjamin perwujudan sistem merit; pengawasan penerapan asas, kode etik, dan kode perilaku ASN; c. Lembaga Administrasi Negara dalam

hal penelitian, pengkajian kebijakan manajemen ASN, dan pembinaan dan penyelenggaraan diklat ASN;

d. Badan Kepegawaian Negara dalam hal penyelenggaraan manajemen ASN dan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan norma, standar, prosedur dan kriteria manajemen ASN.

6. Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) a. merupakan lembaga non struktural,

yang mandiri dan bebas dari intervensi politik;

b. berfungsi mengawasi pelaksanaan norma dasar, kode etik/perilaku, penerapan Sistem Merit. Bertugas menjaga netralitas Pegawai ASN; melakukan pengawasan atas pembinaan profesi ASN; dan melaporkan pelaksanaan tugas kepada Presiden;

c. beranggotakan 7 (tujuh) orang, yang terdiri dari unsur Pemerintah dan/atau non Pemerintah;

d. pembiayaan KASN dari APBN. 7. Pejabat Pembina Kepegawaian

a. Pejabat Pembina Kepegawaian adalah pejabat yang mempunyai kewenangan menetapkan pengangkatan,

pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN dan pembinaan Manajemen ASN di instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. b. Presiden selaku pemegang

kekuasaan tertinggi pembinaan ASN dapat mendelegasikan kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pejabat selain pejabat pimpinan tinggi utama dan madya, dan pejabat fungsional keahlian utama kepada: Menteri di kementerian; Pimpinan lembaga di LPNK; sekretaris jenderaldi sekretariat lembaga negara dan LNS; gubernur, di provinsi; dan bupati/walikota, di kabupaten/kota. 8. Pejabat yang Berwenang

a. Pejabat yang Berwenang adalah pejabat yang mempunyai

kewenangan melaksanakan proses pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. Presiden dapat mendelegasikan kewenangan pembinaan Manajemen ASN kepada Pejabat yang

Berwenang di kementerian, sekjen/

sekretariat LN, sekretariat LNS, Sekda provinsi dan kabupaten/kota. c. Pejabat yang Berwenang dalam

menjalankan fungsi Manajemen ASN di Instansi Pemerintah berdasarkan Sistem Merit dan berkonsultasi dengan Pejabat Pembina Kepegawaian di instansi masing-masing.

d. Pejabat yang Berwenang memberikan rekomendasi usulan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian di instansi masing-masing.

e. Pejabat yang Berwenang mengusulkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pejabat Administrasi dan Pejabat Fungsional kepada Pejabat Pembina Kepegawaian di instansi masing-masing.

9. Penilaian kinerja

Penilaian kinerja PNS dan PPPK berada di bawah kewenangan Pejabat yang Berwenang, yang pelaksanaannya didelegasikan secara berjenjang kepada atasan langsung dari PNS, dan dapat mempertimbangkan pendapat rekan kerja setingkat dan bawahannya. Hasil penilaian kinerja disampaikan kepada Tim Penilai Kinerja. PNS yang tidak mencapai target dikenakan sanksi administrasi sampai dengan pemberhentian sesuai peraturan, sedangkan PPPK yang tidak mencapai terget kinerja diberhentikan dari PPPK. 10. Gaji dan tunjangan

Gaji dan tunjangan PNS dan PPPK Pusat dibebankan pada APBN dan gaji dan tunjangan PNS dan PPPK Daerah dibebankan pada APBD.

11. Batas usia pensiun PNS:

a. 58 (lima puluh delapan) tahun bagi Pejabat Administrasi;

b. 60 (enam puluh) tahun bagi Pejabat Pimpinan Tinggi; dan c. sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan bagi Pejabat Fungsional.

12. Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) a. Pimpinan Tinggi Utama dan

Madya dilakukan pada tingkat nasional,

b. Pimpinan Tinggi Pratama dilakukan pada tingkat nasional, propinsi, atau antar intansi dalam 1 (satu) kabupaten/kota.

13. Organisasi ASN

Organisasi ASN merupakan wadah Korps Profesi Pegawai ASN RI untuk

LAPORAN UTAMA

menyalurkan aspirasinya. Organisasi ini berfungsi: melakukan pembinaan dan pengembangan profesi ASN, memberikan perlindungan hukum dan advokasi terhadap dugaan pelanggaran sistem merit dan masalah hukum dalam melaksanakan tugas, memberikan rekomendasi kepada majelis kode etik instansi terhadap pelanggaran kode etik profesi dan kode perilaku profesi, dan menyelenggarakan usaha-usaha untuk peningkatan kesejahteraan anggota korps profesi ASN RI sesuai dengan peraturan perudang-undangan 14. Pengaturan peralihan dan penutup

a. UU 11/1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai dan peraturan pelaksanaannya tetap berlaku sampai ditetapkannya peraturan pelaksanaan dari UU ASN yang mengatur mengenai program pensiun PNS. Dalam pengaturan di Pasal 91 diatur pula bahwa pengaturan lebih lanjut mengenai jaminan pensiun dan jaminan hari tua diatur dengan Peraturan Pemerintah; b. UU 8/1974 tentang Pokok-pokok

Kepegawaian jo UU 43/1999 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; c. Ketentuan mengenai Kepegawaian

Daerah dalam UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah jo UU 12/2008 dan peraturan pelaksanaannya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; d. Semua peraturan pelaksanaan

dari UU 8/1974 jo UU 43/1999 dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan UU ASN; e. ketentuan peraturan perundang-

undangan mengenai kode etik dan penyelesaian pelanggaran terhadap kode etik bagi jabatan fungsional tertentu dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan UU ASN;

f. Peraturan pelaksanaan dari UU ASN ditetapkan paling lama 2 tahun sejak UU ASN diundangkan; g. KASN dibentuk paling lama 6

bulan sejak UU ASN diundangkan.

15. Pengaturan afirmatif

Kebijakan dan manajemen ASN dalam UU ASN dilaksanakan dengan memperhatikan: kekhususan daerah-

daerah tertentu (daerah yang memiliki otonomi khusus, daerah tertinggal,

daerah konflik, daerah terpencil,

daerah istimewa dan lain-lain) dan/atau warganegara berkebutuhan khusus.

Peraturan Pelaksanaan

Diundangkannya UU ASN merupakan sebagian perjalanan dari penyiapan landasan hukum pelaksanaan reformasi birokrasi. Saat ini Pemerintah termasuk Kementerian Keuangan tengah menyiapkan peraturan pelaksanaan yang diamanatkan dalam UU ASN. Dalam UU ASN diamanatkan 19 (sembilan belas) Peraturan Pemerintah, 4 (empat) Peraturan Presiden, 1 (satu) Keputusan Presiden, 1 (satu) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan 1 (satu) Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Kesemua peraturan pelaksanaan tersebut harus sudah diselesaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak UU ASN diundangkan, atau paling lambat 15 Januari 2016.

Langkah dan Harapan Ke Depan

Terselesaikannya payung hukum reformasi birokrasi merupakan satu langkah yang harus diikuti langkah-langkah berikutnya untuk mewujudkan cita-cita reformasi birokrasi. Payung hukum hanya bermakna apabila dapat dilaksanakan dengan baik oleh para kelompok target, dalam hal ini pegawai ASN dan Pemerintah. Untuk menjamin pelaksanaan yang baik tersebut ketaatan dan penegakan menjadi faktor kunci. Untuk itu, langkah-langkah penting berikutnya yang perlu diperhatikan adalah langkah yang berdimensi ketaatan (compliance) dan penegakan (enforcement) dari UU ASN (Kementerian Kehakiman Pemerintah Belanda, 2004).

Dimensi pertama yaitu ketaatan, berkaitan erat dengan: (i) pemahaman para pemangku kepentingan atas substansi peraturan, (ii) dampak dari ditaati/tidak ditaatinya substansi peraturan, baik dampak secara ekonomis maupun sosial dalam birokrasi itu sendiri, (iii) tingkat penerimaan para pemangku kepentingan atas substansi peraturan dan (iv) tingkat kepercayaan pemangku kepentingan kepada otoritas yang diberi kewenangan dalam peraturan, dalam hal ini KASN sebagai otoritas pengawas pelaksanaan sistem merit harus mempunyai integritas dan kompetensi sehingga perannya

dihormati oleh pemangku kepentingan, (v) kontrol sosial. Kontrol sosial juga penting memberi pengaruh kesuksesan implementasi UU ASN, yaitu dalam hal pemberian sanksi sosial atas tidak ditaatinya substansi peraturan.

Dimensi kedua yaitu penegakan, berkaitan erat dengan: (i) pelaporan. Sistem pelaporan harus didesain sedemikian rupa sehingga menghilangkan keengganan atau ketakutan untuk melaporkan ke instansi yang berwenang, bagi pegawai ASN yang menerima kesewenang-wenangan dari atasan tempat dia bekerja; (ii) inspeksi dan deteksi. Sistem inspeksi dan deteksi harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga para otoritas yang diberi kewenangan berdasarkan UU ASN dapat menangkap pelanggaran yang ada atau peka terhadap potensi pelanggaran yang mungkin terjadi, (iii) selektivitas. Sistem harus didesain sedemikian rupa sehingga pemberian sanksi ataupun penghargaan tidak jatuh pada orang yang tidak tepat, (iv) sanksi dan intensitas sanksi. Mekanisme pemberian sanksi harus didesain secara memadai sehingga kesalahan mudah dibuktikan, sanksi diberikan sesuai kesalahan, dan diberikan oleh otoritas yang mempunyai kewenangan serta supaya sanksi yang diberikan tetap dapat memberikan efek jera namun tidak menimbulkan kesewenang-wenangan baru.

Tantangan birokrasi sebagaimana dijelaskan pada bagian pendahuluan bukanlah tantangan yang mudah. Dibutuhkan administrasi publik yang baik untuk menjawab tantangan tersebut. Birokrasi pada lembaga-lembaga negara dan lembaga Pemerintah, sebagai bagian dari administrasi publik berperan sangat strategis dan kritikal dalam semua aspek pembangunan. Demikian pula dalam menciptakan daya saing yang tinggi di pasar global, Indonesia membutuhkan birokrasi yang berbasis visi, misi dan kinerja sehingga dapat terbentuk ASN yang inovatif dan strategis terhadap perubahan lingkungan yang dinamis. Terselesaikannya payung hukum reformasi birokrasi yaitu UU ASN diikuti berikutnya dengan penyusunan peraturan pelaksanaan dan implementasinya yang baik, menjadi harapan besar bersama untuk mewujudkan Indonesia yang mandiri, maju, jujur, adil dan makmur, sebagaimana visi yang dicita-citakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional untuk diraih pada tahun 2025.

Menjawab Tantangan Birokrasi

Dalam dokumen MAJALAH KEUANGAN SEKTOR PUBLIK (Halaman 40-42)