• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN UTAMA Postur Belanja NegaraOPIN

Dalam dokumen MAJALAH KEUANGAN SEKTOR PUBLIK (Halaman 46-49)

belanja hibah, belanja bantuan sosial, subsidi, pembayaran bunga hutang, serta belanja lain-lain; dan (2) transfer ke daerah yang meliputi dana perimbangan dan dana otonomi khusus dan penyeimbang/ penyesuaian.

Merujuk ke hal itu, maka jika ditinjau dari sisi pengelolaannya, format postur belanja negara tersebut terdiri atas:(1) belanja pemerintah pusat yang dikelola oleh anggaran Kementerian Negara/ Lembaga (K/L) meliputi belanja pegawai, belanja barang, dan belanja bantuan sosial; (2) belanja pemerintah pusat yang dikelola oleh organisasi bendahara umum negara (BUN) meliputi subsidi,

pembayaran bunga hutang, belanja hibah, serta belanja lain-lain; dan (3) transfer ke daerah yang dikelola oleh Pemerintah Daerah meliputi Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian. Dengan demikian, secara umum, Anggaran Belanja Pemerintah Pusat menurut organisasi dibagi menjadi dua bagian kelompok besar, yaitu: (1) anggaran yang dialokasikan melalui bagian anggaran kementerian negara/lembaga (BA K/L) dengan Menteri/Pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran (Chief Operational Officer); dan (2) anggaran yang dialokasikan melalui Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA BUN) yang dialokasikan melalui Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (Chief Financial Officer).

Dengan mengikuti format postur belanja negara tersebut, jika dalam tahun 2008 komposisi pembagian anggaran belanja negara masih didominasi oleh bagian anggaran bendahara umum (BUN), maka pada RAPBN 2014 komposisi ketiga komponen (BA K/L, BA BUN, BA transfer ke Daerah) tersebut masing- masing telah berada dikisaran di atas 30 persen, yang berarti pembagiannya telah menuju ke arah yang lebih berimbang. Meskipun demikian, khusus untuk BA BUN, terutama anggaran subsidi dirasakan masih terlalu besar, sehingga perlu upaya-upaya lebih lanjut dalam menekan porsi anggarannya. Untuk lebih rincinya mengenai perkembangan pembagian anggaran belanja negara ini APBN tidak lagi terdiri atas pengeluaran

rutin dan pengeluaran pembangunan, akan tetapi format dan struktur postur belanja negara telah menjelma menjadi belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah (lihat Bagan 1).

Dengan format dan struktur postur belanja negara tersebut, maka postur pembagian anggaran belanja negara seperti yang tercermin pada Grafik 1. Dari grafik 1 tersebut,realisasi belanja negara dari tahun 2008 hingga APBN 2014sebagian besar adalah merupakan realisasi belanja pemerintah pusat, namun dengan trend

yang menurun, yaitu dari Rp693,4 triliun (70,3 persen terhadap total belanja negara) pada tahun 2008 menjadi Rp1.249,9 triliun (67,8 persen) pada APBN 2014. Sementara itu, realisasi transfer ke daerah dalam tahun 2008 hingga APBN 2014 menunjukkan trend yang meningkat, yaitu dari Rp292,4 triliun (29,7 persen) pada tahun 2008 menjadi Rp592,6 triliun (32,2 persen) pada APBN 2014.

Namun demikian, masalah komposisi pembagian anggaran belanja negara tersebut tidaklah semata-semata dilihat dari pembagiannya antara belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah. Sesuai dengan adanya reformasi keuangan negara yang ditandai dengan terbitnya UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, format postur belanja negara (lihat Bagan 2) terdiri atas:(1) belanja pemerintah pusat yang meliputi belanja pegawai, belanja barang, belanja modal,

Grafik 1. Komposisi Belanja Negara, 2008-2014

1.400,0 1.200,0 1.000,0 800,0 600,0 400,0 200,0 - 80,0 70,0 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 - Triliun rp % BPP TKD % BPP terhadap BN % TKD terhadap BN 2008 2009 2010 2011 2012 2013 (APBNP) 2014 (APBNP) T-Account Belanja Negara A. Belanja Rutin 1. Belanja Pegawai 2. Belanja Barang

3. Belanja Rutin Daerah

4. Bunga dan Cicilan Utang

5. Pengeluaran Rutin Lainnya

A. Belanja Pembangunan

1. Pembangunan Rupiah 2. Pembangunan Proyek

Bagan 1. Belanja Negara dalam format T-Account dan i-Account

T-Account Belanja Negara

A. Belanja Pemerintah Pusat 1. Pengeluaran Rutin

a. Belanja Pegawai b. Belanja Barang c. Belanja Modal

d. Pembayaran Bunga Utang e. Subsidi

2. Pengeluaran Pembangunan

B. Transfer ke Daerah 1. Dana Perimbangan 2. Dana Otonomi Khusus dan

LAPORAN UTAMA

Postur Belanja Negara

OPINI

dapat dilihat pada Grafik 2. Jika pada tahun 2008 realisasi BAK/L mencapai Rp259,7 triliun (26,3 persen), BA BUN mencapai Rp433,7 triliun (44,0 persen), dan BA transfer ke daerah Rp292,4 triliun (29,7 persen), maka pada APBN 2014 BA K/L mencapai Rp637,8 triliun (34,6 persen), BA BUN mencapai Rp612,1 triliun (33,2 persen), dan BA transfer ke daerah Rp592,6 triliun (32,2 persen). Sementara itu, sebagai catatan pada tahun 2012 dan 2013, komposisi belanja K/L sedikit lebih tinggi jika dibandingkan belanja Non K/L dan Transfer ke Daerah. Hal ini karena belanja K/L mengalami peningkatan, selain sehubungan dengan ditempuhnya kebijakan pengendalian subsidi BBM yang mengakibatkan pemerintah mengalokasikan anggaran di antaranya untuk: (1) Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan langsung sementara (BLSM) melalui Kementerian Sosial; (2) Bantuan Siswa Miskin (BSM) dan beasiswa bidik misi melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama; dan (3) pengalokasian anggaran untuk program pembangunan infrastruktur melalui Kementerian Pekerjaan Umum, juga sehubungan dengan adanya penambahan anggaran untuk persiapan Pemilu melalui Badan Pengawas Pemilu.

Selanjutnya, jika ditinjau dari sisi aliran dana (flow of fund) APBN yang mengalir, maka belanja negara tersebut sebenarnya sudah banyak mengalir ke

daerah. Selain anggaran Transfer ke Daerah yang dialokasikan dan disalurkan ke daerah sebagai penerimaan APBD, juga terdapat beberapa jenis dana APBN yang dialokasikan melalui anggaran kementerian/lembaga untuk mendanai beberapa kegiatan di daerah. Dana dari kementerian/lembaga tersebut antara lain berupa dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan, dana dalam rangka pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), dan dana untuk pelaksanaan berbagai jenis subsidi, yang pengelolaan dilaksanakan oleh kementerian/lembaga terkait dan tidak menjadi bagian dari penerimaan APBD

(lihat Bagan 3). Secara keseluruhan, dana APBN yang digunakan untuk mendanai kegiatan di daerah, baik berupa Transfer ke Daerah maupun anggaran dari kementerian/lembaga, jumlahnya saat ini hampir mencapai 60 persen dari total belanja dalam APBN.

Adanya alokasi dana Transfer ke Daerah dan pemberian diskresi kepada daerah untuk mengelola perpajakan daerah, pinjaman dan hibah daerah tersebut menunjukkan kuatnya komitmen Pemerintah untuk melaksanakan

desentralisasi fiskal. Komitmen Pemerintah

tersebut harus diimbangi dengan

kesungguhan dari Pemda untuk mengelola APBD secara sehat berdasarkan tata kelola pemerintahan yang baik dengan mengedepankan akuntabilitas dari segenap aparatur pemerintahan di daerah. Ekspansi APBD karena meningkatnya sumber-sumber pendanaan harus diikuti dengan perbaikan kualitas belanja daerah (quality of spending), sehingga sumber-sumber dana yang ada dapat dimanfaatkan untuk mendanai program dan kegiatan yang mempunyai nilai tambah yang besar bagi masyarakat.

Dalam kaitannya dengan output yang telah dicapai dari pengalokasian anggaran belanja negara tersebut, maka, sebagai

salah satu instrumen utama kebijakan fiskal,

kebijakan dan alokasi anggaran belanja negara menempati posisi yang sangat strategis dalam mendukung akselerasi pembangunan yang inklusif, berkelanjutan dan berdimensi kewilayahan untuk mencapai dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Berkaitan dengan itu, desain dari

Bagan 2. Perumahan Sistem dan Format Belanja Negara

FoRmAT LAmA (s/d 200)

Belanja Pemerintah Pusat:

1. Pengeluaran RUTIN

a. Belanja Pegawai b. Belanja Barang

c. Pembayaran Bunga Utama d. Subsidi

e. Pengeluaran Rutin Lainnya

2. Pengeluaran PEmBANGUNAN Transfer ke Daerah

1. DanaPembangunan 2. Dana Otonomi Khusus dan

Penyesuaian

FoRmAT LAmA (mulai TA 200)

Belanja Pemerintah Pusat:

1. Belanja Pegawai 2. Belanja Barang 3. Belanja Modal

4. Pembayaran Bunga Utang 5. Subsidi 6. Belanja Hibah 7. Bantuan Sosial 8. Belanja Lain-lain Transfer ke Daerah 1. Dana Perimbangan 2. Dana Otonomi Khusus dan

Penyesuaian 700,0 600,0 500,0 400,0 300,0 200,0 100,0 triliun rp - 2008 2009 2010 2011 2012 2013 (APBN) 2014 (APBN) 50,0 45,0 40,0 35,0 30,0 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 - BA K/L BA BUN BA TKD % BA K/L thd BN % BA BUN thd BN % TKD thd BN %

LAPORAN UTAMA

Postur Belanja Negara

OPINI

kebijakan dan alokasi belanja negara sesuai dengan prioritas dan strategi RPJMN ditujukan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang dengan menekankan pada upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk pengembangan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) serta penguatan daya saing perekonomian. Prioritas utama dan strategi yang sejalan dengan fungsi-fungsi pemerintah tersebut akan dicapai melalui penguatan pelaksanaan empat pilar strategi yang meliputi: pembangunan yang berpihak pada pertumbuhan (pro-growth), berpihak pada lapangan pekerjaan (pro-job), berpihak pada pengurangan kemiskinan (pro-poor), serta berpihak pada pengelolaan yang ramah lingkungan (pro-environment).

Berkaitan dengan itu, dengan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka output yang dihasilkan diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi. Dalam beberapa tahun terakhir, melalui dukungan anggaran belanja pemerintah pusat, yang dialokasikan diantaranya melalui Bidang Perekonomian, seperti Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perhubungan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Perindustrian, telah dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional berada di atas 6 persen sehingga menempatkan

Indonesia sebagai negara Asia ketiga yang mengalami pertumbuhan ekonomi tinggi, yakni setelah China dan India. Sebagai gambarannya, pada tahun 2011 pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 6,5 persen dan pada tahun 2012 pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 6,2 persen. Selain indikator pertumbuhan ekonomi, dengan dukungan belanja pemerintah pusat, yang dialokasikan diantaranya selain melalui kementerian yang terkait dengan bidang perekonomian, juga melalui kementerian yang terkait dengan bidang kesejahteraan rakyat, seperti Kementerian Sosial, juga telah dapat menurunkan tingkat kemiskinan, yaitu dari 15,4 persen pada tahun 2008 menjadi 11,7 persen pada tahun 2012. Demikian pula untuk indikator tingkat pengangguran, melalui dukungan anggaran belanja pemerintah pusat yang dialokasikan diantaranya melalui Bidang Perekonomian, juga menunjukkan penurunan, yaitu dari 15,4 persen pada tahun 2008 menjadi 6,1 persen pada tahun 2012. Sementara itu, indikator lainnya, seperti indeks pembangunan manusia (IPM) dan angka partisipasi murni (APM), melalui dukungan anggaran belanja pemerintah pusat yang dialokasikan diantaranya melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Agama juga menunjukkan perkembangan yang positif. Hal ini tercermin dari pencapaian tingkat IPM yang telah

mencapai 72,8 persen pada tahun 2011, dan angka partisipasi murni (APM), secara nasional yang menunjukkan peningkatan, yaitu APM tingkat SD/MI/Paket A

meningkat dari 91,0 persen pada tahun 2011 menjadi 92,5 persen pada tahun 2012, APM tingkat SMP/Mts/Paket B meningkat dari 68,1 persen pada tahun 2011 menjadi 70,8 persen pada tahun 2012, dan APM tingkat SM/SMK/MA/Paket C meningkat dari 48,0 persen pada tahun 2011 menjadi 51,5 persen pada tahun 2012.

Namun demikian, apabila dilihat menurut wilayah, meskipun transfer ke daerah yang digelontor sudah sedemikian besar, namun perkembangan pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah masih bervariasi. Sebagai gambarannya, pada tahun 2012, meskipun sebagian besar pertumbuhan ekonomi provinsi menguat, yaitu ada 19 provinsi yang mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi di atas pertumbuhan ekonomi nasional, namun masih ada 13 provinsi yang masih mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi di bawah pertumbuhan ekonomi nasional, bahkan masih terdapat satu provinsi yang mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi yang negatif yaitu Nusa Tenggara Barat. Demikian pula, meskipun seluruh daerah di Indonesia menunjukkan penurunan persentase penduduk miskin, namun jika ditinjau dari perbandingannya dengan persentase kemiskinan secara nasional, masih ada 16 propinsi yang mempunyai tingkat kemiskinan di atas kemiskinan nasional, bahkan pada tahun 2012 khusus untuk Nusa Tenggara Timur tingkat kemiskinan masih mencapai 20,4 persen, Maluku mencapai 20,8 persen, Papua Barat mencapai 27,0 persen, dan Papua mencapai 30,7 persen. Selanjutnya, jika ditinjau dari tingkat pengangguran, pada tahun 2012, daerah-daerah yang tingkat penganggurannya relatif masih tinggi diantaranya adalah Provinsi Banten 10,1 persen, DKI Jakarta 9,9 persen, Aceh 9,1 persen, dan Maluku 7,5 persen. Memperhatikan hal tersebut di atas, dengan besarnya dana transfer ke daerah yang diserahkan kepada daerah, maka hal yang perlu mendapatkan perhatian dari Pemerintah dan pemerintah daerah adalah upaya untuk menyelaraskan pola alokasi dana ke daerah dengan target pertumbuhan ekonomi dan target kesejahteraan

masyarakat.

Bagan 3. Aliran Dana Pemerintah Pusat ke Daerah PEmERINTAhAN PUsAT PeNDAPATAN Melalui Anggaran K/L Belanja Pemerintah Pusata Melalui Anggaran Non K/L Transfer Ke Daerah PeMBiAyAAN BeLANJA DAERAh

Tidak Masuk APBD

Dana Vertikal di Daerah

Dana Dekonsentrasi Dana Tugas Pembantuan

PNPM dan BOS Subsidi dan Bantuan

Masuk APBD

PAD Hibah

• Dana Perimbangan (DBH, DAU, DAK) • Dana Otsus dan Dana

Penyesuaian

Pinjaman

LAPORAN UTAMA

P

eran yang diemban BPJS Kesehatan memang sangat strategis mengingat jaminan kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia selain pangan, papan, dan perumahan. Oleh karena itu, ketahanan dan keberlanjutan

Dalam dokumen MAJALAH KEUANGAN SEKTOR PUBLIK (Halaman 46-49)