• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penugasan Perum BulogSUPLEMEN

Dalam dokumen MAJALAH KEUANGAN SEKTOR PUBLIK (Halaman 30-35)

LAPORAN UTAMA

ada ketersediaan stok yang memadai dan siap dipergunakan kapanpun dan dimanapun ketika negara dihadapkan pada situasi terjadinya bencana alam/sosial, timbulnya gejolak harga pangan pokok yang mengancam kestabilan perekonomian dan adanya komitmen Pemerintah yang harus dilaksanakan terkait penyediaan stok beras ASEAN atau pelaksanaan pemberian bantuan pangan Internasional.

B. Permasalahan

Dalam implementasinya, niat baik Pemerintah dalam memenuhi kewajibannya untuk memberikan pelayanan umum kepada masyarakat melalui penugasan hal tersebut kepada Perum BULOG dihadapkan pada beberapa kendala yang cukup kompleks, khususnya menyangkut pelaksanaan di lapangan, batas-batas kewenangan, tanggung jawab, kebijakan manajemen perberasan, kejelasan regulasi yang mengatur dan akuntabilitas dari sisi perhitungan penganggaran. Secara umum, permasalahan ini mencakup lintas Kementerian/Lembaga terkait seperti : Kemenko Bidang Kesra dan Kemendagri terkait pengawalan garis kebijakan Tim Koordinasi Raskin dengan aparatur di daerah yang sampai dengan saat ini masih ditemukannya pengawasan distribusi beras bersubsidi yang kurang efektif dan ditemukannya ada penyimpangan, Badan Pusat Statistik (BPS) dan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Sekretariat Wakil Presiden terkait data-data yang tak tervalidasi dengan baik sehingga menimbulkan kesulitan pembagian jatah beras dan sulitnya meyakini bahwa penerima manfaat (beneficiary) adalah pihak yang tepat, Bappenas dan TNP2K Sekretariat Wakil Presiden terkait dengan tingkat keberhasilan program ini sebagai salah satu program penanggulangan kemiskinan dan Kementerian Sosial selaku KPA dan Perum BULOG selaku pihak yang menerima penugasan, terkait adanya kurang layaknya dokumen administrasi sebagai dasar penagihan, ditemukannya beras yang berkualitas kurang baik dan jumlah beras bersubsidi yang tak lancar dibagi dan masih sering ditemukan terbagi tak proporsional. Terkait dengan permasalahan utama yang dirasakan oleh Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan

selaku wakil Pemerintah yang memiliki kewenangan dalam bidang penganggaran, adalah terletak pada keyakinan dan tanggung jawab bahwa : (1) KPA telah siap untuk menyusun dan menetapkan HPB, (2) HPB hanya untuk Subsidi Pangan, dan (3) Perum BULOG sudah mampu mandiri dan tak tergantung pada kredit perbankan dengan jaminan pemerintah.

Penjelasan atas permasalahan yang dihadapi oleh Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan terkait hal tersebut adalah sebagai berikut :

b.1. KPA Ternyata Belum Siap Untuk Menyusun dan Menetapkan HPB

1) Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 237/ PMK.02/2012 tentang Tata Cara Penyediaan, Penghitungan, Pembayaran dan Pertanggungjawaban Subsidi Beras Bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah, dalam Pasal2, antara lain ditegaskan bahwa HPB disusun bersama antara Perum BULOG, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Kementerian Keuangan (Ditjen Anggaran dan Badan kebijakan Fiskal). HPB yang disusun tersebut didasarkan pada struktur biaya yang terkait langsung dengan pelaksanaan penugasan yang komponen-komponen biayanya secara keseluruhan

merupakan pemenggalan komponen biaya tertentu dari perhitungan anggaran biaya Master Budget Perum BULOG yang juga merupakan bagian tak terpisahkan dari Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) Perum BULOG.

2) Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) RI Nomor 13 Tahun 1998 tentang Perusahaan Umum (Perum), dalam Pasal 27 antara lain ditegaskan bahwa RKAP disahkan oleh

Menteri Keuangan dan kewenangan pengesahan tersebut dapat dilimpahkan kepada Menteri yang ruang lingkup tugas dan kewenangannya termasuk bidang usaha Perum. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2003 tentang Pelimpahan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan Pada Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahan Jawatan (Perjan)

Kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dalam Pasal 2, antara lain ditegaskan bahwa kedudukan, tugas dan kewenangan Menteri Keuangan yang dilimpahkan kepada Menteri Negara BUMN adalah termasuk wakil Pemerintah pada Perum sebagaimana diatur dalam PP Nomor 13 Tahun 1998.

3) Dengan demikian, dengan mengacu pada penjelasan-penjelasan tersebut, maka sesungguhnya prinsip-prinsip tata kelola yang baik (governance) pada saat penyusunan prognosa, asumsi, perhitungan anggaran biaya, beban bunga, struktur biaya pembentuk

HPB dan defisit/surplus dalam

perhitungan Master Budget telah dapat dipastikan oleh Perum BULOG dan Kementerian Negara BUMN sebelum RKAP (termasuk Master Budget) disahkan oleh Menteri BUMN. 4) Kalaupun ada peranan Kementerian

Keuangan dalam menyusun HPB bersama KPA dan Perum BULOG adalah untuk memastikan bahwa besaran HPB yang telah direncanakan Perum BULOG dan disahkan Menteri Negara BUMN masih dalam batas

toleransi ruang fiskal APBN, mengingat

secara formulasi, HPB adalah salah satu parameter pembentuk nilai alokasi subsidi pangan yang akan dibiayai bersama dengan parameter yang lain seperti jumlah RTS, alokasi per RTS, frekuensi penyaluran dan Harga Tebus. 5) Seiring dengan upaya penyempurnaan

beberapa kebijakan di bidang penganggaran, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 247/ PMK.02/ 2012 tentang Tata Cara Perencanaan, Penetapan Alokasi, Dan Pengesahan Dokumen Pelaksanaan Aggaran Bendahara Umum Negara, dalam penyusunan anggaran BA- BUN termasuk untuk Subsidi Pangan, pelibatan secara aktif KPA yang dalam hal ini berada pada Kementerian Sosial harus sudah dimulai saat penyusunan pagu indikatif pada tahun 2013 untuk APBN Tahun 2014. Tugas Kementerian Keuangan adalah tak lagi masuk secara teknis, namun mengawal bahwa KPA bersama pihak lain (Perum BULOG) mampu menyajikan perhitungan HPB dan Subsidi Pangan yang layak secara akuntabilitas.

LAPORAN UTAMA

6) Berdasarkan uraian sebagaimana dimaksud di atas, peranan KPA untuk bisa sebagai pihak yang menginisasi perhitungan HPB semestinya yang harus menonjol, namun dalam kenyataannya, ketergantungan pada peranan Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan untuk ikut menyusun perhitungan HPB masih sangat tinggi. Ini nampak dari keberatan KPA terkait rencana revisi atas PMK Nomor 237/PMK.02/2012 tentang Tata Cara Penyediaan, Penghitungan, Pembayaran dan Pertanggungjawaban Subsidi Beras Bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah, dimana diwacanakan akan menghilangkan frase Kementerian Keuangan sebagai pihak yang ikut melakukan melakukan penyusunan HPB dan selanjutnya dilakukan alih kendali atas penghitungan dan penetapan HPB beserta struktur biayanya kepada KPA. Adapun yang menjadi alasan dari keberatan KPA adalah KPA tidak memiliki kemampuan dan pengalaman secara teknis dalam menyusun dan menghitung struktur biaya dan HPB. Keberatan KPA tersebut secara resmi disampaikan menjelang akhir tahun 2013 dan sempat pula mewacanakan pengunduran diri sebagai KPA ( belakangan kembali bersedia namun berubah pejabat pelaksananya, dari semula Dirjen Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan menjadi Sekretaris Ditjen Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan) 7) Permasalahan sebagaimana

dimaksud pada butir 6) menyebabkan Kementerian Keuangan sulit merumuskan suatu kebijakan yang bersifat setara (equal) untuk seluruh pos pengeluaran subsidi dan Public Service Obligation (PSO) yang dibiayai dari APBN, dimana untuk penghitungan dan penetapan parameter yang menjadi dasar menghitung suatu alokasi dana subsidi atau PSO seharusnya menjadi kewenangan KPA dan ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga dimana KPA dimaksud berada.

8) Hal yang memungkinkan dilakukan oleh Kementerian Keuangan adalah meminta kepada KPA

untuk menggunakan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai dasar penyusunan dan penghitungan HPB.

b.2. HPB Ternyata Juga Dipergunakan Untuk Keperluan Penugasan Di Luar Subsidi Pangan

Dalam sistem pengelolaan beras Perum BULOG, baik beras yang dikelola dalam rangka penugasan ataupun komersial,

tidak dapat dibedakan secara fisik. Tidak

ada gudang yang dipisahkan, tidak ada penyemprotan jamur, pengeringan, pengarungan dan bahkan angkat dan angkut beras dari dan ke gudang termasuk jasa perorangan yang dipisahkan untuk membedakan antara penugasan dan komersial. Di dalam pengelolaan beras dalam rangka penugasan yang beragampun juga tidak dibedakan antara beras untuk mendukung program Subsidi Pangan, CBP atau penugasan lainnya (beras natura untuk golongan anggaran, TNI/Polri) di wilayah- wilayah terpencil). Perbedaan hanya nampak dari sisi administrasi.

Hal ini nampak dalam Master Budget Perum BULOG, dimana rencana (prognosa) penyaluran beras yang nampak dalam Master Budget Perum BULOG tidak hanya untuk keperluan Subsidi Pangan, namun juga untuk golongan anggaran dan CBP. Hal yang sama juga terdapat dalam perhitungan anggaran biaya dalam Master Budget

yang antara lain meliputi biaya bongkar muat, survey, asuransi, movement, sewa gudang, perawatan dan lain-lain. Pemisahan perhitungan dipandang tidak

efektif dan efisien mengingat kegiatan

penyaluran beras oleh Perum BULOG justru sangat didominasi untuk keperluan Subsidi Pangan. Sebagai ilustrasi, dalam Master Budget Perum BULOG tahun 2014, dari total penyaluran sebanyak 2.728.069 ton, peruntukannya adalah untuk Subsidi Pangan sebanyak 2.236.449 ton, CBP sebanyak 350.000 ton dan golongan anggaran, TNI/Polri sebanyak 141.620 ton. Pemisahan perhitungan akan membawa konsekuensi Perum BULOG harus menyiapkan biaya sewa gudang, perawatan, asuransi, movement dan lain-lain secara terpisah untuk keperluan yang berbeda-beda, seperti untuk Subsidi Pangan, CBP dan golongan anggaran, TNI/Polri.

Dengan kondisi Perum BULOG saat ini yang sangat menggantungkan likuiditasnya dari dana APBN dan juga pinjaman perbankan berdasarkan jaminan Pemerintah, adanya opsi pemisahan perhitungan untuk keperluan Subsidi Pangan, CBP dan golongan anggaran, TNI/Polri secara terpisah dipandang tidak realistis, karena Perum BULOG sendiri tidak bisa menjamin bahwa hal tersebut dapat dilakukan termasuk sisi pembiayaannya. Kalaupun akan dilakukan, bisa dipastikan bahwa Perum BULOG akan sangat menggantungkan dukungan pendanaan dari Pemerintah dan hal ini tentunya justru akan memberatkan beban APBN.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka HPB yang terbentuk berdasarkan perhitungan dalam Master Budget sesungguhnya tidak saja dipergunakan untuk Subsidi Pangan, namun juga dipergunakan untuk CBP dan golongan anggaran, TNI/Polri.

Mengingat bahwa salah satu tanggung jawab Kementerian Sosial sebagai KPA kegiatan Subsidi Pangan belum maksimal, setidaknya sampai dengan Tahun 2013 pemberitahuan HPB sementara (non audited) masih dilakukan oleh Menteri Keuangan. Pemberitahuan HBP dimaksud menjadi salah satu dasar utama bagi Perum BULOG untuk mengajukan tagihan atas penyaluran beras dari program Subsidi Pangan. Di sisi lain, untuk keperluan CBP, apabila pos cadangan ini akan dipergunakan, maka harga yang dipergunakan oleh Perum BULOG juga menginduk kepada HPB Subsidi Pangan, demikian pula untuk golongan anggaran TNI/Polri. Yang dimaksud dengan Golongan anggaran TNI/Polri di sini adalah beberapa Kementerian/Lembaga yang tetap melakukan perikatan/kontrak penyaluran beras bersama Perum BULOG karena masih membutuhkan droping

beras dalam bentuk fisik (natura), seperti

: Kementerian Sosial (untuk kegiatan di banyak panti), Kementerian Hukum dan HAM (untuk keperluan Lapas) dan TNI/ Polri (untuk PNS dan anggota di wilayah tertentu dan pedalaman).

Begitu strategisnya HPB yang ternyata tidak sekedar untuk keperluan Subsidi Pangan, namun juga untuk penugasan lainnya, Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan memandang tidak bisa melakukan

Penugasan Perum Bulog

SUPLEMEN

LAPORAN UTAMA

intervensi terlalu dalam, namun lebih perlu untuk memastikan bahwa dasar perhitungan HPB Subsidi Pangan yang diusulkan KPA bersama dengan Perum BULOG telah dilakukan berdasarkan kaidah tata kelola yang baik, dan untuk keperluan dimaksud, LHP BPK menjadi salah satu pertimbangan untuk memproses usulan tersebut.

b.3. Perum BULOG Masih

Menggantungkan Kredit Perbankan Yang Dijamin Oleh Pemerintah

Sampai dengan saat ini, Perum BULOG masih dihadapkan pada situasi kesulitan likuiditas untuk mendukung operasional kegiatannya. Meskipun dana Subsidi Pangan telah dikucurkan, namun hal itu tidak akan berkontribusi secara nyata pada kesehatan keuangan Perum BULOG mengingat dana tersebut tidak seluruhnya untuk menggantikan biaya penyaluran beras program Subsidi Pangan, namun justru sebagian besar digunakan untuk menutup hutang-hutang Perum BULOG. Perum BULOG tidak bisa mengklaim bahwa sejak adanya perintah melaksanakan penugasan, Perum BULOG sering mengalami kerugian. Hal ini dikarenakan dalam Master Budget Perum BULOG telah pula memperhitungkan biaya pengadaan dan pembelian gabah dan beras. Ini artinya, dalam HPB sesungguhnya telah mengandung unsur kompensasi atas penugasan tersebut. Kalau dengan kondisi sekarang masih juga mengalami kerugian dan mengalami penumpukan hutang yang bahkan diprediksi sulit untuk dipenuhi pelunasannya meski telah menjaminkan seluruh aset Perum BULOG yang ada, maka yang patut dipertanyakan adalah : 1) Apakah selama ini formulasi struktur

biaya pembentuk HPB sudah benar ? 2) Apakah hutang Perum BULOG

tersebut terjadi karena tidak adanya

pemisahan pembukuan antara aktifitas

perusahaan yang bersifat komersial dengan yang bersifat penugasan sehingga berbaur menjadi satu ? 3) Apakah hutang Perum BULOG

tersebut merupakan akumulasi dari

aktifitas pada periode sebelumnya ?

Kejanggalan ini semakin nyata ketika berdasarkan LHP BPK Tahun 2011 maupun Tahun 2012, secara berturut- turut BPK menyimpulkan bahwa

pada Tahun 2011, terdapat kelebihan pembayaran untuk Subsidi Pangan sebesar Rp435.114.550.868,88 dan pada tahun 2012 kelebihan pembayarannya adalah sebesar Rp707.662.577.405,50 yang kedua-duanya antara lain disebabkan oleh tidak diakuinya beberapa realisasi biaya- biaya pembentuk HPB.

Bila disandingkan antara kondisi Perum BULOG saat ini yang masih memiliki hutang, namun di sisi lain juga ada hasil pemeriksaaan BPK yang justru menyimpulkan adanya kelebihan pembayaran, maka dapat dipastikan bahwa terdapat kekeliruan dalam formulasi perhitungan struktur biaya. Permasalahan

ketidakefisienan pengelolaan anggaran

Perum BULOG ini diperkirakan menjadi salah satu penyebab terganggunya likuiditas perusahaan yang pada akhirnya Perum BULOG masih sangat menggantungkan suntikan dana segar berupa kredit perbankan dengan jaminan Pemerintah (Menteri Keuangan). Jaminan yang diberikan Menteri Keuangan tidak lebih besar dari batas pagu Subsidi Pangan yang terdapat dalam APBN dengan uraian sebagai berikut :

Dengan kebijakan ini, maka terhadap PMK Nomor 237/PMK.02/2012 yang masih diproses untuk direvisi, salah satu pasal yang direkomendasikan untuk dihapus adalah pasal yang mengatur tentang pemberian jaminan kredit oleh Pemerintah.

C. Perum BULOG Belum Tuntas Menyusun Norma Yang Terkait Dengan

Definisi dan Standar Biaya Dalam Master Budget

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 13 Tahun 1998 tentang Perusahaan Umum (Perum), antara lain telah ditegaskan bahwa Direksi wajib menyiapkan RKAP sebagai penjabaran tahunan dari Rencana Jangka Panjang.

Master Budget adalah bagian yang tak terpisahkan dari RKAP dimaksud. Dalam kertas kerja perhitungan anggaran dan biaya Master Budget, terdapat nama-nama pos biaya yang disertai dengan besaran biaya/tarif tertentu seperti : pembelian beras dalam negeri, biaya giling gabah, survey, opslag dan timbang, sewa gudang, fumigasi, rebagging dan lain- lain. Sayangnya, pos-pos biaya tersebut

No. Tahun Pagu Dana Subsidi Pangan (Rp) Kredit Perbankan Yang Dijamin Pemerintah (Rp)

1 2012 19.378.635.432.000,00 15.504.843.432.000,00 2 2013 21.497.378.404.000,00 11.365.277.437.000,00 3 2014 18.822.515.311.000,00 5.280.000.000.000,00

Kebijakan pemberian jaminan kredit ini diatur dan ditetapkan oleh Menteri Keuangan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan yang terakhir yang masih berlaku dan dipedomani adalah PMK Nomor 237/PMK.02/2012 tentang Tata Cara Penyediaan, Penghitungan, Pembayaran dan Pertanggungjawaban Subsidi Beras Bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah/Subsidi Pangan. Kebijakan ini menjadi satu-satunya kebijakan khusus Pemerintah dalam mendukung program penugasan kepada suatu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bersifat strategis, sementara di sisi lain, arah kebijakan penganggaran untuk seluruh pos pengeluaran subsidi dan PSO diharapkan sudah mulai menerapkan asas kesetaraan (equal) yang berarti memberikan perlakuan dan prosedur yang sama tanpa kecuali dengan mendorong kemandirian bagi seluruh BUMN penerima penugasan Pemerintah.

sulit ditelusuri dasar pembentukannya, dan hal tersebut menyebabkan kesulitan pada saat dilakukan audit oleh BPK atau untuk kepentingan administrasi lainnya oleh Pemerintah. Seharusnya pihak Direksi Perum BULOG yang memiliki pengalaman dalam mengelola beras yang merupakan kegiatan utamanya, telah mampu menyusun norma/pedoman yang disahkan oleh seluruh jajaran Direksi dan mendapat persetujuan Dewan Komisaris dalam bentuk Keputusan Direksi yang

berisi definisi-definisi setiap pos biaya

yang ada, besaran standar biaya/indeks, sistem akuntansinya dan penjelasannya.

Dengan adanya Norma yang telah dibakukan, maka seharusnya Direksi Perum BULOG tidak perlu untuk

memintakan pengesahan atas definisi

pos-pos biaya tersebut kepada Pemerintah yang dalam hal ini Kementerian Keuangan seperti yang diajukan saat bulan Desember 2013. Kementerian Keuangan tentunya

LAPORAN UTAMA

tidak memiliki pemahaman, kewenangan dan kompetensi dalam mengesahkan hal dimaksud dan selain itu, pengesahan ini sesunggguhnya kewenangan Dewan Direksi yang terabaikan sejak awal.

D. Pendapat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Berdasarkan hasil kajian KPK atas penyelenggaraan kegiatan Subsidi Pangan, banyak hal yang menjadi catatan bagi Pemerintah yang memerlukan langkah tindak lanjut. Terkait pada sisi penganggaran, KPK memberikan pendapat sebagai berikut :

1. Ditemukan adanya potensi penyusunan komponen biaya penugasan penyaluran raskin tercampur dengan komponen biaya di luar penugasan kepada Perum BULOG sebagai PSO. ;

2. HPB yang ditetapkan pada tahun 2013 sebesar Rp7.751,86 sudah termasuk biaya dukungan operasional (safeguarding);

3. Anggaran untuk kegiatan Subsidi Pangan yang dikelola melalui

Kementerian Sosial tidak masuk dalam Rencana Kerja Anggaran Kementerian/ Lembaga ( RKA-K/L) Kementerian Sosial;

4. Area yang cukup rawan dalam konteks tindak pidana korupsi terletak pada penyusunan besaran angka subsidi dan sistem administrasi penyaluran. Terkait hal tersebut, langkah pembenahan yang diperlukan adalah dalam menyusun HPB, harus dilakukan secara transparan dan akuntabel dengan pelibatan unsur pengawas/pemeriksa selain unsur lain yang berkompeten di bidangnya serta mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintah serta temuan audit BPK sebelumnya.

E. Langkah Tindak Lanjut Yang Perlu Dilakukan Oleh Kementerian Keuaangan

Berdasarkan uraian permasalahan yang dijumpai Kementerian Keuangan dan mengacu pada hasil kajian KPK (sepanjang masih relevan dari sisi penganggaran), Kementerian Keuangan perlu memastikan hal-hal sebagai berikut : 1. Master Budget Perum BULOG yang

menjadi dasar penghitungan HPB adalah Master Budget yang nyata- nyata terintegrasi dalam RKAP dan

RKAP dimaksud disahkan oleh Menteri Negara BUMN; 2. Master Budget Perum BULOG

disusun berdasarkan prinsip-prinsip akuntabilitas yang dibuktikan dengan telah disahkannya Master Budget

tersebut oleh Direksi Perum BULOG yang disetujui oleh Dewan Komisaris sebelum Master Budget diintegrasikan ke dalam usulan RKAP yang akan disahkan kemudian oleh Menteri Negara BUMN;

3. Master Budget Perum BULOG yang terintegrasi dalam RKAP, harus disertai dengan penetapan norma/pedoman umum yang memuat informasi penyusunan pos-pos biaya

dan terminologi/definisinya, standar

biaya/indeks, sistem akuntansi dan penjelasannya yang ditetapkan oleh Direksi Perum BULOG;

4. Pada saat penyusunan pagu indikatif hingga menjadi pagu alokasi anggaran dan pada akhirnya menjadi usulan resmi Pemerintah saat pembahasan anggaran dengan Badan Anggaran DPR, KPA yang berada di Kementerian Sosial harus secara aktif mengawal usulan pagu Subsidi Pangan dengan memastikan terlebih dahulu bahwa proses penetapan

Master Budget Perum BULOG telah dilakukan sebagaimana dimaksud pada butir 1 sampai dengan butir 3 dan selain itu, usulan tersebut telah direviu oleh Aparat Pengawas Intern (API) Kementerian Sosial dan didasarkan pula pada hasil audit BPK pada periode sebelumnya;

5. PMK yang mengatur tata cara pengelolaan anggaran Subsidi Pangan secara bertahap akan terus diperbaiki dengan menitikberatkan pada : a. Peningkatan peran KPA sebagai

wakil Pemerintah secara lebih mandiri dalam konteks pengusulan anggaran, penetapan struktur biaya dan HPB serta melaksanakan fungsi-fungsi lain di bidang pelaksanaan anggaran; b. Kejelasan pemanfaatan HPB

yang tidak sebatas hanya untuk keperluan Subsidi Pangan; c. Mewacanakan penghapusan

klausul pasal yang mengatur pemberian jaminan kredit oleh Pemerintah dengan maksud agar perlakuan bisa bersifat setara untuk seluruh pos pengeluaran subsidi dan PSO dalam APBN;

d. Membatasi peranan Kementerian Keuangan khususnya Ditjen Anggaran hanya terhadap hal-hal yang bersifat strategis dan tidak pada hal-hal yang bersifat sangat teknis. Apabila hal-hal tersebut dapat diimplementasikan, permasalahan yang melingkupi penerapan kebijakan penugasan kepada Perum BULOG, setidaknya pada sisi penganggaran dapat diurai pada batas-batas apa Kementerian Keuangan tidak perlu terlalu jauh berperan dan selain itu perhitungan HPB lebih dapat dipertanggungjawabkan sehingga potensi- potensi pada area yang diperkirakan menimbulkan kerawanan penyimpangan dapat dihindari sejak dini.

Penugasan Perum Bulog

SUPLEMEN

LAPORAN UTAMA

D

asar hukum keterlibatan

API K/L ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 94/PMK.02/2013 tanggal 28 Juni 2013 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA-K/L Tahun 2014 dan PMK nomor 194/ PMK.02/2013 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan nomor 94/PMK.02/2013 Tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA-KL Tahun 2014. Peran API K/L dalam kegiatan perencanaan dan penganggaran ini terutama dilaksanakan pada tahap penyusunan RKA-K/L.

Dalam PMK tersebut juga untuk pertama kalinya diperkenalkan

pemisahan pengaturan yang tegas dalam kegiatan perencanaan dan penganggaran yaitu pengaturan tentang Tata Cara Penyusunan RKA-K/L dan pengaturan tentang Tata Cara Penelaahan RKA- K/L. Pemisahan tersebut sangat penting artinya karena hal ini menunjukkan ketegasan posisi masing-masing pihak yang terlibat dalam kegiatan perencanaan dan penganggaran. Dalam Tahap Penyusunan RKA-K/L menggambarkan peran yang begitu besar kepada K/L beserta unit-unit yang ada pada K/L termasuk Satuan Kerja dibawahnya untuk mempersiapkan kegiatan dan menuangkannya dalam RKA-K/L dengan mempedomani ketentuan- ketentuan yang ada. Pada tahap

penyusunan RKA-K/L ini juga termasuk didalamnya keterlibatan API K/L untuk memberikan Quality Assurance

bahwa RKA-K/L yang disusun telah mempedomani peraturan-peraturan yang ada baik aturan tentang Standar Biaya,

Oleh : Hendra Kurniawan. KH

Dalam dokumen MAJALAH KEUANGAN SEKTOR PUBLIK (Halaman 30-35)