HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.2. Hasil Analisis Statistik Deskriptif
Analisa statistik deskriptif untuk data panel pada penelitian ini menggunakan aplikasi Eviews. Hal ini untuk mengetahui jumlah rata-rata, nilai minimum, nilai maksimum dan lainnya dari setiap variabel. Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan dalam perhitungan statistik deskriptif adalah profitabilitas, asset tangibility, tingkat pertumbuhan, ukuran perusahaan, non-debt tax shield, struktur modal, dan nilai perusahaan. Berdasarkan analisis statistik deskriptif diperoleh gambaran sampel sebagai berikut:
Tabel 4.3
Statistik Deskriptif dari Profitabilitas, Asset Tangibility, Tingkat Pertumbuhan, Ukuran Perusahaan, Non-Debt Tax Shield, Struktur Modal,
Nilai Perusahaan
Ket ROA FATA GROWTH SIZE NDTS Struktur
Modal Nilai Perusahaan Mean 0.0817 0.3319 0.0416 19.0046 0.0329 0.8105 3.1349 Median 0.0652 0.3087 0.0288 18.6609 0.0282 0.6321 0.6737 Maximum 0.8633 0.8463 0.6894 24.7157 0.4072 7.4398 214.5331 Minimum 0.0003 0.0124 -0.9952 15.2848 0.0002 0.0348 -0.7363 Std. Dev. 0.0804 0.1843 0.1180 1.7197 0.0318 0.7508 14.9518 Skewness 3.4114 0.4601 -0.0623 0.8187 7.3376 3.1658 10.0875 Kurtosis 23.9107 2.5846 15.3733 3.3549 79.2510 21.3866 118.5188 Probability 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 Observations 633 633 633 633 633 633 633 Sumber: Hasil Olah Software Eviews 7 (2016)
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat menjelaskan bahwa variabel profitabilitas dengan jumlah observasi sebanyak 633 data memiliki nilai minimum untuk tiga data terendah, untuk terendah pertama yaitu perusahaan Star Petrcohem Tbk (Indonesia) sebesar 0,0003 pada tahun 2015, dan untuk terendah kedua yaitu perusahaan Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (Indonesia) sebesar 0,0005 pada tahun 2015, serta untuk terendah ketiga yaitu perusahaan Star Petrcohem Tbk (Indonesia) 0,0006 pada tahun 2014. Nilai profitabilitas rendah pada ketiga perusahaan disebabkan ketidakmampuan perusahaan menekan beban operasional (operasional expenses) yaitu beban bunga/margin, beban cadangan kerugian penurunan nilai aset produktif dan beban tenaga kerja. Peningkatan beban disebabkan oleh selisih kurs penjabaran laporan keuangan dalam mata uang asing sehingga banyak beban-beban perusahaan yang mengalami peningkatan apalagi perusahaan Star Petrcohem Tbk merupakan perusahaan tekstil yang masih mengimport sebagian besar bahannya.
Sedangkan nilai maksimum rasio profitabilitas untuk tiga data tertinggi, untuk tertinggi pertama yaitu perusahaan Surya Toto Indonesia Tbk (Indonesia) sebesar 0,8633 pada tahun 2013, dan nilai tertinggi kedua perusahaan yaitu Multi Bintang Indonesia Tbk (Indonesia) sebesar 0,6572 pada tahun 2013, serta nilai tertinggi ke tiga yaitu perusahaan BRC Asia (Singapura) sebesar 0,5481 pada tahun 2013. Nilai rasio profitabilitas tinggi pada ketiga perusahaan disebabkan perusahaan mampu menekan beban operasional (operasional expenses) yaitu beban bunga/margin, beban cadangan kerugian penurunan nilai aset produktif (CKPN) dan beban tenaga kerja dibandingkan dengan perusahaan pesaingnya. Diketahui rata-rata (mean) profitabilitas adalah 0,0817, dan standar deviasinya
0,0804. Nilai standar deviasi yang lebih rendah dari nilai rata-rata mengindikasikan distribusi data sudah baik pada variabel profitabilitas dalam observasi penelitian ini.
Variabel asset tangibility dengan jumlah observasi sebanyak 633 data memiliki nilai minimum untuk tiga data terendah, untuk terendah pertama yaitu perusahaan YTL Land & Development Berhad (Malaysia) sebesar 0,0124 pada tahun 2015, untuk nilai terendah kedua merupakan perusahaan yang sama sebesar 0,0130 pada tahun 2013, serta nilai terendah ketiga perusahaan yang sama juga sebesar 0,0133 pada tahun 2014. Nilai asset tangibility redah pada perusahaan Berhad YTL Land & Development (Malaysia) disebabkan oleh perusahaan tersebut tidak memerlukan banyak aset tetap untuk beroperasi sehingga perusahaan tersebut dapat meminimalkan biaya penyusutan.
Sedangkan nilai maksimum rasio asset tangibility untuk tiga data tertinggi, urutan pertama dimiliki oleh perusahaan Roda Vivatex Tbk (Indonesia) sebesar 0,8463 pada tahun 2013, urutan kedua yaitu perusahaan Holcim Indonesia Tbk (Indonesia) sebesar 0,8429 pada tahun 2014, serta urutan ketiga yaitu perusahaan Khee San Berhad (Malaysia) sebesar 0,8399 pada tahun 2014. Nilai asset tangibility tinggi pada ketiga perusahaan tersebut disebabkan oleh tingginya kebutuhan aset tetap dalam beroperasi seperti perusahaan Roda Vivatex Tbk (Indonesia) yang merupakan perusahaan tekstil terbesar di Indonesia yang membutuhkan banyak lahan dan mesin untuk beroperasi. Pada perusahaan Holcim Indonesia Tbk yaitu perusahaan pembuatan semen memiliki rasio asset tangibility yang tinggi karena membutuhkan lahan yang besar, peralatan industri berat dan bangunan fisik yang besar serta fasilitas fisik lainnya dalam proses produksi.
Diketahui rata-rata (mean) asset tangibility adalah 0,3319, dan standar deviasinya 0,1843. Nilai standar deviasi yang lebih rendah dari nilai rata-rata mengindikasikan distribusi data sudah baik pada variabel asset tangibily dalam observasi penelitian ini.
Variabel tingkat pertumbuhan dengan jumlah observasi sebanyak 633 data memiliki nilai minimum untuk tiga data terendah, untuk terendah pertama yaitu perusahaan Boilermech Holdings Berhad [S] (Malaysia) sebesar -0,9952 pada tahun 2013, untuk nilai terendah kedua yaitu perusahaan Champion Pacific Indonesia Tbk (Indonesia) sebesar -0,2499 pada tahun 2013, dan nilai terendah ketiga yaitu perusahaan Kabelindo Murni Tbk (Indonesia) sebesar -0,2379 pada tahun 2013. Hasil ini mengindikasikan bahwa investor dari ketiga perusahaan sangat mengharapkan deviden yang tinggi sehingga kebanyakan laba perusahaan dibagikan ke investor berupa deviden sehingga laba ditahan sangat minim dalam melakukan penambahan aset perusahaan. Tingkat pertumbuhan aset perusahaan minus dikarenakan penyusutan aset lebih besar dari penambahan aset perusahaan.
Sedangkan nilai maksimum tingkat pertumbuhan untuk tiga data tertinggi, urutan pertama dimiliki oleh perusahaan Banpu Public Company Limited (Thailand) sebesar 0,6894 pada tahun 2013, urutan kedua yaitu perusahaan Emperador Inc. (Filipina) sebesar 0,6296 pada tahun 2014, dan urutan ketiga yaitu perusahaan Amplefield Ltd (Singapura) sebesar 0,5508 pada tahun 2014. Hasil ini mengisyaratkan bahwa ketiga perusahaan ini tingkat pertumbuhan asetnya tinggi dari tahun ke tahun. Tapi peningkatan pertumbuhan asetnya belum diketahui asalnya apakah dari hutang maupun laba ditahan. Diketahui rata-rata (mean) tingkat pertumbuhan adalah 0,0416, dan standar deviasinya 0,1180. Nilai standar
deviasi yang lebih besar dari nilai rata-rata mengindikasikan distribusi data yang tidak merata pada tingkat pertumbuhan dalam observasi penelitian ini.
Variabel ukuran perusahaan dengan jumlah observasi sebanyak 633 data memiliki nilai minimum untuk tiga data terendah, untuk terendah pertama yaitu perusahaan Inter-Delta Tbk (Indonesia) sebesar 15,2848 pada tahun 2013, untuk nilai terendah kedua yaitu perusahaan China Minzhong (Singapura) sebesar 15,3558 pada tahun 2013, dan nilai terendah ketiga perusahaan Inter-Delta Tbk (Indonesia) sebesar 15.3985 pada tahun 2014. Hasil ini mengindikasikan bahwa ketiga perusahaan tersebut memiliki total aset yang kecil. Ketiga perusahaan adalah perusahaan yang memiliki total aset yang paling kecil jika dibandingkan dengan perusahaan lainnya.
Sedangkan nilai maksimum ukuran perusahaan untuk tiga data tertinggi, urutan pertama dimiliki oleh perusahaan PTT Public Company Limited (Thailand) sebesar 24,7157 pada tahun 2013, urutan kedua merupakan perusahaan yang sama sebesar 24,6785 pada tahun 2015, dan urutan ketiga perusahaan yang sama juga sebesar 24,6266 pada tahun 2014. Hasil ini mengindikasikan bahwa PTT. Public Company Limited perusahaan dengan total aset paling banyak. Perusahaan tersebut berdiri pada tahun 2011 bergerak dibidang industri kimia dimana dalam proses kegiatannya memerlukan banyak aktiva tetap. Diketahui rata-rata (mean) ukuran perusahaan adalah 19,0046, dan standar 1,7197. Nilai standar deviasi yang lebih rendah dari nilai rata-rata mengindikasikan distribusi data sudah baik pada variabel ukuran perusahaan dalam observasi penelitian ini.
Variabel non-debt tax shield dengan jumlah observasi sebanyak 633 data memiliki nilai minimum untuk tiga data terendah, untuk terendah pertama yaitu
perusahaan YTL Land & Development Berhad (Malaysia) sebesar 0,0002 pada tahun 2013, untuk nilai terendah kedua merupakan perusahaan yang sama sebesar 0,0002 pada tahun 2014, dan nilai terendah ketiga perusahaan yang sama juga sebesar 0,0003 pada tahun 2015. Hasil ini mengindikasikan bahwa YTL Land & Development Berhad (Malaysia) memiliki nilai depresiasi dan amortisasi yang rendah. Dengan demikian pengurang aktiva tetap perusahaan kecil sehingga penurunan total aktiva tidak banyak.
Sedangkan nilai maksimum non-debt tax shield untuk tiga data tertinggi, urutan pertama dimiliki oleh perusahaan Akasha Wira International Tbk (Indonesia) sebesar 0,4072 pada tahun 2014, urutan kedua merupakan perusahaan yang sama sebesar 0,4032 pada tahun 2013, serta urutan ketiga perusahaan yang sama juga sebesar 0,3598 pada tahun 2015. Hasil ini mengindikasikan bahwa perusahaan Akasha Wira Internasional Tbk memiliki total depresiasi dan amortisasi yang besar sehingga mengurangi aktiva tetap yang otomatis akan mengurangi total aset. Perusahaan Akhasa Wira Internasional Tbk merupakan perusahaan yang bergerak pada bidang air minuman botol dan produk kecantikan dimana proses pembuatannya memerlukan banyak aktiva tetap. Diketahui rata- rata (mean) non-debt tax shield adalah 0,0329, dan standar deviasinya 0,0318. Nilai standar deviasi yang lebih rendah dari nilai rata-rata mengindikasikan distribusi data sudah baik pada variabel non-debt tax shield dalam observasi penelitian ini.
Variabel struktur modal dengan jumlah observasi sebanyak 633 data memiliki nilai minimum untuk tiga data terendah, untuk terendah pertama yaitu perusahaan Jasa Kita Berhad (Malaysia) sebesar 0,0348 pada tahun 2013, untuk
nilai terendah kedua yaitu perusahaan Bright Packaging Industry Berhad (Malaysia) sebesar 0,0420 pada tahun 2014, serta nilai terendah ketiga yaitu perusahaan Fibon Berhad (Malaysia) sebesar 0,0478 pada tahun 2014. Ini mengindikasikan bahwa ketiga perusahaan merupakan pemilik hutang yang paling sedikit dibandingkan dengan perusahaan lainnya. Ketiga perusahaan lebih senang menggunakan ekuitas dalam menjalankan proses produksi perusahaan.
Sedangkan nilai maksimum struktur modal untuk tiga data tertinggi urutan pertama dimiliki oleh perusahaan Jembo Cable Company Tbk (Indonesia) sebesar 7,4398 pada tahun 2013, urutan kedua yaitu perusahaan Indal Aluminium Industry Tbk (Indonesia) sebesar 6,3406 pada tahun 2014, serta urutan ketiga perusahaan yang sama Indal Aluminium Industry Tbk (Indonesia) sebesar 5,9721 pada tahun 2013. Hasil ini mengindikasikan bahwa kedua perusahaan merupakan perusahaan yang memiliki hutang terbanyak dibandingkan dengan perusahaan lainnya. Diketahui rata-rata (mean) struktur modal adalah 0,8105, dan standar deviasinya 0,7508. Nilai standar deviasi yang lebih rendah dari nilai rata-rata mengindikasikan distribusi data sudah baik pada variabel struktur modal dalam observasi penelitian ini.
Variabel nilai perusahaan dengan jumlah observasi sebanyak 633 data memiliki nilai minimum untuk tiga data terendah, untuk terendah pertama yaitu perusahaan Xingquan International Sports Holdings Limited (Malaysia) sebesar -0,7363 pada tahun 2015, untuk nilai terendah kedua perusahaan yang sama sebesar -0,6432 pada tahun 2014, serta nilai terendah ketiga perusahaan yang sama juga sebesar -0,5739 pada tahun 2013. Hasil ini mengindikasikan bahwa Perusahaan Xingquam Internasional Sports Holding Limited merupakan
perusahaan yang memiliki saham yang beredar, total hutang persediaan dan aset lancar yang lebih kecil dibandingkan dengan total asetnya.
Sedangkan nilai maksimum nilai perusahaan untuk tiga data tertinggi urutan pertama dimiliki oleh perusahaan Indopoly Swakarsa Industry Tbk (Indonesia) sebesar 214,5331 pada tahun 2013, urutan kedua perusahaan yang sama sebesar 184,8788 pada tahun 2014, serta urutan ketiga perusahaan yang sama juga sebesar 132,0673 pada tahun 2015. Hasil ini mengindikasikan bahwa perusahaan Indopoly Swakarsa Industry Tbk merupakan perusahaan yang memiliki nilai perusahaan tertinggi dibandingkan dengan perusahaan lain dalam sampel ini dimana harga saham perusahaan ini sangat tinggi berbeda jauh terhadap perusahaan lain yaitu sebesar 5,7448 pada tahun 2015. Hal ini menyebabkan nilai perusahaan Indopoly Swakarsa Industry Tbk berbeda jauh dengan perusahaan lainnya pada sampel ini. Diketahui rata-rata (mean) nilai perusahaan adalah 3,1349, dan standar deviasinya 14,9518. Nilai standar deviasi yang lebih besar dari nilai rata-rata mengindikasikan distribusi data yang tidak merata pada tingkat pertumbuhan dalam observasi penelitian ini.
Untuk memperjelas nilai tertinggi dan terendah dalam penelitian ini maka tabel 4.4.
Tabel 4.4
Nilai Tertinggi dan Terendah dari Rasio Variabel Profitabilitas, Asset Tangibility, Tingkat Pertumbuhan, Ukuran Perusahaan, Non-Debt Tax
Shield, Struktur Modal, Nilai Perusahaan No Variabel Maximum/
Minimum Nama Perusahaan Nilai Tahun
1 Profitabilitas
Tertinggi I Surya Toto Indonesia Tbk (Indonesia) 0,8633 2013
Tertinggi II Multi Bintang Indonesia Tbk (Indonesia) 0,6572 2013
Tertinggi III BRC Asia (Singapura) 0,5481 2013
Terendah I Star Petrcohem Tbk (Indonesia) 0,0003 2015
Terendah II Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (Indonesia) 0,0005 2015
Lanjutan Tabel 4.4
Nilai Tertinggi dan Terendah dari Rasio Variabel Profitabilitas, Asset Tangibility, Tingkat Pertumbuhan, Ukuran Perusahaan, Non-Debt Tax
Shield, Struktur Modal, Nilai Perusahaan No Variabel Maximum/
Minimum Nama Perusahaan Nilai Tahun
2 Asset Tangibility
Tertinggi I Roda Vivatex Tbk (Indonesia) 0,8463 2013
Tertinggi II Holcim Indonesia Tbk (Indonesia) 0,8429 2014
Tertinggi III Khee San Berhad (Malaysia) 0,8399 2014
Terendah I YTL Land & Development Berhad (Malaysia) 0,0124 2015
Terendah II YTL Land & Development Berhad (Malaysia) 0,0130 2013
Terendah III YTL Land & Development Berhad (Malaysia) 0,0133 2014
3 Tingkat Pertumbuhan
Tertinggi I Banpu Public Company Limited (Thailand) 0,6894 2013
Tertinggi II Emperador Inc. (Filipina) 0,6296 2014
Tertinggi III Amplefield Ltd (Singapura) 0,5508 2014
Terendah I Boilermech Holdings Berhad [S] (Malaysia) -0,9952 2013
Terendah II Champion Pacific Indonesia Tbk (Indonesia) -0,2499 2013
Terendah III Kabelindo Murni Tbk (Indonesia) -0,2379 2013
4 Ukuran Perusahaan
Tertinggi I PTT Public Company Limited (Thailand) 24.7157 2013
Tertinggi II PTT Public Company Limited (Thailand) 24.6785 2015
Tertinggi III PTT Public Company Limited (Thailand) 24.6266 2014
Terendah I Inter-Delta Tbk (Indonesia) 15.2848 2013
Terendah II China Minzhong (Singapura) 15.3558 2013
Terendah III Inter-Delta Tbk (Indonesia) 15.3985 2014
5 Non-Debt Tax Shield
Tertinggi I Akasha Wira International Tbk (Indonesia) 0,4072 2014
Tertinggi II Akasha Wira International Tbk (Indonesia) 0,4032 2013
Tertinggi III Akasha Wira International Tbk (Indonesia) 0,3598 2015
Terendah I YTL Land & Development Berhad (Malaysia) 0,0002 2013
Terendah II YTL Land & Development Berhad (Malaysia) 0,0002 2014
Terendah III YTL Land & Development Berhad (Malaysia) 0,0003 2015
6 Struktur Modal
Tertinggi I Jembo Cable Company Tbk (Indonesia) 7,4398 2013
Tertinggi II Indal Aluminium Industry Tbk (Indonesia) 6,3406 2014
Tertinggi III Indal Aluminium Industry Tbk (Indonesia) 5,9721 2013
Terendah I Jasa Kita Berhad (Malaysia) 0,0348 2013
Terendah II Bright Packaging Industry Berhad (Malaysia) 0,0420 2014
Terendah III Fibon Berhad (Malaysia) 0,0478 2014
7 Nilai Perusahaan
Tertinggi I Indopoly Swakarsa Industry Tbk (Indonesia) 214,5331 2013
Tertinggi II Indopoly Swakarsa Industry Tbk (Indonesia) 184,8788 2014
Tertinggi III Indopoly Swakarsa Industry Tbk (Indonesia) 132,0673 2015
Terendah I Xingquan Int Sports Holdings Lmd (Malaysia) -0,7363 2015
Terendah II Xingquan Int Sports Holdings Lmd (Malaysia) -0,6432 2013
Terendah III Xingquan Int Sports Holdings Lmd (Malaysia) -0,5739 2014
Sumber: Diolah (2016)
Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa perusahaan yang memiliki rasio profitabilitas yang tertinggi masih didominasi oleh perusahaan yang ada di Indonesia dan diikuti oleh perusahaan dari Singapura. Sedangkan untuk tiga terendah nilai rasio profitabilitas semua berasal dari indonesia. Dari hasil ini dapat dilihat bahwa laba bersih perusahaan di Indonesia tidak merata, ada yang
memiliki laba yang sangat besar dan ada perusahaan yang memiliki laba bersih yang sangat rendah.
Gambar 4.1 Diagram Nilai Rata-Rata, Maksimum Dan Minimum Rasio Profitabilitas
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki rata-rata rasio profitabilitas paling tinggi yang berarti kemampulabaan perusahaan yang berada di indonesia lebih besar daripada negara lainnya. Untuk perusahaan manufaktur yang memiliki kemampulabaan yang rendah yaitu pada perusahaan Thailand. Namum pada dasarnya jika dilihat secara keseluruhan rata-rata rasio profitabilitas semua negara dapat dilihat bahwa kemampulabaan kelima negara tidak berbeda jauh satu sama lain.
Gambar 4.2 Diagram Nilai Rata-Rata, Maksimum Dan Minimum Rasio Asset Tangibility 0.00000 0.20000 0.40000 0.60000 0.80000 1.00000
Malaysia Indonesia Filipina Singapura Thailand 0.08023 0.09306 0.05582 0.07899 0.05103 0.33847 0.86333 0.16553 0.54815 0.19069 0.00113 0.00039 0.01529 0.00593 0.00338 Rata-rata Max Min 0.00000 0.20000 0.40000 0.60000 0.80000 1.00000
Malaysia Indonesia Filipina Singapura Thailand 0.33221 0.34620 0.32043 0.24707 0.41174 0.83992 0.84637 0.82694 0.73146 0.83403 0.01240 0.04490 0.09554 0.01480 0.02596 Rata-rata Max Min
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki rasio asset tangibility yang tertinggi masih didominasi oleh perusahaan yang ada di Indonesia dan diikuti oleh perusahaan dari Malaysia. Untuk tiga terendah nilai rasio asset tangibility semua berasal dari Malaysia. Sedangkan Gambar 4.2 menunjukkan hasil yang berbeda yaitu rata-rata rasio asset tangibility paling tinggi merupakan Thailand dan yang paling rendah merupakan negara Singapura. Dari tabel 4.4 dan gambar 4.2 dapat diambil kesimpulan bahwa perusahaan manufaktur yang berada di negara Thailand rata-rata memiliki aset tetap yang tinggi dalam melakukan proses operasional perusahaan, sedangkan perusahaan manufaktur di negara Singapura malah sebaliknya tidak menggunakan aset tetap yang besar untuk beroperasi.
Gambar4.3 Diagram Nilai Rata-Rata, Maksimum Dan Minimum Rasio Tingkat Pertumbuhan
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki rasio tingkat pertumbuhan yang tertinggi yaitu perusahaan dari negara Thailand, Filipina dan Singapura. Untuk tiga terendah nilai rasio tingkat pertumbuhan didominasi oleh perusahaan Indonesia dan diikuti oleh perusahaan dari Malaysia. Gambar 4.3 menunjukkan hasil yang mendukung yaitu rata-rata rasio tingkat pertumbuhan paling tinggi merupakan perusahaan Filipina dan yang paling rendah merupakan
-1.00000 -0.50000 0.00000 0.50000 1.00000
Malaysia Indonesia Filipina Singapura Thailand 0.04024 0.02136 0.11176 0.07363 0.05257 0.44231 0.47896 0.62962 0.55083 0.68941 -0.99524 -0.24991 -0.03808 -0.07795 -0.10361 Rata-rata Max Min
perusahaan di negara Indonesia. Dapat diambil kesimpulan bahwa perusahaan manufaktur yang berada di negara Filipina rata-rata memiliki tingkat pertumbuhan aset yang tinggi, sedangkan perusahaan manufaktur di negara Indonesia malah sebaliknya dimana tingkat pertumbuhan perusahaannya rendah.
Gambar 4.4 Diagram Nilai Rata-Rata, Maksimum Dan Minimum Rasio Ukuran Perusahaan
Tabel 4.4 menunjukan bahwa perusahaan yang memiliki rasio ukuran perusahaan yang tertinggi yaitu didominasi oleh perusahaan dari negara Thailand. Untuk tiga terendah nilai rasio tingkat pertumbuhan didominasi oleh perusahaan Indonesia dan diikuti oleh perusahaan dari Singapura. Gambar 4.4 menunjukkan hasil yang mendukung yaitu rata-rata rasio ukuran perusahaan paling tinggi merupakan perusahaan Thailand dan yang paling rendah merupakan perusahaan di negara Malaysia. Dapat diambil kesimpulan bahwa perusahaan manufaktur yang berada di negara Thailand rata-rata memiliki ukuran perusahaan yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan manufaktur di negara lainnya. Jika dilihat secara keseluruhan perusahaan manufaktur yang menjadi sampel penelitian ini besarnya hampir merata. 0.000 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000
Malaysia Indonesia Filipina Singapura Thailand 18.451 19.035 19.912 18.669 22.339 22.888 23.666 23.012 21.780 24.716 16.186 15.285 16.465 15.356 20.277 Rata-rata Max Min
Gambar 4.5 Diagram Nilai Rata-Rata, Maksimum Dan Minimum Rasio Non-Debt Tax Shield
Tabel 4.5 menunjukan bahwa perusahaan yang memiliki rasio non-debt tax shield yang tertinggi yaitu didominasi oleh perusahaan dari negara Indonesia. Untuk tiga terendah nilai rasio non-debt tax shield didominasi oleh perusahaan Malaysia. Gambar 4.5 menunjukkan bahwa secara keseluruhan rasio non-debt tax shield pada perusahaan indonesia hampir sama dengan perusahaan dari negara lainnya. Dapat diambil kesimpulan bahwa perusahaan manufaktur yang menjadi sampel penelitian ini besarnya hampir merata. Yang artinya bahwa nilai depresiasi dan amortisasi semua perusahaan manufaktur yang menjadi sampel penelitian ini memiliki besar yang merata.
Gambar: 4.6 Diagram Nilai Rata-Rata, Maksimum Dan Minimum Rasio Struktur Modal 0.00000 0.10000 0.20000 0.30000 0.40000 0.50000
Malaysia Indonesia Filipina Singapura Thailand 0.03010 0.03438 0.03798 0.03530 0.04004 0.09201 0.40727 0.17980 0.09842 0.12261 0.00023 0.00482 0.00376 0.00192 0.01972 Rata-rata Max Min 0.00000 2.00000 4.00000 6.00000 8.00000
Malaysia Indonesia Filipina Singapura Thailand 0.60954 0.96813 0.85775 0.68093 1.40675 3.67705 7.43985 1.78343 1.92178 3.19380 0.03485 0.06597 0.13396 0.07174 0.38576 Rata-rata Max Min
Tabel 4.6 juga menunjukan bahwa perusahaan yang memiliki rasio struktur modal yang tertinggi yaitu didominasi oleh perusahaan dari negara Indonesia. Untuk tiga terendah nilai rasio struktur modal didominasi oleh perusahaan Malaysia. Gambar 4.6 menunjukkan bahwa secara rata-rata rasio struktur modal pada perusahaan Thailand merupakan yang paling besar sedangkan untuk rasio struktur modal yang terkecil pada negara malaysia tetap didukung oleh gambar 4.6. Dapat diambil kesimpulan bahwa perusahaan manufaktur pada perusahaan Thailand lebih cenderung menggunakan hutang dalam pertumbuhan asetnya Sedangkan negara Malaysia cenderung menggunakan ekuitasnya dalam meningkatkan asetnya. Pada gambar 4.6 juga menunjukkan bahwa perusahaan manufaktur diindonesia dalam penggunaan hutang sangat berfluktuasi dimana banyak perusahaan yang sangat ketergantungan dengan hutang.
Gambar 4.7 Diagram Nilai Rata-Rata, Maksimum Dan Minimum Rasio Nilai Perusahaan
Tabel 4.7 menunjukan bahwa perusahaan yang memiliki rasio nilai perusahaan yang tertinggi yaitu didominasi oleh perusahaan dari negara Indonesia. Untuk tiga terendah nilai rasio nilai perusahaan didominasi oleh perusahaan
-50.000 0.000 50.000 100.000 150.000 200.000 250.000 0.7397.432 4.758 3.387 6.654 2.709 214.533 40.267 127.734 31.913 -0.736 -0.192 0.175 -0.546 0.422 Rata-rata Max Min
Malaysia. Gambar 4.7 menunjukkan bahwa secara rata-rata rasio nilai perusahaan pada perusahaan Singapura merupakan yang paling besar sedangkan untuk nilai perusahaan yang terkecil pada negara malaysia tetap didukung oleh gambar 4.7. Dapat diambil kesimpulan bahwa nilai perusahaan manufaktur pada perusahaan Singapura lebih besar dibandingkan dengan perusahaan pada negara lainnya. Pada gambar 4.7 juga menunjukkan bahwa nilai perusahaan manufaktur diindonesia berfluktuasi dimana ada nilai perusahaan yang jauh berada diatas rata-rata rasio nilai perusahaan.
Untuk menguji signifikansi variabel setiap negara di Asia Tenggara terhadap nilai perusahaan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.5
Uji Signifikansi Secara Parsial Setiap Negara Negara
Variabel
ROA FATA GROWTH SIZE NDTS Struktur
Modal
Indonesia x x Signifikan x x x
Malaysia Signifikan x x x Signifikan x
Singapura x x x Signifikan x x
Filipina x x x x x x
Thailand x x x x Signifikan x
Sumber: Hasil Olah Software Eviews 7 (2016)
Dari Tabel 4.5 Menunjukkan rasio yang harus diperhatikan oleh perusahaan manufaktur dinegara tersebut. Di negara Indonesia investor cenderung memperhatikan tingkat pertumbuhan asetnya dikarenakan investor menganggap perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan aset yang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan adalah perusahaan yang lebih baik untuk melakukan investasi. Di negara Malaysia investor cenderung memperhatikan kemampulabaan dan penghematan pajak yang bersumber dari biaya non-utang. Di negara Malaysia kecenderungan investor berminat dalam melakukan investasi di perusahaan yang memiliki kemampulabaan yang tinggi dan yang melakukan penghematan pajak.
Di negara Singapura investor cenderung memperhatikan ukuran perusahaan untuk melakukan investasi. Dimana investor beranggapan bahwa perusahaan besar adalah perusahaan yang lebih aman dan menguntungkan dalam berinvestasi. Di negara Filipina investor kurang memperhatikan rasio-rasio yang menjadi variabel penelitian ini, kemungkinan investor memperhatikan faktor lain diluar variabel penelitian. Di negara Thailand investor cenderung memperhatikan rasio non-debt tax
shield dimana investor beranggapan bahwa perusahaan yang memiliki penghematan
pajak yang bersumber dari biaya non-utang adalah perusahaan yang aman dan menguntungkan untuk berinvestasi.
4.1.3. Penentuan Model Estimasi antara Common Effect Model (CEM) dan