• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sintesis Dan Ujian Awal Aktiviti Anti-bakteria Dan Fungi Beberapa Terbitan Benzoiltiourea

H. Helwati, and F Madayant

3. Hasil dan Diskus

Berdasarkan serangkain proses yang telah dilakukan terhadap fraksi etil asetat, berhasil diproleh dua senyawa fenolik golongan antrakuinon. Kedua senyawa tersebut terdiri atas satu monomer antrakuinon yang dikenal dengan nama emodin (1) dan satu dimer antrakuinon yaitu 2,2’-bifiscion atau 1,8- dihidroksi-6-metil-3-metoksi-2(fiscion-2’-il)- 9,10-antrakuinon (2).

Senyawa (1) yang diperoleh berupa serbuk berwarna kuning sebanyak 70 mg dengan titik leleh = 142oC (terurai).

Spektrum UV-Vis memperlihatkan serapan maksimum pada λmaks (MeOH) 206, 282, dan 448 nm. Efek batokromik dengan penambahan NaOH memperlihatkan serapan maksimum

pada λmaks (MeOH) 307, 401, dan 521 nm. Spektrum 1H-NMR (aseton-d6) memperlihatkan pergeseran kimia pada δ (ppm) 2,43(3H, s), 6,62(1H, d, J=1,5 Hz), 7,08(1H, s), 7,19(1H, d, J=1,5 Hz), 7,50(1H, s), 9,74(1H, s), 12,02(1H, s), dan 12,14(1H, s).

Spektrum 13C-NMR (aseton-d6) memberikan harga pergeseran kimia pada δ (ppm) 21,8; 108,8; 108,8; 109,7; 121,4; 124,9; 134,2; 136,4; 136,9; 149,5; 163,2; 166,2; 166,4; 182,2; dan 191,7 .

Senyawa (2) berupa serbuk berwarna orange sebanyak 32 mg dengan titik leleh >300 0C. Spektrum UV-Vis memperlihatkan λmax (MeOH) (nm) 208, 270, 351, 446, dan 516. Sedangkan

λmax (MeOH + NaOH) (nm) 211, 270, 390, 512, dan 520.

Spektrum 1H-NMR (CDCl3) memperlihatkan pergeseran kimia pada δ (ppm) 2,33(s, 3H), 2,45(s, 3H), 3,81(s, 3H), 3,86(s, 3H), 6,79(s, 1H), 7,02 (s, 1H), 7,06(s, 1H), 7,39(s, 1H), 7,52(s, 1H), 7,64(s, 1H), 12,04(s, 1H), 12,08(s,1H), 12,25(s, 1H), dan 13,02(s, 1H). Spektrum 13C-NMR (CDCl3) memberikan harga pergeseran kimia pada δ (ppm) 22,1; 22,2; 56,5; 56,6; 103,6; 104,6; 110,5; 111,0; 113,5; 113,8; 117,4; 120,1; 121,2; 123,9; 124,4; 132,4; 133,3; 133,8; 134,2; 161,2; 162,1; 162,4; 163,3; 164,7; 166,1; 182,2; 182,6; 190,9; dan 191,3.

Senyawa (1) diperoleh melalui tahapan sebagai berikut : Fraksi etil asetat sebanyak 63 g dipisahkan dengan kromatografi kolom gravitasi (KKG). Guna memudahkan proses selanjutnya, fraksi ini dibagi dua yaitu 43 g dipisahkan dengan KKG1 dan sisanya (20 g) dengan KKG2 dengan eluen n-heksan-aseton (9,5:0,5). Proses pemisahan ini menghasilkan

O O OH OH OH H3C H H H H O O OMe OH OH H3C H H H O O MeO OH OH CH3 H H H (1) (2)

Marwati

th

23 fraksi dari KKG1 dan 14 fraksi dari KKG2 dan masing-masing dikelompokkan menjadi 4 gabungan fraksi (A, B, C, dan D). Tiap-tiap fraksi diuji dengan KLT dan hasil uji menunjukkan bahwa fraksi A (400 mg) dari KKG1 dan B (190 mg) dari KKG2 memperlihatkan harga Rf yang sama. Fraksi A dan B digabung, kemudian dipisahkan lebih lanjut menggunakan kromatografi kolom modifikasi sebanyak dua kali dengan eluen n- heksan-aseton (9:1) dan n-heksan-kloroform (1:1) sehingga didapatkan 4 fraksi (E, F, G, dan H). Fraksi G (80 mg) dimurnikan lebih lanjut dengan kromatografi kolom gravitasi menggunakan eluen n-heksan-etil asetat (9:1) dan hasil uji KLT menunjukkan bahwa fraksi (6-19) mempunyai spot tunggal. Gabungan fraksi dengan spot tunggal ini selanjutnya diuji dengan KLT menggunakan tiga sistem eluen yang berbeda untuk menunjukkan kemurniaan senyawa. Hasil uji KLT menunjukkan bahwa senyawa (1) yang berhasil diisolasi adalah senyawa tunggal.

Spektrum UV-Vis memberikan serapan pada

λmaks yang khas untuk senyawa golongan antrakuinon yaitu 3 atau 4 pita muncul pada

λmaks 215 dan 300 nm dan 1 pita lainnya pada

λmaks diatas 430 nm (Harborne, 1987). Adanya efek batokromik setelah penambahan NaOH (sekitar 25 nm) menunjukkan bahwa senyawa

(1) mempunyai gugus hidroksi benzen (fenolik) (Harborne, 1987).

Spektrum 13C-NMR memperlihatkan adanya 12 sinyal yang mewakili 15 atom karbon. Lima belas atom karbon tersebut terdistribusi ke dalam : 9 atom karbon aromatis (δ = 108,8; 108,8; 109,7; 121,4; 124,9; 134,2; 136,4; 136,9; dan 149,5 ppm), 2 atom karbon karbonil (δ = 182,2; dan 191,7 ppm), 3 atom karbon oksiaril (δ = 163,2; 166,2; dan 166,4 ppm), dan 1 atom karbon metil (δ = 21,8 ppm). Berdasarkan data tersebut, diduga bahwa senyawa (1) adalah suatu monomer antrakuinon yang mengikat 3 gugus hidroksil dan 1 gugus metil.

Dugaan tersebut diperkuat oleh data 1H-NMR yang memperlihatkan adanya 4 sinyal proton aromatik pada pergeseran kimia (δ) 7,08(1H, s, H-2), 7,50(1H, s, H-4, 7,19(1H, d, J=1,5 Hz, H- 5), dan 6,62(1H, d, J=1,5 Hz, H-7). Proton H-2 yang terletak diantara 2 gugus OH kurang deshielding dibanding proton H-4 yang terletak

di antara karbon yang mengikat metil dan karbon kuartener. Adanya 2 sinyal proton masing-masing doublet pada δ 6,62 dan 7,19 ppm dengan J= 1,5 Hz menunjukkan bahwa posisi proton aromatik tersebut pada posisi meta. Di samping itu juga terdapat 3 sinyal proton hidroksi pada δ 9,74(1H, s), 12,02(1H, s), dan δ 12,14(1H, s) serta satu sinyal proton singlet yang mewakili 3 proton dari substituen metil pada δ 2,43(3H, s).

Untuk memastikan adanya kopling meta dari dua sinyal proton aromatik yang ada dilakukan pengukuran spektrum 2D 1H-1H COSY. Sedangkan pengukuran spektrum 2D 13C-1H COSY digunakan untuk mengetahui hubungan antara proton dan karbon 1 ikatan. Dari spektrum ini terlihat bahwa atom karbon pada δ 21,8 ppm (CH3) berikatan dengan 3 atom H pada δ 2,43 ppm, atom karbon pada δ 124,9 ppm (C-4) berikatan dengan atom H pada δ 7,50 ppm, dan atom karbon pada δ 134,2 ppm (C-2) berikatan dengan atom H pada δ 7,08 ppm. Di samping itu juga diketahui bahwa atom C pada δ 108,8 ppm berikatan masing- masing dengan 1 atom H pada δ 7,19 ppm (H- 5) dan atom H pada δ 6,62 ppm (H-7).

Kesimpulan terhadap struktur senyawa (1) telah dibandingkan dengan literatur (Meselhy, 2003 dan Lee, 2001).

Senyawa (2) diperoleh lewat tahapan sebagai berikut : Sebanyak 100 g fraksi etil asetat sisa dipisahkan dengan KCV menggunakan eluen heksan:etil asetat dengan meningkatkan gradien kepolaran dan diperoleh 4 kelompok fraksi (A, B, C, dan D), Fraksi B (900) mg dipisahkan lebih lanjut dengan lima kali kromatografi kolom cepat menggunakan eluen berturut-turut n-heksan : aseton(9:1), n-heksan : etil asetat (9:1),n-heksan : aseton (95:5), n- heksan:kloroform (1:1), dan n-heksan-etil : asetat (9:1) menghasilkan senyawa (2) berupa serbuk berwarna orange sebanyak 32 mg. Hasil uji KLT dengan tiga sistem eluen [Heksan:aseton (8:2); Heksan:kloroform (9:1); Heksan:etilasetat (8:2)] tersebut menunjukkan bahwa senyawa (2) merupakan senyawa tunggal dan sudah murni.

Analisis spektrum UV-Vis memberikan serapan λmax yang merupakan karakteristik spektrum UV-Vis untuk senyawa antrakuinon.

Alfinda Novi Kristanti, Nanik Siti Aminah, Mulyadi Tanjung, Yusamsutin, Azizah, and Dahlia Safa Marwati

Proceeding of The 6th ITB-UKM Joint Seminar on Chemistry

98

Karakteristik spektrum UV-Vis untuk senyawa antrakuinon dapat dibedakan dari kelas kuinon lainnya karena mempunyai empat atau lima pita serapan didaerah UV dan daerah tampak. Tiga dari pita serapan tersebut terletak antara 215 dan 300 nm, dan serapan yang satu lagi diatas 430 nm (Harborne, 1987). Sedangkan adanya pergeseran batokromik setelah penambahan NaOH sekitar 4-30 nm (λmax 254, 255, 377, dan 517) menunjukkan bahwa senyawa (2) mempunyai gugus hidroksi fenolik.

Analisis spektroskopi karbon NMR (13C-NMR) dalam pelarut CDCl3 memperlihatkan adanya 32 sinyal yang mewakili 40 atom karbon. Sinyal-sinyal karbon tersebut terdistribusi sebagai : empat sinyal karbon karbonil pada δ = 182,2; 182,6; 190,9; dan 191,3 ppm, 24 sinyal karbon aromatik yang mewakili 30 karbon pada

δ = 103,6; 104,6; 110,5; 111,0; 113,5; 117,4; 120,1; 121,2; 123,9; 124,4; 132,4; 133,3; 133,8; 134,2; 161,2; 162,1; 162,4; 163,3; 164,7; dan 166,1 ppm, dua sinyal karbon metoksi pada δ = 56,5 dan 56,6 ppm, dan dua karbon dari gugus metil pada δ = 22,1 dan 22,2 ppm. Dengan demikian dapat diduga bahwa senyawa tersebut merupakan dimer antrakuinon yang masing- masing monomernya mengikat dua gugus hidroksi, satu gugus metil dan satu gugus metoksi.

Data ini didukung oleh data spektrum 1H-NMR yang memperlihatkan adanya proton dengan perincian: empat sinyal proton hidroksi pada δ 12,04; 12,08; 12,25 dan 13,02 ppm ( masing- masing s); dua sinyal proton alifatik yang

mewakili 6 proton dari gugus metoksi pada δ 2,33 (s, 3H) dan 2,45 ppm (s, 3H); dua sinyal proton mewakili 6 proton dari gugus metoksi pada δ 3,81 (s, 3H) dan 3,86 ppm (s, 3H); serta 6 sinyal proton aromatik pada δ 6,79, 7,02, 7,06, 7,39, 7,52, 7,64 ppm (masing-masing s). Sedangkan pengukuran 2D 13C-1H COSY digunakan untuk mengetahui hubungan antara proton dan karbon satu ikatan. Dari spektrum ini terlihat bahwa karbon pada δ 22,1 ppm (CH3) berikatan dengan 3 proton pada δ 2,33 ppm dan karbon pada δ 22,2 ppm (CH3) dengan 3 proton δ 2,45 ppm, karbon pada δ 56,5 ppm (OCH3) berikatan dengan 3 proton pada δ 3,81 ppm dan karbon pada δ 56,6 ppm (OCH3) dengan 3 proton δ 3,86 ppm, karbon pada δ 103,6 ppm berikatan dengan proton pada δ 7,52 ppm (H-5), karbon pada δ 104,6 ppm berikatan dengan proton pada δ 6,79 ppm (H-7), karbon pada δ 121,2 ppm berikatan masing-masing dengan proton pada δ 7,39 (H-3’) dan 7,64 ppm (H-1’`), karbon pada δ 123,9 ppm berikatan dengan proton pada δ 7,02 ppm (H-8’), dan karbon pada δ 124,4 ppm berikatan dengan proton pada δ 7,06 ppm.

Berdasarkan data spektrum UV-Vis, 13C-NMR, 1H-NMR dan 13C-1H COSY dapat disarankan bahwa senyawa (2) adalah 2,2’-bifiscion atau 1,8-dihidroksi-6-metil-3-metoksi-2 (fiscion-2’- il)-9,10-antrakuinon.

Hasil Uji Bioaktivitas Uji aktivitas Antioksidan

Uji aktivitas peredaman radikal bebas DPPH senyawa hasil isolasi dilakukan pada Tabel 1 : Hubungan antara proton dan karbon pada spektrum 1H-1HCOSY

No karbon δC (ppm) δH (ppm) 1 H-1H COSY 1 163,2 12,02 (1H, s) - 2 134,2 7,08 (1H, s) - 3 149,5 - - 4 124,9 7,50 (1H, s) - 5 108,8 7,19 (1H, d, J=1,5 Hz) H-5/-7 6 166,4 9,74 (1H, s) - 7 108,8 6,62 (1H, d, J=1,5 Hz) H-7/-5 8 166,2 12,14 (1H, s) - 9 191,7 - - 10 182,2 - - 11 136,9 - - 12 109,7 - - 13 121,4 - - 14 136,9 - - 6-CH3 21,8 2,43 (1H, s) -

Marwati

th

konsentrasi 62,5 ppm, 125 ppm, 250 ppm, 500 ppm dan 1000 ppm. Pengukuran pada spektrofotometer UV-Vis dilakukan setelah 5 menit penambahan sampel. Hasil pengukuran dan penghitungan % peredaman DPPH senyawa antrakuinon hasil isolasi adalah : IC50 emodin = 200 ppm sedangkan IC50 2,2’- bifiscion atau 1,8-dihidroksi-6-metil-3-metoksi- 2(fiscion-2’-il)-9,10-antrakuinon = 1.305 ppm Berdasarkan data tersebut diatas, terlihat bahwa monomer antrakuinon memiliki aktivitas antioksidan yang jauh lebih tinggi dibanding dimer antrakuinon. Suatu senyawa dikatakan memiliki aktivitas antioksidan apabila harga IC50 < 1000 ppm.

Uji toksisitas dengan benur udang Artemia salina (BSLT)

Terhadap senyawa hasil isolasi juga dilakukan uji toksisitas terhadap benur udang Artemia salina. Pada larutan sampel dibuat 4 macam variasi konsentrasi dan masing-masing konsentrasi dibuat 3 kali replikasi. Setelah 24 jam, jumlah benur udang yang mati pada masing-masing konsentrasi larutan sampel dan larutan kontrol dihitung, dicatat, dan ditentukan % kematian. Data tersebut selanjutnya digunakan untuk menentukan LC50 dengan menggunakan analisis probit program SPSS. Suatu senyawa dikatakan memiliki toksisitas terhadap benur udang Artemia salina apabila harga LC50 < 1000 ppm. Hasil uji toksisitas senyawa hasil isolasi terhadap benur udang Artemia salina adalah : LC50 emodin = 173,65 ppm, sedangkan LC50 2,2’-bifiscion atau 1,8- dihidroksi-6-metil-3-metoksi-2(fiscion-2’-il)- 9,10-antrakuinon = 31,25 ppm

Emodin dan 2,2’-bifiscion atau 1,8-dihidroksi- 6-metil-3-metoksi-2(fiscion-2’-il)-9,10-

antrakuinon menunjukkan toksisitas terhadap benur udang Artemia salina (LC50<1000 ppm).

4. Kesimpulan

Dua senyawa golongan antrakuinon, yaitu emodin dan 2,2’-bifiscion atau 1,8-dihidroksi- 6-metil-3-metoksi-2-(fiscion-2’-il)-9,10-

antrakuinon telah berhasil diisolasi dari kulit batang Senna multijuga.

Emodin menunjukkan aktivitas antioksidan (IC50 = 200 ppm) dan 2,2’-bifiscion atau 1,8- dihidroksi-6-metil-3-metoksi-2-(fiscion-2’-il)- 9,10-antrakuinon tidak menunjukkan aktivitas antioksidan.

Kedua senyawa hasil isolasi menunjukkan toksisitas terhadap benur udang Artemia salina, yaitu emodin (LC50 = 173,65 ppm) dan 2,2’- bifiscion atau 1,8-dihidroksi-6-metil-3-metoksi- 2-(fiscion-2’-il)-9,10-antrakuinon (LC50 = 31,25 ppm).

5. Daftar Pustaka

Cos, P.; Ying, P.; Calomme, M,; Hu, J.P.; Cimanga, K.; Poel, B.V.; Pieters, L.; Berghe, D.P., 1998, Structure Activity Relationship and Classification of flavonoid as Inhibitor of Xanthine Oxidase and

Superoxide Scavengers, J. Nat. Prod., 61, 71-76

Dai, J.R.; Hallock, Y.F.; Cardellina II, J.H.; Boyd, M.R., 1998, HIV-Inhibitory and cytotoxic

oligostilbenes from the leaves of Hopea malibato, J.

Nat. Prod., 61, 351-353

Geewananda, Y.A.; Gunawardena, P.; Sotheeswaran, S.; Sultanbawa, M.U.S.; Surendrakumar, S.; Bladon, P., 1986, Another antibacterial polyphenol, coppaliferol B from

Vaterian copallifera (Dipterocarpaceae),

Phytochemistry, 25, 1498-1500

Harborne, J. B., 1987, Metode Fitokimia. Penentuan Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, ITB, Bandung

Joyeux, M.; Lobstein, A.; Anton, R.; Mortier, F., 1995, Comparative Antilipoperoxidant, Antinecrotic and Scavenging Properties of Terpenes and

Biflavones from Ginko and some Flavonoids,

Planta Medica, 61, 126-129

Meselhy, R., 2003, Constituents from Moghat, the Roots of Glossostemon Bruguieri (Desf.),

Molecules, 8, 614-621

Lee, C.K.; Lee, P.H.; Kuo, Y.H., 2001, The

Chemical Constituents from the Aril of Cassia

fistula L., J. ChineseChem. Soc., 48, 1053-1058 Meyer, B. N.; Ferrigni, N.R.; Putnam, J.E.; Jacobsen, L.B.; Nichols, D.E.; McLaughlin, J.L., 1982, Brine shrimp : a convenient general bioassay

for active plant constituents, Planta medica, 45, 31-

34

Singh, J.; Tiwari, A.R.; Tiwari, R.D., 1981,

Anthraquinones and Flavonoids of Cassialaevigata

A.L.N. Aminin, M. Asy’ari, N.S. Mulyani, F. Madayanti, P. Aditiawati, and Akhmaloka

Proceeding of The 6th ITB-UKM Joint Seminar on Chemistry

100

Proceeding of The 6th ITB-UKM Joint Seminar on Chemistry

Bacterial Community Analysis of Gedongsongo Hot Spring: Denaturing Gradient