• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNTUK PERBAIKAN PROSES PRODUKSI (Studi Kasus: PT Madura Guano Industry)

HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas Antioksidan

Absorbansikontrol (1- --- ) x 100 (1) Absorbansisampel . Metode

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA satu arah dan uji DMRT pada tingkat kepercayaan 95 % (Gasperez, 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas Antioksidan

Tanaman krokot banyak mengandung beberapa senyawa kimia diantaranya nicotinic acid, tanin, saponin, vitamin A, B, C, l-noradrenalin, noradrenalin, dopamin,dopa.( Rahardi, 2012) Adapun hasil analisa bahan baku didapatkan bahwa aktivitas antioksidan sebesar 46,76 persen. Aktivitas ini bila dibandingkan dengan kencur dan temulawak dalam menangkap radikal bebas jauh lebih kuat ( sukardi, 2005)

Tabel 1 Aktivitas antioksidan dalam cookies Formula Terigu:Krokot Daya antioksidan (%) A (100:0) B (95:5 ) C (90:10) D (85:15) E (80:20) F (75:25) G (70:30) 17.42 a 24.06 b 27.28 b 34.78 c 42.12 d 41.85 d 67.27 e Hasil analisis ragam cookies menunjukkan bahwa terdapat perbedaan sangat nyata akibat perlakuan yang diberikan terhadap daya antioksidan. Sebaran rerata daya antioksidan ditunjukkan pada Tabel 1. Berdasarkan hasil uji Duncan‘s α=5%), diketahui bahwa G sebesar 67,27 % memiliki daya antioksidan paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan A sebesar 17.42 %. Ini menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan mampu meningkatkan daya antioksidan dalam cookies, besarnya

peningkatan daya antioksidan seiring dengan penambahan proporsi tepung krokot. Daya antioksidan tertinggi 67.27 % diperoleh dengan penambahan tepung krokot 30%, disebabkan kandungan senyawa nicotinic acid, tanin, saponin, vitamin A, B, C, l-noradrenalin, noradrenalin, dopamin,dopa antioksidan sebagaimana senyawa lain seperti alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, polipenol, dan minyak atsiri mempunyai kemampuan menangkap radikal bebas (Sukardi, 2002, 2004).

Kadar serat

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa terdapat perbedaan sangat nyata akibat perlakuan yang diberikan oleh tepung krokot terhadap jumlah serat pangan cookies. Sebaran rerata jumlah serat pangan cookies ditunjukkan pada Tabel 2. Berdasarkan hasil uji Duncan‘s (α=5%), diketahui bahwa kandungan serat pangan akibat formulasi dengan tepung krokot meningkat sejalan dengan peningkatan jumlahnya. Tabel 2 menunjukkan bahwa terjadi kenaikan jumlah serat pangan mulai dari perlakuan A hingga G, besarnya kenaikan jumlah serat pangan dipengaruhi proporsi tepung krokot.

Tabel 2.Kadar serat pangan cookies formulasi tepung krokot Formula Kadar (%) A (100:0) B (95:5 ) C (90:10) D (85:15) E (80:20) F (75:25) G (70:30) 0.75 a 1.07 b 1.32 c 1.53 d 2.02 e 2.64 f 3.00 9

Kadar lemak dan air

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan akibat perlakuan yang diberikan terhadap kadar air dan kadar lemak pada cookies sebagaimana tampak pada Gambar 2. Tepung terigu dapat mengikat air lebih baik pada saat gelatinisasi, sesuai dengan pernyataan bahwa pati dalam tepung terigu mampu mengikat air lebih baik (Anonim. 2005). Tidak terjadi perbedaan

kadar air an lemak ini maka dapat menguntungkan karena kerusakan produk akibat aktivitas air dan oksidasi lemak dapat dihindarkan dan disimpan jangka waktu yang lama.

0.000 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 kadar (%) A B C D E F G Formula cookies kadar air kadar lemak

Gambar 2. Histogram Sebaran Rerata Kadar Air dan Lemak Cookies Krokot Kadar protein

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa terjadi perbedaan sangat nyata akibat perlakuan yang diberikan terhadap kandungan protein cookies. Sebaran rerata kandungan protein cookies ditunjukkan pada Tabel 3. Berdasarkan hasil uji Duncan‘s (α=5%), menunjukkan bahwa perlakuan A dan B sebesar 7.5 %. Perlakuan C memiliki kadar protein lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan D,E, F dan G, akan tetapi perbedaan kadar protein ini cukup kecil. Hal ini dikarenakan tepung krokot kandungan proteinnya sangat rendah sedangkan karena kadar protein tepung terigu lebih tinggi bila dibandingkan dengan kadar protein tepung krokot. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang disajikan oleh Murthado (2002), tepung terigu mengandung gluten yaitu suatu gumpalan liat dan elastis yang terbentuk pada waktu protein tepung terigu yang tidak larut dalam air dicampur dengan air dan mengalami proses pengadukan. Pada proses pembuatan cookies sumbangan protein terbesar diberikan oleh tepung terigu 10-11 % sedangkat dalam tepung krokot kandungan proteinnya sangat kecil. Hal ini juga mengindikasikan bahwa tepung krokot tidak meningkatkan kadar protein cookies

Tabel 3.Kadar protein cookies formulasi tepung krokot Formula Kadar (%) A (100:0) B (95:5 ) C (90:10) D (85:15) E (80:20) F (75:25) G (70:30) 7.49 a 7.53 a 7.97 b 8.02 bc 8.21 bc 8.25 c 8.33 c Tekstur

Berdasarkan hasil analisa ragam menunjukkan bahwa perlakuan substitusi tepung krokot pada formulasi cookies berbeda nyata. Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai tekstur formula A, B dan D tidak berbeda nyata. Adapun formula C,E,F dan G berdasarkan uji DMRT menunjukkan perbedaan. Perbedaan ini disebabkan karena tepung krokot memiliki kandungan serat yang tinggi sehingga gluten pada tepung terigu tidak mampu membentuk struktur tiga dimensi dan cookies menjadi keras. Tepung terigu memiliki kandungan gluten sehingga cookies yang dihasilkan lebih kompak, dan empuk, sehingga memiliki daya perlawanan pada waktu ditekan. Menurut Murthado (2002), tepung terigu mengandung gluten, yaitu suatu gumpalan liat dan elastis yang terbentuk pada waktu protein-protein terigu yang tidak larut dalam air dicampur dengan air dan mengalami proses pengadukan. Jika glutenin dicampur dengan air akan terjadi proses hidrasi, akibatnya partikel gluten mengembang. Dengan perlakuan mekanis pada tepung terigu , maka molekul- molekul tersebut akan saling bersinggungan dan berpindah tempat sehingga terjadi penggabungan secara fisik yang selanjutnya membentuk koloid yang elastis (Sahi et al., 2003; Sakiyan et al., 2004).

Tabel 4. Tekstur cookies

Formula Newton B(95:5 ) D(85:15) A (100:0) F (75:25) C(90:10) E(80:20) G(70:30) 15.80 a 16.04 a 16.69 a 20.70 b 25.52 c 27.95 c 39.10 d

Organoleptik

Hasil analisis ragam menunjukkan terdapat perbedaan sangat nyata akibat perlakuan yang diberikan terhadap skor kesukaan cookies. Sebaran rerata skor kesukaan ditunjukkan pada Gambar 3. Berdasarkan hasil uji Duncan‘s (α=5%), menunjukkan bahwa formula A yang tanpa tepung krokot masih disukai oleh panelis kemudian diikuti formula B, C, D, E, F dan G. Penambahan tepung krokot memberikan warna gelap, aroma kurang menarik. Berdasarkan uji panelis menunjukkan bahwa panelis suka terhadap cookies yang renyah. . Menurut Matz (1968), yang paling menentukan mutu cookies dan kesukaan konsumen adalah kerenyahan yang ditentukan oleh mikro struktur, meratanya dispersi lemak yang digunakan sehingga komponen adonan merata dan juga kandungan protein tepung yang digunakan. Jumlah lemak dalam cookies akan mempengaruhi kerenyahan dan keempukan begitu juga penanganan yang optimum.

0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 skor A B C D E F G formula rasa aroma warna tekstur keterangan

1 = sangat tidak menyukai 2 = tidak menyukai

3 = agak tidak menyukai 4 = netral

5 = agak menyukai 6 = menyukai

7 = sangat menyukai

Gambar 3. Histogram Sebaran Rerata organoleptik Cookies Krokot

Ini menunjukkan bahwa proporsi tepung krokot yang besar sangat berpengaruh terhadap rasa cookies. cookies kontrol yang tidak menggunakan subtitusi tepung krokot. Cookies yang

menggunakan tepung terigu 100% mempunyai rasa yang tidak pahit sebagaimana tampak pada gambar 3. Berdasarkan standar mutu biskuit SII 0177-90 yaitu standar rasa normal dan tidak tengik, maka dapat disimpulkan bahwa cookies formula B yang dihasilkan masih layak dikonsumsi (Dewan Standarisasi Nasional, 1994). menyatakan bahwa rasa dari suatu bahan pangan dapat berasal dari bahan pangan itu sendiri.

KESIMPULAN

Formulasi cookies dari tepung krokot (Portulaca oleracea) (B) dengan perandingan tepung terigu:krokot (95:5) diterima panelis sebagai makanan ringan yang kaya antioksidan dan aktivitas antioksidan, kadar serat pangan, protein berturut-turut ); 24.06 %, 7.492% dan 1.07 UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Direktur DP2M UMM DAN Dekan FPP-UMM yang telah memberikan bantuan pendanaan penelitian ini melalui skim Block grand Fakultas

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2005. Starch Modifications. http://web-arjarn.muic.mahidol. ac.th/ewt/andrew_k/download/starc h%20modifications.pdf. Tanggal akses 6 Juni 2006.

Bingham, S.A., 1990. Mechanisms and experimental and epidemiological evidence relating dietary fibre (non-starch polysaccharides) and starch to protection against bowel cancer. Procceding of the Nutrition Society 49: 153-71.

Matz, S. A. 1992. Bakery Technology and Engineering. The AVI Publishing Company Inc. West Port. Connecticut

Murthado, T. 2002. Bolu Gulung. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sahi S.S. and Alava J.M.(2003)

Functionality of emulsifiers in sponge cake production. J Sci Food Ag, 83, 1419-1429

SakiyanO., SumnuG., Sahin S., Bayram G. 2004. Influence of fat content and emulsifier type on the rheological properties of cake batter. Eur Food Res Technol. 219: 635-638.

SII 0177-90. Biskuit. Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta

Smith, W.H. 1978. Biscuit, Crackers and Cookies : Technology Production and Managerial. Vol I. Applied Science Publisher LTD.London Sudarmadji, S, Haryono. B dan Suhardi.

1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty. Yogykarta

Sukardi. 2001. Pengaruh Pemanasan terhadap Stabilitas Antioksidan Ekstrak Jahe, Kunyit dan temu Lawak. Program Pasca

Sarjana Universitas Gajahmada Yogyakarta.

Sukardi. 2002. Ekstraksi dan Isolasi Bahan Bioaktif Ekstrak Jahe sebagai Penangkap Radikal Bebas. Dosen Muda DIKTI

Sukardi. 2004. Ekstraksi dan Isolasi

Bahan Bioaktif Daun dewa sebagai Penangkap Radikal Bebas.

LEMLIT UMM.

Sukardi. 2005. Esktraksi dan Isolasi Bahan Bioaktif Ekstrak Ubi Jalar Ungu sebagai Panangkap Radikal Bebas. LEMLIT UMM.

PENGARUH PERBANDINGAN BUNGA DAN DAUN ROSELLA PADA