Sekolah Dasar Swasta Brigjend
Katamso II berada di bawah naungan
Yayasan Perguruan Nasional Brigjend
Katamso II dan beralamat di Jl. Marelan Raya, Pasar III Lk. XII Kelurahan Rengas Pulau, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan, sesuai dengan Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kota Medan Nomor 420/11066.PPMP/2012, pada tanggal 11
Oktober 2012 tentang Izin
Pendirian/Operasional Sekolah Swasta.
Nomor Statistik Sekolah (NSS) adalah 104076011028. Visi Perguruan Nasional Brigjend Katamso II adalah mencerdaskan dan membangun karakter bangsa, dan misi Perguruan Nasional Brigjend Katamso harus
menjadi sekolah unggulan/kelas utama
dengan ciri khas pendidikan nilai-nilai kemanusiaan/budi pekerti, mendidik dan menghasilkan anak didik yang cakap intelek, stabil emosi, teguh moral, dan peka intuisi
spiritual sehingga tercapai keunggulan
kemanusiaan (human excellence).
Gambaran Identitas Responden
Sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 52,94%. Kisaran umur dalam penelitian ini adalah 5 tahun sampai dengan 9 tahun dan sebagian besar berada pada kategori umur 7-9 tahun sebanyak 72,10%. Sebagian besar memeluk agama Islam sebesar 77,94%. Pekerjaan ayah sebagai karyawan sebesar 42,65%. Pekerjaan
ibu sebagai ibu rumah tangga sebesar 73,53%. Sekitar 85,29% anak tidak memiliki riwayat alergi terhadap ikan, hal ini tentunya dapat mendukung tingkat konsumsi ikan. Gambaran
identitas responden selengkapnya dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, Agama, Pekerjaan Ayah, Pekerjaan Ibu dan Riwayat Alergi di SD Brigjend Katamso II Identitas Responden N % Jenis Kelamin - Laki-laki 36 52,94 - Perempuan 32 47,06 Umur - 5-6 Tahun 19 27,90 - 7-9 Tahun 49 72,10 Agama - Islam 53 77,94 - Kristen 9 13,24 - Katolik 3 4,41 - Buddha 2 2,94 - Hindu 1 1,47 Pekerjaan Ayah - PNS 12 17,65 - Karyawan 29 42,65 - Wiraswasta 24 35,29 - Lain-lain 3 4,41 Pekerjaan Ibu - PNS 11 16,18 - Karyawan 3 4,41 - Wiraswasta 4 5,88
- Ibu Rumah Tangga 50 73,53
Riwayat Alergi
- Ya 10 14,71
- Tidak 58 85,29
Total 68 100,00
Gambaran Konsumsi Ikan
Distribusi responden terbanyak pada kategori jenis ikan yang dikonsumsi adalah ikan laut dan olahannya yakni sebesar 48,5%, jumlah konsumsi protein ikan berada pada kategori cukup yakni sebesar 69,1% dengan rata-rata 12,6 gr/hari,dan frekuensi konsumsi ikan berada pada kategori kadang-kadang yakni sebesar 39,7%. Gambaran konsumsi ikan selengkapnya terdapat pada Tabel 2
4
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Konsumsi Ikan di SD Brigjend Katamso II
Konsumsi Ikan N %
Jenis Ikan
- Ikan laut dan
olahannya
33 48,5
- Ikan air tawar dan olahannya 10 14,7 - Keduanya 24 35,3 - Tidak keduanya 1 1,5 Jumlah Ikan - Cukup 47 69,1 - Kurang 21 30,9 Frekuensi Konsumsi Ikan - Sering 15 22,1 - Kadang-kadang 27 39,7 - Jarang 26 38,2 Sebanyak 48,5% anak-anak SD
Brigjend Katamso mengonsumsi jenis ikan
laut dan olahannya. Ikan laut yang
dikonsumsi terbanyak adalah teri sebesar 22,06%, ikan air tawar yang dikonsumsi terbanyak adalah lele sebesar 19,12%. Teri merupakan ikan laut yang lebih disukai oleh anak-anak karena rasanya yang gurih dan tidak berduri. Ikan juga merupakan sumber kalsium,terutama pada ikan teri (Murdiati, 2013). Pada umumnya orang masih ragu dan bahkan jijik mengkonsumsi ikan lele karena
mungkin pernah mendengar atau
menyaksikan sendiri bagaimana keadaan ikan lele dipelihara di tambak-tambak, yang diberi makan seadanya bahkan kotoran manusia. Namun, lain halnya dengan anak-anak di SD Brigjend Katamso ini, anak-anak sering
mengonsumsi ikan lele karena sudah
dibiasakan oleh ibunya untuk mengonsumsi ikan lele sejak balita dan anak-anak menyukai rasanya yang gurih apabila digoreng kering.
Kebiasaan pemberian makanan
berbahan dasar ikan oleh ibu yang diawali sejak anak masih balita ini menjadi faktor
penting dalam mendukung peningkatan
konsumsi ikan. Sependapat dengan Khomsan (2002) yang menyatakan kebiasaan makan
ikan sebagai produk bergizi harus
diperkenalkan sejak dini terhadap anak-anak.
Distribusi jenis ikan yang dikonsumsi selengkapnya terdapat dalam Tabel 3.
Tabel 3. Distribusi Jenis Ikan yang Dikonsumsi oleh Anak-Anak di SD Brigjend Katamso II
Jenis Ikan Jumlah Persentase (%) A. Ikan Laut 1. Teri 17 25,00 2. Udang 14 20,59 3. Sardin 10 14,71 4. Kembung 10 14,71 5. Tongkol 10 14,71 6. Kakap 6 8,82 7. Cumi-Cumi 5 7,35 8. Selar 4 5,88 9. Bawal 4 5,88 10. Pari 3 4,41 11. Kerang 3 4,41 12. Kepiting 1 1,47
B. Ikan Air Tawar
13. Lele 13 19,12 14. Nila 8 11,76 15. Gurame 5 7,35 16. Mas 3 4,41 17. Gabus 3 4,41 18. Mujair 2 2,94 19. Belut 2 2,94
C. Hasil Olahan Ikan
20. Ikan Asin 4 5,88
21. Bakso Ikan 3 4,41
22. Kembung Pindang 1 1,47
23. Terasi 1 1,47
Sumbangan protein yang bersumber dari ikan saja diharapkan dapat memenuhi 60 % dari angka kecukupan protein. Sumbangan konsumsi ikan terhadap angka kecukupan protein berada pada kategori kurang (< 60 %) yaitu sebesar 97,1% dengan rata-rata 27,18%. Jumlah ikan yang dikonsumsi oleh anak-anak SD Brigjend Katamso II berada pada kategori cukup yaitu sebesar 69,1 % dengan rata-rata jumlah protein ikan adalah 12,6 gram/hari.
Menurut Riskesdas (2010), rata-rata
sumbangan protein dari ikan terhadap angka kecukupan protein pada anak-anak usia 0-9 tahun adalah 7,5 gram/hari atau sebesar 26,8%. Sumbangan konsumsi ikan terhadap angka kecukupan protein pada anak-anak SD Brigjend Katamso II masih tergolong kurang dengan rata-rata 27,18%. Padahal hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004) merekomendasikan konsumsi protein hewani memberikan sumbangan sebesar 20% dari
5 angka kecukupan protein, dan dari angka
tersebut ikan diharapkan memberikan
sumbangan yang paling besar yaitu sebesar 60%. Sumbangan protein ikan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Sumbangan Protein Ikan di SD Brigjend Katamso II Sumbangan Protein Ikan N % Cukup 2 2,9 Kurang 66 97,1 Total 68 100,0 Sebanyak 39,7% anak-anak SD
Brigjend Katamso II berada pada kategori frekuensi konsumsi ikan kadang-kadang (4-6
kali/minggu), hanya sedikit selisihnya
dibandingkan yang berada pada kategori jarang (38,2%). Hal ini sangat baik karena menurut Bahar (2006) mengonsumsi daging ikan minimal 2 kali/minggu sangat dianjurkan
karena baik untuk kesehatan. Apabila
dibandingkan dengan ikan, anak-anak lebih memilih mengonsumsi sumber protein hewani dari ayam dan telur setiap harinya. Alasan yang dikemukakan oleh para ibu sebagian besar adalah karena anak kurang menyukai bau amis dari ikan. Hal inilah yang menyebabkan masih hanya sekitar 22,1% anak-anak yang frekuensi konsumsi ikannya tergolong sering. Padahal menurut Saparinto (2006) jika bahan makanan dari ikan diolah dengan bumbu yang sesuai dengan teknik pemasakan yang tepat dan disajikan secara kreatif, dapat menggugah selera makan anak-anak.
Gambaran Prestasi Belajar
Berdasarkan perolehan data sekunder SD Brigjend Katamso II, maka diperoleh data prestasi belajar seperti pada tabel berikut ini.
Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Prestasi Belajar di SD Brigjend Katamso II Prestasi Belajar N % Sangat Baik 39 57,4 Baik 27 39,7 Cukup 2 2,9 Total 68 100,0
Tabel 5 diatas menunjukkan bahwa prestasi belajar anak tergolong sangat baik yakni sebesar 57,4%. Nilai rata-rata prestasi belajar sebesar 82,67 didapat berdasarkan rata-rata jumlah nilai rapor bulanan selama semester genap T.A 2013/2014 SD Brigjend Katamso II dari kelas I hingga kelas III meliputi mata pelajaran Agama, Pendidikan
Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia,
Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni Budaya, Pendidikan Jasmani, Bahasa Mandarin, Bahasa Inggris, Teknologi Informasi dan Komunikasi, serta Sempoa. Berdasarkan penilaian prestasi belajar, sebagian besar anak SD Brigjend Katamso II memiliki prestasi belajar yang sangat baik (nilai 80-100) yaitu sebesar 57,4% dengan nilai rata-rata 82,67. Menurut Opit dan Thanthowi dalam Priyatno (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar secara langsung dan tidak langsung adalah faktor internal (meliputi aspek fisik, gizi dan kesehatan, minat,
motivasi, konsentrasi, keingintahuan,
kepercayaan diri, serta intelegensi), dan faktor eksternal (meliputi lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah dan lingkungan
masyarakat).
Gambaran Status Gizi
Berdasarkan hasil pengukuran langsung terhadap berat badan dan tinggi badan anak di SD Brigjend Katamso II, maka diperoleh data status gizi yang terdapat pada Tabel 6.
6
Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi di SD Brigjend Katamso II Status Gizi N % Gizi lebih 14 20,6 Normal 49 72,0 Gizi kurang 5 7,4 Total 68 100,0
Tabel 6 diatas menunjukkan bahwa anak-anak berada pada kategori status gizinormal yakni sebesar 72,0%. Rata-rata z-score dengan indeks antropometri IMT/U anak adalah -0,16 SD. Menurut WHO (2007) IMT/U merupakan indikator yang paling baik untuk menggambarkan keadaan status gizi masa lalu dan masa kini karena berat badan memiliki hubungan linear dengan tinggi badan, dalam keadaan normal perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa status gizi yang
diukur berdasarkan indikator IMT/U
merupakan refleksi asupan energi secara keseluruhan yang berasal dari pangan sumber karbohidrat, lemak dan protein. Anak-anak dengan status gizi normal tidak mudah terkena penyakit infeksi, proses pertumbuhan
dan perkembangan berjalan baik, dan
memudahkan dalam menerima pendidikan dan pengetahuan.
Hubungan Konsumsi Ikan dengan Prestasi Belajar
Hasil analisis hubungan konsumsi ikan (jenis, jumlah dan frekuensi) dengan prestasi belajar anak di SD Brigjend Katamso II diuraikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Hubungan Konsumsi Ikan dengan Prestasi Belajar di Sekolah Dasar Brigjend Katamso II No. Konsumsi Ikan Prestasi Belajar Jumlah (p.) Sangat
Baik Baik Cukup n % n % n % n % Jenis Ikan 1. Ikan laut dan olahannya 18 54,5 13 39,4 2 6,1 33 100,0 0,243 2. Ikan air tawar dan olahannya 3 30 7 70,0 0 0 10 100,0 3. Keduanya 17 70,8 7 29,2 0 0 24 100,0 4. Tidak keduanya 1 100,0 0 0 0 0 1 100,0 Jumlah Ikan 1. Cukup 31 66,0 14 29,8 2 4,2 47 100,0 0,036 2. Kurang 8 38,1 13 61,9 0 0 21 100,0 Frekuensi Konsumsi Ikan
1. Sering 13 86,7 2 13,3 0 0 15 100,0 0,012 2.
Kadang-kadang 17 63,0 10 37,0 0 0 27 100,0 3. Jarang 9 34,6 15 57,7 2 7,7 26 100,0
Tabel 7 diatas menunjukkan bahwa
sebanyak 54,5% dari anak-anak yang
mengonsumsi jenis ikan laut dan olahannya memiliki prestasi belajar yang sangat baik (80-100). Selain itu, sebanyak 70% dari anak-anak yang mengonsumsi jenis ikan air tawar dan olahannya juga memiliki prestasi belajar yang baik (70-79). Sebagian besar anak-anak yang mengonsumsi kedua jenis ikan dan olahannya (70,8%) memiliki prestasi belajar yang sangat baik, tetapi 100% dari anak yang tidak mengonsumsi kedua jenis ikan tetap memiliki prestasi belajar yang sangat baik. Hasil uji statistik hubungan jenis ikan dengan prestasi belajar diperoleh p=0,243 > 0,05, maka H0 diterima, artinya terbukti secara signifikan tidak ada hubungan antara jenis ikan dan prestasi belajar.
Hal tersebut didukung oleh teori bahwa habitat ikan mempengaruhi kandungan gizi ikan. Jenis ikan laut memiliki kadar omega-3, vitamin dan mineral yang tinggi, sebaliknya ikan air tawar tinggi akan karbohidrat dan asam lemak omega-6, kedua jenis ikan tersebut merupakan sumber zat gizi yang bermutu dan disarankan secara bergantian mengonsumsi kedua jenis ikan tersebut agar
7 saling melengkapi kekurangan zat gizi lainnya
yang mencukupi kebutuhan gizi agar tercapai prestasi belajar yang optimal (Harli dalam Meliala, 2009).
Sebanyak 66,0% dari anak-anak yang jumlah konsumsi protein ikan tergolong cukup memiliki prestasi belajar yang sangat baik, sedangkan 61,9% dari anak-anak dengan jumlah konsumsi protein ikan tergolong kurang memiliki prestasi belajar baik. Hasil uji statistik hubungan jumlah konsumsi protein ikan dengan prestasi belajar diperoleh p=0,036 < 0,05, maka H0 ditolak, artinya terbukti secara signifikan ada hubungan antara jumlah ikan dan prestasi belajar.
Jumlah ikan yang dikonsumsi akan menyumbangkan zat-zat gizi seperti protein, asam lemak, vitamin dan mineral yang mencukupi kebutuhan gizi anak. Kecukupan protein dan asam lemak omega-3 inilah yang menjadi keunggulan ikan sebagai pendukung pencapaian prestasi belajar optimal bagi anak usia sekolah. Protein ikan mengandung semua asam amino esensial penting seperti halnya produk susu, telur dan daging yang memiliki nilai gizi yang sangat tinggi. Kandungan asam lemak tidak jenuh pada lemak ikan air tawar (± 70%) sedikit lebih rendah dari ikan laut (± 80%). Salah satu manfaat mengonsumsi produk ikan (yang kaya omega-3: asam linolenat, EPA, dan DHA) adalah menjaga kesehatan otak, selain manfaat lainnya yaitu menjaga kesehatan jantung, persendian, dan ginjal, menjaga keseimbangan emosional
(mood), kekuatan dan stamina serta
menstabilkan sistem kekebalan tubuh (Bahar, 2006).
Berdasarkan penilaian prestasi belajar menurut frekuensi konsumsi ikan sebanyak 86,7% dari anak-anak dengan frekuensi
konsumsi ikan yang tergolong sering
memiliki prestasi belajar sangat baik. Sekitar 63,0% dari anak-anak dengan frekuensi konsumsi ikan yang tergolong kadang-kadang juga memiliki prestasi belajar sangat baik. Akan tetapi, 57,7% anak-anak dengan frekuensi konsumsi ikan tergolong jarang memiliki prestasi belajar yang baik. Hasil uji statistik hubungan frekuensi konsumsi ikan dengan prestasi belajar diperoleh p=0,012 < 0,05, maka H0 ditolak, artinya terbukti secara
signifikan ada hubungan antara frekuensi konsumsi ikan dan prestasi belajar.
Hal ini didukung oleh teori bahwa ikan dapat meningkatkan kecerdasan anak dan meningkatkan kemampuan akademik (Pandit dalam Meliala, 2009). Konsumsi ikan minimal 2-3 kali dalam sehari efeknya dapat mencegah penyakit, menjadi cerdas dan sehat (Siswono dalam Meliala, 2009).
Hubungan Konsumsi Ikan dengan Status Gizi
Hasil analisis hubungan konsumsi ikan (jenis, jumlah dan frekuensi) dengan status gizi di SD Brigjend Katamso II diuraikan pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8. Hubungan Konsumsi Ikan dengan Status Gizi di Sekolah Dasar Brigjend Katamso II No. Konsumsi Ikan Status Gizi Jumlah (p.) Gizi Lebih Normal Gizi Kurang n % n % n % n % Jenis Ikan 1. Ikan laut dan olahannya 7 21,2 24 72,7 2 6,1 33 100,0 0,184 2. Ikan air tawar dan olahannya 0 0 8 80,0 2 20,0 10 100,0 3. Keduanya 6 25,0 17 70,8 1 4,2 24 100,0 4. Tidak keduanya 1 100,0 0 0 0 0 1 100,0 Jumlah Ikan 1. Cukup 10 21,3 33 70,2 4 8,5 47 100,0 0,825 2. Kurang 4 19,0 16 76,2 1 4,8 21 100,0 Frekuensi Konsumsi Ikan
1. Sering 5 33,3 8 53,3 2 13,3 15 100,0 0,163 2.
Kadang-kadang 6 22,2 21 77,8 0 0 27 100,0 3. Jarang 3 11,5 20 76,9 3 11,5 26 100,0
Tabel 8 diatas menunjukkan bahwa 72,7% dari anak-anak yang mengonsumsi jenis ikan laut dan olahannya, 80% anak yang mengonsumsi jenis ikan air tawar dan
olahannya juga, 70,8% anak yang
mengonsumsi kedua jenis ikan sama-sama berada pada status gizi normal. Akan tetapi, 100% anak yang tidak mengonsumsi kedua jenis ikan berada pada status gizi lebih. Hasil uji statistik hubungan jenis ikan dengan status gizi diperoleh p=0,184 > 0,05, maka H0
8 diterima, artinya tidak ada hubungan antara
jenis ikan dan status gizi. Jenis ikan yang dikonsumsi tidak memiliki hubungan dengan status gizi karena data hasil survei konsumsi tidak lengkap, hanya dari sumber ikan saja, padahal seseorang untuk mencapai status gizi yang baik harus mengonsumsi makanan yang lengkap (Zulaihah & Widajanti, 2006).
Sebanyak 70,2% dari anak-anak dengan jumlah konsumsi protein cukup dan 76,2% anak-anak dengan jumlah protein kurang sama-sama memiliki status gizi normal. Hasil uji statistik hubungan jumlah konsumsi ikan dengan status gizi diperoleh p=0,825 > 0,05, maka H0 diterima, artinya tidak ada hubungan antara jumlah ikan dan status gizi.
Hal ini disebabkan karena status gizi seseorang terbentuk dari apa yang dikonsumsi dalam waktu yang cukup lama, sehingga jumlah konsumsi ikan yang di recall selama dua hari belum bisa menggambarkan status gizinya saat ini. Berdasarkan teori Almatsier
bahwa kebiasaan makan (ikan) tidak
mempengaruhi status gizi secara langsung,
tetapi mempengaruhi utilisasi makanan
terlebih dahulu yang meliputi pencernaan dan penyerapan serta metabolisme zat gizi (Almatsier, 2001).
Sebanyak 53,3% anak-anak dengan frekuensi konsumsi ikan sering, 77,8% anak-anak dengan frekuensi konsumsi ikan kadang-kadang, dan 76,9% anak-anak dengan frekuensi konsumsi ikan jarang sama-sama berada pada status gizi normal. Hasil uji statistik hubungan frekuensi konsumsi ikan dengan prestasi belajar diperoleh p=0,163 > 0,05, maka H0 diterima, artinya tidak ada hubungan antara frekuensi konsumsi ikan dan
status gizi. Dapat disimpulkan bahwa
konsumsi ikan jika dilihat dari segi jenis, jumlah dan frekuensi masing-masing tidak memiliki hubungan dengan status gizi.
Kebiasaan makan ikan yang baik umumnya dapat membentuk status gizi yang baik dan demikian pula sebaliknya, karena ikan mempunyai nilai tambah yaitu tinggi EPA dan DHA yang bisa mengatasi masalah gizi kurang (Pudjadi & Karyadi dalam Zulaihah & Widajanti, 2006). Apabila dihubungkan dengan hasil penelitian, teori tersebut tidak sesuai karena anak dengan
frekuensi makan ikan
sering/kadang-kadang/jarang sama-sama berada pada status gizi normal.
Hubungan Status Gizi dengan Prestasi Belajar
Hasil analisis hubungan status gizi dengan prestasi belajar anak-anak di SD Brigjend Katamso II diuraikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Hubungan Status Gizi dengan Prestasi Belajar di Sekolah Dasar Brigjend Katamso II Status Gizi Prestasi Belajar Jumlah (p.) Sangat
Baik Baik Cukup
n % n % n % n % Gizi Lebih 11 78,6 3 21,4 0 0 14 100,0 0,055 Normal 25 51,0 23 46,9 1 2,0 29 100,0 Gizi Kurang 3 60,0 1 20,0 1 20,0 5 100,0 Tabel 9 diatas menunjukkan bahwa 78,6% anak-anak yang berada pada status gizi lebih, 51,0% anak-anak yang berada pada status gizi normal, dan 60,0% anak-anak yang berada pada status gizi kurang sama-sama memiliki prestasi belajar yang sangat baik. Hasil uji statistik hubungan status gizi dengan prestasi belajar diperoleh p=0,055 > 0,05, maka H0 diterima. Hal ini berarti tidak ada hubungan antara status gizi dengan prestasi belajar.
Hal ini diasumsikan karena prestasi belajar tidak hanya dipengaruhi oleh faktor status gizi saja akan tetapi dapat dipengaruhi faktor internal lainnya seperti aspek fisik, minat, motivasi, konsentrasi, keingintahuan, kepercayaan diri, dan intelegensi, serta faktor eksternal seperti lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori Djamarah (2008) yang menyatakan status gizi yang normal akan meningkatkan prestasi belajar dan sebaliknya kesehatan yang kurang baik karena kurang gizi akan menjadi penyebab terjadinya kesulitan belajar pada anak didik.
KESIMPULAN
1. Konsumsi ikan meliputi jenis, jumlah dan frekuensi konsumsi ikan. Jenis ikan yang
9 Katamso II adalah ikan laut dan olahannya
dengan jenis ikan yang terbanyak
dikonsumsi adalah teri, lele dan ikan asin. Jumlah konsumsi protein ikan anak-anak SD Brigjend Katamso II termasuk dalam kategori cukup dengan rata-rata 12,6 gram/hari. Sumbangan konsumsi ikan terhadap angka kecukupan protein berada pada kategori kurang dengan rata-rata 27,18%. Frekuensi konsumsi ikan anak-anak SD Brigjend Katamso II tergolong kadang-kadang dengan rata-rata 4,55 kali/minggu.
2. Prestasi belajar anak-anak SD Brigjend Katamso II tergolong sangat baik dengan rata-rata nilai rapor 82,67.
3. Status gizi anak-anak SD Brigjend Katamso II berada pada kategori normal yaitu dengan ratarata zscore IMT/U -0,16 SD.
4. Ada hubungan yang signifikan antara jumlah dan frekuensi konsumsi ikan dengan prestasi belajar.
5. Tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis ikan dengan prestasi belajar, konsumsi ikan dengan status gizi, dan status gizi dengan prestasi belajar.
SARAN
1. Konsumsi ikan anak-anak di SD Brigjend Katamso II perlu ditingkatkan terutama dari segi jumlah dan frekuensi, dengan cara pemasakan yang tepat dan variatif agar menggugah selera makan ikan anak-anak.
2. Prestasi belajar anak-anak di SD Brigjend Katamso II yang sudah sangat baik perlu dipertahankan.
3. Status gizi anak-anak di SD Brigjend Katamso II yang tergolong normal perlu dipertahankan agar tidak menjadi gizi lebih atau gizi kurang.
4. Pihak sekolah diharapkan dapat bekerja sama dengan pemerintah, baik puskesmas maupun Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Medan dalam mendukung program
Gerakan Makan Ikan serta dapat
menyampaikan informasi gizi mengenai hubungan konsumsi ikan dengan prestasi belajar anak menggunakan media majalah dinding sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
2010. Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2010. Jakarta.
Bahar, B. 2006. Panduan Praktis Memilih
dan Menangani Produk Perikanan.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Baliwati, Y.F, Khomsan, A dan
Dwiriani,C.M. 2004. Pengantar
Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Djamarah, S.B. 2008. Psikologi Belajar. Banjarmasin: Rineka Cipta.
Iriyandi, B. 2013. Analisis Karakteristik
Nelayan dan Pengaruhnya Terhadap Pendapatan Nelayan di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Kota Medan [Tesis]. Medan:
Fakultas Pertanian USU.
Khomsan, A. 2002. Peranan Pangan dan
Gizi untuk Kualitas Hidup. Jakarta:
Gramedia Widiasarana.
Meliala, E.R.S. 2009. Konsumsi Ikan dan
Kontribusinya terhadap Kebutuhan Protein pada Keluarga Nelayan di Lingkungan IX Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan [Skripsi]. FKM USU.
Murdiati, A dan Amaliah. 2013. Panduan
Penyiapan Pangan Sehat untuk Semua. Edisi kedua. Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group
Priyatno, D. 2001. Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Prestasi Belajar Serta Pengetahuan Tentang Profesi Ahli Gizi dari Mahasiswa Akademi Gizi Depkes Semarang [Skripsi].
IPB
Saparinto, C. 2006. Gizi dan Aneka
Masakan dari Bahan Ikan.
Semarang: Dahara Prize.
Supariasa, I.D.N; Bakri, B; Fajar, I.
2001.Penilaian Status Gizi.
Jakarta:EGC
WHO. 2007. The WHO Child Growth
Standards.
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. 2004. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
10 Zulaihah, S dan Widajanti, L. 2006.
Hubungan Kecukupan Asam
Eikosapentanoat (EPA), Asam Dokosaheksanoat (DHA) Ikan dan Status Gizi dengan Prestasi Belajar Siswa. Jurnal Gizi Indonesia Volume 1
1
KARAKTERISTIK PENDERITA KANKER PAYUDARA YANG DIRAWAT INAP