• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berdasarkan tabel 4.1. dapat diketahui bahwa paling banyak orang

tua membawa balitanya untuk

melakukan penimbangan di posyandu yaitu sebanyak 30 orang (69,8%).

Tabel 4.1.Distribusi Keluarga Menurut Tempat Penimbangan Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang Tahun 2014 No Tempat Penimbangan Balita n % 1. 2. 3. Posyandu Puskesmas Praktek bidan 30 12 1 69,8 27,9 2,3 Jumlah 43 100,0

Tabel 4.2. Distribusi Keluarga Menurut Indikator Penimbangan Balita Yang Mengalami Gizi Kurang dan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang Tahun 2014 No Penimbangan Balita n % 1. 2. Baik Tidak baik 30 13 69,8 30,2 Jumlah 43 100,0

Pada tabel diatas menunjukkan kesadaran keluarga terhadap gizi

berdasarkan indikator penimbangan

balita yang dibedakan menjadi

kategori baik dan tidak baik, paling banyak yaitu pada kategori baik sebesar 69,8%.

Pemberian ASI eksklusif

Semua balita gizi kurang dan gizi buruk yang berjumlah 43 balita di wilayah kerja Puskesmas Desa Lalang

tahun 2014 tidak ada yang

mendapatkan ASI eksklusif.

Makan Beraneka Ragam

Kebiasaan makan beraneka

ragam yang terdiri makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan buah disajikan pada tabel berikut:

Tabel 4.3. Distribusi Kebiasaan Mengkonsumsi Makan Beraneka Ragam Pada Keluarga Yang Memiliki Balita Gizi Kurang dan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang Tahun 2014 No Jenis Makanan N % 1. Makanan Pokok : a. 2-3 x sehari 43 100,0 Jumlah 43 100,0 2. Lauk Pauk : a. 2-3 x sehari b. 2-3 x seminggu 29 14 67,4 32,6 Jumlah 43 100,0 3. Sayur : a. 1x sehari b. 2-3 x sehari c. 2-3 x seminggu 6 25 12 14,0 58,1 27,9 Jumlah 43 100,0 4. Buah-buahan : a. 2-3 x seminggu b. 1 x seminggu atau lebih dari seminggu 2 41 4,7 95,3 Jumlah 43 100,0

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa seluruh responden mengkonsumsi makanan pokok 2-3 x

4 sehari. Keluarga mengkonsumsi lauk pauk paling banyak yaitu 2-3 x sehari (67,4%), begitu juga keluarga yang mengkonsumsi sayuran 2-3 x sehari (58,1%), dan keluarga mengkonsumsi buah-buahan paling sering yaitu 1 x seminggu atau lebih dari seminggu (95,3%). Indikator keaneka ragaman

makanan pada keluarga yang

dikategorikan menjadi baik dan tidak baik dapat diketahui bahwa paling banyak yaitu pada kategori tidak baik sebesar 58,1 %, yang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.4.Distribusi Keluarga Menurut Indikator Makan Beraneka Ragam Pada Keluarga Yang Memiliki Balita Gizi Kurang dan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang Tahun 2014 No Makan Beraneka Ragam n % 1. 2. Baik Tidak baik 18 25 41,9 58,1 Jumlah 43 100,0

Penggunaan Garam Beryodium

jenis garam yang paling banyak digunakan oleh keluarga responden menurut tabel 4.5. adalah garam halus (95,3%).

Tabel 4.5. Distribusi Keluarga Menurut Jenis Garam Yang Digunakan Pada Keluarga Yang Memiliki Balita Gizi Kurang dan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang Tahun 2014 No Jenis Garam N % 1. 2. Garam halus Garam kasar 41 2 95,3 4,7 Jumlah 43 100,0

Alasan responden memilih jenis garam yang digunakan yang paling banyak yaitu dengan alasan karena ada

di pasaran (79,1%) yang dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.6. Distribusi Keluarga Menurut Alasan Memilih Jenis Garam Yang Digunakan Pada Keluarga Yang Memiliki Balita Gizi Kurang dan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang Tahun 2014 No Alasan Memilih Jenis Garam n % 1. 2. Karena mengandung yodium

Karena ada di pasaran 9 34

20,9 79,1

Jumlah 43 100,0

Berdasarkan hasil pemeriksaan

menggunakan tes yodina dapat

diketahui bahwa 100,0% garam yang digunakan responden mengandung

garam beryodium, namun untuk

mengetahui indikator penggunaan

garam beryodium dapat dipengaruhi dengan cara penggunaan/penyimpanan garam yang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.7. Distribusi Keluarga Menurut Cara Penggunaan Garam Dalam Pengolahan Bahan Makanan Pada Keluarga Yang Memiliki Balita Gizi Kurang dan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang Tahun 2014 No Cara Penggunaan Garam N % 1. 2. Di gunakan setelah masakan matang Pada awal atau pada saat proses pemasakan 5 38 11,6 88,4 Jumlah 43 100,0

Menurut tabel diatas dapat

diketahui bahwa cara penggunaan garam yang paling banyak yaitu menggunakan garam pada awal atau

5 pada saat proses pemasakan (88,4%). Sedangkan cara penyimpanan garam

yang disajikan pada tabel 4.8.

diketahui bahwa paling banyak yaitu menggunakan wadah kering tertutup, disimpan ditempat sejuk (62,8%).

Tabel 4.8. Distribusi Keluarga Menurut Cara Penyimpanan Garam Pada Keluarga Yang Memiliki Balita Gizi Kurang dan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang Tahun 2014 No Cara Penyimpanan Garam n % 1. 2. Menggunakan wadah kering tertutup, disimpan ditempat sejuk

Wadah terbuka/tetap di plastik terbuka kemasan di letakkan ditempat yang terkena panas seperti kompor dan sinar matahari langsung 27 16 62,8 37,2 Jumlah 43 100,0

Indikator penggunaan garam

beryodium yang dikategorikan

menjadi baik dan tidak baik dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.9. Distribusi Keluarga Menurut Penggunaan Garam

Beryodium Pada Keluarga Yang Memiliki Balita Gizi Kurang dan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang Tahun 2014 No Penggunaan Garam Beryodium n % 1. 2. Baik Tidak baik 4 39 9,3 90,7 Jumlah 43 100,0 Berdasarkan tabel 4.9

dapatdiketahui bahwa indikator

penggunaan garam beryodium yang dibedakan menjadi kategori baik dan

tidak baik, paling banyak adalah kategori tidak baik sebesar 90,7%.

Pemberian Kapsul Vitamin A

Berdasarkan tabel 4.10.

menunjukkan bahwa balita yang

mendapatkan kapsul vitamin A dalam satu tahun terakhir sebesar 81,4%,

sedangkan kesadaran keluarga

berdasarkan indikator pemberian

kapsul vitamin A yang dikategorikan baik sebesar 74,4%.

Tabel 4.10. Distribusi Keluarga Berdasarkan Pemberian Kapsul Vitamin A Pada Balita Gizi Kurang dan Balita Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang Tahun 2014 No Pemberian Kapsul Vitamin A n % 1. Mendapatkan Kapsul Vitamin A : a. Ya b. Tidak 35 8 81,4 18,6 Jumlah 43 100,0 2. Indikator Pemberian Kapsul Vitamin A : a. Baik b. Tidak baik 32 11 74,4 25,6 Jumlah 43 100,0

Keluarga Sadar Gizi

Dari hasil analisis berdasarkan indikator keluarga sadar gizi pada keluarga yang memiliki balita gizi kurang dan gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Desa Lalang yang meliputi : penimbangan balita, pemberian ASI eksklusif, makan beraneka ragam, penggunaan garam beryodium, dan pemberian vitamin A dapat dilihat pada tabel berikut:

6 Tabel 4.16. Distribusi Keluarga

Berdasarkan Jumlah Indikator Keluarga Sadar Gizi Pada Keluarga Yang Memiliki Balita Gizi Kurang dan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang Tahun 2014

No

Indikator Keluarga Sadar Gizi Yang

Terlaksana n % 1. 2. 3. 4. 5. 6. 5 4 3 2 1 0 0 1 4 17 17 4 0,0 2,3 9,3 39,5 39,5 9,3 Jumlah 43 100,0

Dari tabel diatas dapat

diketahui bahwa dari 43 responden tidak ada keluarga yang menerapkan

perilaku sadar gizi, sedangkan

indikator keluarga sadar gizi yang terlaksana paling banyak berjumlah satu dan dua indikator yang masing-masing sebanyak 17 keluarga (39,5%).

Perilaku Sadar Gizi Keluarga Berdasarkan Penimbangan Balita

Menurut hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 43 ibu terdapat

69,8% melakukan rutinitas

penimbangan balitanya di posyandu, 27,9% dilakukan dipuskesmas, dan 2,3% dilakukan di praktek bidan. Balita gizi kurang dan gizi buruk yang melakukan penimbangan di puskesmas hanya pada saat pengambilan bantuan makanan tambahan, yang dilakukan dalam satu bulan sekali, namun balita tersebut jarang dibawa ke posyandu.

Keluarga yang melakukan

penimbangan balita minimal empat kali berturut-turut terdapat 69,8% yang dikategorikan baik, hal ini karena balita gizi kurang dan gizi buruk

mendapatkan perhatian khusus dari

petugas kesehatan dan kader

posyandu. Hasil ini juga

menggambarkan peran Posyandu di

wilayah kerja puskesmas, telah

berjalan dengan baik. Namun masih ada keluarga yang dikategorikan tidak baik sebesar 30,2%.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dapat diketahui bahwa

balita yang tidak mengikuti

penimbangan sebanyak 4-6 kali

dipuskesmas, karena balita tersebut merupakan kasus baru yang ditemukan kurang dari empat bulan terakhir. Serta terdapat beberapa alasan keluarga

tidak menimbangkan balitanya

keposyandu antara lain: ibu tidak mengetahui jadwal posyandu, jarak posyandu dengan rumah jauh, anak sedang sakit sehingga ibu tidak

membawa keposyandu, serta

banyaknya kesibukan lain yang

menyebabkan ibu tidak sempat

membawa balitanya keposyandu. Dari hasil wawancara, juga dapat diketahui bahwa ibu sudah mengetahui manfaat penimbangan, namun kepedulian ibu terhadap pemantauan pertumbuhan balita masih kurang.

Perilaku Sadar Gizi Keluarga Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif

Berdasarkan penelitian yang

dilakukan, semua balita gizi kurang dan gizi buruk yang ada di wilayah kerja Puskesmas Desa Lalang tidak ada yang mendapatkan ASI secara

eksklusif selama enam bulan.

Pemberian makanan padat/tambahan yang terlalu dini dapat mengganggu

pemberian ASI eksklusif serta

meningkatkan angka kesakitan pada bayi. Hal ini juga didukung dari hasil

7 penelitian yang menunjukkan bahwa dalam satu bulan terakhir dari 43 balita, terdapat 8 balita (18,6%) yang menderita penyakit ISPA, 16 balita (37,2%) mengalami diare, dan 11 balita (25,6%) yang mengalami ISPA dan diare.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan dapat diketahui bahwa ibu memberikan air putih atau susu formula pada balitanya dengan alasan ASI tidak keluar maupun produksi ASI yang tidak cukup. Alasan lain ibu tidak

memberikan ASI eksklusif

dikarenakan ibu merasa bahwa ASI dianggap kurang memadai sebagai makanan bayi sehingga biasanya setelah umur tiga bulan, bayi diberi makanan lain seperti bubur nasi atau

pisang yang telah dilumatkan

kemudian disulang ke mulut bayi. Umumnya ibu beranggapan bahwa anak yang menangis terus dianggap

anak belum kenyang. Padahal

menangis bukan semata-mata bahwa anak lapar. Belum lagi masih banyak anggapan di masyarakat seperti orang tua terdahulu bahwa anak tidak masalah apabila diberi makanan dan minuan lain sebelum usia enam bulan.

Kurangnya kesadaran keluarga terhadap pemberian ASI eksklusif ini

bisa terjadi karena kurangnya

pengetahuan ibu mengenai ASI

eksklusif dan manfaatnya untuk

tumbuh kembang balita.

Perilaku Sadar Gizi Keluarga Berdasarkan Makan Beraneka Ragam

Berdasarkan hasil penelitian

dapat diketahui bahwa sebagaian besar kesadaran keluarga terhadap makan beraneka ragam dikategorikan tidak

baik yaitu (58,1%) dan yang

dikategorikan baik sebesar (41,1%). Ada beberapa alasan keluarga tidak mengkonsumsi sayuran dan lauk pauk 2-3 x sehari diantaranya karena banyak anggota keluarga yang tidak menyukai sayuran, harga lauk seperti ikan dan daging relatif mahal, begitu

juga keluarga tidak rutin

mengkonsumsi buah dengan alasan harga buah mahal.

Tingkat pendapatan keluarga umumnya di bawah UMP Sumatera Utara tahun 2014 yaitu Rp 1.505.850

yang mempengaruhi daya beli

masyarakat terhadap makanan.

Pendapat Berg (1986) dalam

Nazaruddin (2013) menyatakan bahwa semakin tinggi penghasilan, semakin besar pula persentase dari penghasilan tersebut untuk membeli buah, sayur dan beberapa jenis bahan makanan lainnya.

Adanya kebiasaan makan balita dalam sebagian keluarga yang hanya

mengkonsumsi nasi dengan

menambahkan kuah sayuran saja dapat

menyebabkan tidak terpenuhinya

asupan gizi balita, walaupun keluarga

tersebut termasuk kategori baik.

Sementara menurut Adriani dan

Wirjatmadi (2012) bahwa masa balita merupakan masa kehidupan yang

sangat penting, sehingga peran

makanan yang bernilai gizi tinggi sangat penting seperti makanan yang mengandung energi, protein, vitamin,

dan mineral untuk mencegah

terjadinya gangguan gizi.

Penelitian ini juga diketahui bahwa paling banyak jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah yaitu 5-7 anggota keluarga, bahkan ada yang berjumlah >7

anggota keluarga. Hal ini juga

8 asupan makanan keluarga.Sediaoetama (2006) menyatakan bahwa walaupun

pangan yang dikonsumsi balita

berkualitas baik namun apabila

dikonsumsi dalam jumlah yang jauh dibawah kebutuhannya, maka akan terjadi keadaan gizi kurang.

Perilaku Sadar Gizi Keluarga Berdasarkan Penggunaan Garam Yodium

Penelitian terhadap garam yang digunakan dari 43 keluarga dengan

menggunakan tes yodina dapat

diketahui bahwa seluruh keluarga

menggunakan garam beryodium.

Namun dari hasil wawancara dapat

diketahui bahwa ibu belum

mengetahui tentang cara penyimpanan

dan cara penggunaan garam

beryodium yang benar. Masih banyak ibu yang menggunakan garam pada awal atau pada saat proses pemasakan

sebesar 88,4%, Untuk cara

penyimpanan garam beryodium

sebagian besar keluarga yaitu 62,8%

telah menyimpan garam dengan

menggunakan wadah kering tertutup, dan disimpan ditempat sejuk.

Dengan mengetahui cara

penggunaan/penyimpanan garam

beryodium sesuai aturan maka dapat diketahui kesadaran keluarga terhadap gizi berdasarkan penggunaan garam beryodium lebih banyak pada kategori tidak baik yaitu sebanyak 90,7%. Berdasarkan hasil wawancara, ibu tidak mengetahui bahwa apabila garam yodium yang digunakan pada awal atau pada saat proses pemasakan serta garam yang disimpan pada wadah terbuka diletakkan ditempat yang terkena panas seperti kompor atau sinar matahari akan menyebabkan yodium dari garam akan menguap

sehingga hanya sedikit yodium dari garam yang didapat atau bahkan yodium dari garam bisa hilang.

Perilaku Sadar Gizi Keluarga Berdasarkan Pemberian Kapsul Vitamin A Pada Balita

Hasil penelitian terhadap 43

keluarga dapat diketahui bahwa

kesadaran keluarga terhadap gizi

berdasarkan indikator pemberian

kapsul vitamin A terdapat 74,4% keluarga balita yang dikategorikan baik. Hal ini menunjukan bahwa sebagian keluarga sudah memiliki

kesadaran yang baik untuk

memberikan vitamin A pada balitanya. Sementara dari hasil wawancara,

keluarga yang tidak membawa

balitanya saat pemberian kapsul

vitamin A diketahui karena tidak tahu jadwal pemberian kapsul vitamin A. Hal ini dikarenakan keluarga jarang

membawa balitanya keposyandu

sehingga tidak mendapatkan informasi mengenai jadwal pemberian kapsul vitamin A, selain itu juga dikarenakan ibu belum mengetahui pentingnya manfaat vitamin A serta belum

mengetahui bulan-bulan jadwal

pemberian kapsul vitamin A.

KESIMPULAN

Semua keluarga yang memiliki balita gizi kurang dan gizi buruk yang ada di wilayah kerja Puskesmas Desa Lalang tidak ada yang termasuk Keluarga Sadar Gizi (KADARZI), yang dibedakan menjadi lima indikator berikut:

1. Kesadaran keluarga terhadap gizi berdasarkan indikator penimbangan berat badan balita pada sebagian keluarga sudah baik, hal ini

9

keluarga yang malakukan

penimbangan terhadap balita lebih banyak yang dikategorikan baik yaitu sebesar 69,8%.

2. Kesadaran keluarga terhadap gizi berdasarkan indikator pemberian ASI eksklusif masih sangat rendah, hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya balita yang mendapatkan ASI secara eksklusif.

3. Masih banyak keluarga yang tidak mengkonsumsi makan beraneka

ragam, dimana paling banyak

keluarga dikategorikan tidak baik yaitu sebesar 58,1%.

4. Secara keseluruhan keluarga

responden telah menggunakan

garam yang mengandung yodium. Namun masih banyak pula keluarga

yang tidak mengetahui cara

pemakaian/penyimpanan garam

yodium secara benar, sehingga

masih banyak keluarga yang

dikategorikan tidak baik yaitu sebesar 90,7%.

5. Kesadaran keluarga berdasarkan indikator pemberian kapsul vitamin A sudah cukup tinggi dilihat dari jumlah keluarga yang lebih banyak sudah memberikan kapsul vitamin A dan dikategorikan baik sebesar 74,4%.

SARAN

1. Bagi Dinas Kesehatan agar

meningkatkan sosialisasi dan

promosi program KADARZI yang

mencakup pengoptimalan tugas

Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) dan kader posyandu.

2. Bagi pihak puskesmas agar

melakukan upaya-upaya pencapaian

KADARZI yaitu dengan

memberikan penyuluhan mengenai

penganekaragaman makanan

dengan menggerakkan masyarakat

untuk memanfaatkan lahan

pekarangan untuk menanam sayur

atau buah. Serta melakukan

penyuluhan kepada para ibu

mengenai manfaat pemberian ASI eksklusif.

3. Perlu dilakukannya peningkatan pendampinganKADARZI, terutama pada keluarga yang memiliki balita gizi kurang dan gizi buruk. Selain

itu pihak puskesmas perlu

dilakukan advokasi kepada

Pemerintah Daerah (kepala Camat)

untuk mendukung program

KADARZI yang benar-benar

menjadi solusi untuk mengatasi

permasalahan gizi yang ada

dimasyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Adriani dan Wirjatmadi. 2012.

Peranan Gizi Dalam Siklus Kehidupan, Kencana, Jakarta.

Depkes RI. 2007. Pedoman

Pendamping Keluarga

Menuju Kadarzi, Direktorat

Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Jakarta. Depkes RI. 2007. Pedoman Strategi

KIE Keluarga Sadar Gizi (KADARZI), Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina

Gizi Masyarakat, Jakarta.

Depkes RI. 2008. Pedoman

Pemantauan Status Gizi (PSG) dan Keluarga Sadar Gizi (KADARZI), Direktorat

Jenderal Bina Kesehatan

Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Jakarta. Fatimah, 2013. Gizi Buruk Masih

10

Asia 14 Desember 2013,

Medan.

Karolina, E. 2012. Hubungan

Perilaku KADARZI Dengan Status Balita Usia 12-59 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Blangkejeren Kecamatan Blagkejeren Kabupaten Gayo Lues Tahun 2012, Medan.

Nazaruddin. 2013. Hubungan

Karakteristik Keluarga dan Pemberdayaan Masyarakat Dengan Praktek KADARZI Di Kecamatan Trienggadeng Kabupaten Pidie Jaya, Tesis

FKM USU, Medan.

Sediaoetama. 2006. Ilmu Gizi, Dian Rakyat, Jakarta.

Simanjuntak, E. 2009. Kajian

Penerapan Keluarg Sadar Gizi (KADARZI) pada

Keluarga Mampu Di

Kelurahan Mangga dan Tidak Mampu Di Kelurahan Simalingkar B Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2009, Skripsi FKM USU,

Medan.

Sugimah. 2009. Status Gizi Balita

Berdasarkan Indikator Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) Di Kelurahan

Labuhan Deli Medan

Marelan Tahun 2009, Tesis

FKM USU, Medan.

Syafli, H. 2011. Hubungan Perilaku

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) Dengan Status Gizi Balita Di Kota Jambi,

Skripsi Departemen Gizi

Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB, Bogor.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERILAKU MEROKOK