• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kecamatan Ciampea terletak sekitar 300 meter diatas permukaan laut (dpl) dengan kontur tanah berupa dataran dan perbukitan, perbukitan di kecamatan Ciampea sekitar 55% dari keseluruhan luas wilayah. Dengan suhu udara sekitar 20 – 30 derajat celsius dan curah hujan mencapai 22 hari per

Besar keluarga dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu keluarga kecil (≤4 orang), keluarga sedang (5-7 orang) dan keluarga besar (≥8 orang) (Hurlock 1998). Sebanyak 63% anak termasuk dalam kelompok keluarga kecil (≤4 orang). Sedangkan hanya 3% anak termasuk dalam keluarga besar (≥8 orang). Jumlah anggota keluarga secara langsung dan tidak langsung sangat mempengaruhi status gizi balita. Karena jumlah keluarga ini akan mempengaruhi seberapa banyak pembagian bahan makanan dalam satu keluarga apalagi bagi keluarga dengan pendapatan orang tua yang rendah. Gambar 1 di bawah ini menggambarkan sebaran anak berdasarkan besar keluarga.

Besar Keluarga

tahun. Jumlah penduduk total berdasarkan Laporan Kependudukan Kecamatan Ciampea tahun 2010 adalah 146.608 jiwa dengan laki-laki sebanyak 75.527 jiwa dan perempuan 71.081 jiwa (BPS 2010). Kecamatan Ciampea memiliki sarana dan prasarana kesehatan sebanyak 145 sarana dan prasarana meliputi puskesmas, puskesmas pembantu, posyandu, apotek dan toko obat serta balai pengobatan. Selain itu kecamatan Ciampea memiliki tenaga pelayanan kesehatan sebanyak 54 orang yang terdiri dari dokter umum, bidan desa, bidan praktek dan dukun bayi.

Gambar 1 Sebaran anak berdasarkan besar keluarga

Sebesar 70% anak pada kelompok tempe (25 gram) termasuk keluarga kecil (≤4 orang). Sedangkan 10% anak pada kelompok tempe (25 gram) termasuk keluarga besar (≥8 orang). Pada kelompok tempe (50 gram) dan kelompok kontrol, sebanyak 60% termasuk keluarga kecil dan sisanya termasuk keluarga sedang (40%). Tabel 7 di bawah ini menggambarkan sebaran keluarga anak berdasarkan kelompok perlakuan.

Tabe 7 Sebaran besar keluarga anak berdasarkan kelompok perlakuan

Besar Keluarga Tempe (25 gram) Tempe (50 gram) Kontrol Total

n % n % n % n % Keluarga kecil 7 70 6 60 6 60 19 63 Keluarga sedang 2 20 4 40 4 40 10 33 Keluarga besar 1 10 0 0 0 0 1 3 Total 10 100 10 100 10 100 30 100

Besarnya keluarga dapat mempengaruhi kepatuhan orang tua anak dalam berpartisipasi pada penelitian ini. Anak yang termasuk keluarga kecil (≤4 orang) memungkinkan orang tua dapat melaksanakan kegiatan yang disarankan peneliti untuk memperhatikan makanan dan perkembangan penyakit diare pada anak. Selain itu menurut Sukarni (1994) menyatakan bahwa besar keluarga akan mempengaruhi status kesehatan seseorang atau keluarga. Besar keluarga akan berpengaruh terhadap pola konsumsi zat gizi anggota keluarga dan mempengaruhi luas per penghuni didalam suatu bangunan rumah yang berpengaruh pada kesehatan anak-anak dan kesehatan ibu. Jumlah anggota keluarga yang banyak, menyebabkan perhatian ibu terhadap anak-anaknya dan anggota keluarga yang lain berkurang, demikian pula dengan perhatian ibu terhadap dirinya sendiri.

Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa rata-rata besar keluarga antara kelompok perlakuan kontrol, tempe 25 gram dan tempe 50 gram tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini bisa terjadi karena sebaran besar keluarga antar kelompok perlakuan tidak berbeda signifikan.

Pendapatan per kapita keluarga

Pendapatan per kapita perbulan keluarga digunakan sebagai pendekatan terhadap pengeluaran per kapita keluarga anak. Digunakan garis kemiskinan Propinsi Jawa Barat tahun 2009 sebagai acuan yaitu sebesar Rp 191.985,00 perkapita per bulan. Dalam penelitian ini sebanyak 50% keluarga anak memiliki

pendapatan per kapita diatas garis kemiskinan dengan pendapatan per kapita terendah keluarga anak sebesar Rp 100.000,00 dan pendapatan per kapita tertinggi keluarga anak sebesar Rp 1.000.000,00. Sedangkan rata-rata pendapatan per kapita keluarga anak sebesar Rp 294.000,00 dengan standar deviasi sebesar Rp 212.779,89. Gambar 2 di bawah menggambarkan sebaran anak berdasarkan pendapatan per kapita keluarga.

Gambar 2 Sebaran anak berdasarkan pendapatan

Berdasarkan kelompok perlakuan, sebanyak 50% keluarga anak pada kelompok perlakuan tempe 25 gram, tempe 50 gram dan kontrol yang memiliki pendapatan perkapita dalam katagori miskin maupun tidak miskin. Tabel 8 di bawah menggambarkan sebaran pendapatan keluarga anak berdasarkan kelompok perlakuan.

Tabel 8 Sebaran pendapatan keluarga anak berdasarkan kelompok perlakuan

Pendapatan Tempe (25 gram) Tempe (50 gram) Kontrol Total

n % n % n % n % Miskin 5 50 5 50 5 50 15 50 Tidak miskin 5 50 5 50 5 50 15 50 Total 10 100 10 100 10 100 30 100

Sebanyak 50% jumlah pendapatan keluarga di atas garis kemiskinan sehingga keluarga anak yang berpartisipasi pada penelitian ini dalam kondisi tidak miskin. Menurut Rokhana (2005) memaparkan bahwa pendapatan

Pengelompokan umur ibu berdasarkan pada pengkategorian menurut Papalia & Old (1986). Umur ibu dikategorikan menjadi kategori umur remaja (<20 tahun), dewasa awal (20-40 tahun), dewasa tengah (41-65 tahun) dan dewasa akhir (≥65 tahun). Pada penelitian ini diketahui bahwa umur ibu minimum yaitu 20 tahun dan umur ibu maksimum yaitu 44 tahun. Sedangkan rata-rata umur ibu yaitu 28,8 tahun dengan standar deviasi 7,15. Berdasarkan umur ibu yang diketahui, umur ibu anak dikatagorikan menjadi 20 - 40 tahun dan 41 - 65 tahun. Sebesar 97% umur ibu anak berkisar 20 - 40 tahun, dengan demikian hampir semua ibu yang berpartisipasi dalam penelitian ini merupakan ibu-ibu yang termasuk dalam katagori dewasa awal. Gambar 3 di bawah menggambarkan sebaran anak berdasarkan umur ibu.

Umur Ibu

Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa besar pendapatan keluarga anak tidak berbeda nyata antara kelompok perlakuan kontrol, tempe 25 gram dan tempe 50 gram (P>0,05). Hal ini dapat terjadi karena sebaran pendapatan keluarga anak tidak berbeda signifikan antara kelompok perlakuan.

merupakan salah satu unsur yang dapat mempengaruhi status gizi. Hal ini menyangkut daya beli keluarga untuk memenuhi kebutuhan konsumsi makan. Sedangkan menurut Suhardjo (1989) menyebutkan bahwa keluarga dan masyarakat yang penghasilannya rendah, mempergunakan sebagian besar dari keuangannya untuk membeli makanan dan bahan makanan, dan semakin tinggi penghasilan itu, semakin menurun bagian penghasilan yang dipakai untuk membeli makanan. Dengan meningkatnya pendapatan perorangan, terjadilah perubahan-perubahan dalam susunan makanan.

Berdasarkan kelompok perlakuan, umur ibu yang termasuk katagori umur 41-65 tahun hanya terdapat pada kelompok perlakuan tempe 50 gram yaitu sebesar 10% dari jumlah ibu anak pada kelompok perlakuan tempe 50 gram. Tabel 9 di bawah ini menggambarkan sebaran umur ibu anak berdasarkan kelompok perlakuan.

Tabel 9 Sebaran umur ibu anak berdasarkan kelompok perlakuan

Umur Ibu anak Tempe (25 gram) Tempe (50 gram) Kontrol Total

n % n % n % n % 20-40 tahun 10 100 9 90 10 100 29 97 41-65 tahun 0 0 1 10 0 0 1 3 Total 10 100 10 100 10 100 30 100

Berdasarkan data umur ibu anak termasuk kedalam katagori dewasa awal yang dapat dikatakan telah cukup dan siap dalam mengasuh anak. Menurut Hurlock (1998) ibu yang masih berusia muda cenderung untuk mendahulukan kepentingannya sendiri, sehingga waktu pengasuhan menjadi sangat singkat dan tidak menyenangkan. Sebaliknya pada ibu yang lebih berumur cenderung akan menerima dengan senang hati tugasnya sebagai ibu, sehingga akan mempengaruhi pula terhadap kuantitas dan kualitas pengasuhan anak.

Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa rata-rata umur ibu tidak berbeda nyata antara kelompok perlakuan kontrol, tempe 25 gram dan tempe 50 gram (P>0,05). Hal ini bisa disebabkan oleh sebaran umur ibu anak pada setiap kelompok perlakuan tidak berbeda signifikan.

Karakteristik Anak Umur Anak

Pada penelitian ini umur anak minimum 2 tahun dan maksimum 5 tahun. Rata-rata usia anak sebesar 3,1 tahun dengan standar deviasi sebesar 0,92. Berdasarkan nilai angka kecukupan gizi anak balita 1-6 tahun di golongkan menjadi 1-3 tahun dan 4-6 tahun, maka pada penelitian ini umur anak dikelompokkan menjadi 2-3 tahun dan 4-5 tahun. Sebesar 73% anak memiliki umur 2-3 tahun dan 27% anak memiliki umur 4-5 tahun. Gambar 4 di bawah menggambarkan sebaran anak berdasarkan kelompok umur.

Gambar 4 Sebaran anak berdasarkan kelompok umur

Berdasarkan kelompok perlakuan, sebesar 60% anak kelompok perlakuan tempe 25 gram memiliki umur 2 - 3 tahun dan 80% anak kelompok perlakuan tempe 50 gram dan kontrol. Sebesar 40% anak kelompok perlakuan tempe 25 gram memiliki umur 4 – 5 tahun. Sedangkan kelompok perlakuan tempe 50 gram dan kontrol masing-masing sebesar 20% yang memiliki umur 4 – 5 tahun. Sebagian besar anak memiliki umur 2 - 3 tahun sebesar 73% dan sekitar 27% anak memiliki umur 4 – 5 tahun. Tabel 10 di bawah menggambarkan sebaran umur anak berdasarkan kelompok perlakuan.

Tabel 10 Sebaran umur anak berdasarkan kelompok perlakuan

Umur anak Tempe (25 gram) Tempe (50 gram) Kontrol Total

n % n % n % n % 2-3 tahun 6 60 8 80 8 80 22 73 4-5 tahun 4 40 2 20 2 20 8 27 Total 10 100 10 100 10 100 30 100

Pada penelitian ini diikuti oleh anak laki-laki dan perempuan dalam jumlah yang sama yaitu masing-masing sebesar 50%. Berdasarkan perlakuan anak, kelompok perlakuan tempe 50 gram dan kontrol diikuti oleh 40% anak laki-laki dan 60% anak perempuan, sedangkan kelompok perlakuan tempe 25 gram

diikuti 70% anak laki-laki dan 30% anak perempuan. Tabel 11 di bawah ini menggambarkan sebaran jenis kelamin anak berdasarkan kelompok perlakuan.

Tabel 11 Sebaran jenis kelamin anak berdasarkan kelompok perlakuan

Jenis kelamin Tempe (25 gram) Tempe (50 gram) Kontrol Total

n % n % n % n % Laki-laki 7 70 4 40 4 40 15 50 Peremuan 3 30 6 60 6 60 15 50 Total 10 100 10 100 10 100 30 100

Berdasarkan kelompok umur, anak laki-laki sebesar 55% berumur 2 - 3 tahun dan 38% berumur 4 - 5 tahun. Sedangkan anak perempuan sebesar 45% berumur 2 - 3 tahun dan 63% berumur 4 - 5 tahun. Anak umur 2 - 3 tahun sebagian besar berjenis kelamin laki-laki, sedangkan anak umur 4 - 5 tahun berjenis kelamin perempuan. Tabel 12 di bawah ini menggambarkan sebaran jenis kelamin berdasarkan kelompok umur anak.

Tabel 12 Sebaran jenis kelamin anak berdasarkan kelompok umur anak

Jenis kelamin 2-3 tahun 4-5 tahun Total

n % n % n % Laki-laki 12 55 3 38 15 50 Perempuan 10 45 5 63 15 50 Total 22 100 8 100 30 100

Status Gizi Anak

Komponen penilaian status gizi meliputi konsumsi pangan, pemeriksaan biokimia, pemeriksaan klinis dan riwayat kesehatan, pemeriksaan antropometri serta data psikososial. Status gizi sebagai keadaan kesehatan tubuh seseorang atau kelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbtion) dan penggunaan (utilization) zat gizi. Pada dasarnya, status gizi merupakan refleksi dari makanan yang dikonsumsi dan dimonitori dari pertumbuhan fisik anak (Riyadi 2001). Pada penelitian ini penilaian status gizi menggunakan pemeriksaan antropometri berdasarkan indeks BB/TB, BB/U, dan TB/U dan menilai konsumsi energi dan protein anak.

Pemeriksaan antropometri

Pada penelitian ini status gizi balita diukur dengan pemeriksaan antropometri menggunakan metode z-skor WHO-NCHS berdasarkan indeks

antropometri BB/TB, BB/U dan TB/U. Indikator BB/U menunjukan secara sensitif status gizi saat ini namun tidak spesifik karena berat badan selain dipengaruhi oleh umur juga dipengaruhi oleh tinggi badan. Indikator TB/U menggambarkan status gizi masa lalu, sedangkan Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini biasanya digunakan bila umur sulit diperoleh (Supariasa et al 2002).

Status gizi anak berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) sebanyak (80%) termasuk dalam katagori status gizi normal. Pada kelompok tempe 25 gram dan kelompok kontrol sekitar 10% memilik status gizi gemuk dan 20% memiliki status gizi kurus. Sedangkan pada kelompok perlakuan tempe 50 gram sebesar 100% dalam katagori normal. Tabel 13 di bawah menggambarkan sebaran status gizi anak (BB/TB) berdasarkan kelompok perlakuan.

Tabel 13 Sebaran status gizi anak (BB/TB) berdasarkan kelompok perlakuan

Status gizi (BB/TB) Tempe(25gram) Tempe(50gram) Kontrol Total n % n % n % n %

Gemuk 1 10 0 0 1 10 2 7 Kurus 2 20 0 0 2 20 4 13 Normal 7 70 10 100 7 70 24 80 Total 10 100 10 100 10 100 30 100

Pada pengukuran status gizi berdasarkan indeks BB/TB diatas menggunakan metode zskor memperlihatkan nilai zskor minimum sebesar 2,28 dan nilai zskor maksimum sebesar 3,47. Ratarata nilai zskor sebesar -0,52 dengan standar deviasi sebesar 1,43. Dari nilai minimum dapat dikatakan bahwa status gizi minimum anak yaitu kurus (nilai z-skor terletak antara -3 SD s/d <-2 SD). Sedangkan nilai maksimum menggambarkan status gizi maksimum anak yaitu gemuk (nilai z-skor >2 SD).

Status gizi anak berdasarkan indeks berat badan menurut umur (BB/U) sebagian besar anak berstatus gizi baik sebesar 70%. Pada kelompok perlakuan tempe 25 gram memilik status gizi baik dan gizi kurang masing-masing 50%. Sedangkan pada kelompok tempe 50 gram dan kontrol yang memilik status gizi baik masing-masing sebesar 80%.

Tabel 14 di bawah menggambarkan sebaran status gizi anak (BB/U) berdasarkan kelompok perlakuan.

Tabel 14 Sebaran status gizi anak (BB/U) berdasarkan kelompok perlakuan

Status gizi (BB/U) Tempe(25gram) Tempe(50gram) Kontrol Total n % n % n % n % Gizi baik 5 50 8 80 8 80 21 70 Gizi kurang 5 50 2 20 2 20 9 30 Total 10 100 10 100 10 100 30 100

Pada pengukuran status gizi berdasarkan indeks BB/U diatas menggunakan metode zskor memperlihatkan nilai zskor minimum sebesar 3,09 dan nilai zskor maksimum sebesar 0,23. Ratarata nilai zskor sebesar -1,63 dengan standar deviasi sebesar 0,92. Dari nilai minimum dapat dikatakan bahwa status gizi minimum anak yaitu gizi kurang (nilai z-skor terletak antara -3 SD s/d <-2 SD). Sedangkan nilai maksimum menggambarkan status gizi maksimum anak yaitu gizi baik (nilai z-skor terletak antara -2 SD s/d +2 SD).

Tabel 15 di bawah menggambarkan sebaran status gizi anak (TB/U) berdasarkan kelompok perlakuan.

Tabel 15 Sebaran status gizi anak (TB/U) berdasarkan kelompok perlakuan

Status gizi (TB/U) Tempe(25gram) Tempe(50gram) Kontrol Total n % n % n % n % Normal 2 20 8 80 6 60 16 53 Pendek 3 30 2 20 3 30 8 27 Sangat Pendek 5 50 0 0 1 10 6 20 Total 10 100 10 100 10 100 30 100

Status gizi anak berdasarkan indeks tinggi badan menurut umut (TB/U) sebagian besar anak memiliki status gizi normal sebesar 53%. Pada kelompok perlakuan tempe 25 gram ada sebesar 50% berstatus gizi sangat pendek. Pada kelompok perlakuan tempe 50 gram ada sebesar 80% berstatus gizi normal. Sedangkan pada kelompok kontrol ada sebesar 60% berstatus gizi normal.

Pada pengukuran status gizi berdasarkan indeks TB/U diatas menggunakan metode zskor memperlihatkan nilai zskor minimum sebesar 7,36 dan nilai zskor maksimum sebesar 0,15. Ratarata nilai zskor sebesar -2,25 dengan standar deviasi sebesar 1,54. Dari nilai minimum dapat dikatakan bahwa status gizi minimum anak yaitu sangat pendek (nilai z-skor < -3 SD). Sedangkan nilai maksimum menggambarkan status gizi maksimum anak yaitu status gizi normal (nilai z-skor terletak antara -2 SD s/d +2 SD).

Status gizi berdasarkan indeks BB/TB menunjukkan bahwa masih ada anak dengan status gizi kurus dan status gizi gemuk masing-masing sebesar

13% dan 7%. Ini menunjukan adanya masalah gizi pada anak karena persentasenya melebihi cut of point yang telah ditentukan oleh Kepmenkes No.902/X/VIII/2002 yaitu sebesar 2%. Menurut Harper et al. (1986), status gizi merupakan keadaan tubuh yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan makanan. Masalah gizi pada anak bisa disebabkan pola konsumsi anak yang masih kurang dari kecukupan zat gizi sehingga dapat menyebabkan anak berbadan kurus. Sedangkan anak yang berstatus gizi gemuk bisa disebabkan pola konsumsi anak yang lebih dari kecukupan anak.

Status gizi berdasarkan indeks TB/U menunjukkan bahwa masih ada anak dengan status gizi pendek dan sangat pendek masing-masing sebesar 27% dan 20%. Hal ini menunjukkan adanya permasalahan gizi karena persentase status gizi pendek dan sangat pendek melebihi cut of point yang telah ditentukan yaitu tidak lebih besar dari 2,5% berdasarkan Kepmenkes No.902/X/VIII/2002. Hal ini disebabkan oleh ketidakcukupan gizi dalam jangka panjang sehingga menyebabkan pertumbuhan tinggi badan yang tidak optimal sesuai dengan anak seusianya.

Menurut Atmojo (1990) bahwa penyakit diare berpengaruh terhadap status gizi, semakin berat tingkat penyakit diare, maka dapat menyebabkan semakin buruknya status gizi anak. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa rata-rata z-skor status gizi menurut indeks BB/TB tidak berbeda nyata antara kelompok perlakuan kontrol, tempe 25 gram dan tempe 50 gram (P>0,05). Sedangkan hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa Rata-rata z-skor status gizi menurut indeks BB/U dan TB/U berbeda nyata antara kelompok perlakuan kontrol, tempe 25 gram dan tempe 50 gram (P<0,05). Hal ini bisa disebabkan karena sebaran contoh menurut indeks BB/TB tidak berbeda signifikan, sedangkan sebaran contoh menurut indeks BB/U dan TB/U berbeda signifikan.

Konsumsi Energi dan Protein

Ada dua faktor penting yang mempengaruhi status gizi, yaitu konsumsi pangan dan penyakit infeksi (Atmojo 1990). Konsumsi pangan pada penelitian ini melihat konsumsi energi dan protein anak. Tingkat konsumsi energi dan protein anak dilihat berdasarkan angka kecukupan gizi (AKG) anak. Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah kebutuhan tubuh secara umum untuk rata-rata orang Indonesia. Angka kecukupan gizi bukan merupakan angka yang tepat untuk setiap orang, karena kebutuhan tubuh seseorang juga dipengaruhi jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, aktivitas fisik dan stres (Sutanto 2010). Gambar 5 di

Gambar 6 di bawah menggambarkan sebaran konsumsi protein anak berdasarkan kelompok umur.

Berdasarkan golongan konsumsi protein, anak berumur 2 – 3 tahun ada sekitar 82% tergolong status gizi baik dan sekitar 18% tergolong status gizi kurang. Sedangkan anak berumur 4 – 5 tahun ada sekitar 50% tergolong status gizi kurang dan gizi baik.

Menurut tabel angka kecukupan gizi (AKG) 2004 untuk orang Indonesia, angka kecukupan energi dan protein anak usia 1 – 3 tahun adalah 1000 Kkal dan 25 gram. Sedangkan angka kecukupan energi dan protein anak usia 4 – 6 tahun adalah 1550 Kkal dan 39 gram. Pada penelitian ini konsumsi energi dan protein dilihat dari kelompok anak berumur 2 - 3 tahun dan 4 – 5 tahun. Berdasarkan golongan konsumsi energi, anak berumur 2 – 3 tahun ada sekitar 41% tergolong status gizi lebih dan sekitar 9% tergolong status gizi kurang. Sedangkan anak berumur 4 – 5 tahun ada sekitar 63% tergolong status gizi kurang.

bawah menggambarkan sebaran konsumsi energi anak berdasarkan kelompok umur.

Gambar 6 Sebaran konsumsi protein anak berdasarkan kelompok umur

Berdasarkan kelompok perlakuan, konsumsi energi anak yang tergolong kurang terbanyak terdapat pada kelompok perlakuan tempe 50 gram sebesar 30% sedangkan yang tergolong cukup paling banyak pada kelompok kontrol sebesar 40%. Nilai konsumsi energi minimum anak sebesar 519 Kkal dan konsumsi energi maksimum anak sebesar 1602 Kkal. Rata-rata konsumsi energi anak sebesar 1046,27 Kkal dengan standar deviasi 313,43. Secara umum konsumsi energi anak tergolong cukup (30%) dari tingkat kecukupan. Tabel 16 di bawah menggambarkan sebaran konsumsi energi berdasarkan kelompok perlakuan.

Tabel 16 Sebaran konsumsi energi berdasarkan kelompok perlakuan

Konsumsi Energi Tempe (25 gram) Tempe (50 gram) Kontrol Total

n % n % n % n % Lebih 3 30 3 30 3 30 9 30 Baik 3 30 1 10 1 10 5 17 Cukup 2 20 3 30 4 40 9 30 Kurang 2 20 3 30 2 20 7 23 Total 10 100 10 100 10 100 30 100

Konsumsi protein anak yang tergolong baik terdapat pada kelompok perlakuan tempe 25 gram dan tempe 50 gram sebesar 80%. Sehingga secara keseluruhan konsumsi protein anak tergolong baik sebanyak 73%. Konsumsi protein anak minimum sebesar 14 gram dan konsumsi protein maksimum sebesar 47 gram. Rata-rata konsumsi protein anak sebesar 28,93 gram dengan

standar deviasi sebesar 9,05. Tabel 17 di bawah menggambarkan sebaran konsumsi protein berdasarkan kelompok perlakuan.

Tabel 17 Sebaran konsumsi protein berdasarkan kelompok perlakuan

Konsumsi protein Tempe (25 gram) Tempe (50 gram) Kontrol Total

n % n % n % n % Baik 8 80 8 80 6 60 22 73 Cukup 2 20 2 20 4 40 8 27 Total 10 100 10 100 10 100 30 100

Hasil uji beda ANOVA menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi energi anak tidak berbeda nyata antara kelompok perlakuan kontrol, tempe 25 gram dan tempe 50 gram (P>0,05). Sedangkan rata-rata konsumsi protein anak tidak berbeda nyata antara kelompok perlakuan kontrol, tempe 25 gram dan tempe 50 gram (P>0,05). Hal ini bisa disebabkan kerena sebaraan anak berdasarkan konsumsi energi dan protein antara masing-masing kelompok tidak berbeda signifikan.

Menurut Gordon et al (1986) dalam Suharyono (1986) pada anak dengan malnutrisi serangan diare terjadi lebih sering dan lebih lama. Dalam golongan PEM lebih sering terdapat gangguan cairan dan elektrolit, mortalitas juga lebih tinggi. Selain itu hipokalemia, hiponatremia dan asidosis juga lebih banyak di jumpai pada golongan PEM. Pada pembenihan tinja anak dengan PEM terdapat lebih banyak bakteri patogen dibandingkan dengan yang bergizi baik (Rajagopal 1979 diacu dalam Suharyono 1986). Sehingga memperbaiki konsumsi makanan secara tidak langsung dapat membantu mencegah terjadinya diare.

Kebiasaan Makan

Kebiasaan makan ialah tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan. Kebiasaan makan dalam kelompok memberikan dampak pada distribusi makanan antar anggota kelompok. Dan mutu serta jumlah bagian tiap anggota hampir selalu didasarkan pada status hubungan antar anggota, bukan atas dasar pertimbangan-pertimbangan gizi (Khumaidi 1989).

Pada penelitian ini secara umum kebiasaan makan anak sebesar 60% dalam katagori cukup. Kebiasaan makan dalam katagori cukup terbesar pada kelompok perlakuan tempe 25 gram. Nilai kebiasaan makan anak minimum

adalah 40,74% dan kebiasaan makan anak maksimum anak sebesar 88,89%. Rata-rata kebiasaan makan anak sebesar 72,96% dengan standar deviasi sebesar 10,88. Tabel 18 di bawah menggambarkan sebaran katagori kebiasaan makan anak berdasarkan kelompok perlakuan.

Tabel 18 Sebaran kebiasaan makan anak berdasarkan kelompok perlakuan

Kebiasaan Makan

Tempe (25 gram) Tempe (50 gram) Kontrol Total

n % n % n % n % Baik 1 10 3 30 3 30 7 23 Cukup 7 70 5 50 6 60 18 60 Kurang 2 20 2 20 1 10 5 17 Total 10 100 10 100 10 100 30 100

Berdasarkan uji ANOVA rata-rata kebiasaan makan anak tidak berbeda nyata antara kelompok kontrol, tempe 25 gram dan tempe 50 gram (P>0,05). Hal ini bisa dikarenakan sebaran anak berdasarkan kebiasaan makan antara kelompok perlakuan tidak berbeda signifikan. Sehingga secara umum sebanyak 83% anak memiliki kebiasaan makan dalam katagori cukup baik.

Menurut Gordon et al (1986) dalam Suharyono (1986) pada anak dengan malnutrisi dalam hal ini mengalami kekurangan gizi, serangan diare terjadi lebih sering dan lebih lama. Sehingga perlu adanya perbaikan terhadap kebiasaan makan anak menjadi lebih baik agar dapat mencegah terjadinya diare. Tabel 19 dibawah menggambarkan sebaran anak berdasarkan jawaban tentang kebiasaan makan.

Tabel 19 Sebaran anak berdasarkan kebiasaan makan

Pertanyaan Kebiasaan Makan Frekuensi

n % 1. Berapa kali anak makan dalam sehari?

a. 3x sehari b. 2x sehari c. 1x sehari 17 11 2 57 36 7 2. Terdiri dari apa sajakah susunan hidangan makanan yang

Anak makan setiap harinya:

a. Makanan pokok, lauk-pauk, sayuran, dan buah-buahan b. Makanan pokok, lauk-pauk, sayuran/buah-buahan c. Makanan pokok, lauk-pauk

3 16 11 10 53 37 3. Apakah anak biasa sarapan pagi?

a. Selalu

b. Kadang-kadang

c. Sangat jarang / tidak pernah

25 4 1 84 13 3 4. Apakah anak makan makanan selingan:

a. Selalu

b. Kadang-kadang

c. Sangat jarang / Tidak pernah

27 3 0 90 10 0

Pertanyaan Kebiasaan Makan Frekuensi

n % 5. Apakah anak biasa mengkonsumsi sayuran?

a. Selalu

b. Kadang-kadang

c. Sangat jarang / Tidak pernah

11 14 5 37 47 17 6. Apakah anak biasa mengkonsumsi buah-buahan?

a. Selalu

b. Kadang-kadang

c. Sangat jarang / Tidak pernah

1 16 13 3 53 43 7. Apakah anak biasa mengkonsumsi susu?

a. Selalu

b. Kadang-kadang

c. Sangat jarang / Tidak pernah

18 5 7 60 17 23 8. Apakah anak biasa mengkonsumsi tempe?

a. Selalu

b. Kadang-kadang

c. Sangat jarang / Tidak pernah

12 15 3 40 50 10 9. Berapa banyak biasanya anak minum air putih setiap harinya?

a. 8 gelas b. 5 – 7 gelas c. < 5 gelas 6 11 13 20 37 43 Sanitasi Lingkungan

Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Sanitasi lingkungan yang buruk juga akan berpengaruh besar terhadap terjadinya diare. Interaksi antara agent penyakit, tuan rumah (manusia), dan faktor-faktor lingkungan yang mengakibatkan penyakit perlu diperhatikan dalam penanggulangan diare (Suharyono 1986).

Pada penelitian ini, sanitasi lingkungan keluarga anak secara umum sebanyak 90% dalam katagori cukup baik. Sanitasi lingkungan dalam katagori cukup terbesar pada kelompok perlakuan tempe 50 gram. Nilai sanitasi

Dokumen terkait