• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil dan Pembahasan

Dalam dokumen Kemaritiman Nusantara (Halaman 157-162)

1. Situs-situs Sepanjang Pantai Utara Bali

Keterangan dari prasasti-prasasti Bali Kuno di atas memberikan informasi bahwa pantai utara Bali memiliki nilai penting dalam aktivitas perdagangan dan migrasi. Melalui penelitian arkeologi yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Bali, beberapa buah desa yang disebutkan dalam prasasti hingga saat ini masih dapat diidentifikasi keberadaannya. Desa-desa tersebut berada di daerah pesisir utara Bali.

Situs-situs tersebut adalah a. Situs Gilimanuk

Situs arkeologi Gilimanuk adalah sebuah situs yang dikenal sebagai situs nekropolis yang terletak di teluk Gilimanuk, Desa Gilimanuk, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana. Situs ini ditemukan oleh R.P. Soejono pada tahun 1962 dan sampai saat ini masih terus diteliti. Dari kegiatan penelitian berupa survei dan ekskavasi telah berhasil diperoleh ratusan individu rangka manusia, dalam kubur yang teratur, disertai berbagai bekal kubur seperti periuk polos dan hias, piring, kendi serta

pecahan tembikar dalam jumlah ribuan. Benda-benda logam seperti tajak, kapak, gelang, anting-anting dan benda-benda lainnya yang terbuat dari perunggu. Berbagai bentuk manik-manik, cangkang kerang sebagai sisa makanan, serta beberapa alat mata pencaharian seperti pancing dan bandul jaring (Suantika 1996:72).

b. Situs Arkeologi Pulau Menjangan

Situs arkeologi Pulau Menjangan termasuk dalam wilayah Kecamatan Gerogak, Kabupaten Buleleng. Situs ini diteliti oleh Balai Arkeologi Bali pada tahun 1986 dan berhasil menemukan goa-goa kecil yang di dalamnya terlihat adanya sisa-sisa kehidupan seperti ditemukannya cangkang-cangkang kerang yang diperkirakan sebagai sisa makanan dan pecahan tembikar (Suantika 1996:73).

c. Situs Arkeologi Pulaki

Pantai Pulaki dan sekitarnya yang berada di wilayah Kecamatan Gerogak, Kebupaten Buleleng. Tinggalan arkeologi berupa kubur purba di dekat Pura Sakenan, kubur ini disertai dengan bekal kubur berupa tembikar dan benda-benda berbahan tanah liat sebagaimana yang ditemukan di Situs Gilimanuk. Pada tahun 1995 telah pula ditemukan beberapa buah keramik yang terdiri dari piring, mangkok, guci, dan cepuk dalam sebuah bokor tembaga di Desa Sumberkima. Di Desa Banyupoh telah ditemukan pula sebuah miniatur candi yang terbuat dari batu padas dan bentuknya menyerupai Candi Tebing Gunung Kawi (Suantika 1996:73).

d. Situs Arkeologi Kalanganyar

Situs ini terletak di Dusun Kalanganyar, Desa Banjarasem, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng. Beberapa tahapan penelitian yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Denpasar (Bali) berhasil menemukan kubur tanpa wadah dan dengan wadah sarkopagus. Pada kubur tanpa wadah telah ditemukan bekal kubur seperti benda-benda dari perunggu dalam bentuk tajak, gelang, ikat pinggang, tembikar berbentuk periuk dan manik-manik. Diperkirakan situs Kalanganyar sezaman dengan Situs Gilimanuk (Purusa dalam Suantika 1996:74).

e. Situs Kalibukbuk

Situs Kalibukbuk berada di wilayah Desa Kalibukbuk, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng. Situs Kalibukbuk ini diawali dengan ditemukannya beberapa buah stūpika di halaman Hotel Angsoka pada tahun 1991. Ratusan stūpika dalam bentuk utuh dan berbagai ukuran, beberapa buah materai tanah liat dengan tulisan mantra Buddha dan tiga buah relief Buddha berbahan tanah liat merupakan hasil penelitian pada tahun ini. Temuan arkeologi yang bersifat Buddha ini diperkirakan sezaman dengan materai tanah liat yang ditemukan di Desa Bedulu dan Desa Pejeng di Kabupaten Gianyar. Selanjutnya pada tahun 1993 ditemukan kembali beberapa buah stūpika di sebuah seumur tua, observasi terhadap sumur ini memberikan kecurigaan karena dinding bagian dalam sumur tersebut menyerupai dengan apa yang kita kenal sebagai bata tipe Majapahit. Setahun kemudian dilakukan ekskavasi yang berhasil menemukan puluhan stūpika dan bata tersebut adalah bagian dari dasar dari sebuah bangunan stūpa (Suantika 1996:74).

Pantai Utara Bali memiliki keistimewaan dibandingkan dengan kawasan pantai Selatan Bali, terutama dari segi arkeologi. Data arkeologi membuktikan bahwa sejak zaman prasejarah wilayah pantai utara Bali telah menjadi pilihan sebagai lokasi pemukiman dan melaksanakan berbagai aktivitas. Situs arkeologi sepanjang utara Bali memiliki lokasi yang hampir sama yaitu berada di muara-muara sungai, dekat dengan pantai dan dekat pula dengan hutan. Lokasi ini dianggap sesuai untuk tempat bermukim karena menyediakan keperluan sehari-hari, seperti tersedianya air tawar, sumber kekayaan laut dan darat yang dapat mencukupi kebutuhan makanan mereka. 2. Situs Pelabuhan Julah dan Manasa

Julah dan Manasa beberapa kali kita temukan dalam prasasti-prasasti Bali Kuno. Kedua desa ini disebut-sebut sebagai pusat dari kegiatan perdagangan, sebuah dermaga besar telah ada di kedua desa yang dikunjungi oleh banyak saudagar dan mendapat perhatian khusus dari penguasa saat itu.

Saat ini Julah adalah sebuah Desa yang berada di wilayah Kecamatan Tejakula. Balai arkeologi telah melakukan penelitian di Desa Julah, tepatnya di tepi pantai Julah pada tahun 2009. Pantai Julah terletak di Desa Adat Julah, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng. Secara koordinat berada pada 08° 06’21.7” LS dan

115°18’02.1” BT dengan ketinggian 4 meter di atas permukaan laut. Hasil ekskavasi yang dilakukan di Segara Julah adalah berupa pecahan tembikar, gacuk, pecahan keramik Cina, struktur batu dan tulang binatang (Anonim 2009:8)

Tembikar yang ditemukan berupa pecahan yang berasal dari bentuk periuk dan pasu. Tembikar yang ditemukan berwarna merah tua, merah dan coklat kemerah-merahan. Temper dari tembikar berupa pasir dan kwarsa. Temuan lainnya adalah gacuk yang temukan sebanyak satu buah berbahan tanah liat yang dibakar, berbentuk bulat pipih, warnanya coklat tua kemerah-merahan, tempernya berupa pasir bercampur kwarsa, keramik Cina dan Vietnam. Keramik yang ditemukan sebagian besar berupa pecahan. Keramik Cina berwarna biru-putih, coklat, coklat muda, coklat keabu-abuan, dan abu-abu kehijauan. Pecahan keramik Cina diduga berasal dari Dinasti Ming (abad XIII-XVI). Wadah yang diwakili dari temuan keramik ini adalah pasu dan mangkuk yang digunakan dalam keperluan sehari-hari. Keramik dari Vietnam ditemukan sejumlah 3 buah yang juga perupakan pecahan bagian badan, diperkirakan berasal dari abad XIV-XVI Masehi. Struktur juga ditemukan dalam penelitian ini, ditemukan pada kotak ekskavasi berbahan batu kali (andesit) yang memanjang dari utara ke selatan. Struktur batu ini belum dapat diindentifikasi dengan baik, namun kuat dugaan bahwa struktur ini adalah bagian dari pelabuhan Julah Kuno

Selain data prasasti dan temuan hasil ekskavasi, adanya informasi dari masyarakat tentang pantai Julah memperkuat dugaan tentang keberadaan pelabuhan Julah Kuno. Informasi masyarakat bahwa istana raja dibangun di sebelah selatan dari pantai Julah, jaraknya kurang lebih 1 Km. Saat ini istana raja yg dimaksud adalah sebuah pura yang disebut sebagai Pura Bale Agung di mana prasasti Julah-Sembiran tersimpan. Ciri-ciri yang menunjukkan bahwa dahulunya Pura Bale Agung ini adalah istana raja yaitu halaman jeroan (halaman utama) dibagi menjadi dua, yaitu Puri Kawanan (puri sebelah barat) dan Puri Kanginan (puri sebelah timur), pintu masuk atau gapura menunjukkan ciri rumah tinggal. Istana memiliki sebuah taman bernama Taman Suci Dharma Kuta, terletak dekat pantai Julah. Informasi selanjutnya adalah bahwa Segara Julah kurang lebih 50 tahun yang lalu adalah sebuah pelabuhan atau pabean yang cukup dikenal oleh saudagar-saudagar dari luar Bali seperti Madura, Sulawesi, dan Lombok (Bagus 2010:151).

Selain Desa Julah sebagai dermaga, Desa Manasa juga disebut sebagai sebuah dermaga besar. Kata ‘manasa’ tersurat dalam prasasti No. 353 Sawan/Baila A1 yang berangka tahun 945 Śaka (1023 Masehi) yang dikeluarkan oleh Raja Marakata. Isi prasasti sebagai berikut …. tan tibana pinta pamli, buncang haji, tkap ning para

nayakan ri manasa ….. (Goris 1954:103). Artinya: “tidak dikenakan pajak jual beli,

kerja rodi, oleh para pemimpin di Manasa“. Selain itu prasasti No. 409 Sembiran AIV bertahun 987 Śaka (1065 Masehi) yang dikeluarkan oleh Raja Anak Wungsu juga menyebutkan ‘manasa’ sebagai tempat berlabuhnya kapal, perahu, dan sampan. Saat ini di pantai utara Bali tidak terdapat dermaga atau pelabuhan dengan nama Manasa, yang ada adalah nama sebuah desa yaitu Desa Manasa yang letaknya tidak jauh dari sebuah pelabuhan besar yaitu Pelabuhan Sangsit. Pelabuhan Sangsit merupakan salah satu pabean (pelabuhan) yang ada di pantai utara Bali tepatnya di Desa Sangsit, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng.

Penelitian yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Bali di Pelabuhan Sangsit pada tahun 1996 dan 1998 menghasilkan data yang sangat menunjang penelitian tentang keberadaan pelabuhan kuno. Dari ekskavasi yang telah dilakukan oleh Balai Arkeologi Bali di daerah Sangsit, ditemukan tinggalan arkeologi berupa struktur yang terbuat dari bata yang belum dibakar, fragmen tembikar, fragmen keramik, uang kepeng, besi dan fragmen tulang mamalia (Anonim 1998). Struktur yang ditemukan diperkirakan merupakan struktur sebuah benteng dan tembok keliling. Temuan struktur di Pabean Sangsit diperkirakan merupakan bagian dari benteng, sebagaimana yang disebutkan dalam prasasti Prasasti Bulian A, tentang adanya “kuta” di Manasa (Bagus 2009:37).

Pecahan tembikar yang ditemukan sebagian besar merupakan tembikar polos. Tembikar tersebut diklasifikasikan berdasarkan bentuk sesuai bagian-bagian dari suatu wadah yaitu tepian, leher, badan, karinasi, dan dasar. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, didapatkan beberapa bentuk wadah seperti piring, mangkuk, cepuk, dan guci. Dari ciri-ciri yang diamati keramik tersebut merupakan keramik Cina dari Dinasti Song (X-XII Masehi) dan Dinasti Ming (XIV-XVII Masehi). Hal ini menunjukkan bahwa sudah ada kontak antara Bali dengan dunia luar melalui jalur laut. Pada masa lalu, Desa Manasa mungkin menjadi pusat pemerintahan desa yang mewilayahi hingga ke Pelabuhan Sangsit sekarang.

Selain temuan pecahan tembikar, temuan yang cukup menarik yang berhasil ditemukan dalam kegiatan ekskavasi di Pelabuhan Sangsit adalah ditemukannya uang kepeng. Kronologi keramik dan uang kepeng Tiongkok yang berasal dari abad X-XIV Masehi tidak jauh berbeda dengan tahun prasasti Bali Kuno, seperti Prasasti Bila AI tahun 1023 Masehi. Prasasti Sembiran AIV tahun 1065 Masehi dan prasasti Kintamani E tahun 1200 Masehi yang menyebutkan adanya pelabuhan di Manasa dan dikunjungi oleh saudagar dari dalam maupun luar Bali. Dari beberapa temuan hasil ekskavasi tersebut, dapat diduga bahwa Pelabuhan Sangsit saat ini merupakan pelabuhan Manasa Kuno sebagaimana disebutkan dalam beberapa prasasti.

Dalam dokumen Kemaritiman Nusantara (Halaman 157-162)