• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN 1 Parameter Webmetrics

Dalam dokumen CALL FOR PAPER 2010 MUNAS APTIKOM. (Halaman 122-127)

Widya Silfianti 1 , Mirma Yudha Firdausi 2 , Hanum Putri Permatasari

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 1 Parameter Webmetrics

Parameter size dengan menggunakan mesin

pencari berkisar antara 101 sampai 1610000 dengan menggunakan mesin pencari Google. Parameter inbound link berkisar antara 0 sampai 4380000. Parameter kekayaan dokumen berkisar dari 0 sampai 28,200 dengan rata-rata 635 dokumen, dan parameter popularitas yang diukur dengan peringkat di www.alexa.com berkisar antara 1009 sampai 100209. Ada 81 website yang belum mempunyai peringkat di alexa.com, yang menunjukkan website tersebut masih sangat kurang pengunjungnya.

Peringkat sepuluh besar untuk parameter size dan

traffik tersebut selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 1. Peringkat untuk parameter size dan traffik

No Size Traffic

1 Prov. Kalteng Kota Jaksel

2 Kota Tomohon Kota Jaktim

3 Prov. Jateng Kota Jakut

4 Prov. Papua Prov. DKI Jakarta

5 Kab. Kebumen Kota Jakbar

6 Kota Bontang Kota Jakpus

7 Kota Bandung Prov. Jabar

8 Provinsi Jatim Kota Bandung

9 Kota

Yogyakarta Kota Balikpapan

10 Prov. Jabar Prov. Jatim

Hasil tersebut menunjukkan bahwa peringkat

sepuluh besar untuk inbound link, dokumen, dan

traffik diisi oleh pemda yang relatif tidak berubah. Website provinsi DKI Jakarta beserta 5 kotanya selalu masuk pada ketiga parameter tersebut. Namun untuk parameter size nama-nama pemdanya relatif berbeda dengan peringkat tiga parameter lainnya kecuali provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan

Bandung. Perbandingan parameter size, inbound link

dan popularitas dilihat dari tingkatan pemerintah dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 3. Perbandingan antar tingkat pemerintahan Gambar di atas menunjukkan bahwa website provinsi mempunyai keunggulan dalam jumlah halaman web dan tautan dibandingkan dengan kota dan kabupaten, namun untuk parameter popularitas relatif tidak jauh berbeda antara provinsi dan kota. Namun website kabupaten selalu terendah untuk

ketiga parameter webmetrics tersebut. Untuk kasus

jawa dan luar-jawa, ternyata hasil pengukuran parameter tersebut menunjukkan bahwa website pemda di luar jawa selalu lebih rendah dibandingkan website pemda di pulau jawa. Kondisi ini

menunjukkan adanya kesenjangan digital (digital

divide) dilihat dari dikotomi geografis tersebut. Hal ini tentunya memerlukan perhatian dari pemerintah

147 159 23 20 5 16 85 135 25 0 200

Web Page InBound Link Web traffic

in 1000

Seminar dan Call For Paper Munas Aptikom Politeknik Telkom Bandung, 9 Oktober 2010

111

atau pihak yang berkepentingan dalam implementasi

e-government di Indonesia yang dapat mengurangi kesenjangan tersebut.

4.2. Model Pemeringkatan

Pemeringkatan menggunakan enam variabel yaitu relevansi, produktifitas, visibiltas, besarnya

website (size), kekayaan dokumen, popularitas,

dengan pembobotannya masing-masing. Penetapan bobot akhir untuk setiap parameter tersebut dilakukan melalui beberapa skenario dengan melakukan perubahan-perubahan nilai parameter atau dilakukan proses simulasi. Sebelum dilakukan pemeringkatan akhir dengan menggunakan enam variabel, peneliti melakukan simulasi pemeringkatan dengan membandingkan beberapa skenario, yaitu :

a. Skenario 1 yaitu pemeringkatan dengan

menggunakan dua parameter yang diukur dan dianalisis dalam penelitian ini

b. Skenario 2 yaitu pemeringkatan dengan

menggunakan empat parameter tanpa relevansi dan produktifitas

c. Skenario 3 yaitu pemeringkatan dengan enam

parameter tanpa pembobotan

d. Skenario 4 yaitu pemeringkatan dengan enam

parameter dengan pembobotan

Untuk skenario 4, komposisi pembobotannya terdiri dari 3 alternatif, dengan penjelasan sebagai berikut (a) Memberikan bobot yang sama yaitu 50% untuk kelompok parameter hasil penelitian yang mencakup relevensi dan produktifitas dan 50 % untuk kelompok parameter yang kedua yang meliputi ukuran, visibilitas, kekayaan dokumen, dan popularitas. Setiap parameter mempunyai bobot yang sama untuk parameter yang masuk dalam kelompok yang sama; (b) Bobot antar kelompok sama seperti alternatif (a) namun bobot parameter dalam satu kelompok berbeda yaitu bobot relevansi lebih tinggi dibandingkan produktivitas dan untuk

kelompok kedua, parameter size mempunyai bobot

yang lebih tinggi dibandingkan tiga parameter lainnya yang mempunyai bobot yang sama; dan (c) Memberikan bobot yang lebih tinggi untuk relevansi, produktifitas, dan popularitas

dibandingkan dengan size, visibility, dan kekayaan

dokumen. Namun bobot relevansi lebih tinggi dibandingkan produktifitas, dan popularitas.

Pemberian bobot tinggi untuk relevansi dan produktifitas berkenaan dengan mutu informasi dan intensitas pemanfaatan website oleh pemda sebagai

media informasi untuk publik. Pemberian bobot yang lebih tinggi untuk popularitas dibandingkan

dengan visibility adalah popularitas lebih bersifat

aktual karena ukuran tersebut mencerminkan frekuensi atau jumlah kunjungan ke website pemda. Sedangkan visibilitas hanya merupakan ”popularitas potensial” atau semu karena hanya diukur dengan jumlah eksternal link yang belum tentu meningkatkan jumlah kunjungan atau traffik dari pengunjung ke website pemda yang bersangkutan. Berdasarkan penjelasan di atas maka pemeringkatan dalam penelitian ini terdiri dari 6 skenario yang selengkapnya dapat dilihat pada Tabel di bawah ini. Tabel 2. Pemetaaan Skenario untuk Pemberian bobot

Parameter

Skenari parameter dan pembobotannya 1 2 3 4a 4b 4c Relevansi R R 0,250 R 0,3R 0,3R Produktifit as P P 0,250 R 0,2P 0,2P Size S S 0,125 S 0,2S 0,1S Visibility V V 0,125 V 0,1V 0,1V Dokumen D D 0,125 D 0,1D 0,1D Popularitas T T 0,125 T 0,1P 0,2T . a. Skenario 1

Pemeringkatan dengan skenario 1 hanya menggunakan dua parameter yaitu relevansi dan produktivitas web yang dihitung berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan algoritma TFxIDF

untuk relevansi dan hasil parsing untuk web

productivitas. Kedua parameter tersebut mempunyai bobot yang sama dengan rumus perhitungan peringkat untuk setiap websitenya adalah sebagai berikut:

112 Seminar dan Call For Paper Munas Aptikom Politeknik Telkom

Bandung, 9 Oktober 2010

Indeks Pemdai = Ri + Pi

Ri adalah peringkat relevansi pemda ke-i dan Pi adalah peringkat untuk parameter produktivitas pemda ke-i. Setelah indeks untuk semua pemda dihitung kemudian dilakukan pemeringkatan dengan cara megurut nilai indeks dari yang terkecil sampai terbesar. Indeks terkecil menempati urutan pertama sedangkan indeks terbesar menempati posisi terakhir.

Peringkat relevansi dan produktifitas ini secara umum relatif berbeda dengan peringkat yang umum digunakan oleh lembaga lain yang relatif tidak mempertimbangkan mutu konten atau produktifitas pengelola web dalam pemutakhiran kontennya. Jika dibandingkan dengan pemeringkatan tanpa memasukkan dua parameter ini, skenario ini menunjukkan bahwa pemda di Jawa masih mendominasi relevansi konten dan produktifitas pengisian kontennya. Peringkat pertama relevansi ditempati oleh provinsi Sumatera Utara yang diikuti oleh Kabupaten Sragen dan Kabupaten Malang di posisi kedua dan ketiga, sedangkan produktivitas web oleh Sukabumi. Jika kedua peringkat per parameter ini dirata-ratakan maka peringkat pertamanya adalah Kabupaten Malang diikuti oleh provinsi NAD.

Khusus untuk peringkat relevansi, sepuluh besarnya ditempati oleh lima provinsi, tiga kabupaten, dan dua kota. Temuan yang menarik adalah semua provinsi tersebut terletak di luar jawa, sedangkan kabupaten dan kotanya di pulau Jawa. Kondisi ini mengindikasikan bahwa peran pemerintahan provinsi di luar jawa masih relatif tinggi dalam menyediakan informasi yang relevan dibandingkan dengan pemda tingkat duanya, sedangkan pemerintahan kabupaten dan kota di pulau jawa relatif lebih dominan dalam memberikan konten yang relevan dibandingkan pemerintahan provinsinya. Kajian lebih lanjut mungkin perlu dilakukan dengan ketersediaan sumber daya di tingkat pemerintahan kota dan kabupaten di luar

jawa, misalnya pengelola web (web administrator)

atau infrastruktur teknologi informasi sebagai pondasi layanan pemda berbasis web.

b. Skenario 2

Skenario 2 ini tidak memperhitungkan parameter relevansi dan produktivitas web, atau hanya

menggunakan parameter size, visibility, kekayaan

dokumen dan popularitas. Skenario ini merupakan modifikasi metode pemeringkatan yang digunakan

oleh lembaga pemeringkat lain yaitu size, visibility,

dan rich file yang diambil dari Webometrics dan popularitas dari 4ICU. Langkah pertamanya adalah dengan menghitung indeks peringkat untuk setiap website pemda dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Indeks Pemdai = Si + Vi + Di + Ti

Si adalah peringkat untuk parameter size pemda ke-i; Vi adalah peringkat untuk parameter produktivitas pemda ke-i, Di adalah peringkat untuk parameter kekayaan dokumen pemda ke-i; dan Ti adalah peringkat untuk parameter popularitas (traffic) pemda ke-i. Setelah indeks untuk semua pemda dihitung kemudian dilakukan pemeringkatan dengan cara megurut nilai indeks dari yang terkecil sampai terbesar. Indeks terkecil menempati urutan pertama sedangkan indeks terbesar menempati posisi terakhir.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 8 dari 10 pemda yang masuk 10 besar pada skenario tersebut berlokasi di pulau Jawa. Cacatan khusus untuk parameter popularitas yang diukur dengan peringkat dari alexa.com, pemda DKI jakarta beserta 5 kotamadyanya mempunyai peringkat traffik yang sama dan tertinggi di Indonesia. Website kota dan provinsi disatukan dalam domain yang sama, atau dengan kata lain, 5 kota di wilayah DKI Jakarta merupakan sub domain dari domain provinsi DKI Jakarta.

Hanya 99 situs pemda di Indonesia yang masuk peringkat di alexa. Sisanya sebanyak 82 website belum masuk peringkat karena traffiknya yang

masih sangat rendah. DKI Jakarta yang posisi size,

visibility, dan popularitasnya tertinggi di Indonesia akhirnya menduduki peringkat kedua karena jumlah dokumennya jaug lebih sedikit dibandingkan Provinsi Jawa Timur yang menduduki peringkat pertama. Jadi terlihat bahwa provinsi Jawa Timur mempunyai peringkat yang merata untuk keempat parameternya yang semuanya menduduki sepuluh besar.

c. Skenario 3

Skenario ini merupakan peringkat komposit dari 6 parameter tanpa pembobotan, atau bisa juiga dikatakan bahwa skenario ini merupakan gabungan

Seminar dan Call For Paper Munas Aptikom Politeknik Telkom Bandung, 9 Oktober 2010

113

dari skenario 1 dan 2 namun tanpa membedakan bobot dari setiap parameternya. Rumus perhitungan peringkat untuk setiap websitenya adalah sebagai berikut:

Indeks Pemdai =Ri + Pi + Si + Vi + Di + Ti

Ri adalah peringkat relevansi pemda ke-i, Pi adalah peringkat untuk parameter produktivitas pemda ke-i, Si adalah peringkat untuk parameter size pemda ke-i; Vi adalah peringkat untuk parameter produktivitas pemda ke-i, Di adalah peringkat untuk parameter kekayaan dokumen pemda ke-i; dan Ti adalah peringkat untuk parameter popularitas (traffic) pemda ke-i. Untuk skenario 3 dan 4 hanya mencakup 151 website pemda yang menunjukkan data yang lengkap untuk pemeringkatannya.

Hasilnya menunjukkan bahwa pemda yang masuk peringkat sepuluh besar sangat mengandalkan

visibility yang diukur dengan yahoo inbound link. Parameter ini sebenarnya belum mencerminkan popularitas sebuah web karena tautan ke sebuah situs tersebut tidak mencerminkan tautan yang berkualitas dari situs eksternal. Bahkan hasil pengamatan terhadap situs pemda yang jumlah tautannya tinggi, tautan-tautan tersebut lebih banyak dari spam atau

praktek-praktek Search Engine Optimization yang

tidak etis. Praktek-praktek tersebut dilakukan dengan

spam generator terhadap situs-situs pemda yang

masih mengandung kelemahan (vulnerabilities)

dalam content management systemnya. Kelemahan

tersebut diukur oleh HTML validator seperti sudah dijelaskan sebelumnya.

d. Skenario 4

Hasil pemeringkatan dengan menggunakan skenario ini memberikan bobot besar pada parameter relevansi dan produktivitas yaitu 50 persen dibandingkan 50 persen sisanya untuk bobot empat

parameter lainnya yaitu size, visibility, document,

dan popularitas. Pertimbangannya adalah mutu konten dan intensitas pemutakhirannya merupakan dua parameter yang sangat penting dalam meningkatkan mutu layanan dan informasi publik dari pemerintahan daerah di Indonesia. Kecepatan dan keakuratan informasi menjadi kriteria yang sangat penting di era informasi dan globalisasi ini. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka bobot relevansi dan produktifitas ditetapkan 2 kali dari

masing-masing bobot parameter size, visibility,

document, dan popularitas. Rumus perhitungan

indeks komposit untuk 6 parameter pada masing- masing pemda untuk tiga skenario dengan pembobotan adalah sebagai berikut:

a. Indeks Pemdai =0,25Ri+0,25Pi+0,125Si+0,125Vi+0,125Di+0,1 25Ti b. Indeks Pemdai =0,3Ri+0,3Pi+0,2Si+0,1Vi+0,1Di+0,1Ti c. Indeks Pemdai =0,3Ri+0,2Pi+0,1Si+0,1Vi+0,1Di+0,2Ti

Hasil untuk skenario 4 ini secara umum tidak banyak berubah nama-nama pemda untuk sepuluh besar, kecuali perubahan urutannya saja. Perubahan kecil hanya terjadi untuk skenario 4b dan 4c yaitu Provinsi Riau yang tadinya masuk sepuluh besar pada skenario 4b digantikan Kota Bantul pada skenario 4c. DKI Jakarta selalu menempati urutan pertama untuk peringkat dengan menggunakan enam parameter- baik yang tanpa bobot maupun dengan pembobotan. Namun sekali lagi catatan khusus untuk website provinsi DKI Jakarta ini adalah lima kota yang berada di wilayahnya merupakan sub domain dari www.jakarta.go.id.

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Hasil pengukuran relevansi konten diukur dengan algoritma TFxIDF yang sudah dikembangkan lebih lanjut dalam penelitian ini, sedangkan relevansi tautan internal diukur dengan

TFxIDF inbound. Hasil pengukuran untuk relevansi

konten menunjukkan bahwa nilai TFxIDF lokal berkisar antara 4,199 sampai 36,16 dengan rata-rata sebesar 25,05, Jumlah website yang tergolong menunjukkan bobot relevansi yang tinggi dengan nilai TFxIDF di atas rata-rata adalah sebanyak 109 pemda atau sebanyak 60 persen. Nilai TFxIDF

inbound berkisar antara 2,391 sampai 30,417 dengan rata-rata sebesar 18,0. Jumlah website yang tergolong menunjukkan bobot relevansi yang tinggi dengan nilai TFxIDF di atas rata-rata adalah sebanyak 86 pemda atau sebanyak 47,5 persen. Algoritma pemeringkatan yang dipilih adalah pemeringkatan dengan enam parameter dengan memberikan bobot terbesar pada parameter

114 Seminar dan Call For Paper Munas Aptikom Politeknik Telkom

Bandung, 9 Oktober 2010

relevansi, yang diikuti oleh parameter produktifitas dan popularitas, atau menggunakan skenario 4c. Parameter lainnya mempunyai bobot lebih rendah dari tiga parameter tersebut yaitu ukuran halaman, jumlah dokumen, dan visibilitas. Hasil pemeringkatan untuk pemda di luar jawa menujukkan bahwa website provinsi lebih dominan dibandingkan website kota atau kabupaten, sedangkan untuk di pulau jawa, website kabupaten dan kota lebih dominan dibandingkan web provinsi. Peringkat atas untuk web kota semuanya diisi oleh kota-kota di Jawa, sedangkan untuk kabupaten hanya dua kota di luar jawa yang masuk sepuluh besar.

5.2. Saran

Model pemeringkatan dengan mempertimbangkan parameter relevansi dan produktifitas merupakan penyempurnaan algoritma pemeringkatan yang banyak digunakan oleh lembaga pemeringkatan yang masih menggunakan parameter

webmetrics yang belum mempertimbangkan kualitas konten dan tautan. Namun algoritma pemeringkatan ini masih perlu mencari parameter yang menunjukkan ciri khas dari website yang dijadikan obyek pemeringkatannya, yang dalam penelitian ini menggunakan website pemda di Indonesia. Berdasarkan hasil pengamatan dan pemeringkatan web pemda maka perlu dibuat standarisasi fitur

layanan website pemda atau e-government di

Indonesia serta peningkatan kemampuan perancangan dan pemutakhiran website pemda yang mempertimbangkan parameter pemeringkatan, khususnya relevansi dan produktifitas.

6. DAFTAR PUSTAKA

[1] Alpar, P., M. Porembski, D.Volksw, and S.

Pickerodt, 2009, Measurement of Productivity

of Websites, Schoolof Business Administration and Economics. Philipps University, Marburg, Germany.

[2] Departemen Komunikasi dan Informatika, 2004,

Blueprint Sistem Aplikasi e-

GovernmentDepartemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Jakarta.

[3] Departemen Komunikasi dan Informatika, 2006,

Kondisi Situs Web Pemerintah Daerah”, Artikel Departemen Komunikasi dan

Informatika Republik Indonesia,

http://blogs.depkominfo.go.id/artikel/2006/01/1 7/kondisi-situs-web-pemerintah-daerah, diakses tanggal 10 September 2009.

[4] Dhyani, Devanshu, NG., Keong, Wee, dan

Bhowmick Sourav, W., 2002, A Survey of Web

Metrics, ACM Computing Surveys, Vol., 34, No. 4 pp 469-503.

[5] Mendez, Emilia. 2009, Web Cost Estimation,

Productivity Assessment and Benchmarking, 4th International Summer School on Software Engineering. University of Salermo, Italy, September 24-27.

[6] Murley, Diana, 2006, Evaluating and Rating

Website and other Information Resources, SIU Law Library.

[7] Pinkerton, Brian, 1994, Web Crawler Fact,

http://thinkpink.com/bp/WebCrawler/History.ht ml, diakses tanggal 25 Maret 2010

[8] Presiden Republik Indonesia, 2003, Kebijakan

dan Strategi Nasional Pengembangan e- Government, Instruksi Presiden No.3 Tahun 2003,

http://www.deptan.go.id/bdd/admin/i_presiden/ Inpres-03-03.pdf, diakses 10 September 2009,

[9] Sergey, Brin and Lawrence, Page, 1998, The

Anatomy of a Large-Scale Hypertextual Web Search Engine, Computer Science Department, Stanford University, Stanford, CA 94305, USA

Seminar dan Call For Paper Munas Aptikom Politeknik Telkom Bandung, 9 Oktober 2010

115

Analisis dan Desain Web Services Sistem Informasi Manajemen Pendidikan

Dalam dokumen CALL FOR PAPER 2010 MUNAS APTIKOM. (Halaman 122-127)