• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan Penelitian

Pengumpulan data ini dilakukan pada Desember 2019 sampai Januari 2020. Pada pertemuan pertama, terdapat enam orang istri TNI-AD yang direkomendasiakn serta bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini dengan menyetujui informed concent. Akan tetapi, setelah berlangsungnya wawancara awal, peneliti menemukan hanya empat orang istri TNI-AD yang paling sesuai dengan kriteria penelitian. Dua partisispan gugur karena kurang sesuai dengan kriteria penelitian, diantaranya karena tidak tinggal di batalyon dan sedang berkuliah sehingga tinggal bersama orangtua selama suami bertugas. Selain itu, satu dari partisipan yang gugur cenderung tidak memunculkan pengalaman stress dan cenderung menjawab dengan keadaan baik-baik saja dan biasa saja sehingga sulit bagi peneliti untuk menggali lebih jauh mengenai pengalaman stress dan coping saat ditinggal tugas. Berdasarkan hasil tersebut, maka peneliti memilih empat orang istri TNI-AD yang paling sesuai dengan kriteria penelitian.

Pada akhir sesi wawancara, peneliti meminta kesediaan partisipan untuk dihubungi kembali untuk melengkapi sesi wawancara dengan meminta nomor telpon partisiapn. Untuk mempersiapkan sesi wawancara berikutnya, peneliti kembali menghubungi partisipan. Akan tetapi, pada sesi kedua ini, satu partisipan tidak bisa ditemuai setelah dihubungi beberapa kali sehingga partisipan yang tersisa yaitu sejumlah tiga orang. Dalam hal ini, peneliti berperan menjaga kerahasiaan data serta kepercayaan yang diberikan oleh partisipan. Selain itu,

peneliti juga melakukan observasi terhadap perilaku nonverbal partisipan. Setelah data terkumpul, peneliti kemudian melakukan transkip wawancara.

Proses pengumpulan data menggunakan metode wawancara yang dilakukan oleh peneliti sendiri kepada ketiga istri TNI-AD yang pernah ditinggal tugas oleh suami selama lebih dari 6 bulan. Wawancara selanjutnya dilakukan di beberapa tempat karena menyesuaikan kesepakatan dengan partisipan. Duransi wawancara bervariansi antara 14 menit hingga 46 menit. Berikut peneliti lampirkan rangkuman waktu dan tempat diadakannya wawancara yang disajikan

Tabel 4

Waktu dan tempat pelaksanaan wawancara

No Partisipan Sesi Waktu Lokasi

1. ITN1 I 24 Januari 2020 Lingkungan Batalyon II 28 Januari 2020 Lingkungan Batalyon

2. ITN2 I 24 Januari 2020 Lingkungan Batalyon II 29 Januari 2020 Lingkungan Batalyon

3. ITN3 I 24 Januari 2020 Lingkungan Batalyon II 6 Februari 2020 Lingkungan Batalyon

Latar belakang Partisipan dan Dinamika Proses Wawancara Berikut merupakan data demografi partisipan yang disajikan dalam tabel dibawah ini

Tabel 5

Demografi Partisipan

LingNo Keterangan Partisipan 1 Partisipan 2 Partisipan 3 1. Inisial ITN1 ITN2 ITN3 2. Usia 24 tahun 26 tahun 36 tahun

3. Pengalaman ditinggal Pertama Kedua Ketiga 4. Pendidikan Terakhir S1 S1 S1

5. Pekerjaan IRT IRT Pemilik warung 6. Jumlah anak Sedang hamil 2 2

saat ditinggal tugas

7. Usia anak/ Hamil 4 bln 3 bln Hamil (tugas1) kandungan

(tugas 1) 4 bulan dan 5 thn

3 thn dan (tugas 2)

Wawancara dilakukan oleh peneliti secara langsung bertemu secara personal terhadap setiap partisipan. Sebelum wawancara dimulai, peneliti menjelaskan garis besar mengenai penelitian dan beberapa hal yang perlu diketahui oleh partisipan. Tiap partisipan telah menyetujui untuk berpartisipasi dalam penelitian ini yang dibuktikan dengan surat pernyataan persetujuan (informed concent) yang mencakup pemberian informasi lengkap tentang penelitian termasuk risiko-risiko dan pemberian kesediaan untuk berpartisipasi oleh partisipan sesudah mengetahui informasi-informasi yang diketahui. Setelah proses pengolahan data, peneliti kembali menghubungi partisipan untuk memberikan form debriefing yang berisi mengenai penjelasan penelitian yang sesungguhnya serta memberikan alamat layanan konseling yang bisa dimanfaatkan, seandainya terjadi ketidaknyamanan akibat dari penelitian yang dilakukan (Supratiknya, 2020). Sehubungan dengan kondisi saat ini yang tidak memungkinkan maka peneliti tidak bisa bertemu secara langsung dengan partisipan, sehingga peneliti meminta persetujuan partisipan dengan mengirim form debrief melalui pesan pada aplikasi WhatApp. Setelah partisipan membaca form debrief tersebut, peneliti mendapat persetujuan dari partisipan berupa pesan text melalui aplikasi WhatApp.

Partisipan pertama adalah seorang ibu yang memiliki anak satu. Pada saat penugasan, partisipan belum lama menikah dan sedang hamil muda. Partisipan mengaku tidak menyangka jika akan ditinggal suaminya bertugas sementara mereka baru menikah dan hamil muda. Penugasan tersebut bukan seharusnya jadwal suami partisipan, karena ada personil yang kurang sehingga suami

partisipan harus ikut berangkat ke Kalimantan Utara selama kurang lebih 1 tahun dari awal keberangkatan hingga tiba lagi di Batalyon.

Partisipan saat ditinggal tugas oleh suami berusia 24 tahun. Menurut partisipan, pada saa partisipan lulus kuliah, ia langung diajak untuk menikah dan tinggal di batalyon. Hal tersebut membuat partisipan cukup terkejut dengan peraturan dan dinamika yang ada sebagai istri TNI-AD yang tinggal di Batalyon. Saat suami bertugas, partisipan sedang hamil 4 bulan dan belum banyak mengenal tetangga, kecuali satu teman yang dikenalnya saat proses pengajuan pernikahan.

Pengambilan data dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada tanggal 24 Januari dan 29 Januari 2020. Pengambilan data pertama berlangsung selama 15 menit di sebuah ruangan yang terletak di depan lapangan lingkungan Batalyon. Partisipan menggunakan baju berwarna hitam panjang dan celana hitam dan jilbab berwarna hitam. Pada pertengahan sesi sempat ada jeda karena ada pemberitahuan oleh senior untuk mempersingkat proses wawancara dengan harapan satu partisipan bisa diwawancarai selama 5 menit saja jika memungkinkan. Partisipan tampak lancar dalam menceritakan pengalaman pertamanya ditinggal tugas oleh suami. Pada sesi wawancara kedua, wawancara dilakukan di teras sebuah gedung lingkungan batalyon. Partisipan saat itu mengajak anaknya, akan tetapi anak partisipan bisa bermain sendiri dan hanya sesekali meminta ijin ibunya untuk bermain di lingkungan sekitar. Pada sesi ini, partisipan tampak sangat terbuka untuk membagikan pengalamnya selama suami bertugas. Partispam juga menceritakan ketatnya aturan yang ada di batalyon selama suami bertugas. Misalnya adanya pembatasan jam keluar serta membuat laporan keluar masuk

area batalyon. Apabila ada hal-hal yang mencurigakan, ada kemungkinan akan diawasi.

Partisipan kedua berinisial ITN2 adalah seorang istri TNI-AD yang pernah ditinggal tugas oleh suami sebanyak 2x yaitu penugasan pertama di Kalimantan utara dan pengalaman kedua di Kalimantan barat. Saat suami bertugas, partisipan diwajibkan untuk tetap tinggal di Batalyon agar mempermudah pengawasan dan juga tetap bisa mengikuti kegiatan yang telah di agendakan untuk ibu-ibu persit. Selama suami ditugaskan, responden dan anggota persit lainnya dipadatkan dengan sejumlah kegiatan, diantaranya olahraga bersama, pengajian dan aktivitas lain yang sudah di jadwalkan

ITN2 saat ini berusia 30 tahun dan saat penugasan, partisipan berusia 25 tahun. Pengalaman yang paling menantang menurut ITN2 adalah ketika suami bertugas di Kalimantan barat. Hal tersebut dianggap pengalaman paling menantang, karena pada saat itu, ITN2 sedang hamil 6 bulan dan juga memiliki satu anak yang masih berusia 3 tahun. Saat suami bertugas selama kurang lebih 11 bulan. Selama penugasan suami, ITN2 tetap bisa berkomunikasi dengan suami, meskipun tidak setiap hari dikarenakan lokasi penugasan yang tidak terjangkau oleh signal sehingga komunikasi akan terjalin ketika suami mendapat giliran waktu untuk menelpon dan mencari signal ke daerah yang lebih tinggi untuk bisa menjangkau sinyal.

Pengambilan data dilakukan dua kali yaitu pada 24 Januari dan 28 Januari 2020. Pada pengambilan data yang pertama, wawancara berlangsug secara singkat

selama 15 menit. Pengambilan data pertama terbatas oleh waktu karena harus bergantian dengan responden lainnya. Akan tetapi wawancara tersebut dilakukan secara bergantian dalam sebuah rungan yang terletak di depan lapangan dalam lingkungan Batalyon. Pada wawancara pertama ITN 2 menggunakan baju panjang berwarna hitam dengan menggunakan jilbab berwarna abu-abu dan celana kain berwatna coklat. Karena keterbatasan waktu yang disediakan, maka peneliti memanfaatkan waktu tersebut untuk menjelaskan informed consent dan juga menggali informasi penting yang diperlukan untuk memastian kesesuaian ITN 2 dengan kriteria responden yang dibutuhkan. Pada pengambilan data yang kedua dilakukan di rumah dinas ITN2 dalam lingkungan Batalyon. Wawancara berlangsung selama 46 menit. ITN 2 menggunakan baju lengan panjang berwarna hitam dan celana panjang saat sesi wawancara. Pada sesi ini, ITN 2 tampak lebih santai dan lebih terbuka dalam menceritakan pengalamannya.

Partisipan Ketiga berinisial ITN 3 adalah seorang istri TNI-AD yang pernah ditinggal tugas oleh suami sebanyak 3x yaitu Papua, Libanon dan Kalimantan Utara. Berdasarkan pengalaman ditinggal tugas, penugasan di Papua merupakan penugasan yang paling rawan menurut partisipan. Hal tersebut dikarenakan saat itu sedang ada wabah penyakit malaria, sehingga partisipan menghawatirkan kondisi suami. Sementara saat penugasan di Kalimantan utara partisipan kesulitan untuk menghubungi suami akibat susahnya mendapatkan jaringan komunikasi. Sementara saat ditinggal di Libanon justru tidak begitu terasa saat suami ikut serta dalam tugas perdamaian dan mudahnya berkomunikasi setiap hari.

Partisipan memilih untuk pulang ke kampung halaman selama suami bertugas karena sedang hamil dan akan melahirkan pada saat suami bertugas di Papua. Menurut partisipan, seharusnya ketika suami ditugaskan, istri wajib tinggal di batalyon. Akan tetapi, karena orangtua atau keluarga partisipan tidak dapat mendampingi di batalyon, maka partisipan tetap ingin pulang kampung dengan syarat kusus, yaitu partisipan menanggung segala risiko yang mungkin terjadi karena di luar pengawasan anggota satuan.

Pengambilan data wawancara dilakukan dua kali yaitu pada tanggal 24 januari dan 9 februari. Wawancara pertama dilakukan bersamaan dengan partisipan lainnya yaitu di sebuah rungan yang berada di depan lapangan dalam lingkungan batalyon. Wawancara berlangsung selama 14 menit. Pada wawancara pertama, partisipan menggunakan baju terusan berwarna merah dan menggunakan jilbab berwarna hitam. Partisipan tampak lancar dalam menceritakan pengalamannya. Akan tetapi kurang mendalam. Partisipan tampaknya sempat berkomunikasi dengan partisipan sebelumnya mengenai pertanyaan penelitian. Hal ini terlihat ketika peneliti belum memulai bertanya pada pertanyaan tertentu, partisipan langsung memberikan latarbelakang yang peneliti perlukan seperti jumlah anak, area penugasan suami dan juga asal daerah partisipan sambil sesekali melihat layar telpon genggam miliknya. Sesi wawancara kedua, dilakukan pada 9 Februari 2020 di depan warung partisipan karena sambil menunggu warung. Partisipan pada sesi wawancara kedua menggunakan daster. Wawancara berlangsung selama 15 menit, dengan sesekali jeda karena ada pembeli yang datang. Dalam proses wawancara, partisipan sesekali tampak

membutuhkan waktu lebih lama untuk memikirkan perasaan-perasaan yang muncul saat ditinggal suami bertugas.

Hasil Penelitian

Dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian ini, peneliti akan mengeksplorasi secara keseluruhan mengenai gambaran stress dan coping stress yang digunakan oleh istri TNI-AD yang tinggal di Batalyon selama suami bertugas. Aspek stress mencakup aspek fisik dan aspek psikologis. Pada aspek psikologis, terdiri dari kognisi, emosi dan perilaku. Selain itu, peneliti juga akan menjelaskan hasil penelitian terkait sumber stress pada istri TNI-AD yang ditinggal tugas. Pada konsep coping peneliti akan mendeskripsikan coping yang digunakan dalam menangani stress. Peneliti menggunakan coping dari Lazarus (1986) yang terdiri dari problem focused coping dan emotional focused coping. Problem focused coping terdiri dari planful problem solving, seeking social support dan confrontative coping. Sementara emotional focused coping terdiri dari self controlling, accepting responsibility, distancing, escape avoidance dan positif reappraisal.

Dalam melakukan analisis, peneliti melakukan beberapa langkah (Supratiknya, 2018) yaitu (1) membaca secara berulang-ulang corpus data lazimnya berupa transkip verbatim ungkapan partisipan yang dikumpulkan melalui wawancara semi terstruktur, (2) melakukan intial coding atau menemukan kode-kode tertentu dari dalam transkip verbatim secara induktif baris demi baris (inductive, line by-line approach) dengan membandingkannya berdasarkan konsep-konsep yang sudah ditentukan yaitu stress dan coping (3)

mengelompokkan kode-kode ke dalam sub-kategori yaitu sejenis konsep besar dengan cakupan isi yang lebih luas dibandingkan kode, dengan tujuan menemukan narasi analitik yang koheren dari keseluruhan corpus data; dan (4) memperhalus atau mempertajam analisis dengan cara menempatkan subkategori-kategori dalam susunan hirarkis tertentu menjadi tema besar Sub-sub subkategori-kategori tersebut selanjutnya diberi label atau nama, masing-masing sub-kategori dilengkapi dengan kutipan-kutipan yang dicuplik dari transkip verbatim sebagai bukti atau pendukung, sehingga diperoleh narasi yang utuh tentang fenomena yang diteliti

Stress

Pada bagian ini, peneliti akan memaparkan hasil pengalaman stress istri TNI-AD yang ditinggal suami bertugas dengan memaparkan stress yang terdiri dari stress fisik dan psikologis. Pada stress psikologis peneliti akan memaparkan pengalaman stress psikologis berdasarkan kognisi, emosi dan perilaku.

Tanda-Tanda Stress

Stress Fisik. Stress memberikan pengaruh buruk pada fungsi kekebalan tubuh. Hal ini dapat berhubungan dengan munculnya berbagai penyakit fisik. Dalam penelitian ini ditemukan adanya gejala stress fisik yang muncul pada partisipan (ITN1 dan ITN2) saat ditinggal suami bertugas. Gejala stress fisik yang muncul yaitu kelelahan karena mengurus anak sendiri tanpa bantuan suami (ITN2). Hal tersebut dapat terlihat dari kutipan berikut:

Kelelahan

ITN2 : Mungkin karena capek, nggak ada yang bantuin momong, Kadang

kita juga butuh istirahat sejenak. Kadang kan kalo anak tidur ada pekerjaan lainnya. Giliran kita mau tidur, nggak bisa, cumak itu sih masalahnya. Mungkin karna anak masih kecil sih, jadi nggak terlalu banyak problemnya sih. Cuma anak, dan capek jugak.(baris 77-82)

Selain kelelahan, tanda stress fisik lain yang muncul pada partisipan yaitu demam yang hanya muncul pada satu partisipan.

Demam

ITN1 : januari akhir. kalau nggak salah, itu sakit. Sakit apa? Demam, demam itu, ada kurang lebih 4 hari, Posisi hamil, demam,batuk filek, nggak nyaman kan mungkin masih kepikiran juga gituk kan. Sampe sakit. Sakit itu.. 4 hari demam (baris 141-145)

Tanda-tanda stress fisik lain yang muncul yaitu nafsu makan yang berkurang saat tidak ada suami.

Nafsu makan berkurang

ITN2: Nasfu makan berkurang. jadi mikir, disana makan ada yang kurang nggak, Jadi saya tu kalo pas ditinggal tugas, saya kecil mbak. Jadi giliran suami pulang, saya gendutan. Nggak tau, padahal dari segi makan sama aja.(baris 149-151)

Selain itu, tanda-tanda stress fisik yang muncul lainnya yaitu tidur yang tidak nyenyak karena terus memikirkan suami.

Tdur tidak nyenyak

ITN1: Tidurnya ya masih suka kepikiran karena dalam seminggu itu, masih dalam penampungan. Posisi kan belum berangkat Kalo udah telpon ya baru bisa nyenyak jadi nggak kepikiran (baris 169-170)

Pada penelitian ini, tanda-tanda stress fisik hanya muncul pada ITN1 dan ITN2. Tanda-tanda stress fisik yang muncul diantaranya yaitu demam yang dialami oleh ITN1. Hal ini terjadi karena menurut partisipan ia terus memikirkan suami yang meninggalkannya bertugas. Hal ini disebabkan pengalaman ditinggal tugas merupakan pengalaman pertama bagi ITN1. Selain demam, kualitas tidur ITN1 juga tidak nyenyak apabila belum ada kabar dari suami. Sementara pada ITN2 tanda stress fisik muncul berupa nafsu makan yang berkurang. Perbedaan nafsu makan ITN1 pada saat ada dan tidak ada suami berdampak pada berat badan partisipan. Ditinggal suami bertugas menjadi salah satu sumber stress yaitu chronic strain karena berasal dari dalam individu seperti tekanan yang ada dalam diri individu yang bersifat negatif. Hal ini dapat terlihat dari respon partisipan yang tidak bisa tidur nyenyak jika belum ada kabar dan juga sakit karena kepikiran suami.

Tanda-tanda stress fisik lain yang muncul yaitu kelelahan. Kelelahan ini terjadi karena tidak adanya bantuan pasangan, terutama dalam hal mengurus anak terlebih jika memiliki lebih dari satu anak seperti yang dialami ITN2. Hal ini termasuk dalam sumber stress yaitu chronic strain karena terkait dengan interaksi individu dengan kondisi yang dihadapi dalam melakukan tanggungjawab peran sosial.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpukan bahwa tanda-tanda stress yang muncul pada tanda fisik yaitu adanya kelelahan, demam, berkurangnya nasfu makan serta tidur yang tidak nyanyak yang bersumber dari chronic strain.

Stress Psikologis. Secara umum tanda-tanda stress psikologis dapat dilihat dari tanda-tanda psikologis secara kognitif, emosi dan perilaku.

Emosi. Tanda stress psikologi yang paling banyak muncul adalah tanda-tanda secara emosi. Hal ini dapat terlihat berdasarkan kutipan berikut :

Sedih

ITN1: Pas melahirkan jugak suami nggak ada kan,, Jadi ya sedihnya karena nggak ada suami aja. Kalo misal udah bekeluarga gitu kan enaknya sama suami apa-apa minta tolong suami (baris 14-17)

waktu awal-awal ditinggal itu, moodnya ibu itu seperti apa bu? sedihlah…pas itu waktu berangkat berangkat dari sini..jam 12an apa jam 1 gitu.nah Ibu-ibunya pake bis, berangkat sekitar jam 2. waktu itu nyusul sampek sana sampe siang. Akhirnya sore tu berangkat kapalnya kita di pinggir gitu kan. badan lagi hamil, ditinggal, banyak yang nangis disitu

ITN2: Itu mah kadang kalok paling sedih itu pas ditinggal tugas, anak-anak sakit. (baris 66)

Sedih ya mungkin karena suami nggak ada. Ada yang kuranglah pokoknya (baris 66)

ITN3: Itu yang pas di Kalimantan itu pas di jawa timur. perasaan sedih, itu seharian mbak pas nganter (baris 62)

Sedih, ya sedih. Pas melahirkan itu tetap telpon tapi nggak bisa pas itu. Pas gencar2nya dia latihan itu (baris 47-48)

Selain perasaan sedih karena ditinggal suami, ketiga partisipan juga mengalami rasa khawatir. Rasa khawatir ini terbagi menjadi 3 hal yaitu khawatir akan perjalanan suami, khawatir akan kesehatan suami serta khawatir akan keselamatan saat berperang

Khawatir akan perjalanan suami

ITN1: Dah sampe sana, namanya juga kalau di pelosok, gak ada sinyal, susah, Ya ada sinyal juga tempat tertentu Enggak di tempat tinggalnya. itupun harus, perjalanannya jauh. pake motor itu berapa jam gitu, lupa mana lewatin hutan. Itu kan harus ada temannya kalo nggak kan kita gatau namanya hutan kan, benar-benar hutan jadi kan mikirnya selama perjalanan pas dia cari sinyal. Pas dia.. mau pulang kan gak tau. (baris 65-73)

Khawatir akan kesehatan suami

ITN3: Ya khawatirnya suami saya disana gimana. Soalnya kan daerah rawan juga toh sama penyakitnya juga disana tu mbak ngeri. Malaria itu banyak yang kena kan, Kalok udah kambuh kayak gitu mbak menggigilnya. Tugas itu nek papua itu ngeri penyakitnya (baris 118-125)

Khawatir saat suami dalam perang

ITN2: Ya mungkin kalo disana, kalo suami pas cerita ini, Ikut nangkap buronan narkoba, jadi e agak khawatir. Disanakan pake senjata tajam, eh senjata api. Suami kan nggak bawa Jadi ya was-was juga sih (baris 32-36) ITN3 : Yang paling menantang itu yang mana bu? Yang libanon mbak. Kan jarang pulang, perasaan khawatir dan lain-lain ya ada. Kalo di libanon kan tau sendiri perangnya gimana

Tanda-tanda lain yang menunjukkan seseorang mengalami stress secara emosi yaitu kesepian saat ditinggal suami.

Kesepian

ITN 1: satu minggu itu emang sedihhh banget kan. tapi pas masih kerasa ditinggal kerasa kesepian, pokoknya kerasa banget. tapi kadang-kadang perasaan kesepian itu sampe ada seminggu (baris 122-124)

ITN2 : Sepi..biasanya ada yang diajak ngobrol apa diajak ini, sharing, nggak ada. Semua sendiri, apa-apa mikir sendiri (baris 63-64)

Em.. itu perasaan kesepian pas ditinggal tugas biasanya berapa lama bu? Kalo yang 3 bulan ditinggal tugas itu. Kangennya tu udah ujung lah. Poll kalo 3 bulan sebelum pulang itu rasanya pengen cepet-cepet (baris 67-70)

Saat mendengar berita tentang perang, istri menjadi cemas akan keselamatan suami saat sedang bertugas . Hal ini juga dialami oleh ITN2 dan ITN3.

Cemas

ITN2: Kalo nonton berita itu kan ngeri mbak, jadi agak parno dikit. Parnonya gimana bu? Namanay sindikat mbak, ya mesti kan senjata tajam, senjata api. Giliran suami nggak bawa. Lah gimana. (baris 137-140)

Selain mencemaskan suami setelah mengetahui berita, partisipan juga merasa takut jika terjadi apa-apa pada suami.

Takut terjadi apa-apa

ITN3: Ya kadang perasaannya Cuma itu mbak, sakit sama takut kenapa-napa kan ada berita itu (baris 153-154)

Adapun tanda-tanda lain saat istri TNI-AD mengalami stress secara emosi yaitu adanya perasaan kehilangan , seperti ada sosok yang kurang

Kehilangan parthner hidup

ITN2: Mungkin kalo pas saya, ada sosok yang kurang Seperti kehilangan sosok, ya parthner hiduplah. Itu pas posisi tinggal di pos yang pertama di Kalimantan barat itu lho, Itu kan posisi anak juga masuk Rumah Sakit, jadi harus mikir sendiri. Capek pikiran, capek badan juga. Sosok parthner hidup itu gimana bu maksudnya? Gimana ya, susah ya jelasnya Ya, kayak teman buat tukar pendapat, Trus kalo ada masalah ini gimana penyelesainnya. Kalo yang kecil itu sakit kalo suami ada disini ya tenang. Kenapa orangtua nggak dikasi tau, ya karena ada sosok suami disini, ya udah wes lengkap. Mau sedih, yang penting kalau saya itu jadi satu gitulah mbak. (baris 20-31)

Istri TNI-AD yang ditinggal tugas merasa khawatir, cemas dan takut akan keselamatan suami, baik dari segi kesehatan, keselamaatan perjalanan dan juga saat suami berada dalam situasi perang atau mengancam. Hal ini

Dokumen terkait