• Tidak ada hasil yang ditemukan

Istri Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD

Berdasarkan UU no 34 tahun 2004 tentang tugas TNI Angkatan Darat yaitu melaksanakan tugas TNI mantra darat di bidang pertahanan, melaksanakan tugas TNI dalam menjaga keamanan wilayah perbatasan darat dengan negara lain. Melaksanakan tugas TNI dalam pengembangan kekuatan mantra darat dan melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan di darat. Sebagai istri prajurit TNI Angkatan Darat tidak dapat dipisahkan dari anggota TNI-AD, baik dalam melaksanakan tugas organisasi maupun dalam kehidupan pribadi. Oleh karena itu, istri prajurit TNI-AD harus mensukseskan tugasnya baik sebagai kekuatan pertahanan keamanan maupun sebagai komponen pembangunan bangsa. Selain mendampingi suami dalam menunaikan tugas negara, istri TNI-AD juga tergabung dalam organisasi istri prajurit TNI-AD yang bernama persit kartika Chandra kirana atau biasa disebut persit.

Istri yang memiliki suami seorang TNI harus bersedia menghadapi konsekuensi dari penugasan suami, yaitu ditinggalkan dalam waktu yang cukup lama yang akan berdampak pada kehidupan perkawinan dan seluruh anggota keluarga (Praskah et al 2011). Selama suami bertugas, istri harus mengurus rumah tangga sendiri seperti memperbaiki genteng yang bocor, mengelola keuangan sendiri dalam rumah tangga serta mengurus anak.

Pasangan suami istri idealnya tinggal serumah, namun karena tuntutan pekerjaan yang mengharuskan salah satu pasangan bekerja di luar daerah, dalam

waktu yang cukup lama, maka pasangan suami istri harus menjalani long distance

marriage. Istri yang memiliki suami seorang TNI harus bersedia menghadapi konsekuensi dari penugasan suami, yaitu ditinggalkan dalam waktu yang cukup lama yang akan berdampak pada kehidupan perkawinan dan seluruh anggota keluarga (Praskah et al 2011).

Selama suami bertugas, istri harus mengurus rumah tangga sendiri seperti memperbaiki genteng yang bocor, mengelola keuangan sendiri dalam rumah tangga serta mengurus anak. Hal ini juga dialami oleh istri pelaut yang mengalami

long distance marriage, yaitu adanya perasaan cemas, khawatir, serta merasa

terbebani mengurus anak sendiri (Litiloly & Swastiningsih, 2014). Hal ini juga didukung oleh Supatmi dan Masykur (2018) yang meneliti mengenai hubungan pernikahan jarak jauh pada istri pelaut, yaitu adanya permasalahan dalam pengasuhan anak dan komunikasi tidak lancar.

Adapun hal yang membedakan antara istri TNI-AD dengan istri yang mengalami long distance marriage lainnya, selain harus mengurus rumah tangga sediri tanpa bantuan suami serta mengantikan peran suami, istri TNI-AD juga berperan sebagai anggota organisasi persatuan istri prajurit (persit). Selain mendukung tugas suami, seorang istri TNI-AD dalam keanggotaannya sebagai persit juga turut mendukung kebijakan pimpinan TNI-AD dengan membina dan mengarahkan perjuangan istri anggota TNI-AD, menciptakan rasa persaudaraan dan kekeluargaan, rasa persatuan dan kesatuan, serta senasib sepenanggungan sebagai istri prajurit.

Berdasarkan website resmi Komandan Cadangan Strategi Angkatan Darat (KOSTRAD, diunduh tanggal 26 September 2017) Persit Chandra kirana melaksanakan senam dan olahraga bersama. Kegiatan rutin ini dilaksanakan dua kali seminggu tepatnya pada hari selasa dan dan jumat yang diikuti oleh seluruh anggota persit yang dipimpin langsung oleh ketua persit. Kegiatan olahraga bersama merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menjaga dan memelihara kebugaran dan kesehatan. Selain itu, kegiatan tersebut juga sebagai kesempatan untuk saling bersilaturahmi, sehingga anggota persit semakin akrab, kompak, bisa bersenang-senang, bercanda ria dan melepaskan penat dibalik kesibukkan mengurus keluarga. Selain kegiatan olahraga, kegiatan rutin lainnya yaitu pertemuan rutin arisan bulanan, dengan tujuan untuk meningkatkan kebersamaan dan menjalin silaturahmi, serta memberikan pengarahan sekaligus informasi yang berkembang (tni.ad.mil)

Selain itu, pangkat suami dalam TNI-AD menentukan jabatan istri dalam keanggotaan persit. Hal ini berarti bahwa, semakin tinggi pangkat suami, maka istri juga memiliki pangkat yang tinggi dan lebih berpengaruh dalam organisasi (Chotimah & Hadi, 2014). Selain itu, saat suami ditugaskan, istri harus tinggal di batalyon. Istri yang tinggal di batalyon harus mengikuti peraturan yang ada di batalyon, misalnya apabila ada keperluan di luar batalyon, istri harus membuat laporan kepada penjaga yang bertugas.

Stress

Pengertian stress

Lazarus (1998) menyebutkan stress terjadi ketika seseorang mengalami tuntutan yang melampaui sumberdaya yang dimilikinya untuk melakukan penyesuaian diri. Dalam keadaan stress, terdapat kesenjangan atau ketidakseimbangan antara tuntutan dan kemampuan individu baik internal maupun eksternal. Individu yang mengalami stress merasa tidak berdaya terhadap peristiwa-peristiwa yang ada disekitarnya. Slamet dan Markam (2003) juga mengartikan stress adalah suatu keadaan dimana beban yang dirasakan seseorang tidak sepadan dengan kemampuan untuk mengatasinya. Sedangkan stress menurut Robert S. Feldman, 1989 (seperti dikutip dalam Fausiah & Widury, 2008) mengartikan stress sebagai proses yang menilai suatu peristiwa sebagai sesuatu yang mengancam, menantang, ataupun membahayakan dan individu merespon peristiwa itu pada level fisiologis, emosional, kognitif, dan perilaku.

Dalam menghadapi stress, setiap individu memiliki cara penyesuaian diri yang khusus. Hal tersebut tergantung bagaimana individu tersebut berusaha menghadapi (coping) situasi yang menekan yang tergantung dari kemampuan yang dimiliki, pengaruh lingkungan, pendidikan dan bagaimana ia mengembangkan dirinya (Slamet & Markam, 2003).

Tanda-Tanda Stress Aspek Fisik

Beberapa gejala fisik yang dirasakan seseorang ketika sedang mengalami stress yaitu, sakit kepala, tidur tidak nyenyak, hilangnya nafsu makan serta produksi keringat berlebih (Safarino, 1998). Beberapa penelitian menemukan bahwa stress memberikan pengaruh yang buruk pada fungsi kekebalan tubuh dan hal ini berarti dapat berhubungan dengan munculnya berbagai penyakit fisik. Selain itu, perasaan kehilangan ternyata dapat menyebabkan perubahan pada sistem kekebalan tubuh. Penelitian lain yang dilakukan oleh Stone dan Neale (seperti dikutip dalam Fausiah & Widury, 2008) menunjukkan bahwa peristiwa kehidupan sehari-hari dapat mempengaruhi fluktuasi mood atau perasan seseorang. Peningkatan peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan disertai dengan menurunnya peristiwa yang menyenangkan dapat menurunkan mood pada seseorang. Keluhan somatisasi yang paling umum terjadi yaitu merasa lelah atau memliki sedikit energi, kram menstruasi atau masalah lain saat periode, masalah sakit punggung,kesulitan tidur, dan sakit kepala (Burton, 2009).

Aspek Psikologis

Pada tanda-tanda psikologis dapat dibedakan menjadi aspek kognisi, emosi dan tingkahlaku.

Kognisi. Tanda tanda stress dari aspek kognisi seperti daya ingat menurun, mudah lupa, konsentrasi berkurang sehingga kurang fokus. Keluhan orang yang mengalami stress termasuk mimpi buruk, konsentrasi dan daya ingat

berkurang. Wheeler (2005) mengatakan bahwa rasa takut akan keselamatan menyebabkan kurangnya konsentrasi pada tugas sehari-hari.

Emosi. Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa pasangan suami-istri yang suaminya sedang mendapat penugasan, menunjukkan berbagai tahap kesedihan dan kehilangan, termasuk kemarahan, depresi, dan penerimaan. Tanda-tanda stress lainnya dari segi emosi yaitu mudah marah, kecemasan berlebih, merasa sedih atau depresi.

Tingkah Laku. Pada aspek tingkah laku gejala stress seperti mudah menyalahkan orang lain, mencari kesalahan orang lain, melanggar norma serta menunda pekerjaan.

Sumber Stress

Sumber stress diartikan sebagai segala sesuatu atau pemicu yang menyebabkan individu merasa tertekan atau terancam. Sumber stress terdiri dari life event (peristiwa kehidupan), chronic strain (ketegangan kronis) dan daily hasless (permasalahan kehidupan sehari-hari).

Life Event (Peristiwa Kehidupan)

Life event merupakan suatu peristiwa bermakna yang berpotensi dapat membuat individu mengalami stress, sehingga membuat individu mengalami perubahan aktivitas yang pernah dilakukannya sehari-hari (Dohrenwend, 2006). Life event berfokus pada perubahan-perubahan dalam kehidupan yang membutuhkan penyesuaian. Faktor ini disebabkan oleh interaksi individu dengan lingkungan seperti pindah rumah, hilang pekerjaan dan lainnya.

Chronic Strain (Ketegangan Kronis)

Sumber stress kronis terkait dengan interaksi individu dan kondisi yang dihadapi dalam melaksanakan tanggungjawab peran sosial utama (Pearlin 1982, 1999a, Pearlin et al 1981; Wheaton 1986 ) Pada ibu yang memiliki anak, stress pengasuhan timbul akibat ketidaksesuaian antara tuntutan yang dirasakan orangtua dan kemampuan orangtua dalam memenuhi tuntutan tersebut.

Sumber stress ini berasal dari dalam individu seperti stressor psikologis tekanan dari dalam diri individu yang bersifat negatif seperti frustasi, kecemasan, rasa bersalah, takut maupun cemburu. Stress kronis juga disebutkan sebagai kesulitan hidup yang berulang.

Konflik peran sosial seperti tuntutan untuk menjadi orangtua tunggal dan kekhawatiran bahwa suami akan terluka termasuk dalam chronic strain yang menimbulkan stress psikologis dari aspek emosional pada istri TNI-AD yang ditinggalkan. Marnocha (2012) mengatakan bahwa adanya peningkatan stress pada istri tentara dengan tanggung jawab tambahan dan hilangnya bantuan pasangan, terutama saat istri baru melahirkan dan harus merawat bayi tanpa kehadiran suami. Kekhawatiran bahwa suami akan terluka atau tidak dapat kembali ke rumah meningkatkan tingkat kecemasan pada istri, terlebih ketika mengetahui ada tentara lain yang terluka atau tewas saat bertugas (Dimiceli, 2009).

Daily Hassles (Peristiwa Kehidupan Sehari-hari)

Daily Hassles adalah permasalahan sehari-hari yang terdapat kesulitan kesulitan, tetapi kesulitan tidak berlangsung terus-menerus dan bisa terselesaikan dengan waktu yang singkat. Sumber stress ini juga disebutkan sebagai tuntutan yang menjengkelkan, memuat frustasi serta menyusahkan. Daily hassles disebabkan dari beberapa sumber, diantaranya yaitu bidang sosial, fisik serta faktor situasional (Kanner et al, 1981).

Penelitian yang dilakukan oleh Stone Neale (dalam Fausiah & Widury, 2008) menunjukkan bahwa peristiwa kehidupan sehari-hari dapat mempengaruhi fruktuasi mood atau perasaan seseorang akibat meningkatnya peristiwa yang tidak menyenangkan disertai dengan menurunnya peristiwa yang menyenangkan dapat menurunkan mood pada seseorang.

Sumber daily hassles (peristiwa kehidupan sehari-hari) dapat juga disebabkan oleh sumber chronic strain atau peristiwa yang berulang. Berdasarkan sumber stress tersebut, maka istri TNI-AD yang ditinggalkan suami bertugas memerlukan coping stress untuk bisa mengatasi stress yang dirasakan.

Coping Stress

Pengertian

Menurut Lazarus dan Folkman (1998) coping stress adalah usaha-usaha individu baik secara kognitif maupun perilaku untuk mengatasi, mengurangi atau mentolerir tuntutan-tuntutan internal maupun eksternal yang disebabkan oleh

hubungan antara individu dengan peristiwa-peristiwa yang dinilai menimbulkan stress. Seseorang dapat melakukan bermacam-macam cara penyesuaikan diri untuk mengatasi berbagai macam stress. Tiap orang mempunyai cara-cara penyesuaian diri yang khusus, yang tergantung dari kemampuan-kemampuan yang dimiliki, pengaruh-pengaruh lingkungan, pendidikan, dan bagaimana ia mengembangkan dirinya. Hal ini didukung oleh Fausiah dan Widury (2008) yang mengatakan bahwa penggunaan coping tidak dapat dipastikan mana yang terbaik yang dapat berlaku untuk semua orang, mungkin yang terbaik adalah menggunakan kedua coping secara fleksibel.

Bentuk Coping

Penelitian ini menggunakan teori coping Lazarus dan Folkman (1986) yang terdiri dari 2 tipe coping, yaitu problem focused coping dan emotional focused coping.

Problem Focused Coping

Problem focused coping adalah suatu tindakan yang diarahkan untuk memecahkan masalah. Perilaku coping ini cenderung dilakukan jika individu merasa bahwa sesuatu yang konstruktif dapat dilakukan terhadap situasi yang menekan, atau individu merasa yakin bahwa sumber daya yang dimiliki dapat mengubah situasi (Maryam, 2017).

Individu yang menggunakan problem focused coping, biasanya langsung mengambil tindakan untuk memecahkan masalah atau mencari informasi yang berguna untuk membantu memecahkan masalah. (Fausiah & Widury, 2008).

Planful Problem Solving. Seseorang yang menggunakan coping ini melakukan upaya untuk mengubah situasi. Mengacu pada semua perencanaan atau pemikiran tentang cara menyelesaikan masalah termasuk berpikir tentang pilihan, memikirkan konsekuensi di masa depan, dan melibatkan pendekatan analitik dimana seseorang memikirkan cara untuk memecahkan masalah yang melibatkan perencanaan sekaligus mengeksekusi rencana tersebut menjadi sebuah tindakan langsung.

Seeking Social Support. Strategi ini melibatkan orang lain sebagai sumber daya untuk membantu mencari solusi dari masalah yang dihadapi, termasuk mencari saran, informasi atau bantuan langsung dan juga dukungan emosional. Dukungan sosial dari keluarga, teman dan pasangan secara signifikan menunjukkan kesejahteraan psikologis yang lebih baik dan tingkat depresi yang lebih rendah (Shin, 2006). Selama suami bertugas, dukungan sosial dari teman dapat membantu mengurangi rasa kesepian. Mengunjung keluarga atau dikunjungi oleh keluarga, dianggap sebagai hal yang menghibur dan menyenangkan karena dapat bericara dan mencari saran dari keluarga dan teman (Wheeler & Stone, 2010). Meskipun demikian, dukungan sosial dari teman pada lingkungan militer bukan menjadi faktor utama. Hal ini mungkin disebabkan karena ketika bercerita kepada sesama teman lingkungan militer, akan ada rasa khawatir jika rahasia mereka diketahui dan dianggap tidak mampu menghadapi tantangan (Dandeker et, al. 2006). Penelitian yang sejalan dengan penelitian ini mengatakan bahwa seseorang mungkin merasa malu

dengan meminta dukungan karena akan merasa bahwa dengan mencari dukungan akan dilihat sebagai seseorang yang tidak berdaya.

Confrontative Coping. Upaya agresif untuk mengubah situasi seperti menunjukkan tingkat permusuhan, mengekspresikan kemarahan pada orang yang menyebabkan masalah serta memuat orang bertanggung jawab untuk mengubah pikirannya. Selain itu, pengguna coping ini akan berjuang untuk apa yang ia inginkan dan melakukan sesuatu hal meskipun dipikir tidak berhasil, tetapi setidaknya ia telah melakukan sesuatu. Bereaksi mengubah keadaan yang dapat mengambarkan tingkat risiko yang harus diambil. Hal ini juga termasuk melakukan hal yang bertentangan dengan aturan.

Emotional Focused Coping

Emotional focused coping merupakan usaha-usaha yang dilakukan seseorang dengan tujuan memodifikasi fungsi emosi, tanpa melakukan usaha untuk mengubah stressor secara langsung. Emotional focused coping cenderung dilakukan ketika individu tersebut merasa tidak dapat mengubah situasi karena sumber daya yang dimiliki tidak mampu mengatasi situasi. (Maryam, 2017). Fausiah dan Widury (2008) mengatakan bahwa, individu dengan emotional focused coping lebih menekankan pada usaha untuk menurunkan emosi negatif yang dirasakan ketika menghadapi masalah atau tekanan.

Strategi coping ini diwakili oleh lima kategori: sel control, accepting responsibility distancing, escape avoidance, dan positif appraisal.

Self Controlling (Pengendalian diri). Seseorang berupaya untuk mengatur perasaan dan tindakannya sebelum melakukan sesuatu. Hal ini juga termasuk

menyimpan perasaan sendiri dan membuat orang tidak mengetahui apa yang dirasakan. Selain itu, pengendalian diri juga mencoba untuk tidak tergesa dalam melakukan sesuatu.

Accepting Responsibility (Menerima Tanggungjawab). Seseorang mengakui perannya sendiri dalam permasalahan yang dihadapi dan berusaha menempatkan segala sesuatu sebagaimana mestinya. Seseorang menerima segala sesuatu yang terjadi saat ini dengan sebagaimaan mestinya dan menyesuaikan diri dengan kondisi yang dialami (Maryam, 2017). Misalnya, mengkritik atau menceramahi diri sendiri, meminta maaf jika melakukan kesalahan dan mencoba untuk tidak mengulangi kesalahan yang dilakukan.

Distancing (Menjaga Jarak). Pada coping ini, seseorang melakukan upaya untuk menjaga jarak, menolak untuk memikirkan masalah, mencoba untuk melupakan masalah seolah semunya baik-baik saja. Strategi ini berupaya mengelola emosi dengan berusaha menghindari atau berhenti memikirkan masalah sepenuhnya Hal ini termasuk upaya untuk menghindari berpikir tentang masalah dengan menggunakan rangsangan yang mengganggu, hiburan, atau beberapa aktivitas yang mengganggu. Misalnya dengan mendengarkan musik.

Escape Avoidance (Penghindaran Masalah). Upaya seseorang untuk melarikan diri atau menghindari situasi yang menyebabkan stress. Misalnya tidur lebih lama dari biasanya, minum alkohol dan obat-obatan terlarang. Seseorang juga mengambarkan angan-angan dengan berharap bahwa situasi akan baik-baik saja. Istri tentara seolah-olah perlu menghindari radio dan

televisi yang berhubungan dengan berita militer karena dianggap menyebabkan kecemasan tambahan (Marnocha, 2012).

Positif Reappraisal (Penilaian positif). Upaya seseorang untuk menciptakan makna positif dengan berfokus pada pertumbuhan pribadi. Seseorang yang menggunakan coping penilaian positif bertumbuh kearah yang lebih baik termasuk pengalaman religius seperti berdoa dan bersyukur.

Kerangka Konseptual

Menjadi istri prajurit TNI-AD harus siap ditinggal kapanpun selama suami menjalani panggilan tugas. Hal ini tidaklah mudah bagi seorang istri yang masih memiliki usia perkawinan dibawah 12 tahun. Istri harus menyesuaikan diri dengan ketidakhadiran suami dan tinggal di Batalyon selama suami bertugas. Sebagai pasangan suami istri tentunya ingin tinggal satu rumah. Akan tetapi, mengingat suami harus siap bertugas untuk negara maka istri harus membiasakan diri. Mengingat tugas menjadi seorang anggota TNI-AD memiliki risiko-risiko seperti cidera hingga risiko besar yaitu kematian maka istri terkadang merasa cemas/khawatir akan keselamatan suami di tempat tugas. Selama suami bertugas, terkadang juga muncul rasa kesepian karena tidak ada tempat untuk berbagi cerita bahkan membuat istri harus mengurus rumah tangga sendiri. Bagi pasangan yang sudah memiliki anak, menngurus anak sendiri menjadi beban tambahan bagi istri. Apalagi merawat anak pertama yang dimana istri mendapatkan pengalaman pertama menjadi seorang ibu yang membutuhkan suami untuk bertukar peran dalam mengurus anak. Jika istri tidak bisa beradaptasi dengan ketidakhadiran suami maka akan menimbulkan stress bagi istri. Stress yang muncul dapat berupa

stress fisik seperti kelelahan, sakit kepala dan stress psikologi seperti gangguan makan, insomnia, masalah perilaku dan lainnya.

Selama suami bertugas, istri harus bisa menyesuaikan diri dari ketidakhadiran suami. Untuk menyesuaikan diri, terdapat dua beban tambahan yang harus ditanggung oleh istri TNI-AD selama penugasan suami. Pertama, beban psikis, yaitu istri harus menyesuikan diri dari ketidakhadiran suami yang menyebabkan perasaan kesepian dan kecemasan akan risiko yang mungkin dialami suami dalam satuan tugas. Kedua, adalah peran ganda yaitu mengambil alih peran suami sebagai ayah dalam keluarga, termasuk mengatur rumah tangga dan mengasuh anak. Selain itu, istri TNI-AD juga turut serta dalam menjalankan organisasi Persatuan Istri Tentara persit). Istri TNI-AD yang dapat menyesuaikan diri dari ketidakhadiran suami dianggap dapat beradaptasi pada peran yang harus dijalankan. Akan tetapi, akan menjadi hal yang sangat menantang bagi istri yang sedang hamil atau yang memiiki anak kecil, karena banyak ibu muda mengalami kesulitan untuk mempertahankan rutinitas sementara suami mereka ditugaskan. (Kelly, 1994).

Stress terjadi ketika ketika seseorang mengalami tuntutan yang melampaui sumberdaya yang dimilikinya untuk melakukan penyesuaian diri (Lazarus, 1998). Tanda-tanda stress terbagi menjadi dua, yaitu stress fisik dan stress psikologis. Stress fisik memberikan pengaruh bagi fungsi kekebalan tubuh, yang berhubungan dengan munculnya berbagai penyakit fisik seperti sakit kepala, tidur tidak nyenyak hilang nafsu makan serta produksi keringat berlebih. Sementara aspek psikologis terdiri dari kognisi, emosi dan perilaku. Tanda stress psikologis

pada aspek kognisi seperti daya ingat menurun, konsentrasi berkurang, serta mimpi buruk. Pada tanda emosi, akan muncul rasa sedih, kemarahan, depresi, kecemasan dan munculnya rasa khawatir. Pada aspek perilaku, seseorang yang mengalami stress memiliki tanda seperti mudah menyalahkan orang lain, mencari kesalahan orang lain, menunda pekerjaann dan melanggar norma.

Untuk menangani stress maka istri TNI-AD memerlukan coping. Coping adalah usaha-usaha individu baik secara kognitif maupun perilaku untuk mengatasi, mengurangi atau mentolerir tuntutan-tuntutan internal maupun eksternal yang disebabkan individu oleh hubungan antara individu dengan peristiwa-peristiwa yang dinilai menimbulkan stress. Teori coping dalam penelitian ini yaitu menggunakan teori Lazarus dan Folkman (1986) yang terdiri dari pertama, problem focused yang terdiri dari planful problem solving, confrontative coping, dan seeking social support. Kedua, emotional focused coping, yang terdiri dari self control, avoidance, positif reappraisal, accepting responsibility serta distancing.

Gambar 1.

Bagan Kerangka Konseptual Penelitian

Istri TNI-AD di tinggal tugas Mengalami Stress:fisik dan psikologis Memerlukan coping

Emotional focused coping Problem focused coping

BAB III

METODE PENELITIAN

Dokumen terkait