• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRESS DAN COPING PADA ISTRI TNI-AD SAAT DITINGGAL SUAMI BERTUGAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRESS DAN COPING PADA ISTRI TNI-AD SAAT DITINGGAL SUAMI BERTUGAS"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

STRESS DAN COPING PADA ISTRI TNI-AD

SAAT DITINGGAL SUAMI BERTUGAS

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh: Yosefa Supiyati NIM: 139114002

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2020

(2)

HALAMAN MOTTO

“Kegagalan terbesar kita adalah menyerah. Cara paling pasti untuk sukses adalah mencoba sekali lagi” – Thomas A. Edison

(3)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan untuk:

Untuk bapak, mamak, dan adik-adik yang selalu mendukung dan berbesar hati untuk mempercayai saya bahwa saya bisa menyelesaikan tugas akhir ini.

Untuk para sahabat dan teman-teman atas segala perjumpaan dan kebersamaan serta terkhusus untuk para wanita hebat Ibu-ibu persit yang menginspirasi para

(4)

STRESS DAN COPING PADA ISTRI TNI-AD SAAT DITINGGAL SUAMI BERTUGAS

Yosefa Supiyati ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mengungkap pengalaman stress dan coping pada istri TNI-AD saat ditinggal suami bertugas. Untuk mengungkap pengalaman stress peneliti menggunakan tanda stress yang terdiri dari stress fisik dan psikologi. Sementara untuk mengungkap coping yang digunakan peneliti menggunakan strategi coping Lazarus (1986) yang terdiri dari problem focused coping dan emotional focused coping. Pengambilan data dilakukan menggunakan metode wawancara semi-terstruktur. Analisis yang digunakan yaitu metode analisis isi (AIK) dengan pendekatan deduktif terarah. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah tiga orang. Hasil penelitian secara umum menunjukkan bahwa istri TNI-AD yang ditinggal tugas mengalami perasaan sedih dan cenderung bermalas-malasan dari biasanya dan juga kepikiran suami yang disebabkan oleh sumber stress life event yaitu ditinggal suami bertugas. Selain itu, juga muncul tanda stress seperti perasaan khawatir dan mudah marah yang bersumber dari chronic strain. Sementara coping yang muncul secara umum pada problem focused coping berupa planful coping dan seeking social support. Pada emotional focused, coping istri TNI-AD yang ditinggal tugas menggunakan accepting responsibility yaitu menerima risiko penugasan suami dan meyesuaikan diri. Sementara coping yang sengaja dibentuk oleh lingkungan batalyon yaitu coping distancing dengan kegiatan rutin ibu-ibu dan juga berdoa.

(5)

STRESS AND COPING OF INDONESIAN ARMY WIVES WHOSE HUSBANDS LEFT ON DUTY

Yosefa Supiyati ABSTRACT

This research is a qualitative research aiming to reveal stresses and coping experiences of Indonesian Army wives whose husbands left on duty. In order to reveal stress experiences, the researcher utilized stress signs which consisted of physical and psychological stresses. Whereas, in order to investigate coping, the researcher utilized coping strategy by Lazarus (1986) which consisted of problem focused coping and emotional focused coping. The data collection was done by conducting a semi-structured interview. The analysis was done by employing content analysis which utilizedthe directional deductive approach. There were three participants in this study. In general, the results showed that Indonesian Army wives whose husbands left on duty experienced sad feeling, tended to laze around than usual and kept thinking of their husbands caused by stress life event sources which was left by their husbands to go on duty. Moreover, there also occurred stress signs such as feeling anxious and bad-tempered which were sourced from chronic strain. Meanwhile, coping which generally occurred in problem focused coping were planful coping and seeking social support. In emotional focused coping, Indonesian Army wives whose husbands left on duty used accepting responsibility which was accepting their husbands’ assignment risks and adapting. Meanwhile, coping which was deliberately formed by the battalion environment was coping distancing by conducting routine activities of Indonesian Army wives and also praying.

(6)

KATA PENGANTAR

Terima kasih dan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena saya masih bisa berjuang dalam menyelesaikan skripsi ini. Selama proses pengerjaan skripsi, tentu banyak hambatan yang saya lalui, satu satunya cara untuk keluar dari hambatan tersebut adalah terus mencoba dan menyelesaikannya. Meskipun saya terlambat dalam mengerjakan skripsi, tetapi saya memperoleh pelajaran untuk saya kedepan terutama dalam penelitian ini, saya juga belajar bagaimaa mengamati tanda stress yang muncul pada diri saya saat mengerjakan skripsi serta yang terpenting adalah penggunaan problem focused coping untuk mengubah situasi yang sulit dan jangan pernah malu untuk mencari social support dalam keadaan sulit.

Oleh karena itu dengan setulus hati saya mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Semesta, terima kasih atas segala proses yang telah dan akan terus berjalan dalam hidup saya, hingga proses ini begitu bermakna dan berharga

2. Terima kasih kepada Bapak Prof. Augustinus Supratiknya, Ph.D. selaku dosen pembimbing yang selalu mendidik, memberikan dukungan, arahan, semangat kepada saya untuk terus mengerjakan. Terima kasih sudah mengingatkan saya untuk terus berproses dan tetap maju

3. Ibu dr. Titik Kristiyani, M.Psi selaku Dekan fakultas Psikologi universitas Sanata Dharma dan jajaran

(7)

4. Terima kasih kepada Ibu Monica E. Madyaningrum, M.Psych., Ph.D. selaku dosen pembimbing Akademik yang menyemangati saya untuk terus maju menyelesaikan tugas akhir saya

5. Terima kasih kepada Komandan dan jajarannya, di Batalyon tempat saya mengambil data penelitian dan juga ibu persit senior yang mempertemukan saya dengan responden penelitian.

6. Terima kasih kepada seluruh responden yang sudah bersedia berpartisipasi, baik dari awal hingga akhir penelitian.

7. Terima kasih kepada kedua orangtua saya, Bapak Marianus Acit dan Ibu saya Onu yang memberikan banyak dukungan dan kepercayaan kepada saya

8. Terima kasih kepada Adik-adik saya lidia wenny dan Libertus Wendy, and yang terus menyemangati agar segera menyelesaikan skripsi

9. Terima kasih kepada sepupu saya Serena Ella Sumiati yang menginspirasi saya dalam pemilihan topik penelitian

10. Terima kasih kepada teman seperjuangan dibawah bimbingan Prof. A. Supratiknya: Anti, vian, citra, indah, vian, zerlinda, ko rikjan, kak reka dan erik wang yang banyak membantu saya dalam berproses mengerjakan skripsi

11. Terima kasih kepada sahabat saya Totok Victor, D.S Patricia laras, RR. Gora Vatsu I, liyana Safitri, yang senantiasa memberi semangat dan menemani saya dalam menyelesaikan skripsi.

(8)

12. Terima kasih kepada sonya wisung, teman baik sekaligus teman yang menamani saya dalam perijinan pengambilan data, terima kasih juga untuk KI yang membantu saya dalam berdiskusi untuk menentukan latar belakang penelitian.

Terlepas dari ucapan terima kasih yang telah saya berikan kepada berbagai pihak, sayalah yang bertanggungjawab penuh atas semua kesalahan yang mungkin terjadi dalam skrispi ini. Peneliti menyadari skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan sehingga peneliti terbuka akan setiap kritik dan saran yang disampaikan untuk perkembangan yang lebih baik.

Yogyakarta, 19 Oktober 2020

Peneliti,

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……….i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING……….ii

HALAMAN PENGESAHAN………...iii

HALAMAN MOTTO………...iv

HALAMAN PERSEMBAHAN………...v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………...vi

ABSTRAK……….……vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS……….ix

KATA PENGANTAR……….…...x DAFTAR ISI………….………...xiii DAFTAR GAMBAR………...……...xvi DAFTAR TABEL………...….…xvii BAB I PENDAHULUAN……….1 Latar Belakang ………...1 Pertanyaan Penelitian ………...13 Tujuan Penelitian………...13 Manfaat Penelitian………....13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……….…...15

(10)

Stress………..………..17 Pengertian……….17 Tanda-Tanda Stress………..………....18 Sumber Stress……… ……….……... ………….19 Coping Stress………..21 Pengertian……….21 Bentuk Coping ……….………...22 Kerangka konseptual………...26

BAB III METODE PENELITIAN………...30

Jenis dan Desain Penelitian………...……...30

Fokus Penelitian………...31

Partisipan……….…....32

Peran Peneliti………...33

Metode Pengambilan Data………. ……...34

Analisis dan Interpretasi Data………...38

Kredibilitas Data ……….... ..….……..43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………...……….44

Pelaksanaan Penelitian………...44

Latar belakang Partisipan dan Dinamika Proses Wawancara...46

Hasil Penelitian………....52

Stress………...53

Coping stress……….….63

Pembahasan………..…....85

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….………...96

(11)

Keterbatasan Penelitian………...98

Saran………...99

DAFTAR PUSTAKA………..101

LAMPIRAN……….105

Lampiran A. Informed Consent ………....106

(12)

DAFTAR GAMBAR

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Pedoman Wawancara……….39

Tabel 2 Aspek dan indikator seseorang yang mengalami stress………...43

Tabel 3 Jenis coping dan indikator yang digunakan………..44

Tabel 4 Waktu dan Tempat wawancara………....48

(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Berdasarkan berita harian CNN Indonesia jumat 19 Mei 2017 dilaporkan empat orang Prajurit TNI tewas dan 8 luka-luka saat melakukan gladiresik latihan tempur pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) dan pertempuran darat 2017 di Natuna, Kepulauan Riau. Selain itu, berita harian Kompas Selasa, 4 Desember 2018, Pos TNI di Distrik Mbua Hancur diserang oleh kelompok bersenjata (KKB), satu orang TNI Yonif 755 Kostrad. Pada dasarnya, dinas militer membawa risiko cedera dan kematian. Risiko ini paling jelas selama masa perang, tetapi juga ada selama misi kemanusiaan dan penjaga perdamaian, serta selama pelatihan lapangan (Burrell et al, 2006).

Pada umumnya pasangan yang sudah menikah tentu menginginkan tinggal serumah dengan pasangan. Akan tetapi, mengingat adanya berbagai alasan, pasangan suami istri tidak dapat memenuhi keinginan untuk tinggal bersama pada pada waktu tertentu. Seorang istri TN-AD harus bersedia menghadapi konsekuensi dari penugasan suami, yaitu ditinggalkan dalam waktu yang cukup lama yang akan berdampak pada kehidupan perkawinan dan seluruh anggota keluarga (Prakash et al, 2011). Selama suami sedang ditugaskan, beberapa istri cenderung untuk menghindari berita tentang perang yang terjadi pada militer karena istri menyadari bahwa pekerjaan suami sangat rentan dan menyadari bahwa mati ataupun cidera mungkin saja terjadi pada suaminya.

(15)

Selama suami bertugas, terdapat dua beban tambahan yang harus ditanggung oleh istri prajurit. Pertama beban psikis yaitu istri harus menyesuaikan diri dengan ketidakhadiran suami yang menyebabkan perasaan kesepian, perpisahan, kecemasan serta risiko yang mungkin dialami suami seperti kecelakaan maupun kematian pasangan saat dalam satuan tugas. Kedua adalah peran ganda yaitu istri mengambil alih peran suami serta ayah dalam keluarga, termasuk peran-peran mengatur urusan rumah dan mengasuh anak. Selain itu, peran lain yang harus dijalani istri prajurit TNI Angkatan Darat adalah turut menjalankan organisasi Persatuan Istri Prajurit (Persit).

Dalam proses menyesuaikan diri dengan ketidakhadiran suami, istri harus mengelola rumah tangga akibat penugasan suami. Tampaknya hal ini sangat menantang bagi wanita yang sedang hamil atau yang memiliki anak kecil, karena banyak ibu muda mengalami kesulitan untuk mempertahankan rutinitas sementara suami mereka ditugaskan (Kelly, et al., 1994). Penelitian lain yang dilakukan oleh (Marnocha, 2012) menemukan bahwa kekacauan emosi merupakan salah satu fase yang muncul pada istri tentara yang sedang ditinggalkan saat penugasan suami. Sebagian besar peserta merasakan adanya peningkatan stress kehidupan sehari-hari, dengan tanggung jawab tambahan dan hilangnya bantuan pasangan. Misalnya saat istri baru melahirkan, mereka harus siap ditinggalkan suami untuk penugasan sehingga harus merawat bayinya tanpa kehadiran suami.

Menurut Lazarus (1997) Stress diartikan ketika seseorang mengalami tuntutan yang melampaui sumberdaya yang dimilikinya untuk melakukan penyesuaian diri. Dalam keadaan stress, terdapat kesenjangan atau

(16)

ketidakseimbangan antara tuntunan dan kemampuan individu baik tuntutan internal maupun eksternal. Sementara Slamet dan Markam (2003) mengartikan stress sebagai keadaan dimana beban yang dirasakan seseorang tidak sepadan dengan kemampuan untuk mengatasi beban itu.

Pada saat seseorang mengalami stress, gejala fisik yang paling sering ditemukan selama penugasan prajurit pada istri yaitu detak jantung akan meningkat, tekanan darah pada tubuh akan meningkat, meningkatkan intensitas pernafasan, akan terjadi tegang pada otot perut, sakit kepala dan kelelahan. Sementara gejala psikologis yang muncul seperti insomnia, gangguan makan, perubahan menstruasi, masalah perilaku, kesepian, kesedihan, munculnya rasa khawatir atau cemas (Blount, et al., 1992). Litiloly dan Swastiningsih (2014) juga menemukan gejala stress yang dialami istri yang menjalani long distance marriage yaitu adanya perasaan cemas, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan secara drastis, gangguan tidur serta meningkatnya rasa malas selama ditinggal suami bekerja keluar daerah.

Dalam menangani stress yang dialami istri tentara akibat penugasan suami, maka diperlukan strategi coping. Menurut Lazarus dan Folkman (1998) coping adalah usaha-usaha individu baik secara kognitif maupun perilaku untuk mengatasi, mengurangi atau mentolelir tuntutan-tuntutan internal maupun eksternal yang disebabkan oleh hubungan antara individu dengan peristiwa-peristiwa yang dinilai menimbulkan stress. Pada saat suami bertugas, istri TNI-AD harus menjalani kehidupan tanpa kehadiran suami dan tidak bisa berkomunikasi setiap saat dengan suami. Hal ini mengakibatkan sulitnya bagi istri

(17)

untuk mendapatkan dukungan, terutama secara emosional dari suami sebagai salah satu bentuk coping. Selain itu, permasalah coping lainnya yaitu, ketika tinggal di batalyon, istri memiliki keterbatasan waktu untuk ke luar rumah, sehingga tidak memiliki waktu yang leluasa untuk bisa bertemu teman dan keluarga. Shin (2006) menyatakan bahwa dukungan sosial dari keluarga, teman dan pasangan secara signifikan menunjukkan kesejahteraan psikologis yang lebih baik. Selain itu, permasalahan coping lainnya yang dialami istri TNI-AD yaitu adanya keterbatasan dalam penggunaan emotional focused coping terutama dalam mengekpresikan emosi-emosi negatif yang dirasakan, karena istri perlu menjaga sikap dan tutur kata, baik lisan maupun dalam media sosial.

Lazarus dan Folkman (1986) membagikan dua cara coping yaitu coping yang berfokus pada masalah (problem focused coping) dan coping yang berfokus pada emosi (emotion focused coping). Problem-focused coping pertama, terdiri dari planful problem solving, dimana seseorang berusaha mengubah situasi, mengacu pada perencanaan atau tentang cara menyelesaikan masalah termasuk berpikir tentang pilihan dan memikirkan konsekuensi masa depan. Kedua, seeking social support, strategi ini melibatkan orang lain sebagai sumber daya untuk membantu mencari solusi dari masalah yang dihadapi. Ketiga, confrontative coping, merupakan upaya agresif yang dilakukan seseorang untuk mengubah situasi seperti menunjukkan kemarahan, membuat orang bertanggungjawab untuk mengubah pikirannya serta berjuang untuk hal yang diinginkan, termasuk melakukan hal yang bertentangan dengan aturan.

(18)

Sementara coping yang berfokus pada emosi (emotional focused coping) terdiri dari lima kategori. Pertama, yaitu self controlling (pengendalian diri) merupakan upaya seseorang untuk mengatur perasaan dan tindakannya sebelum melakukan sesuatu. Kedua, accepting responsibility (menerima tanggungjawab) yaitu mengakui perannya sendiri dalam masalah yang dihadapi, menerima segala sesuatu yang terjadi saat ini dan menyesuaikan diri dengan kondisi yang dialami. Ketiga, distancing (menjaga jarak), pada coping ini, seseorang berupaya mengelola emosi dengan berusaha menghindar atau berhenti memikirkan masalah. Keempat, escape avoidance (penghindaran masalah) yaitu upaya seseorang untuk melarikan diri atau menghindari situasi yang menyebabkan stress. Kelima, positif reappraisal (penilaian positif) yang berfokus pada pertumbuhan pribadi, misalnya berdoa dan bersyukur.

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini penting untuk dilakukan. Saat istri Prajurit TNI-AD ditingal tugas oleh suami yang bertugas di luar daerah pada waktu lebih dari 3 bulan. Maka istri akan mengalami stress karena ketidakhadiran suami yang menyebabkan perasaan kesepian, kurangnya pengungkapan kasih sayang, hilangnya bantuan pasangan dalam mengurus rumah tangga seperti mengurus anak dan mengurus rumah. Selain itu, Risiko cidera dan kematian pada saat suami bertugas di daerah rawan konflik menjadi salah satu beban psikis bagi istri. Ketika istri dapat mengelola stress dan menemukan coping yang tepat, maka diharapkan istri dapat lebih memahami dan menerima akan tanggung jawab penugasan suami agar terhindar dari konflik. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti ingin mengungkap pengalaman stress yang dialami istri TNI-AD serta

(19)

coping yang digunakan dalam menangani stress. Jika istri dapat mengelola stress dengan baik dan menemukan coping yang tepat maka hal ini dapat mempengaruhi kehidupan perkawinan suami istri dan berdampak pada kesejahteraan pasangan karena dapat mengelola respon stress dengan baik.

Penelitian sebelumnya yang meneliti mengenai istri anggota TNI-AD yang tinggal di Batalyon diantaranya, Damayanti, dkk ( 2016) pada istri tentara yang tinggal di batalyon Kaveleri 3/tank Singosari, Malang. Dalam penelitian pada 6 subjek ditemukan bahwa selama penugasan suami, istri merasa gelisah mendengar suami akan ditugaskan meskipun istri memahami penugasan suami. Disisi lain, istri merasa bangga namun khawatir saat suami bertugas karena kesulitan menggantikan peran ayah dan merawat anak. Seorang istri yang suaminya mendapatkan penugasan diwajibkan untuk menetap di batalyon dengan tujuan untuk keamanan serta memudahkan pengawasan. Pada penelitian tersebut, peneliti menyarankan agar penelitian selanjutnya menindaklanjuti stress yang dialami istri tentara dan mekanisme coping yang digunakan serta melengkapi credibility dengan melakukan triangulasi data pada pejabat setempat.

Penelitian mengenai istri anggota prajurit TNI juga dilakukan oleh Amelia, dkk (2018) mengenai hubungan antara self disclosure dan religius dengan komitmen pernikahan pada istri TNI-AL. Sebagai seorang istri prajurit TNI-AL harus siap menerima konsekuensi ditinggal berlayar sewaktu-waktu dalam waktu tertentu. Penugasan suami menimbulkan rasa khawatir dan cemas pada istri. Oleh sebab itu, perlunya religiusitas pada istri TNI-AL. Selain itu, istri diharapkan lebih

(20)

terbuka dengan menceritakan segala sesuatu kepada suami serta melakukan kegiatan positif saat penugasan suami.

Rachmawati dan Mastuti (2013) yang meneliti mengenai perbedaan tingkat kepuasan perkawinan pada istri Brigif 1 Marinir TNI-AL yang mengalami long distance marriage. Pada penelitian ini ditemukan adanya perbedaan tingkat kepuasan perkawinan ditinjau dari tingkat penyesuaian perkawinan pada istri anggota BRIGIF MARINIR TNI-AL yang mengalami long distance marriage. Penelitian lain yang meneliti pernikahan jarak jauh pada istri pelaut TN-AL ditemukan bahwa awal menjalani pernikahan jarak jauh, ke empat subjek merasakan kesedihan dan seiring berjalannya waktu, istri dapat memahami situasi dan kondisi saat menjalani pernikahan jarak jauh. Problematika yang dialami istri TNI-AL yaitu permasalahan pengasuhan, komunikasi dan pembagian peran. Kendala utama yang dirasakan terkait komunikasi adalah terkait sinyal, karena suami bekerja di laut. (Supatmi & Masykur, 2018).

Penelitian mengenai stress dan coping yang dilakukan diluar negeri seperti yang dilakukan Wheeler dan Stone (2010) ditemukan bahwa beberapa responden mengandalkan saran dari keluarga dan teman-teman yang mengalami situasi yang sama. Hubungan dengan teman menjadi lebih kuat karena menghadapi pengalaman yang sama. Tanda stressor yang ditemukan terkait penugasan suami yaitu masalah yang mempengaruhi kondisi emosi dan fisik istri, kesulitan dengan tangnggungjawab membesarkan anak serta ketidakpastian masa depan. Meskipun istri mengalami kesulitan akibat penugasan suami, sebagian besar subjek membahas mengenai kekuatan yang mereka kembangkan akibat pemisahan, istri

(21)

mengalami kesadaran baru tentang masalah sosial serta kesadaran akan prioritas dan hubungan dalam kehidupan mereka sendiri. Sehingga peneliti juga menyarankan agar penelitian masa depan meneliti mengenai wawasan dalam pertumbuhan pribadi yang terjadi pada individu atau kekuatan positif yang dikembangkan oleh istri akibat penugasan suami.

Penelitian lainnya yang juga dilakukan diluar Negeri (Cafferky & Shi, 2015) memaparkan strategi coping yang dilakukan oleh istri militer saat suami ditugaskan yaitu adanya kedekatan tidak realistis selama suami ditugaskan seperti menghabiskan waktu dengan menangis dikamar serta menunggu dering telepon dari suami dan hampir tidak bisa meninggalkan telepon selulernya. Beberapa istri memanfaatkan kekuatan emosional mereka dengan membawa kemeja suami untuk tidur agar terasa dekat dengan suaminya. Selain itu, beberapa istri menggunakan jurnal harian untuk mengekspresikan perasaannya dan menceritakan kegiatan sehari hari untuk suami.

Penelitian lain mengenai stress dan coping pada suami istri yang dilakukan oleh Litiiloly dan Swastiningsih (2014) menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomelogis mengenai dampak psikologis yang dialami subjek penelitain saat ditinggal suami bekerja diluar daerah yaitu adanya perasaan cemas dan khawatir, penurunan nafsu makan, gangguan tidur, serta meningkatnya rasa malas. Selain itu, istri merasa terbebani dalam mengurus anak serta muncul perasaan bersalah karena tidak menjalankan kewajibaan sebagai seorang istri untuk melayani suami. Penelitian yang meneliti mengenai coping stress yaitu mengenai Strategi Penanggulangan Stress pada Istri Prajurit Batalypn X yang

(22)

sedang ditinggal tugas suami pertama kali” menggunakan metode purposive sampling dan sampel dalam penelitian tersebut berjumlah 84 istri prajurit dengan menggunakan alat ukur kuisioner Ways of coping dari Lazarus dan Folkman (1986) oleh Barlyra (2014).

Berdasarkan beberapa penelitan diatas, beberapa penelitian mengenai stress di kehidupan istri tentara memang sudah pernah dilakukan. Berdasarkan tinjauan pustaka, peneliti menemukan beberapa defisiensi. Dari segi konsep, peneliti menggunakan konsep stress Safarino (1998) yang terdiri aspek fisik dan aspek psikologis pada konteks istri TNI-AD masih sedikit ditemukan. Selain itu, belum ditemukan penelitian yang membahas mengenai sumber stress oleh Thoits (1995) pada konteks istri TNI-AD saat ditinggal suami bertugas.

Penelitian lainnya pada istri TNI-AD mengenai resiliensi diri ditemukan bahwa informan secara tidak langsung mengasah kemampuan mereka untuk belajar mengontrol emosi, mengendalikan kesulitan dengan menghadapi kesulitan dengan tenang, memiliki sikap optimisme, menerima berbagai risiko serta tantangan di masa depan (Armanda sari & Wulandari, 2015)

Pada konsep coping, memang sudah banyak yang menggunakan coping stress menurut Lazarus & Folkman (1986). Akan tetapi, pada konteks responden istri TNI-AD masih sedikit diteliti.

Ditinjau dari metode yang digunakan, peneliti terdahulu menggunakan metode kuantitatif untuk mengukur stress dan melihat coping yang digunakan pada istri tentara. Metode penelitian tersebut, kurang dapat mengungkapkan kondisi stress yang sebenarnya dialami istri TNI-AD yang tinggal di Batalyon

(23)

saat suami bertugas didaerah yang berbeda. Selain itu, juga dirasa kurang bisa mengungkapkan strategi coping yang digunakan dalam menangani stress. Adapun penelitian yang menggunakan metode kualitatif pada istri TNI-AD yang tinggal di Batalyon oleh Litiloly dan Swastiningsih (2014) sebatas menggali mengenai stress yang dialami namun belum menggali mengenai coping yang digunakan serta faktor-faktor yamg mempengaruhi stress maupun coping.

Berdasarkan defisiensi diatas, maka penelitian ini secara khusus akan mengeksplorasi pengalaman stress istri TNI-AD yang ditinggal suami bertugas berdasarkan pendekatan stress menurut Safarino dan Smith (1998). Penelitian ini juga akan mengeksplorasi strategi coping dalam menangani stress pada istri TNI-AD saat suami bertugas dengan menggunakan konsep coping Lazarus & Folkman (1986)

Penelitian ini memberikan kebaruan dari konsep, peneliti menggunakan tanda stress oleh Safarino dan Smith (1998) yang terdiri aspek fisik dan aspek psikologis. Pada penelitian sebelumnya pada konteks istri TNI-AD belum ditemukan penelitian yang menggunakan konsep stress Safarino dan Smith (1998).

Pada penelitian sebelumnya, tidak pernah memakai frame tertentu, terutama mengenai sumber stress pada konteks istri TNI-AD. Kebaharuan penelitian ini adalah penggunaan satu teori yaitu teori Thoits (1995) yang terdiri dari life event, chronic event dan daily hassles dalam mengidentiffikasi sumber stress.

Pada konsep coping, memang sudah banyak yang menggunakan coping stress menurut Lazarus & Folkman (1986). Akan tetapi, pada konteks responden

(24)

istri TNI-AD masih sedikit diteliti. Konsep coping menurut Lazarus (1986) terdiri dari 2 tipe coping utama yaitu problem focused coping dan emotional focused coping.

Adapun konsep coping lainnya yang juga menggunakan 2 tipe coping utama, problem focused coping dan emotional problem coping yaitu Stuart dan Sundeen (1991). Meskipun keduanya sama menggunakan coping yang berfokus pada masalah dan coping yang berfokus pada emosi, akan tetapi peneliti lebih memilih menggunakan konsep coping menurut Lazarus. Adapun kelemahan coping yang dimiliki Stuart dan Sundeen (seperti dikutip dalam Maryam, 2017) yakni, pada problem coping Stuart dan Sundeen tidak terdapat planful problem coping yaitu bentuk coping yang diperlukan untuk mengubah keadaan dalam memecahkan masalah. Selain itu, pada emotional focused coping, konsep coping oleh Lazarus seperti self control, accepting responsibility dan positif reappraisal lebih memiliki perseptif yang lebih positif pada copingnya. Sebaliknya, pada konsep emotional coping Stuart dan Sundeen cenderung mengarah pada coping yang negatif seperti penggunaan deniel, rasionalisasi, kompensasi, represi, regresi, proyeksi dan displacement, yang dirasa kurang sesuai pada konteks partisipan.

Partisipan yang dipilih dalam penelitian ini adalah Istri Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD) yang ditinggal suami bertugas. kriteria inklusif partisipan adalah pernah atau sedang ditinggal suami bertugas pada daerah yang berbeda lebih dari 3 bulan serta memiliki anak. Hurlock dan Elisabeth (1997) mengatakan bahwa salah satu penunjang dalam penyesuaian

(25)

perkawinan adalah masa menjadi orangtua dan jika anak pertama lahir pada tahun pertama perkawinan. Apabila pasangan belum bisa menyesuaikan diri maka akan mengalami stress.

Peneitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain analisis isi kualitatif (AIK) dengan menggunakan pendekatan deduktif-terarah. Peneliti akan melakukan proses klasifikasi sistematis berupa coding pada teks untuk mengidentifikasikan suatu tema atau pola (Hsieh & Shannon, 2015, seperti dikutip dalam Supratiknya, 2015). Metode analisis data yang akan digunakan yaitu analasis isi terarah. Sedangkan prosedur pengambilan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan metode wawancara semi terstruktur.

Pertanyaan Penelitian

Bagaimanakah gambaran stress dan coping pada istri TNI-AD dalam menangani stress saat suami bertugas?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali pengalaman stress istri TNI-AD selama ditinggal suami bertugas serta ingin mengetahui coping yang digunakan dalam menangani stress berdasarkan pendekatan Lazarus dan Folkman (1986).

(26)

Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi pengetahuan baru di bidang psikologi sosial dan klinis, khususnya yang berkaitan dengan stress dan coping bagi istri tentara yang suaminya sedang dalam tugas militer.

Manfaat Praktis

Manfaat penelitian ini yaitu dapat digunakan sebagai acuan bagi para psikolog TNI-AD dalam memberikan treatment yang tepat bagi para istri TNI-AD yang ditinggal bertugas. Selain itu, dapat menjadi acuan para calon istri tentara agar dapat memiliki gambaran mengenai stress dan coping yang dialami istri prajurit TNI-AD.

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Istri Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD

Berdasarkan UU no 34 tahun 2004 tentang tugas TNI Angkatan Darat yaitu melaksanakan tugas TNI mantra darat di bidang pertahanan, melaksanakan tugas TNI dalam menjaga keamanan wilayah perbatasan darat dengan negara lain. Melaksanakan tugas TNI dalam pengembangan kekuatan mantra darat dan melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan di darat. Sebagai istri prajurit TNI Angkatan Darat tidak dapat dipisahkan dari anggota TNI-AD, baik dalam melaksanakan tugas organisasi maupun dalam kehidupan pribadi. Oleh karena itu, istri prajurit TNI-AD harus mensukseskan tugasnya baik sebagai kekuatan pertahanan keamanan maupun sebagai komponen pembangunan bangsa. Selain mendampingi suami dalam menunaikan tugas negara, istri TNI-AD juga tergabung dalam organisasi istri prajurit TNI-AD yang bernama persit kartika Chandra kirana atau biasa disebut persit.

Istri yang memiliki suami seorang TNI harus bersedia menghadapi konsekuensi dari penugasan suami, yaitu ditinggalkan dalam waktu yang cukup lama yang akan berdampak pada kehidupan perkawinan dan seluruh anggota keluarga (Praskah et al 2011). Selama suami bertugas, istri harus mengurus rumah tangga sendiri seperti memperbaiki genteng yang bocor, mengelola keuangan sendiri dalam rumah tangga serta mengurus anak.

Pasangan suami istri idealnya tinggal serumah, namun karena tuntutan pekerjaan yang mengharuskan salah satu pasangan bekerja di luar daerah, dalam

(28)

waktu yang cukup lama, maka pasangan suami istri harus menjalani long distance

marriage. Istri yang memiliki suami seorang TNI harus bersedia menghadapi konsekuensi dari penugasan suami, yaitu ditinggalkan dalam waktu yang cukup lama yang akan berdampak pada kehidupan perkawinan dan seluruh anggota keluarga (Praskah et al 2011).

Selama suami bertugas, istri harus mengurus rumah tangga sendiri seperti memperbaiki genteng yang bocor, mengelola keuangan sendiri dalam rumah tangga serta mengurus anak. Hal ini juga dialami oleh istri pelaut yang mengalami

long distance marriage, yaitu adanya perasaan cemas, khawatir, serta merasa

terbebani mengurus anak sendiri (Litiloly & Swastiningsih, 2014). Hal ini juga didukung oleh Supatmi dan Masykur (2018) yang meneliti mengenai hubungan pernikahan jarak jauh pada istri pelaut, yaitu adanya permasalahan dalam pengasuhan anak dan komunikasi tidak lancar.

Adapun hal yang membedakan antara istri TNI-AD dengan istri yang mengalami long distance marriage lainnya, selain harus mengurus rumah tangga sediri tanpa bantuan suami serta mengantikan peran suami, istri TNI-AD juga berperan sebagai anggota organisasi persatuan istri prajurit (persit). Selain mendukung tugas suami, seorang istri TNI-AD dalam keanggotaannya sebagai persit juga turut mendukung kebijakan pimpinan TNI-AD dengan membina dan mengarahkan perjuangan istri anggota TNI-AD, menciptakan rasa persaudaraan dan kekeluargaan, rasa persatuan dan kesatuan, serta senasib sepenanggungan sebagai istri prajurit.

(29)

Berdasarkan website resmi Komandan Cadangan Strategi Angkatan Darat (KOSTRAD, diunduh tanggal 26 September 2017) Persit Chandra kirana melaksanakan senam dan olahraga bersama. Kegiatan rutin ini dilaksanakan dua kali seminggu tepatnya pada hari selasa dan dan jumat yang diikuti oleh seluruh anggota persit yang dipimpin langsung oleh ketua persit. Kegiatan olahraga bersama merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menjaga dan memelihara kebugaran dan kesehatan. Selain itu, kegiatan tersebut juga sebagai kesempatan untuk saling bersilaturahmi, sehingga anggota persit semakin akrab, kompak, bisa bersenang-senang, bercanda ria dan melepaskan penat dibalik kesibukkan mengurus keluarga. Selain kegiatan olahraga, kegiatan rutin lainnya yaitu pertemuan rutin arisan bulanan, dengan tujuan untuk meningkatkan kebersamaan dan menjalin silaturahmi, serta memberikan pengarahan sekaligus informasi yang berkembang (tni.ad.mil)

Selain itu, pangkat suami dalam TNI-AD menentukan jabatan istri dalam keanggotaan persit. Hal ini berarti bahwa, semakin tinggi pangkat suami, maka istri juga memiliki pangkat yang tinggi dan lebih berpengaruh dalam organisasi (Chotimah & Hadi, 2014). Selain itu, saat suami ditugaskan, istri harus tinggal di batalyon. Istri yang tinggal di batalyon harus mengikuti peraturan yang ada di batalyon, misalnya apabila ada keperluan di luar batalyon, istri harus membuat laporan kepada penjaga yang bertugas.

(30)

Stress

Pengertian stress

Lazarus (1998) menyebutkan stress terjadi ketika seseorang mengalami tuntutan yang melampaui sumberdaya yang dimilikinya untuk melakukan penyesuaian diri. Dalam keadaan stress, terdapat kesenjangan atau ketidakseimbangan antara tuntutan dan kemampuan individu baik internal maupun eksternal. Individu yang mengalami stress merasa tidak berdaya terhadap peristiwa-peristiwa yang ada disekitarnya. Slamet dan Markam (2003) juga mengartikan stress adalah suatu keadaan dimana beban yang dirasakan seseorang tidak sepadan dengan kemampuan untuk mengatasinya. Sedangkan stress menurut Robert S. Feldman, 1989 (seperti dikutip dalam Fausiah & Widury, 2008) mengartikan stress sebagai proses yang menilai suatu peristiwa sebagai sesuatu yang mengancam, menantang, ataupun membahayakan dan individu merespon peristiwa itu pada level fisiologis, emosional, kognitif, dan perilaku.

Dalam menghadapi stress, setiap individu memiliki cara penyesuaian diri yang khusus. Hal tersebut tergantung bagaimana individu tersebut berusaha menghadapi (coping) situasi yang menekan yang tergantung dari kemampuan yang dimiliki, pengaruh lingkungan, pendidikan dan bagaimana ia mengembangkan dirinya (Slamet & Markam, 2003).

(31)

Tanda-Tanda Stress Aspek Fisik

Beberapa gejala fisik yang dirasakan seseorang ketika sedang mengalami stress yaitu, sakit kepala, tidur tidak nyenyak, hilangnya nafsu makan serta produksi keringat berlebih (Safarino, 1998). Beberapa penelitian menemukan bahwa stress memberikan pengaruh yang buruk pada fungsi kekebalan tubuh dan hal ini berarti dapat berhubungan dengan munculnya berbagai penyakit fisik. Selain itu, perasaan kehilangan ternyata dapat menyebabkan perubahan pada sistem kekebalan tubuh. Penelitian lain yang dilakukan oleh Stone dan Neale (seperti dikutip dalam Fausiah & Widury, 2008) menunjukkan bahwa peristiwa kehidupan sehari-hari dapat mempengaruhi fluktuasi mood atau perasan seseorang. Peningkatan peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan disertai dengan menurunnya peristiwa yang menyenangkan dapat menurunkan mood pada seseorang. Keluhan somatisasi yang paling umum terjadi yaitu merasa lelah atau memliki sedikit energi, kram menstruasi atau masalah lain saat periode, masalah sakit punggung,kesulitan tidur, dan sakit kepala (Burton, 2009).

Aspek Psikologis

Pada tanda-tanda psikologis dapat dibedakan menjadi aspek kognisi, emosi dan tingkahlaku.

Kognisi. Tanda tanda stress dari aspek kognisi seperti daya ingat menurun, mudah lupa, konsentrasi berkurang sehingga kurang fokus. Keluhan orang yang mengalami stress termasuk mimpi buruk, konsentrasi dan daya ingat

(32)

berkurang. Wheeler (2005) mengatakan bahwa rasa takut akan keselamatan menyebabkan kurangnya konsentrasi pada tugas sehari-hari.

Emosi. Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa pasangan suami-istri yang suaminya sedang mendapat penugasan, menunjukkan berbagai tahap kesedihan dan kehilangan, termasuk kemarahan, depresi, dan penerimaan. Tanda-tanda stress lainnya dari segi emosi yaitu mudah marah, kecemasan berlebih, merasa sedih atau depresi.

Tingkah Laku. Pada aspek tingkah laku gejala stress seperti mudah menyalahkan orang lain, mencari kesalahan orang lain, melanggar norma serta menunda pekerjaan.

Sumber Stress

Sumber stress diartikan sebagai segala sesuatu atau pemicu yang menyebabkan individu merasa tertekan atau terancam. Sumber stress terdiri dari life event (peristiwa kehidupan), chronic strain (ketegangan kronis) dan daily hasless (permasalahan kehidupan sehari-hari).

Life Event (Peristiwa Kehidupan)

Life event merupakan suatu peristiwa bermakna yang berpotensi dapat membuat individu mengalami stress, sehingga membuat individu mengalami perubahan aktivitas yang pernah dilakukannya sehari-hari (Dohrenwend, 2006). Life event berfokus pada perubahan-perubahan dalam kehidupan yang membutuhkan penyesuaian. Faktor ini disebabkan oleh interaksi individu dengan lingkungan seperti pindah rumah, hilang pekerjaan dan lainnya.

(33)

Chronic Strain (Ketegangan Kronis)

Sumber stress kronis terkait dengan interaksi individu dan kondisi yang dihadapi dalam melaksanakan tanggungjawab peran sosial utama (Pearlin 1982, 1999a, Pearlin et al 1981; Wheaton 1986 ) Pada ibu yang memiliki anak, stress pengasuhan timbul akibat ketidaksesuaian antara tuntutan yang dirasakan orangtua dan kemampuan orangtua dalam memenuhi tuntutan tersebut.

Sumber stress ini berasal dari dalam individu seperti stressor psikologis tekanan dari dalam diri individu yang bersifat negatif seperti frustasi, kecemasan, rasa bersalah, takut maupun cemburu. Stress kronis juga disebutkan sebagai kesulitan hidup yang berulang.

Konflik peran sosial seperti tuntutan untuk menjadi orangtua tunggal dan kekhawatiran bahwa suami akan terluka termasuk dalam chronic strain yang menimbulkan stress psikologis dari aspek emosional pada istri TNI-AD yang ditinggalkan. Marnocha (2012) mengatakan bahwa adanya peningkatan stress pada istri tentara dengan tanggung jawab tambahan dan hilangnya bantuan pasangan, terutama saat istri baru melahirkan dan harus merawat bayi tanpa kehadiran suami. Kekhawatiran bahwa suami akan terluka atau tidak dapat kembali ke rumah meningkatkan tingkat kecemasan pada istri, terlebih ketika mengetahui ada tentara lain yang terluka atau tewas saat bertugas (Dimiceli, 2009).

(34)

Daily Hassles (Peristiwa Kehidupan Sehari-hari)

Daily Hassles adalah permasalahan sehari-hari yang terdapat kesulitan kesulitan, tetapi kesulitan tidak berlangsung terus-menerus dan bisa terselesaikan dengan waktu yang singkat. Sumber stress ini juga disebutkan sebagai tuntutan yang menjengkelkan, memuat frustasi serta menyusahkan. Daily hassles disebabkan dari beberapa sumber, diantaranya yaitu bidang sosial, fisik serta faktor situasional (Kanner et al, 1981).

Penelitian yang dilakukan oleh Stone Neale (dalam Fausiah & Widury, 2008) menunjukkan bahwa peristiwa kehidupan sehari-hari dapat mempengaruhi fruktuasi mood atau perasaan seseorang akibat meningkatnya peristiwa yang tidak menyenangkan disertai dengan menurunnya peristiwa yang menyenangkan dapat menurunkan mood pada seseorang.

Sumber daily hassles (peristiwa kehidupan sehari-hari) dapat juga disebabkan oleh sumber chronic strain atau peristiwa yang berulang. Berdasarkan sumber stress tersebut, maka istri TNI-AD yang ditinggalkan suami bertugas memerlukan coping stress untuk bisa mengatasi stress yang dirasakan.

Coping Stress

Pengertian

Menurut Lazarus dan Folkman (1998) coping stress adalah usaha-usaha individu baik secara kognitif maupun perilaku untuk mengatasi, mengurangi atau mentolerir tuntutan-tuntutan internal maupun eksternal yang disebabkan oleh

(35)

hubungan antara individu dengan peristiwa-peristiwa yang dinilai menimbulkan stress. Seseorang dapat melakukan bermacam-macam cara penyesuaikan diri untuk mengatasi berbagai macam stress. Tiap orang mempunyai cara-cara penyesuaian diri yang khusus, yang tergantung dari kemampuan-kemampuan yang dimiliki, pengaruh-pengaruh lingkungan, pendidikan, dan bagaimana ia mengembangkan dirinya. Hal ini didukung oleh Fausiah dan Widury (2008) yang mengatakan bahwa penggunaan coping tidak dapat dipastikan mana yang terbaik yang dapat berlaku untuk semua orang, mungkin yang terbaik adalah menggunakan kedua coping secara fleksibel.

Bentuk Coping

Penelitian ini menggunakan teori coping Lazarus dan Folkman (1986) yang terdiri dari 2 tipe coping, yaitu problem focused coping dan emotional focused coping.

Problem Focused Coping

Problem focused coping adalah suatu tindakan yang diarahkan untuk memecahkan masalah. Perilaku coping ini cenderung dilakukan jika individu merasa bahwa sesuatu yang konstruktif dapat dilakukan terhadap situasi yang menekan, atau individu merasa yakin bahwa sumber daya yang dimiliki dapat mengubah situasi (Maryam, 2017).

Individu yang menggunakan problem focused coping, biasanya langsung mengambil tindakan untuk memecahkan masalah atau mencari informasi yang berguna untuk membantu memecahkan masalah. (Fausiah & Widury, 2008).

(36)

Planful Problem Solving. Seseorang yang menggunakan coping ini melakukan upaya untuk mengubah situasi. Mengacu pada semua perencanaan atau pemikiran tentang cara menyelesaikan masalah termasuk berpikir tentang pilihan, memikirkan konsekuensi di masa depan, dan melibatkan pendekatan analitik dimana seseorang memikirkan cara untuk memecahkan masalah yang melibatkan perencanaan sekaligus mengeksekusi rencana tersebut menjadi sebuah tindakan langsung.

Seeking Social Support. Strategi ini melibatkan orang lain sebagai sumber daya untuk membantu mencari solusi dari masalah yang dihadapi, termasuk mencari saran, informasi atau bantuan langsung dan juga dukungan emosional. Dukungan sosial dari keluarga, teman dan pasangan secara signifikan menunjukkan kesejahteraan psikologis yang lebih baik dan tingkat depresi yang lebih rendah (Shin, 2006). Selama suami bertugas, dukungan sosial dari teman dapat membantu mengurangi rasa kesepian. Mengunjung keluarga atau dikunjungi oleh keluarga, dianggap sebagai hal yang menghibur dan menyenangkan karena dapat bericara dan mencari saran dari keluarga dan teman (Wheeler & Stone, 2010). Meskipun demikian, dukungan sosial dari teman pada lingkungan militer bukan menjadi faktor utama. Hal ini mungkin disebabkan karena ketika bercerita kepada sesama teman lingkungan militer, akan ada rasa khawatir jika rahasia mereka diketahui dan dianggap tidak mampu menghadapi tantangan (Dandeker et, al. 2006). Penelitian yang sejalan dengan penelitian ini mengatakan bahwa seseorang mungkin merasa malu

(37)

dengan meminta dukungan karena akan merasa bahwa dengan mencari dukungan akan dilihat sebagai seseorang yang tidak berdaya.

Confrontative Coping. Upaya agresif untuk mengubah situasi seperti menunjukkan tingkat permusuhan, mengekspresikan kemarahan pada orang yang menyebabkan masalah serta memuat orang bertanggung jawab untuk mengubah pikirannya. Selain itu, pengguna coping ini akan berjuang untuk apa yang ia inginkan dan melakukan sesuatu hal meskipun dipikir tidak berhasil, tetapi setidaknya ia telah melakukan sesuatu. Bereaksi mengubah keadaan yang dapat mengambarkan tingkat risiko yang harus diambil. Hal ini juga termasuk melakukan hal yang bertentangan dengan aturan.

Emotional Focused Coping

Emotional focused coping merupakan usaha-usaha yang dilakukan seseorang dengan tujuan memodifikasi fungsi emosi, tanpa melakukan usaha untuk mengubah stressor secara langsung. Emotional focused coping cenderung dilakukan ketika individu tersebut merasa tidak dapat mengubah situasi karena sumber daya yang dimiliki tidak mampu mengatasi situasi. (Maryam, 2017). Fausiah dan Widury (2008) mengatakan bahwa, individu dengan emotional focused coping lebih menekankan pada usaha untuk menurunkan emosi negatif yang dirasakan ketika menghadapi masalah atau tekanan.

Strategi coping ini diwakili oleh lima kategori: sel control, accepting responsibility distancing, escape avoidance, dan positif appraisal.

Self Controlling (Pengendalian diri). Seseorang berupaya untuk mengatur perasaan dan tindakannya sebelum melakukan sesuatu. Hal ini juga termasuk

(38)

menyimpan perasaan sendiri dan membuat orang tidak mengetahui apa yang dirasakan. Selain itu, pengendalian diri juga mencoba untuk tidak tergesa dalam melakukan sesuatu.

Accepting Responsibility (Menerima Tanggungjawab). Seseorang mengakui perannya sendiri dalam permasalahan yang dihadapi dan berusaha menempatkan segala sesuatu sebagaimana mestinya. Seseorang menerima segala sesuatu yang terjadi saat ini dengan sebagaimaan mestinya dan menyesuaikan diri dengan kondisi yang dialami (Maryam, 2017). Misalnya, mengkritik atau menceramahi diri sendiri, meminta maaf jika melakukan kesalahan dan mencoba untuk tidak mengulangi kesalahan yang dilakukan.

Distancing (Menjaga Jarak). Pada coping ini, seseorang melakukan upaya untuk menjaga jarak, menolak untuk memikirkan masalah, mencoba untuk melupakan masalah seolah semunya baik-baik saja. Strategi ini berupaya mengelola emosi dengan berusaha menghindari atau berhenti memikirkan masalah sepenuhnya Hal ini termasuk upaya untuk menghindari berpikir tentang masalah dengan menggunakan rangsangan yang mengganggu, hiburan, atau beberapa aktivitas yang mengganggu. Misalnya dengan mendengarkan musik.

Escape Avoidance (Penghindaran Masalah). Upaya seseorang untuk melarikan diri atau menghindari situasi yang menyebabkan stress. Misalnya tidur lebih lama dari biasanya, minum alkohol dan obat-obatan terlarang. Seseorang juga mengambarkan angan-angan dengan berharap bahwa situasi akan baik-baik saja. Istri tentara seolah-olah perlu menghindari radio dan

(39)

televisi yang berhubungan dengan berita militer karena dianggap menyebabkan kecemasan tambahan (Marnocha, 2012).

Positif Reappraisal (Penilaian positif). Upaya seseorang untuk menciptakan makna positif dengan berfokus pada pertumbuhan pribadi. Seseorang yang menggunakan coping penilaian positif bertumbuh kearah yang lebih baik termasuk pengalaman religius seperti berdoa dan bersyukur.

Kerangka Konseptual

Menjadi istri prajurit TNI-AD harus siap ditinggal kapanpun selama suami menjalani panggilan tugas. Hal ini tidaklah mudah bagi seorang istri yang masih memiliki usia perkawinan dibawah 12 tahun. Istri harus menyesuaikan diri dengan ketidakhadiran suami dan tinggal di Batalyon selama suami bertugas. Sebagai pasangan suami istri tentunya ingin tinggal satu rumah. Akan tetapi, mengingat suami harus siap bertugas untuk negara maka istri harus membiasakan diri. Mengingat tugas menjadi seorang anggota TNI-AD memiliki risiko-risiko seperti cidera hingga risiko besar yaitu kematian maka istri terkadang merasa cemas/khawatir akan keselamatan suami di tempat tugas. Selama suami bertugas, terkadang juga muncul rasa kesepian karena tidak ada tempat untuk berbagi cerita bahkan membuat istri harus mengurus rumah tangga sendiri. Bagi pasangan yang sudah memiliki anak, menngurus anak sendiri menjadi beban tambahan bagi istri. Apalagi merawat anak pertama yang dimana istri mendapatkan pengalaman pertama menjadi seorang ibu yang membutuhkan suami untuk bertukar peran dalam mengurus anak. Jika istri tidak bisa beradaptasi dengan ketidakhadiran suami maka akan menimbulkan stress bagi istri. Stress yang muncul dapat berupa

(40)

stress fisik seperti kelelahan, sakit kepala dan stress psikologi seperti gangguan makan, insomnia, masalah perilaku dan lainnya.

Selama suami bertugas, istri harus bisa menyesuaikan diri dari ketidakhadiran suami. Untuk menyesuaikan diri, terdapat dua beban tambahan yang harus ditanggung oleh istri TNI-AD selama penugasan suami. Pertama, beban psikis, yaitu istri harus menyesuikan diri dari ketidakhadiran suami yang menyebabkan perasaan kesepian dan kecemasan akan risiko yang mungkin dialami suami dalam satuan tugas. Kedua, adalah peran ganda yaitu mengambil alih peran suami sebagai ayah dalam keluarga, termasuk mengatur rumah tangga dan mengasuh anak. Selain itu, istri TNI-AD juga turut serta dalam menjalankan organisasi Persatuan Istri Tentara persit). Istri TNI-AD yang dapat menyesuaikan diri dari ketidakhadiran suami dianggap dapat beradaptasi pada peran yang harus dijalankan. Akan tetapi, akan menjadi hal yang sangat menantang bagi istri yang sedang hamil atau yang memiiki anak kecil, karena banyak ibu muda mengalami kesulitan untuk mempertahankan rutinitas sementara suami mereka ditugaskan. (Kelly, 1994).

Stress terjadi ketika ketika seseorang mengalami tuntutan yang melampaui sumberdaya yang dimilikinya untuk melakukan penyesuaian diri (Lazarus, 1998). Tanda-tanda stress terbagi menjadi dua, yaitu stress fisik dan stress psikologis. Stress fisik memberikan pengaruh bagi fungsi kekebalan tubuh, yang berhubungan dengan munculnya berbagai penyakit fisik seperti sakit kepala, tidur tidak nyenyak hilang nafsu makan serta produksi keringat berlebih. Sementara aspek psikologis terdiri dari kognisi, emosi dan perilaku. Tanda stress psikologis

(41)

pada aspek kognisi seperti daya ingat menurun, konsentrasi berkurang, serta mimpi buruk. Pada tanda emosi, akan muncul rasa sedih, kemarahan, depresi, kecemasan dan munculnya rasa khawatir. Pada aspek perilaku, seseorang yang mengalami stress memiliki tanda seperti mudah menyalahkan orang lain, mencari kesalahan orang lain, menunda pekerjaann dan melanggar norma.

Untuk menangani stress maka istri TNI-AD memerlukan coping. Coping adalah usaha-usaha individu baik secara kognitif maupun perilaku untuk mengatasi, mengurangi atau mentolerir tuntutan-tuntutan internal maupun eksternal yang disebabkan individu oleh hubungan antara individu dengan peristiwa-peristiwa yang dinilai menimbulkan stress. Teori coping dalam penelitian ini yaitu menggunakan teori Lazarus dan Folkman (1986) yang terdiri dari pertama, problem focused yang terdiri dari planful problem solving, confrontative coping, dan seeking social support. Kedua, emotional focused coping, yang terdiri dari self control, avoidance, positif reappraisal, accepting responsibility serta distancing.

(42)

Gambar 1.

Bagan Kerangka Konseptual Penelitian

Istri TNI-AD di tinggal tugas Mengalami Stress:fisik dan psikologis Memerlukan coping

Emotional focused coping Problem focused coping

(43)

BAB III

METODE PENELITIAN Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitia kualitatif, yaitu jenis penelitian yang mencoba menggali dan menangkap makna mengenai isu yang diteliti, sehingga peneliti harus terjun langsung ke dalam suasana ilmiah partisipan untuk mengambil berbagai macam data, baik wawancara, observasi maupun dokumen-dokumen. Penelitian kualitatif mencoba untuk mencari gambaran menyeluruh atau holistic dari isu yang diteliti, dimana peneliti menginterpretasikannya dari apa yang dia saksikan, dengar, dan pahami (Creswell, dalam Supratiknya, 2015).

Desain dalam penelitian ini menggunakan analisis isi kualitatif (AIK) dengan pendekatan deduktif terarah, yaitu metode penelitian untuk menafsirkan secara subjektif isi data berupa teks melalui proses klasiikasi sistematik berupa coding atau pengodean dan pengidentifikasian aneka tema atau pola (Hsieh & Shannon, 2015, seperti dikutip dalam Supratiknya, 2015). Peneliti menggunakan metode ini karena sudah ada teori maupun hasil-hasl penelitian sebelumnya mengenai suatu fenomena (Supratiknya, 2015). Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengungkap pengalaman stress dan strategi coping pada konteks baru dengan menggunakan kelompok partisipan istri TNI-AD yang tinggal di Batalyon selama suami bertugas pada daerah yang berbeda. Kriteria partisipan yaitu pernah/ sedang ditinggal tugas lebih dari 3 bulan, sedang hamil atau sudah memiliki anak usia Sekolah Dasar yang tinngal di Yogyakarta. Tujuan penelitian ini untuk mengeksplorasi dinamika stress istri TNI-AD serta cara coping dengan

(44)

menggunakan teori Lazarus dan Folkman (1986) yang meliputi problem focused coping emotional focused coping. Problem focused coping terdiri dari planful problem solving, seeking social support dan confrontative coping. Emotional focused coping terdiri dari self controlling, accepting responsibility, distancing, escape avoidance serta positif reappraisal. . Untuk mengetahui hal tersebut, peneliti menggunakan prosedur pengambilan data berupa wawancara semi terstruktur, yang diharapkan dapat mendorong partisipan untuk mengungkapkan pengalamannya secara personal dan mendalam.

Fokus Penelitian

Fokus dalam penelitian ini adalah stress dan coping istri TNI-AD saat ditinggal suami bertugas. Peneliti hendak mengungkap dinamika stress yang dialami istri TNI-AD selama penugasan suami. Stress adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami tuntutan yang melampaui sumberdaya yang dimiliki untuk melakukan penyesuaian diri. Dalam keadaan stress, terdapat kesenjangan atau ketidakseimbangan antara tuntutan dan kemampuan individu baik internal maupun eksternal (Lazarus, 1998). Sementara coping stress menurut Lazarus dan Folkman (1998) adalah usaha-usaha individu baik secara kognitif maupun perilaku untuk mengatasi, mengurangi atau mentolerir tuntutan-tuntutan internal maupun eksternal. Tuntutan-tuntutan tersebut disebabkan oleh hubungan antara individu dengan peristiwa yang dinilai menimbulkan stress.

(45)

Partisipan

Penelitian ini melibatkan tiga istri TNI-AD sebagai partisipan. Kriterianya adalah pernah atau sedang ditinggal tugas lebih dari 3 bulan, sedang hamil atau memiliki anak usia Sekolah Dasar saat ditinggalkan. Hurlock dan Elisabeth (1997) mengatakan bahwa salah satu penunjang dalam penyesuaian perkawinan adalah masa menjadi orangtua dan jika anak pertama lahir pada tahun pertama perkawinan. Apabila pasangan belum bisa menyesuaikan diri maka akan mengalami stress.

Terkait pemilihan partisipan, peneliti menggunakan teknik berupa criterion sampling yaitu bertujuan untuk meninjau dan mempelajari semua kasus yang memenuhi kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti supaya sesuai dengan tujuan penelitian. Selain itu, penelitian menggunakan pendekatan purposif, yaitu memilih anggota sampel secara selektif berpedoman pada kriteria yang dirumuskan secara rinci sesuai pertanyaan penelitian. Sampel partisipan homogen, yaitu memiliki karekteristik yang kurang lebih sama terkait masalah yang hendak diteliti. Adapun kriteria sampel yang dirumuskan berdasarkan pertanyaan penelitian yaitu partisipan mengalami tanda-tanda stress akibat penugasan suami yang meliputi stress fisik maupun psikologis. Pemilihan partisipan berdasarkan rekomendasi dari komandan atau pengurus persit serta menyesuaikan kondisi partisipan yang memungkinkan untuk melakukan sesi wawancara.

(46)

Peran Peneliti

Dalam penelitian ini, peneliti berperan sebagai instrument kunci. Artinya peneliti memainkan peranan penting dalam pengambilan data. Peneliti juga diharuskan untuk menjalin kontak secara intensif dengan partisipan dengan terjun langsung ke lapangan untuk mengumpulkan data, mengamati perilaku, atau mewawancarai partisipan (Supratiknya, 2015). Untuk itu, peneliti harus membekali diri dengan sebuah protocol, yaitu instrument pengumpulan data berupa pedoman wawancara atau pedoman observasi (Supratiknya, 2015). Penelitian ini juga menekankan peneliti untuk memperoleh data yang kredibel berdasarkan sudut pandang partisipan, yaitu peneliti harus benar-benar berusaha menyerap atau menangkap makna tentang isu atau masalah yang diteliti sebagaimana diyakini dan dihayati oleh partisipan (Supratiknya, 2015).

Penelitian ini menyesuaikan tempat penelitian berdasarkan kesepakatan dengan partisipan untuk mempertimbangkan kerahasian, serta kenyamanan partisipan untuk menceritakan pengalamannya. Dalam rangka merekrut partisipan, peneliti melakukan pendekatan kepada komandan batalyon untuk melakukan ijin penelitian serta pemilihan partisipan. Setelah itu, peneliti mendapat rekomendasi dari komandan batalyon. Lalu peneliti menghubungi langsung partisipan yang direkomendasikan oleh komandan batalyon untuk menyampaikan maksud dan tujuan serta meminta kesediaan partisipan untuk melakukan wawancara. Setelah mendapatkan kesediaan dari partisipan, peneliti lalu menjelaskan gambaran umum penelitian dan memberikan lembar informed consent yang kemudian ditandatangani oleh partisipan. Dalam hal ini, peneliti

(47)

berperan menjaga kerahasiaan data serta kepercayaan yang diberikan oleh partisipan. Selain itu, peneliti juga melakukan observasi terhadap perilaku nonverbal partisipan. Setelah data terkumpul, peneliti kemudian melakukan transkip wawancara.

Potensi buruk yang mungkin terjadi pada partisipan yaitu munculnya perasaan sedih, khawatir, serta perasaan ketidaknyamanan lainnya ketika menceritakan pengalaam terkait penugasan suami. Untuk mengantisipasi perasaan tidak nyaman tersebut, peneliti mendiskusikan tempat pengambilan data berdasarkan kenyamanan partisipan untuk menceritakan pengalamannya. Selain itu, peneliti juga mempersilahkan partisipan untuk mengetahui tema penelitian dan prosedur pengambilan data. Isu sensitif yang dapat muncul terkait etika adalah terbongkarnya identitas partisipan. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka, peneliti menggunakan inisial ITN1, IT2, dan ITN3 untuk meminimalisir terkait etika.

Metode Pengambilan Data

Dalam penelitian ini, metode utama pengambilan data adalah wawancara. Wawancara adalah sebuah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan ini dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) dan terwawancara (interviewee). Tujuan dari wawancara ini adalah memfasilitasi sebuah interaksi, dimana peneliti mengajukan pertanyaan dan partisipan menceritakan pengalamannya dengan ijinnya. Setelah itu, sebagian besar dalam proses wawancara ini, partisipan bercerita dan pewawancara mendengarkan cerita tersebut. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara semi terstruktur yang

(48)

memungkinkan peneliti dan partisipan terlibat dalam sebuah dialog dimana selanjutnya pertanyaan-pertanyaan awal peneliti dapat dimodifikasi sesuai jawaban partisipan, serta peneliti dapat mendalami hal-hal baru, penting dan menarik yang muncul selama proses dialog berlangsung.

Sebelum proses wawancara, ada beberapa tahapan yang digunakan agar pengambilan data dapat dilaksanakan dengan baik. Tahap pelaksanaan tersebut adalah :

1. Melakukan pencarian partisipan sesuai dengan kriteria untuk berpartisipasi dalam penelitian. Pencarian partisipan ini dengan cara menghubungi pihak-pihak terkait dan menjalin kerjasama dengan pihak terkait seperti batalyon

2. Setelah mendapatkan partisipan sesuai dengan kriteria, peneliti melakukan pendekatan kepada partisipan dengan tujuan untuk menjelaskan tujuan penelitian yang akan dilakukan serta memberikan lembar informed consent sebaagi terkait kesediaan partisipan dalam penelitian

3. Peneliti bersama dengan partisipan menyusun jadwal penelitian

4. Melaksanakan kesepakatan wawancara sesuai kesepakatan peneliti dan partisipan. Pada sesi wawancara, peneliti menggunakan bantuan alat perekam (digital recorder). Disamping itu, peneliti juga mencatat perilaku nonverbal partisipan selama proses wawancara berlangsung. 5. Setelah semua data terkumpul, peneliti melakukan transkrip hasil

(49)

6. Peneliti menghubungi partisipan kembali untuk memberikan debrief dari proses penelitian yang sudah dijalankan.

Berikut adalah pedoman wawancara yang dugunakan dalam penelitian ini: Tabel 1

Pedoman Wawancara No Pertanyaan

1. Protokol Wawancara Untuk mengungkap Stress Yang Dirasakan Pertanyaan Inti

Apa beban terberat yang ibu rasakan saat ditinggal suami bertugas? Pertanyaan Probing

a) Bagaimanakah proses adaptasi ibu saat awal ditingal tugas?

b) Apa saja perbedaan saat ada suami dan saat ditinggal suami dalam keseharain ibu?

c) Hal apa yang paling menantang saat ditinggal suami bertugas? d) Kesulitan apa saja yang ibu alami saat tidak ada suami?

Pertanyaan Inti

Perasaan seperti apakah yang ibu rasakan saat ditinggal suami bertugas? Pertanyaan Probing

a) Bagaimanakah mood ibu sehar-hari saat ditinggal suami bertugas? b) Bagaimana perasaan ibu saat melahirkan tidak ditemani suami? c) Bagaimanakah perasaan ibu saat harus menjalani peran sebagai ibu

sekaligus mengantikan peran suami?

(50)

No Pertanyaan Pertanyaan inti

Hal apakah yang paling ibu khawatirkan saat suami dalam satuan tugas? Pertanyaan Probing

a) Bagaimanakah dampak dari perasaan yang ibu rasakan dalam kehidupan sehari-hari?

b) Bagaimanakah komunikasi yang terjadi saat suami bertugas? Pertanyaan Inti

Apakah ada keluhan mengenai kesehatan ibu selama suami bertugas? Pertanyaan probing

a) Bagaimanakah kualitas tidur ibu selama suami bertugas? b) Apakah ibu pernah sakit saat ditinggal suami?

2. Protokol Wawancara Untuk Mengungkap Coping Yang Digunakan Pertanyaan Inti

Bagaimana cara ibu menangani permasalahan yang selama ini ibu alami selama

s suami bertugas? Pertanyaan probing

a) Apa yang ibu lakuan saat belum mendapat kabar dari suami?

b) Upaya apa saja yang ibu lakukan untuk mengubah situasi yang ibu alami?

c) Kegiatan apa saja yang ibu lakukan agar tidak terlalu memikirkan suami? d) Apakah ibu selalu menceritakan apa yang ibu rasakan kepada suami?

e) Saat ada kendala terkait pengasuhan anak, hal apa saja yang biasa ibu lakukan?

f) Saat ibu ada masalah selama suami bertugas, siapakah yang berpengaruh bagi ibu?

g) Apakah ada yang ingin ibu tambahkan terkait permasalahan yang ibu alami dan cara ibu menanganinya?

(51)

Analisis dan Interpretasi Data

Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis isi kualititif (AIK). AIK merupakan suatu metode untuk menganalisis peran-peran komunikasi yang bersiat lisan, tertulis, atau visual (Supratikyna, 2015). Penelitian ini menghasilkan data berupa transkrip dari hasil wawancara. Ketika data selesai ditranskrip, lalu data tersebut dikumpulkan menjadi satuan analisis. Data-data hasil penelitian tersebut kemudian dikategorikan berdasarkan kesamaan makna sehingga diperoleh suatu deskipsi yang padat terhadap fenomena yang sedang diteliti (Supratiknya, 2015).

Analisis isi kualitatif (AIK) dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deduktif atau analisis terarah. Proses analisis data yang dilakukan oleh peneliti mengikuti langkah-langkah berikut (Supratiknya, 2018) :

1. Membaca secara berulang-ulang corpus data berupa transkip verbatim responden yang dikumpulkan melalui wawancara semi terstruktur;

2. Melakukan initial coding atau menemukan kode-kode tertentu dalam transkrip verbatim secara induktif baris demi baris (inductive, line-by-line approach) dengan membandingkan pada konsep stress yang terdiri drai stress fisik dan stress psikologis dan juga konsep coping yang digunakan oleh peneliti;

3. Mengelompokkan kode-kode ke dalam sub-subtema/kategori/kriteria yaitu sejenis konsep besar dengan cakupan isi yang lebih luas dibandingkan kode, dengan tujuan menemukan sejenis narasi analitik yang koheren dari keseluruhan corpus data;

(52)

4. Memperhalus atau mempertajam analisis dengan cara menempatkan subtema-subtema dalam susunan hirarkis tertentu menjadi tema besar; sub-subtema tersebut selanjutnya diberi label atau nama, masing-masing subtema dilengkapi dengan kutipan-kutipan yang dicuplik dari transkrip verbatim sebagai bukti atau pendukung sehingga diperoleh narasi yang utuh tentang fenomena yang diteliti.

Skema awal pengodean yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kriteria stress berdasarkan aspek fisik dan aspek psikologis. Pada aspek psikologis terdiri dari kognisi, emosi dan tingkah laku. Apabila peneliti masih menemukan data-data yang belum dimasukan dalam kode, maka peneliti akan membaca dan kembali menganalisis apakah data-data tersebut hanyalah termasuk sukategori atau perlu membuat suatu kode baru. Selain itu, untuk koding pada coping stress, peneliti mengunakan kriteria coping menurut Lazarus & Folkman (1986) Kriteria coping terdiri dari problem focused coping dan emotional focused coping.

Gambar

Gambar 1 Bagan kerangka konseptual penelitian……………………………….29

Referensi

Dokumen terkait

Dengan mencermati gejala dari fenomena tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana seorang istri yang bekerja menghadapi situasi kehidupan ( life event ) merawat suami

Hal ini didukung oleh penelitian Damayanti, dkk (2016) yang menjelaskan bahwa Akibat kepergian suami untuk bertugas dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika psikologis pasangan suami istri yang menjalani perkawinan beda agama dilihat dari sudut pandang agama katolik. Subjek

Semakin kuat penghayatan suami yang bekerja sebagai TNI di Batalyon X Bandung mengenai perasaan tidak nyaman dengan perilaku pada peran pekerjaan yang berbeda dengan peran rumah tangga,